Anda di halaman 1dari 5

NAMA : FIQRY HARDIANSYAH

NIM : 70200120095

KELAS : KESMAS D

KEK PADA WANITA USIA SUBUR


PENDAHULUAN
Kurang Energi Kronik (KEK) merupakan bagian dari beberapa masalah gizi yang
masih harus dihadapi di Indonesia dan sering terjadi pada wanita usia subur (WUS). KEK
adalah suatu keadaan yang menggambarkan keadaan status gizi pada wanita usia subur
dimana seorang individu mengalami kurangnya asupan zat gizi terutama energi yang dapat
diakibatkan oleh kurang terpenuhinya asupan makanan sesuai angka kebutuhan gizi indivitu.
Wanita usia subur (WUS) merupakan wanita yang terdapat pada rentang umur dimana pada
usia tersebut organ reproduksi wanita mulai matang dan sudah berfungsi dengan baik dengan
rentang usia 15-49 tahun termasuk wanita hamil, wanita tidak hamil, ibu nifas, calon
pengantin, remaja putri, dan pekerja wanita. Kekurangan energi kronik yang sering
menyerang pada wanita usia subur menggambarkan asupan energi dan protein yang tidak
adekuat. Salah satu indikator untuk mendeteksi risiko KEK dan status gizi pada WUS dengan
melakukakan pengukuran antropometri yaitu pengukuran Lingkar Lengan bagian Atas
(LILA) pada lengan tangan yang tidak sering melakukan aktifitas gerakan yang berat. Nilai
ambang batas yang digunakan di Indonesia adalah nilai rerata LiLA <23,5 cm yang
meggambarkan terdapat resiko kekurangan energi kronik pada kelompok umur wanita usia
subur (Angraini, 2018).

Gizi seimbang merupakan suatu susunan makanan sehari–hari yang mengandung


zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dan terpenuhi,
dengan memerhatikan prinsip variasi makanan atau keanekaragaman, kebersihan, aktivitas
fisik, dan berat badan ideal (Supariasa et al., 2002).

Menurut hasil penelitian Rahayu & Sagita (2019) terdapat hubungan yang
bermakna antara pola makan dengan kejadian kekurangan energi kronik pada ibu hamil,
diperoleh nilai p value = 0,001 dengan α < 0.05. Pola makan yang tidak seimbang dan tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi individu menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan asupat
zat gizi yang masuk kedalam tubuh sehingga kekurangan gizi dapat terjadi pada wanita usia
subur dimasa kehamilannya. Prevalensi kurang energi kronik pada wanita usia subur, baik
pada wanita hamil dan wanita tidak hamil berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Tahun 2013 menujukkan proporsi wanita usia subur dengan resiko KEK usia
15-49 tahun yang hamil sebanyak 24,2% dan yang tidak hamil sebanyak 20,8% dan terjadi
penurunan prevalensi KEK berdasarkan hasil Riskesdas Tahun 2018 menjadi 17,3% pada
usia 15-49 tahun yang hamil dan 14,5% wanita yang tidak hamil (KEK Nasional = 31,8%).
(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013, 2018). Prevalensi KEK tertinggi
berdasarkan proporsi kelompok umur yaitu pada WUS yang berusia 15-19 tahun sebanyak
33,5% pada WUS hamil dan 36,3% pada yang tidak hamil. Prevalensi KEK provinsi
Sulawesi Selatan masih diatas angka rata-rata nasional yaitu 34,59% dengan prevalensi KEK
pada WUS yang hamil sebanyak 16,87% pada 17,72% pada WUS yang tidak hamil.
Sedangkan di Kabupaten Bulukumba menujukkan prevalensi KEK pada wanita tidak hamil
masih diatas angka nasinali yaitu sebanyak 17,46% (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2018).

