Anda di halaman 1dari 4

Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia

Pada zaman Hindia Belanda dikenal dengan nama “Burgerkunde”, pada saat itu ada buku
resmi yang dipergunakan, yaitu. Indische Burerschapkunde, yang disebutkan dalam buku
tersebut adalah, masalah masyarakat pribumi. Pengaruh dari barat, bidang ekonomi, sosial,
hukum, kebudayaan, dan juga masalah pertanian. Kaum menengah dalam industri dan
perdagangan, masalah pendidikan, terbentuknya dewan rakyat, kesehatan masyarakat, pajak,
tentara dan angkatan laut. Tujuan dari buku tersebut adalah, agar semua masyarakat jajahan
lebih memahami hak dan kewajibannya terhadap pemerintahan Hindia Belanda pada zaman
itu, diharapkan tidak lagi menganggap pemerintah Belanda sebagai musuh tetapi justru
memberikan dukungan dengan yang penuh kesadaran kepada Belanda dalam kurun waktu
yang panjang. Pada tahun 1932 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan yang
telah disepakati oleh Volksraad, bahwa setiap guru harus memiliki izin untuk mengajar.
Dalam pertimbangannya adalah banyak guru di sekolah Partikelir bukanlah lulusan dari
sekolah guru, dan yang berhak mengajar hanyalah lulusan dari sekolah guru. Sedangkan
lewat pendidikan non - formal terutama dilakukan oleh para tokoh - tokoh pergerakan
nasional yakni Soekarno dan Bung Hatta. Pelaksanaan pendidikan politik yang dilakukan
oleh guru – guru di sekolah partikelir maupun yang dilakukan oleh para tokoh - tokoh
pergerakan nasional, pada dasarnya dapat dinyatakan sebagai cikal bakalnya pendidikan
politik atau pendidikan kewarganegaraan di zaman Indonesia merdeka. Pada awal
kemerdekaan, yaitu pada tahun 1957 mulai diperkenalkan mata pelajaran Kewarganegaraan.
Mata pelajaran Kewarganegaraan ini memuat isi pokok cara memperoleh kewarganegaraan,
hak dan kewajiban sebagai warga negara. Dari sudut pandang pengetahuan tentang negara
diperkenalkan juga mata pelajaran Tata Hukum dan Tata Negara. Ketiga mata pelajaran
tersebut semata - mata memuat aspek kognitif. Pada tahun 1959 terjadi perubahan arah politik
yang ada di Negara Indonesia. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menyatakan Undang – Undang
Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950) sudah tidak lagi berlaku, dan Undang – Undang Dasar
1945 (UUD 1945) dinyatakan berlaku kembali. Kejadian ini membuat perubahan arah di
bidang pendidikan. Perubahan arah ini ditandai dengan diperkenalkannya mata pelajaran
Civics di Sekolah Menegah Pertama dan Sekolah Menengah Atas, yang isinya meliputi
Sejarah Nasional, Sejarah Proklamasi, Undang – Undang Dasar 1945, Pancasila, Pidato -
pidato Kenegaraan Presiden, pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa. Buku sebagai
sumber yang dipergunakan adalah “Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi” yang lebih dikenal
dengan singkatan “TUBAPI” dan buku “Civics Manusia Indonesia Baru” . Metode
mengajarnya lebih bersifat indoktrinasi. Saat itu buku pegangan siswa untuk mata pelajaran
ini belum ada. Pada tahun 1962, istilah Civics diganti dengan istilah Kewargaan Negara atas
anjuran Dr. Sahardjo, S.H. Yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman. Dan
perubahan ini didasar atas tujuan yang ingin diraihnya, yaitu untuk “membentuk warga
negara yang baik”. Pada tahun 1965, telah terjadi pemberontakan Gerakan 30 September/PKI
(G 30 S/PKI) yang kemudian diikuti oleh pembaruan tatanan dalam pemerintahan.
