Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
GNB menempati posisi khusus dalam politik luar negeri Indonesia karena
Indonesia sejak awal memiliki peran sentral dalam pendirian GNB. KAA tahun
1955 yang diselenggarakan di Bandung dan menghasilkan ‘Dasa Sila Bandung’
yang menjadi prinsip-prinsip utama GNB, merupakan bukti peran dan
kontribusi penting Indonesia dalam mengawali pendirian GNB. Secara khusus,
Presiden Soekarno juga diakui sebagai tokoh penggagas dan pendiri GNB.
Indonesia menilai penting GNB tidak sekedar dari peran yang selama ini
dikontribusikan, tetapi terlebih-lebih mengingat prinsip dan tujuan GNB
merupakan refleksi dari perjuangan dan tujuan kebangsaan Indonesia
sebagaimana tertuang dalam UUD 1945.
II. Tujuan GNB
Tujuan GNB mencakup dua hal, yaitu tujuan ke dalam dan ke luar.
1. Tujuan ke dalam, yaitu mengusahakan kemajuan dan pengembangan ekonomi,
sosial, dan politik yang jauh tertinggal dari negara maju.
2. Tujuan ke luar, yaitu berusaha meredakan ketegangan antara blok Barat dan
blok Timur menuju perdamaian dan keamanan dunia.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, negara-negara Non blok
menyelenggarakan konferensi tingkat tinggi (KTT). Pokokpembicaraan utama
adalah membahas persoalan-persoalan yang berhubungan dengan tujuan Non
blok dan ikut mencari solusi terbaik terhadap peristiwa-peristiwa intemasional
yang membahayakan perdamaian dan keamanan dunia.
Tujuan utama GNB semula difokuskan pada upaya dukungan bagi hak
menentukan nasib sendiri, kemerdekaan nasional, kedaulatan dan integritas
nasional negara-negara anggota. Tujuan penting lainnya adalah penentangan
terhadap apartheid; tidak memihak pada pakta militer multilateral; perjuangan
menentang segala bentuk dan manifestasi imperialisme; perjuangan menentang
kolonialisme, neo-kolonialisme, rasisme, pendudukan dan dominasi asing;
perlucutan senjata; tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain dan
hidup berdampingan secara damai; penolakan terhadap penggunaan atau
ancaman kekuatan dalam hubungan internasional; pembangunan ekonomi-sosial
dan restrukturisasi sistem perekonomian internasional; serta kerjasama
internasional berdasarkan persamaan hak. Sejak pertengahan 1970-an, isu-isu
ekonomi mulai menjadi perhatian utama negara-negara anggota GNB. Untuk
itu, GNB dan Kelompok 77 (Group of 77/G-77) telah mengadakan serangkaian
pertemuan guna membahas masalah-masalah ekonomi dunia dan pembentukan
Tata Ekonomi Dunia Baru (New International Economic Order).
Menyusul runtuhnya Tembok Berlin pada tahun 1989 dan kekuatan militer-
politik komunisme di Eropa Timur, muncul perdebatan mengenai relevansi,
manfaat dan keberadaan GNB. Muncul pendapat yang menyatakan bahwa
dengan berakhirnya sistem bipolar, eksistensi GNB telah tidak bermakna.
Namun, sebagian besar negara mengusulkan agar GNB menyalurkan energinya
untuk menghadapi tantangan-tantangan baru dunia pasca Perang Dingin, di
mana ketegangan Utara-Selatan kembali mengemuka dan jurang pemisah antara
negara maju dan negara berkembang menjadi krisis dalam hubungan
internasional. Perhatian GNB pada masalah-masalah terkait dengan
pembangunan ekonomi negara berkembang, pengentasan kemiskinan dan
lingkungan hidup, telah menjadi fokus perjuangan GNB di berbagai forum
internasional pada dekade 90-an.
1) Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asa-asa yang
termuat didalam piagam PBB.
2) Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa.
3) Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar
maupun kecil.
4) Tidak melakukan campur tangan atau intervensi dalam persoalan-persoalan
dalam negeri negara lain.
5) Menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara
individu maupun secara kolektif, yang sesuai dengan Piagam PBB.
