Anda di halaman 1dari 15

Makalah Patofisiologi

“ Hipertrofi Prostat “

DISUSUN OLEH :
NAMA : Yulfin litsya L
NIM : 20056
TINGKAT :1A

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN JUSTITIA PALU
2020/2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Hipertrofi Prostat " dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Patofisiologi. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang Hipertrofi Prostat bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

BAB I
PENDAHULUAN
      1.1  Latar Belakang

Hipertrofi prostat benigna atau pembesaran prostat jinak merupakan penyakit pada pria tua dan jarang
ditemukan pada usia sebelum 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari
lahir sampai pubertas, pada waktu itu ada peningkatan yang cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir
30.

Hipertrofi prostat benigna timb ul dalam jaringan kelenjar periurethral. Yang terlibat tanpa fungsi penting
prostat atau tanpa asal keganasan. Jaringan kelenjar peruiretral meluas dan bagian prostat yang tertekan disebut
kapsul bedah. Jaringan hiperplastik bias terdiri dari dari satu di antara lima pola histology ;
stroma,fibromuskular,muscular,fibroadenomatosa.

Istilah hipertrofi sendiri sebenarnya kurang tepat karena sebenarnya  yang terjadi adalah hiperplasi kelenjar
periuretral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan kemudian menjadi sampai bedah,
kapsul bedah.
Hipertrofi prostat merupakan kelainan yang sering dijumpai di klinik urologi dijakarta dan merupakan kelaian
kedua tersering setelah batu seluran kemih.

1.2  Tujuan

1.2.2  Tujuan umum

Mahasiawa diharapkan mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit  BPH ( benigna
prostat hiperplasia).

1.2.3 Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dari makalah ini antara lain adalah:

1.      Untuk mengetahui konsep dasar teori dari BPH (Benigna Prostat Hyperplasia)

2.      Untuk mengetahui konsep dasar askep teoritis pada pasien dengan BPH (Benina Prostat Hyperplasia) dengan
meliputu pengkajian, diagnose keperawatan dan intervensi.

1.3  Manfaat

1.      Secara aplikatif, makalah ini diharapkan dapat menambah pengatahuan dan keterampilan kelompok dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan BPH (benigna prostat hyperplasia)

2.      Menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pembaca tentang asuhan keperawatan pada klien dengan BPH
( benigna prostat hyperplasia)
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian

Benigna BPH (prostat hyperplasia) adalah pembesaran atau hypertrofi jinak. Kelenjar prostatnya mengalami
perbesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran dengan menutupi orifisium uretra.

BPH adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Hyperplasia prostatic adalah pertumbuhan nodul-nodul
fibroadenomatosa majemuk yang prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi
yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa.

2.2 Etiologi

Penyebab BPH kemungkinan berkaitan dengan penuaan dan disertai dengan perubahan hormon. Dengan
penuaan, kadar testosteron serum menurun, dan kadar estrogen serum meningkat. Terdapat teori bahwa rasio
estrogen /androgen yang lebih tinggi akan merangsang hyperplasia jaringan prostat.

Referensi lain menyatakan bahwa penyebab terjadinya hiperlasia prostat, tetapi beberapa hepotesis
menyebutkan bahwa hyperplasia prostat rat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (dht) dan
proses angin (menjadi tua). Beberapa hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti teori atau hipotesis yang
diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat.

Teori hormonal

Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal,yaitu antara hormone
testosterone dan hormone estrogen. Karena produksi testoteron menurun dan terjadi konversi testoteron menjadi
estrogen pada jaringan adipose di perifer,dengan pertolongan enzim aromatase,dimana sifat estrogen ini akan
merangsang terjadinya hyperplasia pada stroma,sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi
terjadinya proliferasi sel,tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan
lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi factor
pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.

Pada keadan normal hormone gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormone androgen testis
yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan bertambahnya usia akan terjadi penurunan dari fungsi
testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hel ini
mengakibatkan hormone gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormone estrogen oleh sel sertoli,dilihat
dari fungsional histologist,prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang beraksi terhadap estrogen
dan  bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.

