Oleh:
IRMA SAFITRI
KARDIANUS RANGKUTI
NARISA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia dan rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Imunitas HIVAIDS dengan Komplikasi
Tuberkulosis Paru”.
Makalah ini membahas tentang konsep dasar HIV-AIDS, dan konsep asuhan keperawatan pada
pasien HIV-AIDS dengan komplikasi Tuberkulosis Paru.
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu
pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya khususnya
kepada:
1. Ibu Neny Yusmaniarni, S.ST selaku pembimbing praktek klinik di Ruang Penyakit Dalam RSUD
dr. Abdul Aziz Singkawang.
Kami berharap makalah ini dapat memotivasi para mahasiswa/i lain dalam mata kuliah ini. Kami
menyadari bahwa makalah kami masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan masukan-masukan yang bersifat membangun, yaitu berupa kritikan dan saran yang
konstruktif demi memperbaiki dan penyempurnaan pembuatan laporan dan makalah kami
selanjutnya. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.3 Tujuan 2
2.1.1 Definisi 4
2.1.2 Etiologi 5
2.1.4 Patofisiologi 8
2.1.5 Pathway 10
2.1.6 Komplikasi 11
A. PENGKAJIAN 16
B. ANALISA DATA.......................................................................................24
C. DAFTAR MASALAH...............................................................................28
D. INTERVENSI KEPERAWATAN..............................................................32
BAB IV PENUTUP............................................................................................46
A. Simpulan....................................................................................................46
B. Saran..........................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................47
2
BAB I PENDAHULUAN
Orang yang terkena virus HIV/AIDS ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun
mudah terkena tumor. Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan
menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa
sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling
menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik
di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3
juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara
global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta
orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari
2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31 Desember 2011 yang
dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus
AIDS sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri
atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430 kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di
awal tahun 2000-an kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di
Indonesia yaitu berkisar antara 80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat
ketiga, setelah Cina dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDSnya tertinggi di Asia.
TB ( Tubrkulosis ) merupakan salah satu infeksi oportunistik tersering menyerang pada orang dengan
HIV/AIDS di Indonesia. Infeksi HIV/AIDS memudahkan terjadinya infeksi mycobacterium
tuberculosis. Penderita HIV/AIDS mempunyai resiko lebih besar menderita TB di bandingkan dengan
non-HIV/AIDS. Resiko HIV/AIDS untuk menderita TB adalah 10% per tahun, sedangkan yang non-
HIV/AIDS resiko menderita TB hanya 10% seumur hidup. Di Amerika Serikat di laporkan angka
kejadian TB dengan infeksi menurun, 4,4 kasus baru per 100.000 populasi ( total 13,299 kasus ) pada
tahun 2007. Di RSU Dr.Soetomo dilaporkan sebanyak 25-83 %. Sementara Raviglione, dkk
menyebutkan bahwa TB merupakan penyebab kematian tersering pada orang penderita HIV/AIDS.
Di mana WHO memperkirakan TB sebagai penyebab kematian 13% dari penderita AIDS.
5. Apa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada HIV/AIDS ? 6. Apa pemeriksaan diagnostik
yang dilakukan pada HIV/AIDS ?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan HIV/AIDS
komplikasi TB paru?
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk menjelaskan dan mengetahui konsep dasar teori serta bagaimana cara menyusun asuhan
keperawatan pada pada pasien dengan penyakit HIV/AIDS komplikasi TB paru.
2. Tujuan khusus
j. Agar mahasiswa/i memahami konsep asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien
dengan HIV/AIDS komplikasi TB Paru?
2.1.1 Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang
bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai
sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4
dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya
berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem
kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem
kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan
semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup.
Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan.
Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri,
parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006).
HIV adalah virus yang menumpang hidup dan merusak sistem kekebalan tubuh. Sedangkan AIDS
(Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh
virus HIV. (Brunner&Suddarth; edisi 8)
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala
atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh
manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan
penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya
berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya
penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan,
obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya (Laurentz, 2005).
AIDS adalah suatu gejala penyakit yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh
atau gejala penyakit infeksi tertentu/keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya
daya tahan tubuh (kekebalan). (H. JH. Wartono, 1999 : 09)
2.1.2 Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV
pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di
Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang
pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Di atas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B
menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai sistem tubuh, dan manifestasi
neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk
kelompok resiko tinggi adalah :
Gambaran klinik PCP pada pasien AIDS umumnya tidak begitu akut bila dibandingkan dengan pasien
gangguan kekebalan karena keadaan lain. Periode waktu antara awitan gejala dan penegakan
diagnosis yang benar bisa beberapa minggu hingga beberapa bulan. Penderita AIDS pada mulanya
hanya memperlihatkan tanda-tanda dan gejala yang tidak khas seperti demam, menggigil, batuk
nonproduktif, napas pendek, dispnea dan kadangkadang nyeri dada. PCP dapat ditemukan kendati
tidak terdapat krepitasi. Konsentrasi oksigen dalam darah arterial pada pasien yang bernapas
dengan udara ruangan dapat mengalami penurunan yang ringan; keadaan ini menunjukkan
hipoksemia minimal.