6) (aTidak menggunakan peraturan-peraturan dan pertahanan kolektif untuk
bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu negara-negara besar, (b)
Tidak melakukan campur tangan terhadap negara lain.
7) Tidak melakukan tindakan ataupun ancaman agresi maupun penggunaan
kekerasan terhadap integritas territorial atau kemerdekaan politik suatu Negara.
8) Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan cara damai, seperti
perundingan, persetujuan, arbitrase, atau penyelesaian masalah hokum, ataupun
lain-lain cara damai, menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan, yang
sesuai dengan Piagam PBB.
9) Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama.
10) Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.
Pasca Perang Dunia II muncul dua blok raksasa dunia, yaitu blok Barat
dan blok Timur. Blok Barat yang berhaluan liberalis dan kapitalis dipimpin
Amerika Serikat, dengan anggotanya Inggris, Prancis, Belanda, Italia, Jerman
Barat, Kanada, Belgia, Australia, Norwegia, Turki, Yunani, dan Portugal. Blok
Timur yang berhaluan komunis dipimpin Uni Soviet dengan anggota, seperti
Polandia, Jerman Timur, Hongaria, Bulgaria, Rumania, Cekoslowakia, dan
Albania.
Blok Barat dan blok Timur selalu terlibat dalam ketegangan yang
berlanjut pada “perang dingin”. Ketegangan tersebut disebabkan adanya
perbedaan ideologi, saling berlomba senjata nuklir, perluasan lingkungan dan
rivalitas blok melalui pembentukan pakta milker yang dapat mengancam
perdamaian dan keamanan dunia.
Untuk meredakan ketegangan di antara dua blok, negara-negara yang
cinta damai mengupayakan berbagai pertemuan untuk mencari solusi terbaik
guna mewujudkan perdamaian dan keamanan dunia. Pada tahun 1955 beberapa
negara Asia dan Afrika mengikuti Konferensi Asia-Afrika di Bandung.
Demikian juga pada tahun 1956, negara wan Yugoslavia, Indonesia dan India
melakukan pertemuan di Pulau Brioni (Yugoslavia) yang mencetuskan ide
pembentukan Gerakan Negara-negara Non blok.
Gerakan Non blok merupakan wadah negara-negara yang tidak memasuki
blok Barat ataupun blok Timur. Gerakan Non blok tidak diartikan sebagai
netralisme, tetapi aktif sebagai subjek yang ikut berperan dalam menghadapi
peristiwa-peristiwa internasional. Negara-negara Non blok tidak ingin dijadikan
obyek kepentingan dua raksasa dunia dalam pergolakan politik internasional.
Negara-negara ini pun tidak mau diombang-ambingkan dua ideologi raksasa
yang sedang berlomba berebut pengaruh.
Tokoh-tokoh yang dianggap sebagai pemrakarsa berdirinya Non blok lebih
dikenal sebagai The Initiative of Five, yaitu
1. Presiden Soekarno (Indonesia),
2. Presiden Yosep Broz Tito (Yugoslavia),
3. Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir),
4. Perdana Menteri Pandit Jawaharlal Nehru (India),
5. Perdana Menteri Kwame Nkrumah (Ghana).
Digelar
KTT Gerakan Non Blok ke-15 digelar di Sharm el Sheik, Mesir, tanggal
15 dan 16 Juli ini. Lebih dari 50 pemimpin negara berkembang membicarakan
tindakan mengatasi krisis ekonomi global guna mencegah terulangnya krisis.
Selaku ketua GNB waktu itu, Indonesia juga “menghidupkan kembali dialog
konstruktif Utara-Selatan berdasarkan saling ketergantungan yang setara
(genuine interdependence), kesamaan kepentingan dan manfaat, dan tanggung
jawab bersama”. Selain itu, Indonesia juga mengupayakan penyelesaian
masalah hutang luar negeri negara-negara berkembang miskin (HIPCs/ Heavily
Indebted Poor Countries) yang terpadu, berkesinambungan dan komprehensif.