2.3Patofisiologi

Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi
pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat,
leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor akan
menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor kedalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang
tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar diantara
serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabilabesar disebut
diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan
akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total
yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

            Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumenuretra prostatika dan akan menghambat aliran urine.
Keadaan ini urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tekanan ini. Kontraksi secara terus-menerus
menyebabkan perubahan anatomic dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor.tuberkulasi, terbentuknya sakula
dan divertikel buli-buli.

            Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien  sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah
bawahyang dulu dikenal dengan gejala prostatismus.

Lobus yang mengalami hipertrofi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra prostatic, dengan demikian
menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin. Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal
(hidronefrosis) secara bertahap. Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, dimana sebagian urin tetap
berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organism infektif.

2.4 Manifestasi Klinis

Kompleks gejala obstruktif dan iritatif (disebut prostatisme) mencakup peningkatan frekuensi berkemih,
nokturia, dorongan ingin berkemih, abdomen tegang, volume urin menurun dan harus mengejan saat berkemih,
aliran urin tidak lancar, dribbling (dimana urin terus menetes setelah berkemih), rasa seperti kandung kemih tidak
kosong dengan baik, retensi urin akut, dan kekambuhan infeksi saluran kemih. Pada akhirnya, dapat terjadi azotemia
(akumulasi produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume residu yang besar.
Gejala generalisata, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.

Menurut Nursalam manifestasi klinis benigna prostat hyperplasia antara lain:

1.      Pada awalnya atau saat terjadinya pembesaran prostat, tidak ada gejala, sebab tekanan otot dapat mengalami
kompensasi untuk mengurangi resistensi uretra.

2.      Gejala obstruksi, hesitensi, ukurannya mengecil dan menekan pengeluaran urine, adanya perasaan berkemih tidak
tuntas, dan retensi urine.

3.      Terdapat gejala iritasi, berkemih mendadak, sering, dan nokturia.

Referensi lain menyatakan walaupun benigna prostat hipertropi selalu terjadi pada orangtua, tetapi tak selalu
disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu: 1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan
berkemih. 2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan
cystitis. Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan BPH yaitu retensi urin, kurangnya atau lemahnya
pancaran kencing, miksi yang tidak puas, frekuensi kencung bertambah terutama malam hari (nocturia), pada malam
hari miksi harus mengejan, terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria).
Massa pada abdomen bagian bawah, hematuria, urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk
mengeluarkan urin).kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi, kolik renal, berat badan turun. Anemia kadang-
kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan
kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak
ginjal.

2.5 Penatalaksanaan

Rencana pengobatan bergantung pada penyebab, keparahan obstruksi, dan kondisi pasien. Jika pasien
masuk rumah sakit dalam keadaan darurat karena ia tidak pernah berkemih, maka kateterisasi segera dilakukan.
Kateter yang lazim mungkin terlalu lunak dan lemas untuk dimasukkan melalui uretra ke dalam kandung kemih.
Dalam kasus seperti ini, kabel kecil yang disebut stylet  dimasukkan(oleh ahli urologi) ke dalam kateter untuk
mencegah kateter kolaps ketika menemui tahanan. Pada kasus yang berat, mungkin digunakan kateter logam
dengan tonjolan kurva prostatic. Kadang suatu insisi dibuat ke dalam kandung kemih (sistomi suprapubik)untuk
drainase yang adekuat.

Adanya komponen hormonal pada hyperplasia prostatic jinak, salah satu metode pengobatan mencakup
manipulasi hormonal dengan preparat antiandrogen seperti finasteride (Proscar. Pada penelitian klinis, inhibator 5a-
reduktase seperti finasteride terbukti efektif dalam mencegah perubahan testosterone menjadi hidrotestosteron.
Menurunnya kadar hidrotestosteron menunjukkan supresi aktivitas sel glandular dan penurunan ukuran prostat.
Efek samping dari medikasi ini termasuk ginekomastia, disfungsi erektil, dan wajah kemerahan.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Pada pasien benigna prostat hyperplasia umunya dilakukan pemeriksaan:

1.      Laboratorium meliputi ureum (BUN), kreatinin, elektrolit, dan tes sensitivitas.

2.      Radiologis intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograde, USG, CT Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen.
Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans
abdominal atau trans rectal (TRUS= Trans Rectal Ultrasonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat
ultrasonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urin dan keadaan patologi lain seperti
difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat danWim De Jong,1997).

