Anda di halaman 1dari 12

PERANAN IMPOR DALAM GROSS DOMESTIC

PRODUCT (GDP)

Kelompok 5:

Adeliya 1602000017

Rohaya Safitri 1602000018

Widya Eka Setiawati 1602000019

Rizky Nur Septiani 1602000021

Makalah disusun untuk melengkapi Tugas Terstruktur Mata Kuliah


Pengantar Ekonomi Semester I / 2016

Jurusan Keuangan Perbankan A

ABFII Perbanas

Jakarta 2016
I. Latar Belakang

Menurut Mankiw, Produk Domestik Bruto (gross domestic product/ GDP)


adalah nilai dari semua barang dan jasa yang di produksi di suatu negara selama
kurun waktu tertentu.
PDB mengukur nilai barang dan jasa yang di produksi di wilayah suatu
negara tanpa membedakan kewarganegaraan pada suatu periode waktu tertentu.
Dengan demikian warga negara yang bekerja di negara lain, pendapatannya tidak
dimasukan ke dalam PDB. Sebagai gambaran PDB Indonesia baik oleh warga
negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA) yang ada di
Indonesia tetapi tidak diikuti sertakan produk WNI di luar negeri.
Impor dapat diartikan sebagai pembelian barang dan jasa dari luar negeri
ke dalam negeri dengan perjanjian kerjasama antara 2 negara atau lebih. Impor
juga bisa dikatakan sebagai perdagangan dengan cara memasukkan barang dari
luar negeri ke wilayah Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku
(Hutabarat, 1996 : 403).
Impor ditentukan oleh kesanggupan atau kemampuan dalam
menghasilkan barang-barang yang bersaing dengan buatan luar negeri. Yang
berarti nilai impor tergantung dari nilai tingkat pendapatan nasional negara
tersebut. Makin tinggi pendapatan nasional, semakin rendah menghasilkan
barang-barang tersebut, maka impor pun semakin tinggi. Sebagai akibatnya
banyak kebocoran dalam pendapatan nasonal.
Perubahan nilai impor di Indonesia sangat dipengaruhi oleh situasi dan
kondisi sosial politik, pertahanan dan keamanan, inflasi, kurs valuta asing serta
tingkat pendapatan dalam negeri yang diperoleh dari sektor-sektor yang mampu
memberikan pemasukan selain perdagangan internasional. Besarnya nilai impor
Indonesia antara lain ditentukan oleh kemampuan Indonesia dalam mengolah dan
memanfaatkan sumber yang ada dan juga tingginya permintaan impor dalam
negeri.
II. Kajian Teoritis

Hubungan pendapatan nasional dan impor dapat tercernin dalam persamaan :

Y= C+I+G+X– M

Dari rumus diatas kita dapat melihat bahwa impor merupakan variabel dari PDB,
yang merupakan varibel kebocoran dari pendapatan nasional.
PDB mencerminkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu negara, PDB
yang meningkat menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat meningkat. Ketika
pendapatan mengalami peningkatan berarti daya beli masyarakat menigkat ,
namun ketika pasar dalam negeri supply/penawaran barang lebih kecil daripada
demand/permintaan, maka untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri pemerintah
akan mengimpor barang baik barang konsumsi maupun bahan baku untuk
meningkatkan produksi dalam negeri. Biasanya kebutuhan impor barang
konsumsi melalui kebijakan pemerintah sedangkan bahan produksi melalui
mekanisme pasar.
Kemampuan sesuatu bangsa untuk mengimpor sangat tergantung pada
GDP-nya. Artinya, semakin besar GDP, semakin besar pula kemampuan bangsa
tersebut mengimpor barang dan jasa. Jadi:

M=f(Y)

Akan tetapi harus diingat bahwa hubungan antara impor, M, dengan GDP
itu tidaklah berupa hubungan proporsional. Artinya, tidak dapat ditarik
kesimpulan bahwa jika GDP bertambah menjadi dua kali lipat, misalnya, maka
impor pun akan menjadi dua kali lipat.