Sementara guna memperkuat kerjasama Selatan-Selatan, KTT GNB ke-10 di
Jakarta sepakat untuk “mengintensifkan kerjasama Selatan-Selatan berdasarkan
prinsip collective self-reliance”. Sebagai tindak lanjutnya, sesuai mandat KTT
Cartagena, Indonesia bersama Brunei Darussalam mendirikan Pusat Kerjasama
Teknik Selatan-Selatan GNB.
Dalam kaitan ini, KTT ke-15 GNB di Sharm El-Sheikh, Mesir, yang
diselenggarakan tanggal 11-16 Juli 2009 telah menghasilkan sebuah Final
Document yang merupakan sikap, pandangan dan posisi GNB tentang semua
isu dan permasalahan internasional dewasa ini. KTT ke-15 GNB menegaskan
perhatian GNB atas krisis ekonomi dan moneter global, perlunya komunitas
internasional kembali pada komitmen menjunjung prinsip-prinsip pada Piagam
PBB, hukum internasional, peningkatan kerja sama antara negara maju dan
berkembang untuk mengatasi berbagai krisis saat ini.
Terkait dengan dampak negatif krisis moneter global terhadap negara-
negara berkembang, KTT ke-15 menegaskan pula perlunya GNB bekerja sama
lebih erat dengan Kelompok G-77 dan China. Suatu reformasi mendasar
terhadap sistem dan fondasi perekonomian dan moneter global perlu dilakukan
dengan memperkuat peran negara-negara berkembang dalam proses
pengambilan keputusan dan penguatan peran PBB.
Secara umum, para delegasi anggota GNB yang hadir pada pertemuan
tersebut sepakat, bahwa konflik di dunia saat ini banyak diakibatkan oleh
kurangnya rasa toleransi. Disamping itu banyak negara anggota GNB
menjelaskan berbagai aspek ketidakadilan politik, ekonomi dan sosial yang
dapat memicu timbulnya ekstrimisme dan radikalisme.
Untuk itu, GNB seyogyanya terus melakukan berbagai upaya dan inisiatif
konkrit dalam mempromosikan dialog dan kerjasama untuk perdamaian dan
pembangunan. Dari pengalaman Indonesia memprakarsai berbagai kegiatan
dialog lintas agama di berbagai tingkatkan, diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi upaya global dalam mempromosikan keharmonisan dan
perdamaian di dunia.
KTM ke-16 GNB kali ini mengundang partisipasi para Menteri Luar
Negeri dari 118 negara anggota GNB dan 2 (dua) negara calon anggota, yaitu
Fiji dan Azerbaijan yang akan dikukuhkan keanggotaannya pada acara tersebut.
Selain Menteri Luar Negeri, turut diundang pula kehadiran delegasi dari 18
negara dan 10 organisasi pengamat, serta 26 negara dan 23 organisasi
undangan.
Penyelenggaraan KTT Non blok
1. KTT Non blok I di Beograd (Yugoslavia), 1-6 September 1961.
2. KTT Non blok II di Kairo (Mesir), 5-10 Oktober 1964.
3. KTT Non blok III di Lusaka (Zambia), 8-10 September 1970.
4. KTT Non blok IV di Aljir (Aljazair), 5-9 Agustus 1973.
5. KTT Non blok V di Kolombo (Srilanka). 16 - 19 Agustus 1976.
6. KTT Non blok VI di Havana (Kuba), 3-9 September 1979.
7. KTT Non blok VII di New Delhi (India), 7-12 Maret 1983.
8. KTT Non blok VIII di Harare (Zimbabwe), 1-6 September 1986.
9. KTT Non blok IX di Beograd (Yugoslavia), 4-7 September 1989.
10. KTT Non blok X di Jakarta (Indonesia), 1-6 September 1992.
11. KTT Non blok XI di Cartagena (Kolombia), 16 - 22 Oktober 1995.
12. KTT Non blok XII di Durban (Afrika Selatan), 28 Agustus - 3 September
1998.
Pada tahun 1989 negara-negara komunis di Eropa Timur mengalami
keruntuhan. Perkembangan situasi politik tersebut disusul bubarnya Uni Soviet
pada tahun 1991. Adanya perubahan di kebanyakan negara Eropa Timur tidak
berarti organisasi Non blok harus membubarkan diri.