3.      Prostatektomi retro pubis pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik
dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.

4.      Protatektomi parineal yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum

2.7 Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah retensi kronik dapat menyebabkan;
1.      Refluk

2.      Vesiko

3.      Ureter

4.      Hidroureter

5.      Hidronefrosis

6.      gagal ginjal

Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi, hernia/hemoroid karena selalu terdapat
sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu, hemeturia, sistisis, dan pielonefritis.
BAB III

KONSEP ASKEP

3.1 Pengkajian

1. Identitas klien

Lakukan pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya, yang meliputi nama, jenis kelamin, suku
bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal pengkajian.

2. Keluhan Utama

Sering menjadi  alasan untuk meminta pertolongan kesehatan dengan keluhan disuria, miksi sulit ditahan.

3.Riwayat Kesehatan Sekarang

Penderita benigna prostat hyperplasia menampakkan gejala hematuria, nokturia, disuria.

4. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya.

5.Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat adanya penyakit benigna prostat hyperplasia pada anggota keluarga yang lain seperti ginjal atau pun
hipertensi.

6. Data dasar pengkajian pasien

a. Sirkulasi

    Tanda                      : Peninggian TD (efek pembesaran ginjal).

b. Eliminasi

    Gejala                      : Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine; tetesan.

   Keragu-raguan pada berkemih awal.

   Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap;     dorongan dan frekuensi kemih.

   Nokturia, disuria, hematuria.

       : Massa padat di bawah abdomen bawah (distensi kandung kemih), nyeri     tekan kandung kemih.

 Hernia unguinalis; hemoroid (mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan pengosongan
kandung kemih mengatasi tahanan).

c. Makanan / cairan

   Gejala                       : Anoreksia; mual, muntah


  Penurunan berat badan.

d. Nyeri / kenyamanan

   Gejala                       : Nyeri suprapubis, panggul, atau punggung; tajam, kuat (pada protatitis                                            
akut).

  Nyeri punggung bawah.

e. Keamanan

    Gejala                      : Demam.

f. Seksualitas

   Gejala                       : Masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksual.

  Takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim.

  Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi.

   Tanda                         : Pembesaran, nyeri tekan prostat.

g. Penyuluhan/pembelajaran

    Gejala                      : Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal.

  Penggunaan hipertensif atau antidepresan, antibiotic urinaria atau agen antibiotic, obat yang dijual bebas untuk
flu/alergi obat mengandung simpatomimetik.

3.2 Pemeriksaan Diagnostik

·         Urinalisasi: Warna kuning, coklat gelap, merah gelap atau terang (berdarah); penampilan keruh.

·         Kultur urin: Dapat menunjukkan Staphylococus aureus, Proteus, Klebsiella, Pseudomonas, atau Escheria coli.

·         Sitologi urin: Untuk mengesampingkan kanker kandung kemih.

·         BUN/ kreatinin: Meningkatkan bila fungsi ginjal dipengaruhi.

·         Ultrasound transrektal: Mengukur ukuran prostat, jumlah residu urin; melokalisasi lesi yang tak berhubungan
dengan HPB.

3.3 Prioritas keperawatan

1. Menghilangkan retensi urin akut.

2. Meningkatkan Kenyamanan.

3. Mencegah komplikasi.

4. Membantu pasien untuk menerima masalah psikososial.

5. Memberikan Informasi tentang penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.

3.4 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Retensi urin akut/kronik berhubungan dengan obstruksi mekanik; pembesaran prostat.

2.Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi mekanikal: bekuan darah, edema, trauma, prosedur
bedah.

3. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa; distensi kandung kemih, kolik ginjal; infeksi urinaria; terapi radiasi.

3.5NCP (Nursing Care Planning)

1. . Retensi urin akut/kronik berhubungan dengan obstruksi mekanik; pembesaran prostat.

Tujuan             : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien tidak mengalami retensi
urine.

Kriteria hasil    : Berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi kandung kemih.

Menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml; dengan tak adanya tetesan/ kelebihan aliran.

Intervensi Rasional

Mandiri

1.      Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan1.      Meminimalkan retensi urine distensi berlebihan
bila-bila dirasakan. pada kandung kemih.