Hubungan antara impor, M, dan GDP, Y, itu ditentukan oleh hasrat


mengimpor marginal (marginal propensity to import atau MPM) yang besarnya
adalah:

ΔM
MPM=
ΔY
Yakni, MPM menunjukkan bagian dari tambahan GDP yang dipakai untuk
menambah impor barang dan jasa.

Jika kemudian MPM itu diberi notasi m, bentuk hubungan antara


pendapatan nasional dengan impor itu adalah:

M= M0 + mY

Dengan M0 menunjukkan besarnya impor otonom, yakni nilai impor yang


tidak dipengaruhi oleh GDP.

Impor otonom itu adalah besarnya impor yang harus dilakukan oleh suatu
perekonomian. M0 itu disebut fungsi impor yang stabil (stable import function).
Tidak ada satupun negara yang tidak memiliki M0 karena tidak ada satu negara
pun yang mampu memenuhi seluruh kebutuhannya, tanpa mengandalkan hasil
produksi negara lain.

Secara grafis, kurva impor dapat digambarkan sebagai yang diperlihatkan


dalam gambar berikut.

Dalam gambar tersebut, impor diletakkan pada sumbu tegak, sedangkan


sumbu datar diukurkan GDP. Kurva impor adalah garis M=M0 + mY. Jarak 0A
menunjukkan besarnya impor otonom, sedangkan koefisien kemiringan (slope
atau gradient) kurva tersebut adalah sebesar m.
Dari gambar kurva tersebut, dapat dipahami bahwa jika impor otonom, M0,
berubah, seluruh kurva itu akan bergeser pula dengan pergeseran sejajar. Kurva
itu akan bergeser ke kiri-atas jika impor otonom bertambah besar, vice versa.
Selanjutnya, jika m berubah, keemiringan kurva itu pun berubah. Jika m atau
hasrat mengimpor marginal (MPM) itu bertambah besar, kurva itu akan menjadi
semakin curam, vice versa.

Impor otonom akan berubah, misalnya saja, disebabkan oleh:

1. berubahnya kebijakan pemeintah mengenai kuota impor,


2. kebijakan mengenai pelarangan atau pengizinan imor beberapa jenis
komoditi tertentu,
3. perubahan harga barang impor diluar negeri dan sebagainya,

Sementara itu, perubahan MPM disebabkan oleh hal-hal seperti:

1. perubahan cita rasa konsumen dalam negeri terhadap barang impor


2. perubahan nilai tukar mata uang, dan sebagainya.
III. Pembahasan
A. PERKEMBANGAN IMPOR

Sejalan dengan meningkatnya kegiatan perekonomian dalam negeri,


pengeluaran impor menunjukan kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun.
Kenaikan itu juga berkaitan dengan berbagai kebijaksanaan deregulasi dan
devirokratisasi yang di luncurkan. Debirokratisasi dan regulasi dalam bidang
impor pada umumnya berupa penyederhanaan tata niaga, penurunan tarif bea
masuk, serta pemberian ijin impor kepada lebih banyak perusahaan.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan impor selalu diserasikan dengan upaya-upaya
pengembangan industri didalam negeri, perangsangan investasi dan penggalakan
ekspor.

TABEL 11.10 Perkembangan Pengeluaran Impor Indonesia. Tahun 1970-


1995
(Nilai dalam US$ Juta, Perubahan dalam Persen)
Tahun Nilai Perubahan Tahun Nilai Perubahan
1970 1.001,50 1983 16.351.8 -3,01
1971 1,102,8 10,11 1984 13,882,1 -15,1
1972 1,561,7 41,61 1985 10,259,1 -26,1
1973 2,729,1 74,75 1986 10.718 44,48
1974 3,841,9 40,78 1987 12,370,3 15,41
1975 4,757,5 23,83 1988 13,248,5 7,1
1976 5.673,10 19,25 1989 16.359,60 23,48
1977 6.230,30 9,82 1990 21.837,00 33,48
1978 6.690,40 7,38 1991 25.868,80 18,46
1979 7.202,30 7,65 1992 27.279,60 5,45
1980 10.834,40 50,43 1993 28.327,80 3,84
1981 13.272,10 22,5 1994 31.983,50 12,9
1982 16.858,90 27,02 1995 33.778,60 5,61
Kenaikan pengeluaran impor rata-rata per tahun:

1970-1979 =26,13% 1990-1995=9,25%

1980-1989=6,20% 1970-1995=16,85%

Penurunan selama tiga tahun berturut-turut, yakni pada tahun 1983 dan 1984 serta
1985 pada tahun-tahun sebelumnya impor senantiasa meningkat. Kenaikan impor
yang cukup tinggi berlangsung semasa dekade 1970-an. Dalam dasawarsa
dimaksud, setiap tahun pengeluaran impor naik rata-rata 26,13 persen. Dalam
dasawarsa berikutnya(1980-1989) pengeluaran impor hanya mengalami kenaikan
rata-rata 6,20 persen setahun. Penurunan kenaikan ini selain disebabkan karena
kenaikan sepanjang periode 1980-1989 memang lebih rendah daripada kenaikan
sepanjang periode 1970-1979,juga karena terjadinya penurunan impor dalam
tahun yang sudah disebutkan tadi. Penurunan impor dalam tahun 1983-84-85 itu
sendiri dapat dijelaskan oleh dua faktor. Pertama, karena belum pulihnya
perekonomian akibat resesi dunia pada tahun-tahun awal 1980-an. Kedua, karena
pada tahun-tahun itu harga minyak di pasaran internasional sangat labil, bahkan
mulai turun. Akibatnya penerimaan ekspor kita yang kala itu sangat tergantung
pada minyak menurun. Cadangan visa menipis sehingga impor dibatasi ketat.

Ditinjau menurut wilayah, lebih dari separuh impor berasal dari negara-negara
di Asia. Impor kita dari negara-negara eropa lebih besar dibandingkan dari
negara-negara dibenua Amerika. Sebagai contoh: pada tahun 1994 ekspor ke
Amerika (bukan hanya AS) bernilai US$6.771,8 juta, sedangkan ekspor ke Eropa
bernilai US$6.332,4 juta. Impor dari negara-negara anggota MEE saja lebih besar
dibandingkan dengan impor dari seluruh negara di amerika. Struktur perdagangan
luar negeri indonesia dengan negara-negara di Eropa jauh lebih baik dibandingkan
dengan negara-negara di Amerika. Perdagangan dengan amerika terkonsentrasi
pada satu negara yaitu Amerika Serikat, baik dalam hal ekspor maupun impor

B. KOMPOSISI DAN STRUKTUR IMPOR

TABEL 11.11 Komposisi dan Perkembangan Pengeluaran Impor Menurut


Wilayah dan Negara (angka-angka dalam satuan prsen terhadap impor)
Negara/Wilayah 1990 1991 1992 1993 1994 1995
Jepang 24,27 24,46 22,04 22,06 24,2 23,03
Amerika Serikat 11,54 13,13 14,01 11,49 11,22 11,51
Jerman 6,88 7,97 7,85 7,32 7,73 6,71
Singapura 5,82 6,56 6,12 6 5,87 5,41
Australia 5,43 5,33 5,18 4,94 4,82 5,04
Perancis 2,94 2,1 2,99 3,01 2,46 2,72
Belanda 2,52 1,95 1,86 2,21 1,76 2,13
Inggris 2,01 2,33 2,64 2,76 2,22 2,18
Italia 1,88 2,07 2,05 1,85 2,09 1,9
Lain-lain 36,71 36,25 35,26 38,03 37,63 39,37
ASEAN 11,13 9,53 9,5 9,19 9,15 9,47
MEE 18,60 18,18 19,8 19,95 18,22 17,64
Asia 55,15 54,81 52,54 53,20 55,57 54
Amerika 15,78 16,81 17,48 15,54 15,13 16,15
Eropa 22,34 21,84 23,52 25,65 22,86 22,78
Austro-Oseania 5,96 5,78 5,68 5,51 5,4 5,55
Afrika 0,77 0,76 0,78 0,5 1,04 1,52
Seperti halnya ekspor, impor indonesia juga dapat dibedakan ke dalam
kelompok migas dan kelompok nonmigas. Namun komposisinya sangat
berlawanan.proporsi impor nonmigas jauh lebih besar. Dalam kurun waktu 1970-
1995, hanya pada periode 1979-1986, nilai impor migas melebihi 10 persen dari
nilai impor total, persisnya berkisar antara 11 dan 25 persen. Dilihat dari segi
perkembangannya, kenaikan impor migas masih lebih besar dibandingkan
kenaikan impor nonmigas.