Di era pasca perang dingin, negara-negara Non blok justru harus
memusatkan perhatiannya kepada seluruh persoalan dunia, seperti masalah
penjajahan, ketidakadilan, ketimpangan sosial, dampak globalisasi ekonomi,
dan penindasan hak asasi manusia.
VII. Berita Terkait Anggota GNB dukung prakarsa
Palestina di PBB
Menteri luar negeri dan kepala delegasi dari negara-negara Non Blok
berfoto bersama di depan gedung Parlemen Serbia, Beograd, Senin (5/9).
Negara-negara Non-Blok memperingati 50 tahun KTT Non-Blok yang pertama
yang diselenggarakan di ibukota Yugoslavia, Beograd pada September 1961.
Gerakan Non Blok diprakarsai oleh Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito,
Perdana Menteri India yang pertama Jawaharlal Nehru, Presiden Mesir Gamal
Abdul Nasser, Presiden Ghana yang pertama Kwame Nkrumah, dan Presiden
Indonesia pertama Soekarno. (FOTO ANTARA/REUTERS/Marko
Djurica/ox/11.)
Beograd (ANTARA News) - Gerakan Non-Blok (GNB) Selasa
menegaskan dukungan bagi upaya Palestina untuk menjadi anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada pertemuan tingkat menteri di Beograd, kata Menteri Luar
Negeri Mesir Mohammed Kamel Amr.
"Kami akan terus mendukung upaya Palestina dalam Sidang Majelis Umum ke-
66 untuk pengakuan bagi Negara Palestina berdasarkan perbatasan 4 Juni 1967
dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, dan untuk upaya Palestina
sebagai anggota penuh PBB," kata Kamel Amr dalam konferensi pers di akhir
pertemuan dua hari itu, lapor AFP.
Menteri Mesir, yang memimpin pertemuan Beograd itu, mengingatkan
bahwa kebanyakan anggota GNB sudah mengakui negara Palestina.Namun ia
tidak bisa mengkonfirmasi bahwa semua 118 negara anggota GNB akan
memilih mendukung tawaran Palestina untuk keanggotaannya di PBB ketika
Majelis Umum PBB bertemu pada akhir bulan ini.
Perundingan langsung antara Israel dan Palestina terhenti tak lama setelah
diluncurkan kembali di Washington pada September lalu karena masalah
pembangunan permukiman.
Karena kebuntuan dalam proses perdamaian, Otoritas Palestina meluncurkan
sebuah prakarsa untuk memiliki negara Palestina yang diakui dengan perbatasan
yang ada sebelum Perang Enam Hari 1967.
Pemimpin Palestina Mahmud Abbas akan menyampaikan tawaran untuk
menjadi anggota penuh PBB itu pada 20 September di hadapan Majelis Umum
meskipun mendapat penentangan dari Amerika Serikat dan Israel.
GNB di Beograd bertemu untuk memperingati 50 tahun pertemuan
puncak pertama negara-negara itu yang diadakan di kota yang sama pada tahun
1961.Para pendiri gerakan ini adalah pemimpin Yugoslavia Josip Broz Tito,
Perdana Menteri India pertama Jawaharlal Nehru, Presiden Mesir Gamal Abdel
Nasser, presiden pertama Ghana Kwame Nkrumah dan Presiden Indonesia
pertama Soekarno.
Pertemuan tingkat menteri dua hari yang dibuka Senin terutama untuk
menggelar upacara dan tidak akan berurusan secara mendalam dengan apa yang
disebut Musim Semi Arab, gejolak yang terjadi di negara-negara Arab yang
telah menggulingkan atau mengguncang rezim-rezim lama GNB seperti Mesir,
Tunisia, Suriah, dan Libya. (AK/M016/K004)
Dalam perjalanan sampai dengan sekarang ini Gerakan Non Blok telah
melakukan 10 KTT. Tiap KTT mempunyai warna dan ciri sendiri-sendiri. Dari
warna dan ciri tersebut dapat diketahui partisipasi Gerakan Non Blok dalam
turut memecahkan persoalan-persoalan dunia dengan tetap mengadakan
konsolidasi terhadap tubuh Gerakan agar tetap mengadakan atau agar tetap
sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dan tujuan pokok Non Blok.