Pembaruan tatanan inilah yang dibatasi oleh dasar yang resmi dengan diserahkannya surat
perintah 11 Maret 1966 dari Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto. Tanggal
itulah yang kemudian dijadikan dasar pemerintahan Orde Baru, yang mengandung tekad
untuk memurnikan pelaksanaan Undang – Undang Dasar 1945 (UUD 1945) secara
konsekuen. Kemudian, pada tahun 1968, kebijakan dalam bidang pendidikan ini disusul
dengan keluarnya Kurikulum 1968. Dalam kurikulum tersebut istilah Civics, secara tidak
resmi diganti dengan istilah Kewargaan Negara, kemudian digantikan lagi dengan Pendidikan
Kewargaan Negara, yang lebih dikenal dengan singkatan PKN. Pada saat terjadi pergantian
tahun ajaran yang awalnya Januari - Desember dan diubah menjadi Juni – Juli pada tahun
1975, nama Pendidikan Kewarganegaraan diubah oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Nama mata pelajaran
Pendidikan Moral Pancasila (PMP) tersebut, kemudian diubah lagi pada tahun 1994 menjadi,
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Pada masa Reformasi PPKN diubah
kembali menjadi PKN dengan menghilangkan kata Pancasila yang dianggap sebagai produk
zaman Orde Baru. Pada tingkat perguruan tinggi, jurusan pendidikan kewarganegaraan pada
awalnya menggunakan nama jurusan Civic Hukum kemudian pada zaman orde baru berubah
menjadi Program Studi PMP-KN dan pada saat ini banyak yang menggunakan Program Studi
PKn. Dalam perkembangannya, Pendidikan Kewarganegaraan mengalami banyak sekali
perubahan - perubahan yang bertujuan untuk memperbaiki isi dan tujuan dari mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri. Pada awalnya Pendidikan Kewarganegaraan
muncul dengan istilah Pendidikan Kewiraan yang mulai berlaku pada tahun ajaran
1973/1974. Kemudian terus menerus mengalami banyak sekali perubahan hingga berubah
menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan juga memiliki
keterkaitan kurikulum dengan Pendidikan Pancasila, Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan
cabang Pendidikan lainnya. Pendidikan Kewarganegaraan sudah diajarkan dari tingkat
sekolah dasar sampai sekolah menengah atas  sejak tahun 1969 dengan sebutan kewargaan
negara. Kemudian pada tahun 1975 sampai 1984 mengalami perubahan dengan
nama Pendidikan Moral Pancasila. Pada tingkat Perguruan Tinggi berganti nama dengan
istilah Pendidikan Kewiraan. Pada tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah berganti
nama dengan nama PPKN. Sampai pada tahun 2003, semua tingkat pendidikan menggunakan
nama dan kurikulum yang baru dengan sebutan Pendidikan Kewarganegaraan hingga sampai
saat ini. (UU No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS). Kemudian, dalam perkembangan
Kurikulumnya, Pendidikan Kewarganegaraan beberapa kali diperbaharui. Tahun 2001, materi
disusun oleh Lemhannas. Dengan materi pengantar dan tambahan materi demokrasi, Hak
Asasi Manusia (HAM), lingkungan hidup, wawasan nusantara, bela negara, politik,
ketahanan nasional, dan strategi nasional. Kemudian, pada tahun 2002, Keputusan. Dirjen
Dikti No. 38/Dikti/Kep/2002 materi berisi pengantar sebagai kaitan dengan MKP, demokrasi,
Hak Asasi Manusia, wawasan nusantara, ketahanan nasional, dan strategi nasional. Dengan
diberlakukannya Undang - undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, dan
diberlakukan kurikulum yang dikenal dengan “Kurikulum berbasis Kompetensi” tahun 2004,
dimana Pendidikan Kewarganegaraan berubah nama menjadi Kewarganegaraan. Tahun 2006
namanya berubah kembali menjadi Pendidikan Kewarganegaraan, secara substansi tidak
terdapat perubahan yang berarti, hanya kewenangan pengembangan kurikulum yang
diserahkan pada masing - masing satuan pendidikan, maka kurikulum tahun 2006 ini dikenal
dengan “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)”. Kemudian, berbagai perubahan
yang dialami dalam mengimplementasikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagaimana yang
sudah diuraikan diatas dan menunjukkan telah terjadinya ketidakajekan dalam kerangka
berpikir, yang sekaligus juga mencerminkan telah terjadinya krisis konseptual, yang
kemudian berdampak pada terjadinya krisis operasional kurikuler. Dari penggunaan nama
atau istilah tersebut sangat terlihat jelas ketidaktetapannya dalam mengorganisir mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, yang berakibat pada krisis operasional, kemudian
terjadinya perubahan format dan konteks pendidikannya. Tidak berbeda dengan ilmu
pendidikan lainnya, pendidikan kewarganegaraan juga mempunyai obyek yaitu materi dan
formal. Dalam Filsafat Pendidikan Kewarganegaraan dimana Filsafat yang merupakan induk
dari ilmu, dimana Pendidikan Kewarganegaraan merupakan suatu ilmu yang ada pada bagian
ilmu kemasyarakatan dan kedudukan Pendidikan Kewarganegaraan sangat berpengaruh
terhadap sikap dan mentalitas bangsa Indonesia karena dalam Kewarganegaraan. Pendidikan
mengajarkan nilai-nilai Pancasila sekaligus Pancasila. Ia menjadi dasar Negara Indonesia dan
mengembangkannya dalam kehidupan bermasyarakat. Sama halnya dengan ilmu pendidikan
lainnya, pendidikan kewarganegaraan juga memiliki kelebihan dan kekurangan, disini kita
sebagai mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan memiliki andil yang besar dalam mengatasi
kelemahan Pendidikan Kewarganegaraan dan mengembangkan keunggulan Pendidikan
Kewarganegaraan agar bisa lebih baik lagi. Kemudian terkait dengan pengembangan mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan pada rumpun ilmu sosial, mata kuliah Ilmu Sosial
diajarkan sebagai pewaris nilai Kewarganegaraan (Citizenship Transmission). Ilmu Sosial
sebagai pewarisan nilai-nilai kewarganegaraan, tujuan utamanya adalah mempersiapkan
peserta didik menjadi warga negara yang baik. Nilai-nilai dan budaya bangsa akan dijadikan
dasar pembangunan bangsa. Setiap bangsa atau negara mendidik warganya berdasarkan nilai
dan budayanya. Seorang pendidik harus mempersiapkan siswanya dengan nilai-nilai
demokrasi Pancasila yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi dalam
kaitannya dengan transformasi nilai-nilai kewarganegaraan tujuan dari mata kuliah Ilmu
Sosial adalah menjadikan peserta didik menjadi warga negara Indonesia yang baik.
Kesimpulannya adalah Pendidikan Kewarganegaraan sudah ada dari zaman Hindia Belanda.
Dan sudah beberapa kali mengalami perubahan nama atau istilah dari awal kemerdekaan
yaitu pada tahun 1956 sampai dengan tahun 2003 dan sudah disepakati oleh undang – undang
yang berlaku sampai hari ini.

1. https://www.padamu.net/sejarah-pendidikan-kewarganegaraan#:~:text=Sejarah
%20Pendidikan%20Kewarganegaraan%20di%20Indonesia,Kewargaan%20negara
%20pada%20tahun%201968.
2. http://staffnew.uny.ac.id/upload/132313272/penelitian/Buku%20pembelajaran
%20PKn%20SD.pdf
3. http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/PPKN/article/view/78909
4. https://agungborn91.wordpress.com/2011/02/15/sejarah-perkembangan-pendidikan-
kewarganegaraan-di-indonesia/
5. http://repository.ump.ac.id/1546/3/BAB%20II%20%20-%20MOCH%20NORMA
%20%20BANI%20RAMADANI.pdf

Anda mungkin juga menyukai