Krisis moneter yang terjadi di Indonesia merupaka dampak krisis moneter yang melandda
Asia pada tahun 1997. Krisis perekonomian Indonesia yang mencapai puncaknya pada
tahun 1997-1998 itu, telah melahirkan perdebatan publik, khususnya mengenai pilihan
kebijakan yang diambil pemerintah pada waktu itu. Krisis moneter tersebut berdampak
luas dan lama terhadap perekonomian dan khususnya perbankan di Indonesia. Ciri-ciri
yang memperkuat indikasi tersebut antara lain
Dalam situasi wabah covid-19 belum tertuntaskan sebagai bankir tetap harus mengambil
sikap waspada professional dengan memegang teguh prinsip kehati hatian dengan
memperkuat dan mengatisipasi risk profile dengan baik, azas good corporate governance,
profitabilitas dan permodalan bank agar selalu terjaga dengan terus membentuk cadangan
kerugian penurunan nilai (CKPN) untuk selalu memiliki daya tahan terhadap setiap
turbulence (goncangan) ekonomi yang biasanya sulit diperkirakan dan datangnya tiba tiba.
Mengingat pada bulan Agustus 2020 rasio non perfoming loan (NPL) atau kredit
bermasalah meningkat mencapai level 3,22% tumbuh meningkat lebih tinggi dari akhir
kuartal II/2020 yang berada pada level 3,11%. Kendatipun rasio CAR terjaga berada di
level cukup tinggi mencapai 23,39% dibandingkan kuartal II/2020 yang berada di level
22,5%. Namun tetap harus waspada dengan memperkuat RGEC dan CKPN demi untuk
mengantisipasi hal hal yang tidak diinginkan terjadi.