Berdasarkan sikap dan posisi yang nampak dalam berbagai pertemuan
Non Blok, secara garis besarnya terdapat 3 pengelompokan di dalam Gerakan
Non Blok,
yaitu :
1. Kelompok MAINSTREAM, yaitu kelompok yang ingin tetap mempertahankan
prinsip-prinsip dasar dan tujuan Gerakan Non Blok, dan yang termasuk dalam
kelompok ini adalah antara lain ; INDONESIA, ARGENTINA, INDIA,
BANGLADESH, GABON, PAKISTAN, SRILANKA, SENEGAL, TUNISIA,
SAUDI ARABIA.
2. Kelompok EKSTRIM KIRI, yaitu dalam kelompok ini termasuk juga negara
yang mempunyai kerjasama di berbagai bidang dengan UNI SOVYET melalui
perjanjian bilateral (Treaty on Friendship and Cooperation) yang terrnasuk
dalam kelompok ini antara lain CUBA, AFGANISTAN, ANGOLA, VIETNAM
dan LIBYA.
3. Kelompok EKSTRIM KANAN, yaitu yang termasuk dalam kelompok ini
antara lain MESIR, SINGAPURA, ZAIRE.
Sebelum kita membicarakan tentang apa saja yang telah dihasilkan selama
Kepempinan Indonesia yang diketuai oleh Bapak Presiden Soeharto ada
baiknya dipaparkan sedikit tentang KTT GNB yang ke 10 yang diselenggarakan
tanggal 1-6 September 1992 yang lalu.
KTT GNB X yang dibuka secara resmi oleh Presiden Soeharto sebagai
Ketua GNB tanggal 1-6 September 1992, yang diikuti oleh 108 negara
anggotanya mengusulkan kerjasama, alih pengalaman dan pengetahuan, dalam
tiga hal yaitu : pangan, kependudukan dan pengurangan beban pembayaran
utang luar negeri. Tiga hal ini adalah merupakan hal yang penting dan yang
paling dulu harus ditangani secara serius. Pesan Jakarta adalah merupakan hasil
KTT Gerakan Non Blok di Jakarta tanggal 1-6 September 1992. Pesan Jakarta
ini terdiri dari 27 butir yang terdiri dari berbagai masalah seperti: Ekonomi,
Politik, Sosial budaya, Ilmu Pengetahuan danlain-lain dan beberapa diantaranya
adalah :
GNB memberikan konstribusi untuk menimbulkan perbaikan bagi iklim politik
Internasional.
GNB menghorrnati kedaulatan suatu negara, mentaati sepenuhnya prinsip tidak
mencampuri urusan dalam negeri negara lain.
GNB ingin agar Israel mundur dari seluruh wilayah Arab yang didudukinya
termasuk Yerussalem.
GNB menyarnbut baik kemajuan dalam pembatasan senjata konvensional dan
nuklir.
GNB menyerukan dipercepatnya pembangunan negara-negara berkembang
berdasarkan stabilitas, perturnbuhan dan distribusi.
GNB melihat kerjasama Selatan-Selatan penting untuk memajukan
pembangunan sendiri dan mengurangi ketergantungan kepada Utara.
GNB menekankan kembali hak asasi manusia dan kebebasan fundamental
kebenaran yang universal.
GNB menyatakan komitmennya konfersi dunia mengenai wanita 1995 –Aksi
persamaan pembangunan dan perdamaian.
GNB yakin integrasi wanita yang sama dan sepenuhnya dalam proses
pembangunan pada segala tingkatan merupakan sasaran GNB.
GNB memproyeksikan gerakan sebagai komponen konstruktif bersemangat dan
sepenuhnya saling tergantung pada hubungan Internasional yang utama.
Oleh karena itu kita dapat melihat hasil-hasil yang akan dicapai setelah
KTT GNB X 1992 dalam kepemimpinan Indonesia dengan Bapak Presiden
Soeharto sebagai Ketua GNB. Banyak yang telah dihasilkan sampai sekarang
ini sebagai contoh adalah :
1. Gerakan Non Blok putuskan untuk mengirim utusan Palestina ke negara-negara
Arab adalah untuk langsung terlibat dalam negosiasi-negosiasi yang mendukung
usaha Palestina memperoleh haknya kembali yang mana keputusan yang
diambil oleh Ketua GNB -Presiden Soeharto mendapat dukungan dari Menlu
Palestina Farouk Kaddoomi seusai sidang Komite Palestina GNB di Bali yang
dalam hal ini menurutnya keputusan tersebut menunjukkan dukungan Gerakan
Non Blok kepada rakyat Palestina dalam memperoleh haknya kembali dan akan
berusaha membuat warga Israel mundur dari kawasan yang diduduki. Komite
Palestina GNB terdiri dari Aljazair, India, Bangladesh, Senegal, Gambia,
Zimbabwe, Palestina dan Indonesia, komisi GNB untuk Palestina diketuai oleh
Indonesia.
2. Gerakan Non Blok ingin berdialog dengan Peserta KTT G7 di TOKYO.
Presiden Soeharto sebagai Ketua GNB dalam dialog tersebut sebenarnya ingin
menyampaikan berbagai masalah terutama yang tercantum dalam PesanJakarta
(the Jakarta Messages), dimana salah satu hasil KTT-GNB di Jakarta tahun
1992 adalah negara negara GNB akan mengadakan kerjasama misalnya negara
Afrika akan mengirimkan petani atau petugas Keluarga Berencana ke Indonesia
untuk melakukan magang. Namun karena Indonesia dan negara Afrika itu tidak
memiliki dana yang cukup untuk membiayai program magang ini, maka akan
dicari Negara ketiga terutama negara maju yang bersedia membiayai
pengiriman petani Afrika ke Indonesia. Dialog negara maju dan berkembang
yang disebut sebagai dialog Utara Selatan. Dialog yang diharapkan akan
tercapai itu ternyata tidak dapat dicapai sehubungan dengan tidak diundangnya
Presiden Soeharto sebagai ketua GNB dalam KTT G-7 di Tokyo. Sikap negara
maju yang mengabaikan niat baik Gerakan Non Blok untuk menyampaikan
suaranya dalam kesempatan KTT G-7 di Jepang disesalkan oleh pemerintah
Republik Indonesia. Apa yang hendak disampaikan adalah buah pikiran negara
anggota GNB terhadap keadaan dunia saat ini, situasi dunia yang tengah
dihadapi dan usulan terhadap upaya bersama yang dapat dijalin oleh negara
maju maupun negara sedang berkembang. Kelompok G-7 dalam hal ini terdiri
dari Inggris, Kanada, Perancis, Jerman, March 11, Italia, Jepang dan Amerika
Serikat.
Dalam prospek tindak lanjut ini dipertanyakan apakah Gerakan Non Blok
akan diteruskan, karena pada satu sisi masalah pertentangan antara blokBarat
dan blok Timur sudah berakhir. Presiden Soeharto mengatakan “Selama
Perdamaian Dunia terancam kemerdekaan bangsa berkembang, aspirasi rakyat
terhambat dan ketidak adilan ekonomi masih berlanjut maka selam aitu juga
GNB tetap berada digaris depan untuk berjuang menentangnya”.
Bouthros-Ghali mengatakan gerakan Non Blok harus tetap ada walaupun telah
usai dekolonisasi dan pendekatan timur barat yang diikuti lenyapnya blok
persekutuan politik dan keamanan global. Non Blok harus tetap pada 5 prinsip
politiknya yaitu:
- Tidak bersekutu dalam konteks konfrontasi timur barat.
- Bersekutu daa perjuangan arti kolonial
- Tidak terlibat dalam persekutuam militer multilateral
- Tidak terlibat dalam persekutuan militer bilateral dengan suatu negara adidaya
- Tidak memberi tempat pada suatu pangkalan militer suatu negara adidaya