FAKTOR ANEMIA PADA WANITA USIA SUBUR DAN IBU HAMIL


Anemia merupakan masalah gizi yang mempengaruhi jutaan orang di negara-
negara berkembang dan tetap menjadi tantangan besar bagi kesehatan manusia. Prevalensi
anemia diperkirakan 9 persen di negara-negara maju, sedangkan di negara berkembang
prevalensinya 43 persen. Anak-anak dan wanita usia subur (WUS) adalah kelompok yang
paling berisiko, dengan perkiraan prevalensi anemia pada balita sebesar 47 persen, pada
wanita hamil sebesar 42 persen, dan pada wanita yang tidak hamil usia 15-49 tahun sebesar
30 persen.2 World Health Organization (WHO) menargetkan penurunan prevalensi anemia
pada WUS sebesar 50 persen pada tahun 2025.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa


persentase anemia di Indonesia pada WUS tidak hamil (≥ 15 tahun) di perkotaan sebesar 19,7
persen. Selanjutnya hasil Riskesdas 2013 menunjukkan persentase anemia pada WUS umur
15-44 tahun sebesar 35,3 persen.

Anemia pada ibu hamil adalah kondisi dimana kadar hemoglobin (Hb) darah ibu lebih
rendah dari 11 g / dl. Berdasarkan data Riskedas tahun 2013, angka anemia kehamilan di
Indonesia sebesar 37,1%, sedangkan angka anemia kehamilan di Makassar tahun 2017
sebesar 7,29%. Pada tahun 2017 terjadi penurunan jumlah kasus anemia pada ibu hamil yaitu
jumlah kasus anemia pada ibu hamil mengalami penurunan (29,1%) (data Puskesmas
Sudiang Raya, 2018). Berdasarkan data anemia ibu hamil di Puskesmas Sudanaya periode
Januari-Juli 2018, jumlah ibu hamil yang ada di Puskesmas Sudanaya sebanyak 489 orang,
dimana 92 kasus ibu hamil mengalami anemia dengan rasionya 18,8% (Puskesmas Sudanaya
2018) (Syarfaini dkk ., 2019).

Anemia pada kehamilan tidak dapat dpisahkan dengan perubahan fisiologis yang
terjadi selama proses kehamilan, umur janin, dan kondisi ibu hamil sebelumnya. Pada saat
hamil, tubuh akan mengalami perubahan yang signifikan, jumlah darah dalam tubuh
meningkat sekitar 20-30%. Sehingga memerlukan peningkatan kebutuhan pasokan besi dan
vitamin untuk membuat hemoglobin. Ketika hamil, tubuh ibu akan membuat lebih banyak
darah untuk berbagi dengan bayinya. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya anemia
pada populasi melibatkan interaksi kompleks dari faktor-faktor sosial, politik, ekologi, dan
biologi. Menurut Agragawal S bahwa penyebab utama anemia adalah gizi dan infeksi. Di
antara faktor gizi yang berkontribusi terhadap anemia adalah kekurangan zat besi. Hal ini
karena konsumsi makanan yang monoton, namun kaya akan zat yang menghambat
penyerapan zat besi (phytates) sehingga zat besi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh.
Kekurangan zat besi juga dapat diperburuk oleh status gizi yang buruk, terutama ketika
dikaitkan dengan kekurangan asam folat, vitamin A atau B12, seperti yang sering terjadi di
negara-negara berkembang.

PERBAIKAN GIZI PENDERITA KEK PADA WANITA USIA SUBUR


Rumput laut lawi-lawi memiliki kandungan nutrisi yang tinggi sebagai sumber
protein dan mineral nabati. Rumput laut jenis ini mengandung protein 17-27%, lemak 0,08-
1,9%, karbohidrat 39-50%, serat 1,3 -12,4%, abu 8,15-16,9% dan kadar air tinggi 80-90%
( Verlaque et al., 2003 dalam Burhanuddin, 2014: 8) dalam (Syarfaini dkk ., 2019)
Untuk meningkatkan kandungan gizi produk olahan berbahan dasar rumput laut
lawi-lawi perlu dilakukan penambahan bahan pangan lokal lain yang dapat dioptimalkan,
yaitu merupakan sumber protein nabati dan kaya zat besi serta zat gizi lainnya. Padahal
dibandingkan dengan protein hewani, kualitas protein nabati masih sangat rendah, namun
kombinasi berbagai sumber nabati dapat memberikan efek komplementer dari asam amino
esensial (Winarno, 2002, Estingtyas, 2014: 9 dalam Burhanuddin, 2014: 8) dalam (Syarfaini
dkk ., 2019)
Menurut Mudjajanto dan Yulianti (2004) dalam Suryatna (2015), roti merupakan
produk olahan pangan yang terbuat dari tepung terigu yang telah difermentasi dengan ragi
dan ditambah dengan bahan pengembang lainnya, serta memiliki wangi atau rasa yang
disukai konsumen. Lalu panggang. Berdasarkan uraian di atas, untuk mengetahui kandungan
gizi peraturan perundang-undangan terkait rumput laut dan kacang tanah serta
mengembangkan pangan untuk meningkatkan kebutuhan gizi masyarakat melalui pangan
lokal yang terjangkau, peneliti menganalisis kandungan zat tersebut dan mengganti roti
rumput laut dengan peraturan perundang-undangan. Untuk rumput laut. Undang. Roti,
dengan demikian mewujudkan diversifikasi pangan lokal. Pengujian kadar air karbohidrat,
protein, lemak, zat besi (Fe), dan nutrisi sensorik merupakan salah satu alternatif perbaikan
gizi masyarakat (Syarfaini dkk., 2019).

Diharapkan kepada ibu hamil untuk lebih memperhatikan asupan gizi selama
hamil dengan mengonsumsi makanan yang kaya akan zat besi dan zat gizi lain yang
membantu pembentukan sel darah merah (Syarfaini, Alam, et al., 2019) Penyaranan bagi
masyarakat agar dapat melakukan diversifikasi pangan seperti roti rumput laut lawi-lawi
subtitusi tempe serta diperlukan penelitian lebih lanjut tentang zat gizi lain yang terkandung
dalam roti rumput laut lawi-lawi (Ceulerpa racemosa) subtitusi tempe sebagai makanan
tambahan guna memenuhi kebutuhan zat gizi masyarakat (Syarfaini, Damayati,et al,. 2019) .
Pada Penelitian, diharapkan dapat memberi masukan agar dapat mengambil langkah-langkah
yang lebih efektif dalam penyuluhan dan promosi kesehatan lainnya sehingga nantinya dapat
meningkatkan pengetahuan wanita usia subur mengenai makanan seimbang, pemilihan
makanan, frekuensi makan, porsi makan dan dampak KEK serta dengan meningkatnya
pengetahuan diharapkan perilaku WUS menjadi lebih baik dalam menentukan pola makan
dan frekuensi makan (Stephanie & Kartika,2016).
DAFTAR PUSTAKA

Alam, S., Ansyar, D. I., & Satrianegara, M. F. (2020). Eating pattern and educational history
in women of childbearing age. Al-Sihah: The Public Health Science Journal, 12(1), 81-91.

Syarfaini, S., Damayati, D. S., Susilawaty, A., Alam, S., & Humaerah, A. M. (2019). Analisis
Kandungan Zat Gizi Roti Rumput Laut Lawi-Lawi (Ceulerpa racemosa) Subtitusi Tempe
Sebagai Alternatif Perbaikan Gizi Masyarakat. Al-sihah: The Public Health Science
Journal, 11(1).

Humaerah, A. M. (2018). Analisis Kandungan Zat Gizi Roti Rumput Laut Lawi-lawi


(Ceulerpa racemosa) Subtitusi Tempe sebagai Alternatif Perbaikan Gizi
Masyarakat (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar).

Stephanie, P., & Kartika, S. K. A. (2014). Gambaran Kejadian Kurang Energi Kronis Dan
Pola Makan Wanita Usia Subur Di Desa Pesinggahan, kecamatan Dawan, Klungkung. Bali:
FK Unud.

Sudikno, S., & Sandjaja, S. (2016). Prevalensi dan Faktor Risiko Anemia pada wanita usia
subur di rumah tangga miskin di Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis, Provinsi Jawa
Barat. Indonesian Journal of Reproductive Health, 7(2), 71-82.

Syarfaini, S., Alam, S., Aeni, S., Habibi, H., & Novianti, N. A. (2020). Faktor Risiko
Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Raya Kota
Makassar. Al-sihah: The Public Health Science Journal, 11(2).

Anda mungkin juga menyukai