2.      Tanyakan pasien tentang inkontinensia stress. 2.      Tekanan ureteral tinggi menghambat


pengosongan kandung kemih atau dapat
3.      Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan
menghambat berkemih sampai tekana
kekuatan.
abdominal meningkat cukup untuk
4.      Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap mengeluarkan urine secara tidak sadar.
berkemih. Perhatikan penurunan haluaran urine
3.      Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan
dan perubahan berat jenis.
pilihan intervensi.
5.      Perkusi/palpasi area suprapubik.
4.      Retensi urine meningkatkian tekanan dalam
6.      Berikan rendam duduk sesuai indikasi. saluran perkemihan atas yang dapat
mempengaruhi fungsi ginjal.

5.      Distensi kandung kemih dapat dirasakan di area


suprapubik.

6.      Meningkatkan relaksasi otot penurunan edema,


dan dapat meningkatkan upaya berkemih.

1.      Menghilangkan spasme kandung kemih


sehubungan dengan iritasi oleh kateter.

Kolaborasi
1.      Berikan obat sesuai indikasi:

2.      Antispasmodik, contoh, oksibutinin klorida


(Ditropan).

2.Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi mekanikal: bekuan darah, edema, trauma, prosedur
bedah.

Tujuan             : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam diharapkan aliran urine baik/meningkat.

Kriteria hasil    :Berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi

Menunjukkan perilaku yang meningkatkan kontrol kandung kemih/urinaria.

Intervensi Rasional

Mandiri

1.      Kaji haluaran urine dan system kateter/drainase,


1.      Retensi dapat terjadi karena edema area bedah,
khususnya selama irigasi kandung kemih. bekuan darah, spasme kandung kemih.

2.      Bantu pasien memilih posisi kanormal untuk


berkemih, contoh berdiri, berjalan ke kamar
2.      Mendorong pasase urine dan meningkatkan rasa
mandi, dengan frekuensi sering setelah kateter
normalitas.
dilepas.

3.      Dorong pasien untuk berkemih bila terasa


dorongan tetapi tidak lebih dari 2-4 jam per
protokol.
3.      Berkemih dengan dorongan mencegah retensi
urine.

3.Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa; distensi kandung kemih, kolik ginjal; infeksi urinaria; terapi radiasi.

Tujuan             :Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam diharapkan rasa nyeri klien berkurang.

Kritera hasil     : Melaporkan nyeri hilang/terkontrol

                          Tampak rileks

                          Mampu untuk tidur/istirahat dengan cepat

Intervensi Rasional

Mandiri 1.        

1.      Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-


2.      Memberikan informasi untuk membantu dalam
10) lamanya. menentukan pilihan/keefektifan intervensi. 

2.      Pertahankan tirah baring bila diindikasikan. 3.      Tirah baring mungkin diperlukan pada awal
selama fase retensi akut.

3.      Berikan tindakan kenyaman, contoh pijatan


4.      Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali
punggung; membantu pesien melakukan posisi perhatian, dan dapat meningkaatkan
yang nyaman; mendorong penggunaan kemampuan koping.
relaksasi/latihan napas dalam; aktivitas
terapeutik.

4.      Kolaborasi
5.      Diberikan untuk menghilangkan nyeri berat,
5.      Berikan obat sesuai indikasi:
memberikan relaksasi mental dan fisik.
Narkotik, contoh eperidin (Demerol)

  

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang kea rah depan ke
dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter.
Istilah Benigna Prostat Hypertropi sebenarnya tidak lah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau
hypertropi prostst, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hyperplasia (sel-selnya bertambah
banyak). Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam
literature di benigna hyperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum
dipakai.

BPH adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Hyperplasia prostatic adalah pertumbuhan nodul-nodul
fibroadenomatosa majemuk yang prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi
yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa.

3.2 Saran

Sebagai seorang mahasiswa keperawat sebaiknya nanyinya dalam memberikan asuhan keperawatan juga
harus memberikan pendidikan kesehatan, serta dapat menganjurkan pasien untuk bergaya hidup sehat dan teratur.
Dan semoga makalh ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

·         Smeltzer,C. Suzanne. 2002. Buku bAjar Keperawat Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta.EGC

·         Price,A. Sylvia. 2006. Patofiologi Vol 2.Jakarta. EGC

·         Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta.EGC


·         Nursalam. 2008.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta. Penerbit Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai