23 44 1 SM
23 44 1 SM
ABSTRAK
Kata Kunci: Tetraselmis sp, Cahaya Lampu TL, Pertumbuhan, Wadah Terkontrol
secara massal. Tetraselmis sp juga dikonsumsi disterlisasi dalam autoclave selama 30 menit pada
oleh larva udang, ikan hias dan larva teripang suhu 121º C dengan tekanan sebesar 2 atm.
(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Selanjutnya masukkan inokulum dari
Berbagai kegunaan di atas memerlukan media kultur murni sebanyak 0,4 ml ke dalam 9
ketersediaan Tetraselmis sp yang banyak. Oleh buah erlenmeyer. Kemudian diambil 1 ml dari
karena itu perlu dilakukan upaya untuk setiap perlakuan dan ulangan untuk dihitung
meningkatkan produksi Tetraselmis sp dan salah kepadatan sel awal sebanyak 40.000 sel/ml.
satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui Erlemeyer diletakan sesuai dengan perlakuan
pengkulturan dalam skala laboratorium. cahaya, yaitu 3 erlenmeyer pada lampu TL 60
Tingkat pertumbuhan organisme yang Watt, 3 erlenmeyer pada lampu TL 40 Watt dan 3
dikultur sangat ditentukan oleh ketersediaan erlenmeyer pada lampu TL 20 Watt.
unsur hara dan kondisi lingkungan (Sylvester et
al, 2002). Kondisi lingkungan yang 2.3. Metode Analisa Sampel
mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton salah Pengamatan pertumbuhan Tetraselmis sp
satunya adalah cahaya. Intensitas cahaya sangat dilakukan dengan perhitungan kepadatan pada
diperlukan dalam proses fotosintesis karena hal sampel setiap 24 jam selama 21 hari dengan
ini berhubungan dengan jumlah energi yang menggunakan haemocytometer dan mikroskop
diterima oleh Tetraselmis sp untuk melakukan NIKON SF pembesaran 200x sebanyak 3 kali
fotosintesis. Menurut Taw (1990) intensitas ulangan.
cahaya optimum untuk pertumbuhan Tetraselmis
sp adalah 2000-10.000 lux. Selanjutnya Hutagaol 2.4. Analisis Data
dalam Hartini (1999) mengemukakan bahwa Analisis data pertumbuhan Tetraselmis sp
dengan intensitas cahaya yang besar maka akan yaitu:
semakin baik untuk perkembangan sel alga. a. Kepadatan
Dengan demikian tujuan dari penelitian ini Kepadatan fitoplankton dihitung dengan
untuk mengetahui pertumbuhan Tetraselmis sp menggunakan rumus menurut Isnansetyo dan
di wadah terkontrol dengan perlakuan cahaya Kurniastuty (1995) yaitu:
lampu TL.
N x 104 sel/ml ……………………………(1)
II. METODE PENELITIAN
dimana :
2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
N = Jumlah rata-rata sel yang terdapat pada
Penelitian ini dilaksanakan di
kotak bujur sangkar
Laboratorium Pakan Alami UPT Balai Konservasi
x 10 = Jumlah kepadatan sel sebenarnya
4
Biota Laut Ambon pada bulan Juni 2013.
pada 1 ml media atau air
b. Analisa Statistik
2.2. Prosedur Penelitian
Guna menguji hipotesis adanya pengaruh
Penelitian diawali dengan persiapan alat
cahaya terhadap pertumbuhan Tetraselmis sp
dan bahan. Peralatan yang digunakan
digunakan analisis data One-Way Analisis Of
disterilisasi dengan menggunakan autoclave
Variance (One-Way ANOVA) yang diolah dengan
selama 15 menit pada suhu 121º C dengan
program Microsoft Excel.
tekanan 2 atm. Selanjutnya pembuatan media
diatom sebagai wadah kultur Tetraselmis sp.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Masukan air laut steril sebanyak 400 ml
3.1. Kepadatan Sel Tetraselmis sp
ke dalam 9 buah erlenmeyer bervolume 500 ml,
Hasil pengamatan memperlihatkan
salinitasnya diukur sebesar 31‰. Kemudian
kepadatan Tetraselmis sp yang dikultur dengan
tambahkan media diatom dan dikocok agar
cahaya berbeda seperti tertera pada Tabel 1.
merata. Erlenmeyer yang telah diisi media diatom
22
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 8 Edisi 1 (Mei 2015)
130,00
120,00
110,00
Cahaya merupakan faktor penting dalam
(x10 4 sel/ml)
100,00
90,00
80,00
pertumbuhan mikroalga selain nutrien. Intensitas 70,00
60,00
20 Watt
40 Watt
50,00
cahaya sangat diperlukan dalam proses 40,00
30,00
60 Watt
23
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 8 Edisi 1 (Mei 2015)
lampu TL ternyata pada cahaya 40 Watt puncak tumbuh secara maksimum adalah berbeda-beda.
pertumbuhan Tetraselmis sp terjadi pada hari Intensitas cahaya optimum untuk pertumbuhan
keenam dan kesepuluh dengan kepadatan Tetraselmis sp adalah 2000-10.000 lux (Taw, 1990)
700.000 sel/ ml (puncak 1) dan 820.800 sel/ml sedangkan kebutuhan akan cahaya bervariasi,
(puncak 2). tergantung kedalaman kultur dan kepadatannya
Hal ini menunjukan bahwa adanya dua (Richmond, 2003).
puncak pertumbuhan bisa saja terjadi karena Setelah mencapai puncak pertumbuhan
didukung oleh masih tersedianya nutrien pada fase eksponensial Tetraselmis sp akan
sehingga memungkinkan Tetraselmis sp menjalani fase penurunan. Walaupun pada
melakukan pembelahan sel secara berulang- perlakuan lamput TL 40 dan 60 Watt menunjukan
ulang dengan memanfaatkan cahaya sebagai adanya peningkatan kepadatan pada fase
sumber energi karena seperti yang diketahui tersebut, tetapi kepadatanya tidak sampai
selain salinitas, pH dan zat hara, cahaya juga mencapai pada puncak pertumbuhan.
merupakan faktor penting dalam pertumbuhan Sebagaimana pendapat Burlew (1953) bahwa
Tetraselmis sp untuk proses fotosintesis peningkatan produktivitas sel alga akan terhenti
(Fabregas et al, 1985). setelah mencapai titik puncak produktivitasnya,
Perlakuan cahaya lampu TL 20 Watt yang kemudian akan mengalami penurunan
memiliki kepadatan paling rendah 55 x 10 4 sel/ml sehubungan dengan berjalannya waktu.
dan waktu paling lambat yaitu puncak Adanya peningkatan kepadatan sel pada
pertumbuhan pada perlakuan ini baru terjadi lamput Tl 40 dan 60 Watt pada fase penurunan
pada hari keempatbelas, sedangkan pada diduga karena ada individu baru yang masih
penelitian lain oleh Rostini (2007) dengan lampu membelah dengan sisa nutrien dan intensitas
TL yang sama yaitu 20 Watt, puncak cahaya yang tersedia. Sebagimana menurut
pertumbuhannya lebih cepat yaitu terjadi pada Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) penurunan
hari kesepuluh dengan kepadatan 752 x 10 4 populasi pada fase kematian setelah mencapai
sel/ml. Adanya perbedaan waktu pencapaian puncak populasi maksimal diduga disebabkan
puncak pertumbuhan dan tingkat kepadatan, karena berkurangnya nutrien sehingga
diduga karena adanya perbedaan kepadatan awal menyebabkan proses fotosintesis tidak berjalan
dimana kepadatan awal pada penelitian ini dengan sempurna.
hanya 4 x 104 sel/ml sedangkan kepadatan awal
pada panelitian lain yaitu 17 x 10 4 sel/ml. 3.2. Pengaruh Cahaya Terhadap Kepadatan
Rendahnya kepadatan serta lambatnya Tetraselmis sp
waktu puncak pertumbuhan diperlihatkan oleh Pengaruh cahaya terhadap kepadatan
perlakuan lampu TL 20 Watt. Sebagaimana Tetraselmis sp yang dianalisis dengan One Way
menurut Ngadiman dalam Hartini (1999) bahwa ANOVA dapat dilihat pada Tabel 2.
kemampuan alga untuk bertahan hidup pada Berdasarkan hasil ANOVA dengan tingkat
media kultur skala laboratorium yang diberi kepercayaan 95% menunjukkan bahwa nilai
lampu TL 40 Watt dapat dijadikan dasar atau Fhitung = 90.888 > Ftabel = 5.1433 demikian juga
standar untuk mengkultur alga di laboratorium dengan tingkat kepercayaan 99% nilai Fhitung =
jika dibandingkan lampu TL 20 Watt. 90.888 > Ftabel = 10.925. Hal ini berarti bahwa
Pada ketiga perlakuan kultur mempunyai intensitas cahaya sangat berpengaruh terhadap
parameter lingkungan yang sama yaitu salinitas pertumbuhan. Dengan nilai Fhitung > Ftabel, maka
31 ppm, suhu ruangan 18º C, media dan nutrien dilakukan uji lanjut berdasarkan nilai CV. Nilai
yang sama, namun dengan intensitas cahaya yang CV yang didapatkan dari 3 perlakuan intensitas
berbeda ternyata mempelihatkan hasil yang cahaya ini adalah 8.9769 atau CV > 0,5.
berbeda pula. Menurut Lavens dan Sorgeloos Sebagaimana dikemukakan oleh Hanafiah (2002)
(1996) bahwa intensitas cahaya yang diperlukan dan Khouw (2008) bahwa jika nilai CV = 5-10 %
tiap-tiap jenis tumbuhan dan alga untuk dapat maka akan dilakukan uji Beda Nyata Terkecil.
24
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 8 Edisi 1 (Mei 2015)
Tabel 3. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil Kepadatan cahaya 60 Watt memberikan pengaruh yang lebih
Tetraselmis sp tinggi terhadap kepadatan Tetraselmis sp
N Non dibandingkan dengan dua perlakuan lainya.
Perlakuan Rata-Rata Signifikant
Ranges
60 Watt 77 3a IV. PENUTUP
40 Watt 48.333 3b 4.1. Kesimpulan
20 Watt 27 3c Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
BNT = 9.107 disimpulan bahwa :
Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama 1. Intensitas cahaya mempengaruhi
artinya tidak berbeda dan angka yang diikuti pertumbuhan Tetraselmis sp dan lebih dari
oleh huruf yang berbeda artinya sangat berbeda
satu kali puncak pertumbuhan.
2. Intensitas cahaya 60 Watt memberikan
Tabel di atas menunjukan bahwa setiap
kepadatan tertinggi terhadap kepadatan sel
perlakuan cahaya lampu TL berbeda sangat nyata
Tetraselmis sp dibandingkan perlakuan yang
terhadap tingkat intensitas cahaya yang lain.
lain.
Dimana nilai rata-rata 77 pada perlakuan cahaya
3. Parameter yang diukur dalam penelitian ini
lampu TL 60 Watt jauh berbeda dengan nilai
yang meliputi parameter suhu dan salinitas
rata-rata 40 Watt dan 20 Watt. Demikian juga
masih menunjukkan kondisi yang turut
pada perlakuan cahaya 40 Watt memiliki nilai
mendukung pertumbuhan Tetraselmis sp.
rata-rata 48.333 yang berbeda dengan 60 Watt dan
20 Watt .
4.2. Saran
Jika nilai rata-rata setiap perlakuan
Disrankan guna mendapaan kepadatan
dibandingkan antara satu dengan yang lain yaitu
Tetraselmis sp yang tinggi, sebaiknya diberikan
pada perlakuan 60 Watt selisih nilai rata-ratanya
intensitas cahaya 60 Watt dan bagi stok
adalah 28,667 dan 50. Untuk perlakuan 40 Watt
bibit/sediaan sebaiknya digunakan intensitas
selisihnya adalah 21,333, maka terdapat
cahaya 40 Watt
perbedaan rata-rata terbesar pada perlakuan 60
Watt. Hal ini menunjukkan dalam penelitian ini,
DAFTAR PUSTAKA
25
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 8 Edisi 1 (Mei 2015)
Hartini. 1999. Pertumbuhan Clamydomonas sp pada Intensitas Cahaya yang Berbeda. Skripsi Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Sam Ratulangi Manado. Hanafiah, A.K. 2002.
Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Edisi Tiga. PT Raja Grafinda Persada Jakarata.
Isnansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton Pakan Alami
untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius. Yogyakarta.
Khouw, A.S. 2008. Metode dan Analisa Kuantitatif Dalam Biologi Laut.
Lavens, P. dan Sorgeloos P. (eds). 1996. Manual on the Production and Use of live Food for
Aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper. No. 361. Rome: Food and Agriculture
Organization of the United Nations.
Richmond, A. 2003. Handbook of Microalgae Culture Biotechnology and Applied Phycology.
Blackwell Publishing
Rostini, I. 2007. Kultur Fitoplankton Chlorella sp dan Tetraselmis chuii Pada Skala Laboratorium.
Universitas Padjadjaran. Jatinagor.
Romimohtarto, K dan Sri Juwana. 2004. Meroplankton Laut : Larva Hewan Laut yang Menjadi
Plankton. Penerbit Djambatan, Jakarta : 215 hal.
Sylvester, B., D. Nelvy dan Sudjiharno. 2002. Persyaratan Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton.
Sutomo. 2005. Kultur Tiga Jenis Mikroalga (Tetraselmis sp, Chlorella sp, dan Chaetoceros gracilis) dan
Pengaruh Kepadatan Awal Terhadap Pertumbuhan Chaetoceros gracillis di Laboratorium.
Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Ambon.
Taw, N. 1990. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murnian Massal Mikroalga. Proyek Pengembangan
Udang, United Dations Development Programme, Food and Agrikultur Organitation of the
United
26