Bila tidak diatasi, PCP akan berlanjut dengan menimbulkan kelainan paru yang signifikan dan pada
akhirnya, kegagalan pernapasan. Beberapa pasien memperlihatkan awitan yang dramatis dan
perjalanan penyakit yang fulminan yang meliputi hipoksemia berat, sianosis, takipnea dan
perubahan status mental. Kegagalan pernapasan dapat terjadi dalam waktu 2 hingga 3 hari setelah
timbulnya gejala pendahuluan.
Diagnosis pasti PCP dapat ditegakkan dengan mengenali mikroorganisme dalam jaringan paru atau
sekret bronkus. Penegakan diagnosis ini dilaksanakan dengan prosedur seperti induksi sputum,
lavase bronkial-alveolar dan bioPasieni transbronkial (melalui bronkoskopi serat optik).
M. tuberculosis yang berkaitan dengan HIV cenderung terjadi di antara para pemakai obat bius IV
dan kelompok lain dengan prevalensi infeksi tuberkulosis yang sebelumnya sudah tinggi. Berbeda
dengan infeksi oportunis lainnya, penyakit tuberkulosis (TB) cenderung terjadi secara dini dalam
perjalanan infeksi HIV dan biasanya mendahului diagnosis AIDS. Terjadinya tuberkulosis secara dini
ini akan disertai dengan pembentukan granuloma yang mengalami pengkijuan (kaseasi) sehingga
timbul kecurigaan ke arah diagnosis TB. Pada stadium ini. penyakit TB akan bereaksi dengan baik
terhadap terapi antituberkulosis. Penyakit TB yang terjadi kemudian dalam perjalanan infeksi HIV
ditandai dengan tidak terdapatnya resposn tes kulit tuberkulin karena sistem kekebalan yang sudah
terganggu tidak mampu lagi bereaksi terhadap antigen TB. Dalam stadium infeksi HIV yang lanjut,
penyakit TB disertai dengan penyebaran ke tempat-tempat ekstrapulmoner seperti sistem saraf
pusat, tulang, perikardium, lambung, peritoneum dan skrotum. Strain multipel baksil TB yang
resisten obat kini bermunculan dan kerapkali berkaitan dengan ketidakpatuhan pasien dalam
menjalani pengobatan antituberkulosis.
2.1.4 Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang.
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD
4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut
dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan
meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel
killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang
materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan
disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang
permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai
antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper.
Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah
mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi
limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit.
Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit
akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti
berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar
1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah
infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik )
muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus
berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila
jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker
atau dimensia AIDS.
2.1.5 Pathway
10
2.1.6 Komplikasi
1. Tuberkulosis Paru
2. Pneumonia Premosistis
4. Pemeriksaan Penunjang
- Dukungan Pasienikologis
a. Untuk infeksi :
- Kardidiasis eosofagus
- Tuberculosis
- Toksoplasmosis
- Herpes
- Pcp
- Pengobatan yang terkait AIDS , limfoma malignum , sarcoma Kaposi dan sarcoma servik,
disesuaikan dengan standar terapi penyakit kanker
b. Terapi :
- Flikonasol
- Ansiklovir
- Kotrimoksazol
- ELISA
- Western blot
- Kultur HIV
- Hematokrit
- LED
- Serum mikroglobulin B2
- Hemoglobin
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Riwayat
c. Penampilan umum
Pucat, kelaparan
d. Gejala subyektif
Demam kronik dengan atau tanpa mengigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah,
anoreksia
e. Pasienikososial
f. Status mental
g. HEENT
h. Pemeriksaan persistem
- Sistem persyarafan
- Sistem pernafasan
- Sistem musculoskeletal
- Sistem kardiovaskuler
- Sistem integument
- Pola nutrisi
- Pola eliminasi
2. Diagnosa Keperawatan
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang, menurunnya
absorbs zat gizi
a. Intervensi diagnosa 1
Tujuan :
b. Intervensi (NIC)
c. Intervensi diagnosa 2
Tujuan :
d. Intervensi (NIC)
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Identitas pasien
Nama : Tn “J”
Umur : 44 Tahun
Agama : Kristen
Suku : Dayak
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Nama : Tn “A”
Jenis kelamin : Laki-laki
2. Riwayat Penyakit
Pasien mengatakan demam ± 2 bulan SMRS, demam naik turun. Pasien juga mengatakan batuknya
berdahak ± 1 tahun yang lalu SMRS, sering sesak. Pasien pernah berobat TB paru hanya 2 bulan saja.
Pasien mengatakan nafsu makannya berkurang.
b. Keluhan utama
Pasien mengatakan napasnya terasa sesak, pasien juga mengatakan ada batuk berdahak.
Pasien mengatakan nafsu makannya menurun, sering juga mual muntah. Pasien mengatakan juga
tidak bisa tidur saat malam hari karena gelisah, sesak dan batuk berdahak.
Pasien mengatakan pernah berganti-ganti pasangan ketika berhubungan intim dan pasien memiliki
riwayat mentato badannya.
Pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang menderita penyakit menular dan penyakit kronis
lainnya.
3. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki : Perempuan
: Pasien
Data Biologis
a. Pola nutrisi
SMRS : Pasien makan tiga kali sehari dengan menu bervariasi satu porsi makan habis.
MRS : Pasien tidak nafsu makan dan makan satu kali sehari porsi makan RS tidak habis sisa 1/2.
b. Pola minum
SMRS : Pasien BAB satu kali sehari, BAK 7-8 kali sehari
MRS : Pasien jarang BAB karena jarang makan, BAK 6-7 kali sehari.
d. Pola istirahat/tidur
MRS : Pasien tidur hanya ± 3-4 jam saat malam hari, saat rasa sesak dan batuk datang, pasien
terjaga.
- Cuci rambut
- Gogok gigi
MRS : Pasien baru satu kali menggosok gigi selama tiga hari masuk rumah sakit.
1 = dibantu sebagian
5. Pemeriksaan Fisik
Compos Mentis
TTV
N = 86 x/menit
RR = 40 x/menit
S = 37,3 ºC
IMT BB 35
: (TB)2=(1,59)2=12,69
b. Kepala
Inspeksi: Bentuk kepala simetris, rambut hitam keriting, kulit kepala kering, tidak ada
ketombe.
Inspeksi: Sklera putih, dapat melihat dengan jelas, bola mata simetris, konjungtiva merah
muda, ada reaksi terhadap cahaya (miosis) tidak mengguakan alat bantu penglihatan, fungsi
penglihatan normal.
d. Hidung
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan dan pembengkakan.
e. Telinga
Inspeksi: Bentuk simetris, tidak ada kelainan dikedua telinga, tidak ada lesi dan serumen.
Palpasi
Palpasi
h. Thoraks (paru-paru)
Inspeksi: Dada simetris, tidak ada lesi, respirasi 40 kali per menit, terdapat retraksi dinding dada.
i. Thoraks (jantung)
j. Abdomen
Perkusi : Timpani.
k. Genetalia
l. Ekstremitas
5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5
Kanan Kiri
Keterangan:
3 : Mampu mengangkat tangan dengan bantuan, saat bantuan di lepaskan tangan ikut jatuh.
8. Pemeriksaan Laboratorium
Golongan darah: B
HbsAg : Non-reaktif
HIV : R/Reaktif
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat gangguan jalan nafas : keperawatan 3x24 jam dan
membantu dalam
DS: wheezing.
paru
2. Monitor Input dan Output nutrisi nutrisi kurang dari 3x24 jam diharapkan Ketidak 2.
Menyesuaikan kebutuhan
kebutuhan tubuh b/d seimbangan nutrisi terpenuhi 4. Kolaborasi dengan ahli gizi
kalori yang dibutuhkan
menurunnya nafsu dengan criteria hasil : 3. Memenuhi kebutuhan nutrisi makan dan
mual muntah, -TTV dalam batas normal Pasien ditandai dengan: -BB meningkat 4. Menjaga
keseimbangan Pasien
meningkat
DO:
- BB 35 kg
- DS :
- DO :
3x24 jam diharapkan Perubahan pola tidur tidak terjadi dengan criteria hasil:
- Pasien mengatakan sudah bisa tidur - Jumblah jam tidur normal 6-8 jam.
Pasien
4. Berikan posisi semi fowler memberikan intervensi yang 5. Kolaborasi dengan keluarga Pasien
tepat supaya menciptakan suasana yang
39
40
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan
Tn “J” datang ke RSUD dr. Abdul Aziz Singkawang pada tanggal 04 Oktober 2014 pukul 18:45 WIB
dengan keluhan pasien mengatakan demam ± 2 bulan SMRS, demam naik turun. Pasien juga
mengatakan batuk berdahak ± 1 tahun SMRS kadang ada sesak.
Saat di lakukan pengkajian pasien mengeluhkan batuk berdahak disertai sesak, tidak nafsu makan
dan tidurnya tidak nyenyak sehingga kami mengangkat diagnosa keperawatan bersihan jalan napas
tidak efektif, pola napas tidak efektif, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan
gangguan pola tidur. Tindakan yang dilakukan diantaranya memanajemen bersihan jalan napas,
memanajemen frekuensi pola napas, memanajemen status nutrisi serta memenajemen pola tidur
yang mana setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pada empat diagnosa
keperawatan tersebut belum ada yang teratasi sepenuhnya.
B. Saran
Lebih teliti dalam pengkajian dan analisa data, karena yang menjadi acuan dalam menentukan
diagnosa Keperawatan adalah analisa data sebelum menentukan rencana tindakannya.
42
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer , Bare, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah , Brunner dan suddart, Edisi 8, Jakarta,
EGC.
43