Dari perbandingan konstribusi ekspor dan impor menurut migas dan nonmigas
tadi, dengan mudah dapat disimpulkan bahwa tanpa migas neraca perdagangan
indonesia praktis selalu defisit. Baru mulai tahun 1993 (atau tahun anggaran
1992/93) neraca perdagangan kita membuahkan surplus tanpa migas. Surplus itu
bukan karena sukses kita menekan impor, melainkan lebih disebabkan karena
keberhasilan mengembangkan ekspor nonmigas. Dalam kancah impor sendiri
sejak wal tahun 1990an tersebut pertumbuhan impor nonmigas lebih tinggi
daripada pertumbuhan impor migas.
TABEL 11.12 Perkembangan Impor Migas dan Nonmigas, 1970-1995
(Nilai dalam US$ Juta, Pangsa dan Perubahan dalam Persen)
Tahun Minyak Bumi dan Gas Alam Nonmigas
Nilai Pangsa Perubahan Nilai Pangsa Perubahan
1970 14,7 1,5 986,8 98,5
1971 20,4 1,8 38,8 1.082,40 98,2 9,7
1972 30,3 1,9 48,5 1.531,40 98,1 41,5
1973 44,1 1,6 45,5 2.685,30 98,4 75,3
1974 183 4,8 315 3.658,90 95,2 36,3
1975 285,3 6,2 55,9 4.447,20 93,8 21,5
1976 437,7 7,3 53,4 5.235,40 92,3 17,7
1977 732,4 11,8 67,3 5.497,90 88,2 5
1978 580 8,7 20,8 6.110,40 91,3 11,1
1979 793,5 11 36,8 6.408,80 89 4,9
1980 1.748,50 16,1 120,3 9.085,90 83,9 41,8
1981 1.721,70 13 -1,5 11.550,40 87 27,1
1982 3.544,80 21 105,9 13.314,10 79 15,3
1983 4.145,50 25,4 16,9 12.206,10 74,6 -8,3
1984 2.696,80 19,4 -34,9 11.185,30 80,6 -8,4
1985 1.271,60 12,4 -52,8 8.987,50 87,6 -19,6
1986 1.086,30 10,1 -14,6 9.632,10 89,9 7,2
1987 1.068 8,6 -1,7 11.302,30 91,4 17,3
1988 909,10 6,9 -14,9 12.339,40 93,1 9,2
1989 1.195,20 7,3 31,5 15.164,40 92,7 22,9
1990 1.920,40 8,8 60,7 19.196,60 91,2 31,3
1991 2.310,10 8,9 20,3 23.558,70 91,1 18,3
1992 2.115,10 7,8 -8,4 25.164,50 92,2 6,8
1993 2.170,50 7,7 2,6 26.157,30 92,3 3,9
1994 2.367,40 7,4 9,1 29.616,10 92,6 13,2
1995 2.349 7 -0,8 31.429,60 93 6,1
rata-rata 9,4 36,8 90,6 16,3
Ditinjau menurut penggolongan barang berdasarkan SITC, sebagian besar
impor indonesia berupa mesin-mesin dan alat pengangkutan. Sekitar 40 persen
pengeluaran impor digunakan untuk membeli barang-barang yang bersandi SITC
ini. Impor hasil-hasil industri (sandi 6) dan impor bahan-bahan kimia (sandi 5)
berada diurutan berikutnya dengan proporsi masing-masing sekitar 15 persen dari
nilai impor total. Urutan berikutnya ialah impor bahan-bahan (sandi 2). Selama
paroh awal dasawarsa 1990-an impor bahan-bahan mentah menyerap sekitar 8-9
persen nilai impor total(perhatikan tabel 11.13)
TABEL 11.13 Komposisi Pengeluaran Impor Menurut Golongan Barang SITC 1981-1994
TAHUN Nilai Impor Proporsi Nilai Impor Masing-masing Golongan Barang Menurut SITC
Total 0 1 2 3 4 5 6 7 8
1981 13.272 10,22 0,34 4,26 13,01 0,22 13,22 18,98 34,8 2,45 2
1982 16.859 6,37 0,3 3,61 21,06 0,08 10,7 16,2 37,13 2,23 2
1983 16.352 6,94 0,17 4,13 25,38 0,07 11,58 14,38 34,76 1,58 1
1984 13.882 4,87 0,21 6,36 19,49 0,37 15,39 13,58 36,28 2,73 0
1985 10.259 5,42 0,2 7,11 12,55 0,35 18,69 16,75 35,27 3,23 0
1986 10.718 5,69 0,26 7,74 10,33 0,17 17,82 15,56 38,41 3,63 0
1987 12.370 5,04 0,27 8 9,25 0,78 18,8 14,43 38,96 3,4 0
1988 13.248 4,85 0,26 9,1 7,24 1,34 19,18 15,56 38,47 3,4 0
1989 16.360 5,57 0,21 10,23 7,66 0,92 17,56 16,12 37,79 3,86 0
1990 21.837 3,9 0,25 8,63 8,87 0,11 15,54 16,27 42,72 3,65 0
1991 25.869 4,18 0,29 8,32 8,97 0,16 13,27 16 44,96 3,79 0
1992 27.820 4,58 0,32 8,66 7,56 0,54 13,57 16,78 42,06 3,04 1
1993 28.328 4,74 0,42 8,57 7,61 0,36 14,28 17,09 42,92 4 0
1994 31.983 5,93 0,44 8,53 7,58 0,32 15,18 16,33 42,05 3,58 0
1995 33.779 7,3 0,41 9,3 7,19 0,29 15,6 16,36 39,89 3,56 0
catatan : 0: Bahan Makanan dan binatang hidup 5: Bahan kimia
1: Minuman dan tembakau 6: Hasil industri menurut bahan
2: Bahan-bahan mentah 7: Mesin dan alat pengangkutan
3: Bahan bakar, bahan penyemir,dsb. 8:Hasil industri lainnya
4: Minyak/lemak nabati dan hewani 9: Barang transaksi khusus

Komposisi dan struktur impor dapat pula di analisis dengan memilah


pengeluaran impor menurut kelompok komoditas, maksudnya penggolongan
barang impor berdasarkan tujuan penggunaannya.dalam konteks ini barang-
barang impor di klasifikasikan kedalam tiga macam kelompok komoditas barang
yaitu barang konsumsi, bahan baku serta barang modal. Berdasarkan
pengelompokan sebagaimana ditunjukan pada tabel 11.14, mayoritas impor
indonesia berupa bahan baku. Dalam kurun waktu 1981-1985, proporsi rata-rata
devisa yang dibelanjakan untuk membeli bahan baku mencakup 73,60 persen dari
seluruh nilai pengeluaran impor. Berarti dari pengeluaran impor senilai rata-rata
US$ 19.493,1 juta pertahun, sebesar US$14.346,9 juta tergunakan untuk
mengimpor bahan baku. Proporsi rata-rata pengeluaran impor atas barang modal
dan barang konsumsi masing-masing 21,35 dan 5,05 persen pertahun.
TABEL 11.14 Komposisi Impor Menurut Kelompok Komoditas 1981-1995
Tahun Persentase Impor Masing-masing Kelompok Nilai Impor
  Barang konsumsi Bahan Baku Barang Modal Total
1981 6,08 78,7 15,21 13.272,10
1982 7,33 74,68 17,99 16.858,90
1983 10,56 71,75 17,69 16.351,80
1984 5,95 75,51 18,54 13.882,10
1985 3,71 79,56 16,73 10.259,10
1986 4,18 78,03 17,79 10.718,40
1987 3,72 76,59 19,69 12.370,30
1988 3,54 77,16 19,3 13.248,50
1989 4,21 72,77 23,02 16.359,60
1990 4,02 68,2 27,78 21.837,00
1991 3,7 66,62 29,68 25.868,80
1992 4,45 68,55 27 27.279,60
1993 4,05 70,72 25,23 28.327,80
1994 4,47 72,33 23,3 31.873,50
1995 5,8 73,02 21,18 33.778,60
Rata-
rata 5,05 73,6 21,35 19.493,10

Dominasi impor bahan baku dalam struktur impor indonesia mengisyaratkan


betapa tergantungnya industri didalam negeri pada pasokan bahan baku dari luar
negeri, ketergantungan semacam itu potensial menimbulkan kerawanan dadakan
bagi industri didalam negeri. Gejolak bahan baku yang bersangkutan dinegara
asalnya dapat dengan mudah dan segera membangkitkan krisis pada industri yang
berkepentingan di indonesia. Kekalutan industri didalam negeri akibat gejolak
bahan bakunya di luar negeri pernah kita alami, misalnya untuk kasus industri
tekstil pada pertengahan tahun 1991 banyak industri di tanah air yang bahan
bakunya tergantung pada pasok (supply) di luar negeri. Ketergantungan demikian
bukan saja menyimpan benih-benih kerawanan aspek produksi, tapi juga tidak
menguntungkan ditinjau dari konteks neraca perdagangan. Disisi impor hal itu
memboroskaan devisa. Sedangkan disisi ekspor ia membatasi keleluasaan
menghasilkan devisa, karena daya saing internasionalnya tidak optimal.
IV. Kesimpulan

- Banyak manfaat yang diperoleh Indonesia dari kegiatan impor dimana


masyarakat dan perekonomian Negara menjadi lebih stabil
- Banyak cara untuk melakukan kegiatan impor dengan Negara lain yang
membuat produsen tidak perlu pusing memikirkan bagaimana mengimpor
barang dari luar negri
- Keadaan impor di Indonesia tak selamanya dinilai bagus, sebab menurut
golongan penggunaan barang. Peranan impor untuk barang konsumsi dan
bahan baku penolong selama oktober 2008 mengalami penurunan
disbanding bulan sebelumnya yaitu masing-masing dari 6,77% dan
75,65% menjadi 5,99% dan 74,89% sedangkan peranan impor barang
modal meningkat dari 17,58% menjadi 19,12%
- Kegiatan impor pada prinsipnya yaitu, jika suatu Negara dapat
memproduksi suatu barang atau jasa lebih murah, maka Negara tersebut
akan memproduksi barang atau jasa tersebut.

V. Saran

- Memperbanyak menghasilkan barang-barang untuk mencegah impor yang


tinggi
- Menjaga agar perubahan nilai impor di Indonesia sangat dipengaruhi oleh
situasi dan kondisi sosial politik, pertahanan dan keamanan, inflasi, kurs
valuta asing serta tingkat pendapatan dalam negri yang diperoleh dari
sector-sektor yang mampu memberikan pemasukan selain perdagangan
internasional
- Lebih memperhatikan dalam mengolah dan memanfaatkan sumber yang
ada dan juga tingginya permintaan impor dalam negri
- Mencegah terjadinya inflasi yang mempunyai efek terhadap impor
- Maka untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri seharusnya tidak terpacu
dengan impor saja tetapi bisa juga memenuhi kebutuhan dengan produk
dalam negeri.
VI. Daftar Pustaka

Mankiw, Gregory N. 2005. Teori Makro Ekonomi. Jakarta: Erlangga.

Hutabarat, R. 1996. Transaksi Ekspor Impor. Jakarta: Erlangga.

Rosyidi,Suherman. 2011. Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan kepada Teori


Ekonomi Mikro dan Makro. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Dumairy. 1996. Perkonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai