Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

SISTEM IMUNITAS “HIV-AIDS”

DENGAN KOMPLIKASI TUBERKULOSIS PARU

Oleh:

AGUS DWI NURUL HUDA

ASEP NUGRAHA KUSDIANA

DEWI AGUSTINA WIRDHA NINGSIH

IRMA SAFITRI

KARDIANUS RANGKUTI

NARISA

PRODI DIV KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

TAHUN AJARAN 2014/2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia dan rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul

“Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Imunitas HIVAIDS dengan Komplikasi
Tuberkulosis Paru”.

Makalah ini membahas tentang konsep dasar HIV-AIDS, dan konsep asuhan keperawatan pada
pasien HIV-AIDS dengan komplikasi Tuberkulosis Paru.

Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu
pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya khususnya
kepada:

1. Ibu Neny Yusmaniarni, S.ST selaku pembimbing praktek klinik di Ruang Penyakit Dalam RSUD
dr. Abdul Aziz Singkawang.

2. Bapak Ns. Suhendra, S. Kep selaku pembimbing akademik.

Kami berharap makalah ini dapat memotivasi para mahasiswa/i lain dalam mata kuliah ini. Kami
menyadari bahwa makalah kami masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan masukan-masukan yang bersifat membangun, yaitu berupa kritikan dan saran yang
konstruktif demi memperbaiki dan penyempurnaan pembuatan laporan dan makalah kami
selanjutnya. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Singkawang, 25 Oktober 2014


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan 2

BAB II LAPORAN PENDAHULUAN 4

2.1 Konsep Dasar Penyakit 4

2.1.1 Definisi 4

2.1.2 Etiologi 5

2.1.3 Manifestasi Klinis 6

2.1.4 Patofisiologi 8

2.1.5 Pathway 10

2.1.6 Komplikasi 11

2.1.7 Penatalaksanaan Medis 11

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik 12

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan 13

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 16

A. PENGKAJIAN 16

B. ANALISA DATA.......................................................................................24

C. DAFTAR MASALAH...............................................................................28

D. INTERVENSI KEPERAWATAN..............................................................32

E. CATATAN PERKEMBANGAN DAN EVALUASI.................................36

BAB IV PENUTUP............................................................................................46

A. Simpulan....................................................................................................46

B. Saran..........................................................................................................46

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................47
2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Orang yang terkena virus HIV/AIDS ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun
mudah terkena tumor. Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan
menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa
sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling
menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik
di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3
juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara
global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta
orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari
2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.

Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31 Desember 2011 yang
dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus
AIDS sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri
atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430 kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di
awal tahun 2000-an kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di
Indonesia yaitu berkisar antara 80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat
ketiga, setelah Cina dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDSnya tertinggi di Asia.

TB ( Tubrkulosis ) merupakan salah satu infeksi oportunistik tersering menyerang pada orang dengan
HIV/AIDS di Indonesia. Infeksi HIV/AIDS memudahkan terjadinya infeksi mycobacterium
tuberculosis. Penderita HIV/AIDS mempunyai resiko lebih besar menderita TB di bandingkan dengan
non-HIV/AIDS. Resiko HIV/AIDS untuk menderita TB adalah 10% per tahun, sedangkan yang non-
HIV/AIDS resiko menderita TB hanya 10% seumur hidup. Di Amerika Serikat di laporkan angka
kejadian TB dengan infeksi menurun, 4,4 kasus baru per 100.000 populasi ( total 13,299 kasus ) pada
tahun 2007. Di RSU Dr.Soetomo dilaporkan sebanyak 25-83 %. Sementara Raviglione, dkk
menyebutkan bahwa TB merupakan penyebab kematian tersering pada orang penderita HIV/AIDS.
Di mana WHO memperkirakan TB sebagai penyebab kematian 13% dari penderita AIDS.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari HIV/AIDS ?

2. Apa etiologi dari HIV/AIDS ?

3. Bagaimana patofisiologi dari HIV/AIDS?

4. Bagaimana manifestasi klinis HIV/AIDS ?

5. Apa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada HIV/AIDS ? 6. Apa pemeriksaan diagnostik
yang dilakukan pada HIV/AIDS ?

7. Bagaimana penatalaksanaan medis yang dilakukan pada HIV/AIDS ?

8. Apa komplikasi yang akan muncul dari HIV/AIDS ?


9. Bagaimana pencegahan HIV/AIDS ?

10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan HIV/AIDS
komplikasi TB paru?

1.3 Tujuan

1. Tujuan umum

Untuk menjelaskan dan mengetahui konsep dasar teori serta bagaimana cara menyusun asuhan
keperawatan pada pada pasien dengan penyakit HIV/AIDS komplikasi TB paru.

2. Tujuan khusus

a. Agar mahasiswa/i memahami definisi HIV/AIDS.

b. Agar mahasiswa/i mengetahui etiologi HIV/AIDS.

c. Agar mahasiswa/i memahami patofisiologi HIV/AIDS.

d. Agar mahasiswa/i mengetahui manifestasi klinis dari HIV/AIDS.

e. Agar mahasiswa/i megetahui pemeriksaan penunjang HIV/AIDS.

f. Agar mahasiswa/i mengetahui pemeriksaan diagnostik HIV/AIDS.

g. Agar mahasiswa/i mengetahui penatalaksanaan medik pada pasien dengan HIV/AIDS.

h. Agar mahasiswa/i mengetahui komplikasi yang akan muncul dari HIV/AIDS?

i. Agar mahasiswa/i mengetahui pencegahan HIV/AIDS?

j. Agar mahasiswa/i memahami konsep asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien
dengan HIV/AIDS komplikasi TB Paru?

BAB II LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit

2.1.1 Definisi

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang
bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai
sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4
dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya
berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem
kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem
kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan
semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).

HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup.
Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan.
Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri,
parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006).
HIV adalah virus yang menumpang hidup dan merusak sistem kekebalan tubuh. Sedangkan AIDS
(Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh
virus HIV. (Brunner&Suddarth; edisi 8)

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala
atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh
manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan
penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya
berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).

AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya
penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan,
obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya (Laurentz, 2005).

AIDS adalah suatu gejala penyakit yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh
atau gejala penyakit infeksi tertentu/keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya
daya tahan tubuh (kekebalan). (H. JH. Wartono, 1999 : 09)

2.1.2 Etiologi

Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV
pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di
Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang
pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.

2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.

3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.

4. Supresi imun simtomatik. Di atas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B
menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.

5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai sistem tubuh, dan manifestasi
neurologist.

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk
kelompok resiko tinggi adalah :

1. Lelaki homoseksual atau biseks.

2. Orang yang ketagian obat intravena.

3. Partner seks dari penderita AIDS.

4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

2.1.3 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis penyakit AIDS menyebar luas dan pada dasarnya dapat mengenai setiap sistem
organ, salah satunya sistem pernapasan. Pneumonia Pneumocystis carinii. Gejala napas yang
pendek, sesak napas (dispnea), batuk-batuk, nyeri dada dan demam akan menyertai berbagai infeksi
oportunitis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium aviumintracellulare (MAI), sitomegalovirus
(CMV) dan Legionella. Walaupun begitu, infeksi yang paling sering ditemukan di antara penderita
AIDS adalah Pneumonia Pneumocystis carinii (PCP) yang merupakan penyakit oportunis pertama
yang dideskriPasienikan berkaitan dengan AIDS. Pneumonia ini merupakan manifestasi pendahuluan
penyakit AIDS pada 60% pasien. Tanpa terapi profilaktik, PCP akan terjadi pada 80% orang-orang
yang terinfeksi HIV P. carinii awalnya diklasifikasikan sebagai protozoa, namun sejumlah penelitian
dan pemeriksa¬an analisis terhadap struktur RNA ribosomnya menunjukkan bahwa mikroorganisme
ini merupakan jamur (fungus). Kendati demikian, struktur dan sensitivitas antimikrobanya sangat
berbeda dengan jamur penyebab penyakit yang lain. P. carinii hanya menimbulkan penyakit pada
hospes yang kekebalannya terganggu. Jamur ini menginvasi dan berproliferasi dalam alveoli
pulmonalis sehingga terjadi konsolidasi parenkim paru.

Gambaran klinik PCP pada pasien AIDS umumnya tidak begitu akut bila dibandingkan dengan pasien
gangguan kekebalan karena keadaan lain. Periode waktu antara awitan gejala dan penegakan
diagnosis yang benar bisa beberapa minggu hingga beberapa bulan. Penderita AIDS pada mulanya
hanya memperlihatkan tanda-tanda dan gejala yang tidak khas seperti demam, menggigil, batuk
nonproduktif, napas pendek, dispnea dan kadangkadang nyeri dada. PCP dapat ditemukan kendati
tidak terdapat krepitasi. Konsentrasi oksigen dalam darah arterial pada pasien yang bernapas
dengan udara ruangan dapat mengalami penurunan yang ringan; keadaan ini menunjukkan
hipoksemia minimal.

Bila tidak diatasi, PCP akan berlanjut dengan menimbulkan kelainan paru yang signifikan dan pada
akhirnya, kegagalan pernapasan. Beberapa pasien memperlihatkan awitan yang dramatis dan
perjalanan penyakit yang fulminan yang meliputi hipoksemia berat, sianosis, takipnea dan
perubahan status mental. Kegagalan pernapasan dapat terjadi dalam waktu 2 hingga 3 hari setelah
timbulnya gejala pendahuluan.

Diagnosis pasti PCP dapat ditegakkan dengan mengenali mikroorganisme dalam jaringan paru atau
sekret bronkus. Penegakan diagnosis ini dilaksanakan dengan prosedur seperti induksi sputum,
lavase bronkial-alveolar dan bioPasieni transbronkial (melalui bronkoskopi serat optik).

Kompleks Mycobacterium avium. Penyakit kompleks Mycobacterium avium (MAC; Mycobacterium


avium Complex) muncul sebagai penyebab utama infeksi bakteri pada pasien-pasien AIDS.
Mikroorganisme yang termasuk ke dalam MAC adalah M. avium, M. intracellulare dan M.
scrofulaceum. MAC, yaitu suatu kelompok baksil tahan-asam, biasanya menyebabkan infeksi
pernapasan kendati juga sering dijumpai dalam traktus gastrointestinal, nodus limfatikus dan
sumsum tulang. Sebagian pasien AIDS sudah menderita penyakit yang menyebar luas ketika
diagnosis ditegakkan dan biasanya dengan keadaan umum yang buruk. Infeksi MAC akan disertai
dengan angka mortalitas yang tinggi.

M. tuberculosis yang berkaitan dengan HIV cenderung terjadi di antara para pemakai obat bius IV
dan kelompok lain dengan prevalensi infeksi tuberkulosis yang sebelumnya sudah tinggi. Berbeda
dengan infeksi oportunis lainnya, penyakit tuberkulosis (TB) cenderung terjadi secara dini dalam
perjalanan infeksi HIV dan biasanya mendahului diagnosis AIDS. Terjadinya tuberkulosis secara dini
ini akan disertai dengan pembentukan granuloma yang mengalami pengkijuan (kaseasi) sehingga
timbul kecurigaan ke arah diagnosis TB. Pada stadium ini. penyakit TB akan bereaksi dengan baik
terhadap terapi antituberkulosis. Penyakit TB yang terjadi kemudian dalam perjalanan infeksi HIV
ditandai dengan tidak terdapatnya resposn tes kulit tuberkulin karena sistem kekebalan yang sudah
terganggu tidak mampu lagi bereaksi terhadap antigen TB. Dalam stadium infeksi HIV yang lanjut,
penyakit TB disertai dengan penyebaran ke tempat-tempat ekstrapulmoner seperti sistem saraf
pusat, tulang, perikardium, lambung, peritoneum dan skrotum. Strain multipel baksil TB yang
resisten obat kini bermunculan dan kerapkali berkaitan dengan ketidakpatuhan pasien dalam
menjalani pengobatan antituberkulosis.

2.1.4 Patofisiologi

Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang.
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD
4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut
dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan
meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel
killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.

Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang
materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan
disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang
permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai
antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper.
Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah
mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi
limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit.
Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit
akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.

Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti
berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar
1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah
infeksi.

Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik )
muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus
berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila
jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker
atau dimensia AIDS.

2.1.5 Pathway

10

2.1.6 Komplikasi

Komplikasi dengan penyakit HIV-AIDS, yaitu :


Penurunan sistem kekebalan tubuh akibat virus HIV (Human Immuno Deficiency Virus),
menyebabkan tubuh mudah diserang penyakitpenyakit

1. Tuberkulosis Paru

2. Pneumonia Premosistis

3. Berbagai macam penyakit kanker

4. Pemeriksaan Penunjang

2.1.7 Penatalaksanaan Medis

1. Pengobatan Suporatif Tujuan :

- Meningkatkan keadaan umum pasien

- Pemberian gizi yang sesuai

- Obat sistometik dan vitamin

- Dukungan Pasienikologis

2. Pengobatan infeksi oportunistik

a. Untuk infeksi :

- Kardidiasis eosofagus

- Tuberculosis

- Toksoplasmosis

- Herpes

- Pcp

- Pengobatan yang terkait AIDS , limfoma malignum , sarcoma Kaposi dan sarcoma servik,
disesuaikan dengan standar terapi penyakit kanker

b. Terapi :

- Flikonasol

- Rifamfisin, INH , Etambutol, Piraziramid, Stremptomisin

- Pirimetamin, Sulfadiazine, Asam folat

- Ansiklovir

- Kotrimoksazol

3. Pengobatan anti retro virus Tujuan :

- Mengurangi kematian dan kesakitan

- Menurunkan jumlah virus

- Meningkatkan kekebalan tubuh

- Mengurangi resiko penularan


2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik

1. Tes untuk mendiagnosa infeksi HIV , yaitu :

- ELISA

- Western blot

- P24 antigen test

- Kultur HIV

2. Tes untuk mendeteksi gangguan sistem imun, yaitu :

- Hematokrit

- LED

- Rasio CD4 / CD Limposit

- Serum mikroglobulin B2

- Hemoglobin 

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas

Meliputi nama, umur, tempat dan tanggal lahir

b. Riwayat

Test HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obatobatan

c. Penampilan umum

Pucat, kelaparan

d. Gejala subyektif

Demam kronik dengan atau tanpa mengigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah,
anoreksia

e. Pasienikososial

Kehilangan pekerjaaan dan penghasilan, perubahan pola hidup

f. Status mental

Marah atau pasrah, depresi , ide bunuh diri, halusinasi

g. HEENT

Nyeri perorbital, sakit kepala, edema muka, mulut kering

h. Pemeriksaan persistem

- Sistem persyarafan
- Sistem pernafasan

- Sistem musculoskeletal

- Sistem kardiovaskuler

- Sistem integument

i. Pola fungsi kesehatan

- Pola persePasieni dan pemeliharaan kesehatan

- Pola nutrisi

- Pola eliminasi

- Pola istirahat tidur

- Pola aktivitas dan latihan

2. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko tinggi infeksi b/d malnutrisi dan pola hidup beresiko

b. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, pertukaran oksigen malnutrisi

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang, menurunnya
absorbs zat gizi

d. Diare b/d infeksi GI (GastroIntestinal)

3. Intervensi dan Rasional Tindakan

a. Intervensi diagnosa 1

a. Reiko tinggi infeksi b/d malnutrisi dan pola hidup beresiko

Tujuan :

Pasien akan bebas infeksi oportunistik dan komplikasinya, dengan KH :

- Tidak ada tanda-tanda infeksi baru

- TTV dalam batas normal

b. Intervensi (NIC)

- Monitor tanda-tanda infeksi baru

R/: untuk pengobatan dini

- Gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan inovatif

R/: mencegah pasien terpapar kuman pathogen dari RS

- Kumpulkan specimen untuk test lab, sesuai order

R/: meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatan

- Atur pemberian anti infeksi sesuai oerder


- R/: mempertahankan kadar darah yang terapeutik

c. Intervensi diagnosa 2

b. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi

Tujuan :

Pasien dapat berpartisifasi dalam kegiatan, dengan KH :

- Bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas

d. Intervensi (NIC)

- Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas

R/: respon bervariasi dari hari ke hari

- Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu

R/: mengurangi kebutuhan energy

- Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu istirahat

1. R/: ekstra istirahat perlu untuk meningkatkan kebutuhan metabolic

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Pengumpulan Data

a. Identitas pasien

Nama : Tn “J”

Umur : 44 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen

Suku : Dayak

Pendidikan : SD

Alamat : Jl. Dsn. Suka Damai RT 04/004.

Pasigi. Mempawah Hulu

Pekerjaan : Petani

Tanggal masuk : 04 Oktober 2014

Tanggal pengkajian : 06 Oktober 2014

Diagnosa medis Paru. : PLHA + Obs. DyspePasienia, TB

b. Identitas penanggung jawab

Nama : Tn “A”
Jenis kelamin : Laki-laki

Hubungan dengan pasien : Adik

2. Riwayat Penyakit

a. Alasan masuk rumah sakit sakit

Pasien mengatakan demam ± 2 bulan SMRS, demam naik turun. Pasien juga mengatakan batuknya
berdahak ± 1 tahun yang lalu SMRS, sering sesak. Pasien pernah berobat TB paru hanya 2 bulan saja.
Pasien mengatakan nafsu makannya berkurang.

b. Keluhan utama

Pasien mengatakan napasnya terasa sesak, pasien juga mengatakan ada batuk berdahak.

c. Keluhan saat dikaji

Pasien mengatakan nafsu makannya menurun, sering juga mual muntah. Pasien mengatakan juga
tidak bisa tidur saat malam hari karena gelisah, sesak dan batuk berdahak.

d. Riwayat penyakit dahulu

Pasien mengatakan pernah berganti-ganti pasangan ketika berhubungan intim dan pasien memiliki
riwayat mentato badannya.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang menderita penyakit menular dan penyakit kronis
lainnya.

3. Genogram

   

   

 

Keterangan :

 : Laki-laki  : Perempuan

: Pasien

: Tinggal dalam satu rumah

Data Biologis

a. Pola nutrisi

SMRS : Pasien makan tiga kali sehari dengan menu bervariasi satu porsi makan habis.

MRS : Pasien tidak nafsu makan dan makan satu kali sehari porsi makan RS tidak habis sisa 1/2.

b. Pola minum

SMRS : Pasien minum 7-8 gelas sehari (1.5-2 liter)

MRS : Pasien minum 5-6 gelas sehari (0.8-1 liter)


c. Pola eliminasi

SMRS : Pasien BAB satu kali sehari, BAK 7-8 kali sehari

MRS : Pasien jarang BAB karena jarang makan, BAK 6-7 kali sehari.

d. Pola istirahat/tidur

SMRS : Pasien tidur 7-8 jam sehari.

MRS : Pasien tidur hanya ± 3-4 jam saat malam hari, saat rasa sesak dan batuk datang, pasien
terjaga.

e. Pola hygiene - Mandi

SMRS : Pasien mandi dua kali sehari.

MRS : Pasien mandi satu kali sehari.

- Cuci rambut

SMRS : Pasien mencuci rambutnya saat mandi.

MRS : Pasien hanya membasahi rambutnya ketika mandi.

- Gogok gigi

SMRS : Pasien gosok gigi dua kali sehari.

MRS : Pasien baru satu kali menggosok gigi selama tiga hari masuk rumah sakit.

1 = dibantu sebagian

2 = perlu bantuan orang lain

3 = perlu bantuan orang lain dan alat

4 = tergantung orang lain tidak mandiri

5. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : Lemah

Kesadaran : E4M6V5 (GCS = 15)

Compos Mentis

TTV

Berat badan : TD = 100/80 mmHg

N = 86 x/menit

RR = 40 x/menit

S = 37,3 ºC

SMRS : 55 Kg ± 6 bulan lalu


MRS : 35 Kg

Tinggi badan : 159 cm

IMT BB 35

: (TB)2=(1,59)2=12,69

Keterangan : Nilai normal 18,5 - 24,5 Kg m2

b. Kepala

Inspeksi: Bentuk kepala simetris, rambut hitam keriting, kulit kepala kering, tidak ada
ketombe.

c. Mata Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

Inspeksi: Sklera putih, dapat melihat dengan jelas, bola mata simetris, konjungtiva merah
muda, ada reaksi terhadap cahaya (miosis) tidak mengguakan alat bantu penglihatan, fungsi
penglihatan normal.

Palpasi : Tidak nyeri tekan.

d. Hidung

Inspeksi: bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada sekret.

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan dan pembengkakan.

e. Telinga

Inspeksi: Bentuk simetris, tidak ada kelainan dikedua telinga, tidak ada lesi dan serumen.

Palpasi

f. Mulut : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.

Inspeksi: Gigi tampak kuning, lidah bersih, mukosa mulut lembab.

Palpasi

g. Leher: Otot rahang kuat.

Inspeksi: Ada pembesaran kelenjar getah bening.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

h. Thoraks (paru-paru)

Inspeksi: Dada simetris, tidak ada lesi, respirasi 40 kali per menit, terdapat retraksi dinding dada.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

Auskultasi : Bunyi napas ronkhi.

Perkusi : Batas paru-paru normal.

i. Thoraks (jantung)

Inspeksi: Ictus cordis terlihat, terlihat tatto di dada sebelah kanan.


Palpasi : Ictus cordis teraba.

Auskultasi : S1 dan S2 reguler.

Perkusi : Batas jantung normal.

j. Abdomen

Inspeksi: Tidak ada lesi, terdapat pembesaran abdomen

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

Auskultasi : Bising usus 8 kali per menit.

Perkusi : Timpani.

k. Genetalia

(pasien menolak untuk dikaji karena menyangkut masalah pribadi).

l. Ekstremitas

5 5 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5

Kanan Kiri

Keterangan:

Terpasang infus di tangan kiri (RL 20 TPM).

0 : Tidak mampu bergerak sama sekali

1 : Hanya mampu menggerakkan ujung ektremitas.

2 : Hanya mampu menggerser sedikit.

3 : Mampu mengangkat tangan dengan bantuan, saat bantuan di lepaskan tangan ikut jatuh.

4 : Kekuatan otot sedikit berkurang, mampu melawan gravitasi sesaatlalu jatuh.

5 : Kekuatan otot utuh mampu melwan gravitasi.

8. Pemeriksaan Laboratorium

Golongan darah: B

HbsAg : Non-reaktif

HIV : R/Reaktif

2. Auskultasi bunyi nafas dan catat gangguan jalan nafas : keperawatan 3x24 jam dan
membantu dalam

adanya bunyi nafas seperti krekels, diharapkan : menentukan intervensi

DS: wheezing.

- nafas dalam batas normal 18- selanjutnya

3. Berikan posisi semi fowler

- Pasien mengatakan sesak nafas 20x/mnt 4. Ciptakan lingkungan yang adekuat


2. ronki dan wheezing menyertai

- Retraksi dinding dada ( - ) 5. Kolaborasi dengan tim medis dalam obstruksi


jalan nafas / DO:

pemberian terapi kegagalan pernafasan.

- RR : 40x/mnt 3. Memaksimalkan ekspansi

paru

- Terdapat retraksi dinding dada 4. Memberikan lingkungan aman

- Terpasang O2 4 l dan nyaman

5. Membantu dalam pemberian terapi yang tepat. 

3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji keadaan umum Pasien


1. Memantao kondisi Pasien

2. Monitor Input dan Output nutrisi nutrisi kurang dari 3x24 jam diharapkan Ketidak 2.
Menyesuaikan kebutuhan

3. Anjurkan makan sedikit tapi sering

kebutuhan tubuh b/d seimbangan nutrisi terpenuhi 4. Kolaborasi dengan ahli gizi
kalori yang dibutuhkan
menurunnya nafsu dengan criteria hasil : 3. Memenuhi kebutuhan nutrisi makan dan
mual muntah, -TTV dalam batas normal Pasien ditandai dengan: -BB meningkat 4. Menjaga
keseimbangan Pasien

DS: -Pasien mengatakan nafsu makan

meningkat

- Pasien mengatakan tidak nafsu -Mual muntah berkuarang makan

- Pasien mengatakan sering mual muntah

DO:

- Pasien tampak lemah

- BB 35 kg

- Pasien makan 1 kali sehari porsi rs tidak habis

- TTV : TD =100/80 N=86x/m

4. Gangguan pola tidur b/d

kegelisahan akibat perubahan setatus kesehatan ditandai dengan:

- DS :

Pasien mengatakan tidak bisa

tidur karena gelisah

- DO :

Pasien tidur kurang lebih 1-2 jam saat malam hari.

Setelah dilakukan tindakan

3x24 jam diharapkan Perubahan pola tidur tidak terjadi dengan criteria hasil:

- Pasien mengatakan sudah bisa tidur - Jumblah jam tidur normal 6-8 jam.

2. Kaji kebutuhan istirahat tidur Pasien 2. Mengetahui intensitas tidur

3. Idenfikasi penyebab perubahan pola

Pasien

tidur Pasien 3. Mengetahui penyebab untuk

4. Berikan posisi semi fowler memberikan intervensi yang 5. Kolaborasi dengan keluarga Pasien
tepat supaya menciptakan suasana yang

4. Merangsang Pasien supaya

tenag dan nyaman


tertidur

5. Membantu Pasien untuk tidur nyenyak.

39

40

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan

Tn “J” datang ke RSUD dr. Abdul Aziz Singkawang pada tanggal 04 Oktober 2014 pukul 18:45 WIB
dengan keluhan pasien mengatakan demam ± 2 bulan SMRS, demam naik turun. Pasien juga
mengatakan batuk berdahak ± 1 tahun SMRS kadang ada sesak.

Saat di lakukan pengkajian pasien mengeluhkan batuk berdahak disertai sesak, tidak nafsu makan
dan tidurnya tidak nyenyak sehingga kami mengangkat diagnosa keperawatan bersihan jalan napas
tidak efektif, pola napas tidak efektif, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan
gangguan pola tidur. Tindakan yang dilakukan diantaranya memanajemen bersihan jalan napas,
memanajemen frekuensi pola napas, memanajemen status nutrisi serta memenajemen pola tidur
yang mana setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pada empat diagnosa
keperawatan tersebut belum ada yang teratasi sepenuhnya.

B. Saran

Lebih teliti dalam pengkajian dan analisa data, karena yang menjadi acuan dalam menentukan
diagnosa Keperawatan adalah analisa data sebelum menentukan rencana tindakannya.

42

DAFTAR PUSTAKA

Barbara C. Long. 1996 Perawatan Medikal Bedah. Pedjajaran Bandung

Doenges, Marylyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 4. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Padila. S.Kep.NS.2012. Keperawatan Medikal Bedah. Numed. Yogyakarta

Smeltzer , Bare, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah , Brunner dan suddart, Edisi 8, Jakarta,
EGC.

43

Anda mungkin juga menyukai