Anda di halaman 1dari 7

PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS KEHILANGAN

ATAU KERUSAKAN BARANG BAGASI


TRANSPORTASI UDARA
Muhammad Alifia
Alfareza
* 181011147
Program studi Teknik Penerbangan
Fakultas Teknologi Kedirgantaraan,
Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma
Komplek Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta 13610, Indonesia
Rezcong1905@gmail.com

Abstrak
Kehilangan atau kerusakan bagasi sering terdengar di dunia penerbangan Indonesia. Hal ini termasuk
salah satu resiko saat terbang yang berhubungan dengan handling dari pihak ground handling maskapai maupun
alasan lain. Kehilangan biasanya terjadi pada bagasi yang tercatat saat check in, namun tidak menutup
kemungkinan juga terjadi pada bagasi yang dibawa ke kabin. Identifikasi masalah: 1. Bagaimana perlindungan
konsumen kehilangan atau kerusakan barang bagasi transportasi udara? dan 2. Bagaimana pertanggungjawaban
perusahaan transportasi udara, apabila terjadi kehilangan atau kerusakan barang di bagasi? Metode penelitian
yang digunakan adalah Yuridis Normatif. Hasil penelitian: Perlindungan terhadap konsumen angkutan udara
telah meratifikasi Convention for the Unification of Certain Rules for International Carriage by Air (Konvensi
Unifikasi Aturan-Aturan Tertentu Tentang Angkutan Udara Internasional), atau yang lebih dikenal dengan
Konvensi Montreal 1999. Ratifikasi Konvensi Montreal 1999 ini telah diadopsi ke dalam peraturan nasional
Indonesia melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 tahun 2016 tanggal 21 November 2016
tentang Pengesahan Konvensi Unifikasi Aturan-Aturan Tertentu Tentang Angkutan Udara Internasional.
Peraturan Presiden tersebut mulai berlaku sejak 23 November 2016, yang bertujuan untuk memberlakukan
ketentuan Internasional tersebut sebagai payung hukum nasional dalam pengaturan tanggung jawab pengangkut
yang dilakukan oleh angkutan udara internasional dan memberikan jaminan kepastian hukum bagi penumpang,
barang, bagasi dan kargo pada angkutan udara internasional. Serta memberikan perlindungan bagi maskapai
penerbangan berupa adanya batas besaran tanggung jawab kompensasi kepada penumpang, barang bagasi, dan
kargo penerbangan internasional. Ratifikasi hukum tanggung jawab pengangkut Internasional ini melengkapi
hukum tanggung jawab pengangkut di Indonesia. Sebelumnya, Indonesia sudah mempunyai hukum tanggung
jawab pengangkut untuk penerbangan nasional yaitu Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 77 Tahun 2011
tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, mengenai hilang, musnah dan rusaknya bagasi tercatat
terdapat dalam Pasal 2 huruf c. Sedangkan Jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang mengalami
kehilangan, musnah atau rusaknya bagasi tercatat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c terdapat dalam
ketentuan Pasal 5 yaitu mengenai ganti kerugian.

Kata kunci : Perlindungan,Konsumen,Transportasi.


A. Latar Belakang

Kebutuhan masyarakat akan selaku konsumen.


transportasi udara yang semakin
meningkat mengakibatkan semua lapisan
masyarakat membutuhkan transportasi B. Metode Penelitian
udara dalam melakukan aktivitas Metode yang digunakan
perjalanan dinilai lebih cepat, efisien dan
dalam penelitian ini adalah penelitian
ekonomis. Maka tidak bisa dipungkiri jika
hingga saat ini transportasi udara atau normatif atau disebut juga penelitan
pesawat menjadi moda transportasi yang hukum kepustakaan adalah :
sering dimanfaatkan untuk penerbangan “Penelitian hukum yang dilakukan
jarak jauh seperti dari satu negara ke dengan cara meneliti bahan pustaka
negara lainnya, dari pulau ke pulau atau data sekunder belaka”.1 Data
lainnya, selain karena lebih cepat, pesawat
yang digunakan dalam penelitian ini
juga bisa menjangkau pulau-pulau kecil di
Indonesia lewat adanya bandara-bandara adalah data sekunder yaitu data yang
baru yang dibangun. sumbernya diperoleh dari kajian
Pesawat memiliki salah satu kepustakaan dan dilaksanakan dengan
fasilitas yang namanya bagasi, bagasi ini menginventaris seluruh peraturan dan
sebagai tempat untuk menyimpang barang data yang ada kaitannya dengan objek
bawaan penumpang. Bagasi pesawat dapat
penelitian yang diperoleh dari : bahan
dibedakan menjadi dua yaitu bagasi
tercatat dan bagasi kabin. Pada dasarnya hukum primer, bahan hukum
semua barang dapat amasuk ke dalam sekunder dan bahan hukum tersier
bagasi tercatat pesawatNamun beberapa yaitu bahan yang memberikan
maskapai penerbangan memberi batasan penjelasan terhadap bahan hukum
mengenai barang penumpang yang dapat primer dan bahan hukum sekunder
diangkut di bagasi pesawat untuk
yang berupa kamus dan ensiklopedia.
kenyamanan dan keamanan para
penumpang. Bagasi tercatat biasanya
dibatasi dalam suatu kilogram setiap C. Pembahasan dan Analisis
penumpang menggunakan jasa bagasi
tercatat apabila mereka bepergian naik 1. Perlindungan Hukum Terhadap
pesawat. Untuk bagasi tercatat, karena Konsumen Angkutan Udara
barang penumpang diserahkan kepada
Istilah konsumen berasal dari kata
pihak maskapai penerbangan maka
menjadi tanggung jawab pihak maskapai consumer (Inggris-Amerika), atau
penerbangan selaku pelaku usaha dan consumen/konsument (Belanda).
konsumen telah memberi kepercayaan Secara harfiah arti kata consumer
kepada pihak maskapai penerbangan adalah setiap orang menggunakan
untuk mengamankan barang-barangnya barang.3 Menurut Kurniawan
selama di pesawat. Sedangkan untuk
mengatakan bahwa : “Hukum
bagasi kabin yaitu barang penumpang
masuk bersamaan dengan penumpang perlindungan konsumen adalah
artinya barang tersebut di bawa langsung keseluruhan asas-asas dan kaitan yang
oleh penumpang maspakai penerbangan, mengatur dan melindungi konsumen
dan merupakan tanggungjawab berada dalam hubungan dan masalah
pada penumpang penyediaan dan penggunaan produk
konsumen antara penyedia dan
penggunaannya dalam
bermasyarakat”.4 Oleh karena itu,
pemerintah penetapkan sistem usaha mempunyai hak dan kewajiban
perlindugnan hukum terhadap sesuai ketentuan Pasal 6 dan Pasal 7.
konsumen melalui UndangUndang Tetapi mengenai perlindungan hukum
Nomor 8 Tahun 1999 tentang terhadap konsumen angkutan udara
Perlindungan Konsumen. Mengenai Pemerintah Indonesia telah
definisi perlindugnan konsumen, meratifikasi Konvensi Montreal 1999,
termuat dalam ketentuan Pasal 1 ke dalam regulasi nasionalnya dan
angka 1 UndangUndang Nomor 8 telah menempatkan dirinya kedalam
Tahun 1999 tentang Perlindungan posisi sejajar dengan 122 negara-
Konsumen, bahwa : “Perlindungan negara anggota ICAO lainnya yang
konsumen adalah segala upaya yang juga telah meratifikasi Konvensi
menjamin adanya kepastian hukum Montreal 1999.
untuk memberi perlindungan kepada
Adapun nilai terbaru tanggung
konsumen”.
jawab pengangkut sesuai dengan yang
Pemerintah Indonesia telah telah ditentukan dalam Konvensi
memberikan perlindungan secara Montreal 1999 adalah :
khusus yang mengatur mengenai
1) Jumlah kompensasi bagi
ganti rugi dan tanggungjawab
penumpang yang meninggal atau
penggangkut udara terhadap
menderita akibat kecelakaan pesawat
konsumen angkutan udara diatur
udara sampai dengan 113.100 Special
secara khusus melalui Ratifikasi
Drawing Rights (SDR) atau sekitar Rp
Konvensi Montreal 1999 yaitu
2,03 miliar sesuai dengan Pasal 21
Convention for the Unification of
ayat (1);
Certain Rules for International
Carriage by Air (Konvensi Unifikasi 2). Jika penumpang ingin mengajukan
AturanAturan Tertentu Tentang klaim melebihi batas 113.100 SDR
Angkutan Udara Internasional) yang tersebut, berlaku asas tanggung
telah diadopsi ke dalam peraturan jawab berdasarkan unsur kesalahan
nasional Indonesia melalui Peraturan (liability based on fault). Maskapai
Presiden RI Nomor: 95 tahun 2016 penerbangan harus membuktikan
tanggal 21 November 2016 tentang bahwa tidak ada kesalahan yang
Pengesahan Konvensi Unifikasi disengaja di pihaknya sesuai dengan
Aturan-Aturan Tertentu Tentang Pasal 21 ayat (2);
Angkutan Udara Internasional dan
Peraturan Menteri Perhubungan 3). Dalam hal kerugian yang
Nomor PM 77 tahun 2011 tentang diakibatkan oleh keterlambatan
Tanggung Jawab Pengangkut pesawat udara, maskapai
Angkutan Udara. penerbangan wajib memberikan
kompensasi maksimum 4. 694 SDR
Negara dalam memberikan atau sekitar Rp 84,2 juta sesuai
perlindungan hukum terhadap dengan Pasal 22 ayat (1);
konsumen angkutan udara secara
umum ketentuan yang mengatur 4). Untuk kehilangan, kerusakan,
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 ataupun musnahnya barang bawaan
Tentang Perlindungan Konsumen, dan bagasi, tanggung jawab
yang mengatur hak dan kewajiban pengangkut udara dibatasi sampai
konsumen sesuai dengan ketentuan dengan maksimum 1.131 SDR atau
Pasal 4 dan Pasal 5 sedangkan pelaku
sekitar Rp 20,3 juta sesuai dengan Pasal Thai sudah memiliki sistem dan
22 ayat (2); manajemen bagasi sendiri. Jika pun tidak
menggunakan maskapai penerbangan
5). Untuk pengiriman kargo, pada besar tersebut, bisa tanyakan apakah
kerusakan, kehilangan, keterlambatan, maskapai yang akan di naiki sudah
atau musnahnya kargo, pengirim berhak terintegrasi dengan manajeman bagasi
atas ganti rugi maksimum 19 SDR atau yang baik. Namun untuk bandara-bandara
sekitar Rp 341 ribu per kilogram sesuai kecil, biasanya maskapai akan
dengan Pasal 22 ayat (3); (1 SDR setara menyerahkan sistem bagasi pada
dengan sekitar 1,35 USD berdasarkan data perusahaan ground handling lokal di kota
IMF per tanggal 24 Januari 2017. tersebut. Jadi di sini kemungkinan akan
Sedangkan kurs dollar AS rata-rata sering terjadi masalah. Kesalahan
sebesar Rp. 13.300,- per tanggal 1 dokumentasi, tidak terintegrasinya sistem.
Februari 2017) Pasal 1 angka 25. dengan pusat, dan
Ratifikasi hukum tanggung jawab berbagai hal lainnya yang memungkinkan
pengangkut Internasional ini melengkapi semakin besarnya kerusakan bahkan
hukum tanggung jawab pengangkut di kehilangan bagasi.
Indonesia. Sebelumnya, Indonesia sudah Sedangkan untuk barang yang
mempunyai hukum tanggung jawab rusak, pelaksanaan pertanggungjawaban
pengangkut untuk penerbangan nasional, pada bagasi penumpang itu dimulai pada
yaitu Peraturan Menteri Perhubungan pelayanan, misalnya apabila penumpang
Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang datang dari kota lain ke kota “A”
Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan membawa bagasi, maka penumpang itu
Udara. harus menemukan bagasinya sendiri
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 terlebih dahulu. Setelah keluar dari pintu
angka 24 dan angka 52 di atas bahwa keluar kemudian di cek label yang ia
bagasi dibedakan menjadi dua yaitu bagasi pegang dengan yang ada pada bagasinya,
tercatat dan bagasi kabin. apabila sudah sesuai maka label dicopot
dan bisa diperbolehkan ke luar dari
Apabila barang bagasinya hilang bandara.
atau rusak, maka penumpang (konsumen)
memberitahu dengan cara melapor. Tetapi Namun bukan hanya maskapai
sebelum melapor pihak penumpang atau penerbangan atau perusahaan ground
pelapor harus mengetahui tentang sistem handling, kerusakan dan kehilangan bagasi
bagasi di bandara. juga secara tidak langsung menjadi
tanggung jawab pihak bandara selaku
Tidak semua maskapai penanggung jawab keamanan bandara.
penerbangan mempunyai sistem dan Bandara sebagai penyedia berbagai
manajemen tentang bagasi secara fasilitas yang ada di bandara, maka
comprehensif. Karena itu ada perusahaan perusahaan ground handling dan maskapai
yang menyediakan sistem dan manajemen penerbangan membayar sewa dan konsesi
untuk bagasi, perusahaan tersebut disebut kepada pengelola bandara. Oleh karena itu
perusahaan Ground Handling. Perusahaan pengelola bandara wajib memberikan
ground handling tidak selalu dari luar keamanan kepada seluruh pengguna
maskapai, ada juga maskapai penerbangan bandara. Saat ini pengelola besar bandara
besar dan sudah memiliki manajemen ada PT Angkasa Pura I dan II, serta untuk
bagasi yang baik juga menawarkan bandara-bandara kecil Unit Pelanksanan
jasanya ke berbagai perusahaan maskapai Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
penerbangan lainnya.
Asas perlindungan konsumen
Jadi harus memastikan dan ditegaskan dalam Pasal 2 Undang-Undang
mencari tau apakah maskapai penerbangan Nomor 8 Tahun 1999 tentang
yang digunakan sudah memiliki jaringan Perlindungan Konsumen, merumuskan
sistem dan manajemen bagasi sendiri. bahwa: “Perlindungan konsumen
Perusahaan maskapai besar seperti Garuda berasaskan manfaat, keadilan,
Indonesia, MAS, JAL, China Airlines, dan keseimbangan, keamanan dan keselamatan
konsumen, serta kepastian hukum”.7 seperti senjata api, segala benda runcing
Selain itu tujuan dari perlindungan yang dapat melukai orang, dan benda yang
konsumen, menurut Pasal 3 mudah terbakar.20 Sedangkan
UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 barangbarang seperti uang, perhiasan,
tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:. serta dokumen penting.
Perlindungan konsumen bertujuan:
Menurut H.M.N. Purwosutjipto,
a. meningkatkan kesadaran, kemampuan barang-barang yang dibawa oleh
dan kemandirian konsumen untuk penumpang dalam perjanjian ada 2 (dua)
melindungi diri; macam, yaitu :

b. mengangkat harkat dan martabat a. Barang bawaan, ialah barang-barang


konsumen dengan cara menghindarkannya kecil, yang dapat dibawa serta oleh
dari ekses negatif pemakaian barang penumpang dalam tempat duduknya,
dan/atau jasa; misalnya koper tangan (handback).
Adanya barang-barang ini tidak perlu
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dilaporkan kepada penangkut dan terhadap
dalam memilih, menentukan dan menuntut barang-barang ini tidak dipungut biaya.
hakhaknya sebagai konsumen;
b. Barang-barang bagasi ialah
d. menciptakan sistem perlindungan barangbarang yang dilaporkan kepada
konsumen yang mengandung unsur pengangkut dan untuk itu penumpang
kepastian hukum dan keterbukaan mendapat tanda pengenal bagasi. Sampai
informasi serta akses untuk mendapatkan berat tertentu penumpang dapat
informasi; melaporkan barang bagasi tanpa biaya.
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha E. Kesimpulan
mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang 1. Perlindungan hukum terhadap
jujur dan bertanggung jawab dalam konsumen angkutan udara yaitu melalui
berusaha; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen yang
f. meningkatkan kualitas barang dan / atau mengatur secara umum dalam melindungi
jasa yang menjamin kelangsungan usaha konsumen, sedangkan perlindungan
produksi barang dan / atau jasa, kesehatan, hukum terhadap konsumen angkutan
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan udara pemerintah telah meratifikasi
konsumen. Konvensi Montreal 1999 yaitu Convention
Pengangkutan barang merupakan for the Unification of Certain Rules for
salah satu bentuk produk atau layanan International Carriage by Air (Konvensi
perusahaan penerbangan. Hampir setiap Unifikasi Aturan-Aturan Tertentu Tentang
penumpang yang menggunakan jasa Angkutan Udara Internasional) yang telah
transportasi udara membawa barang baik diadopsi ke dalam peraturan nasional
barang keperluan sehari-hari atau barang Indonesia melalui Peraturan Presiden RI
untuk dijual kembali. Barang-barang yang Nomor: 95 tahun 2016 tanggal 21
dibawa tersebut beraneka ragam jenis November 2016 tentang Pengesahan
antara lain pakaian, perhiasan, alat Konvensi Unifikasi Aturan-Aturan
elekrtonik dan lain-lain. Tertentu Tentang Angkutan Udara
Internasional. Ratifikasi hukum tanggung
Ketentuan – ketentuan barang jawab pengangkut Internasional ini
yang tidak diperbolehkan untuk dibawa melengkapi hukum tanggung jawab
oleh penumpang harus ditaati. pengangkut di Indonesia yaitu Peraturan
Pemberitahuan tentang barang ini Menteri Perhubungan Nomor PM 77 tahun
bertujuan untuk keamanan bersama dalam 2011 tentang Tanggung Jawab
setiap penerbangan pihak penumpang dan Pengangkut Angkutan Udara. Maka dalam
awak pesawat dilarang membawa barang- hal ini pemerintah dalam sudah
barang bawaan ke dalam kabin maupun di memberikan payung hukum dalam
dalam bagasi. Barang-barang berbahaya memberikan perlindungan hukum
terhadap konsumen angkutan udara Martono dan Agus Pramono, Hukum
melalui peraturan perundangundangan Udara Perdatda Nasional dan
ada. Internasional, Jakarta : RajaGrafindo
Persada, 2016.
2. Pada saat barang bagasi tercatat hilang
atau rusak maka tertanggungjawaban Muhammad, Abdulkadir, Hukum
perusahaan transportasi udara, harus Pengangkutan Niaga, Bandung: Citra
memberikan ganti kerugian yang mengacu Aditya Bakti, 2008.
pada Konvensi Montreal 1999, dalam
ketentuan Pasal 22 ayat (2) diatur bahwa : Pieres, Jhon dan Wiwik Sri Widiarty,
Untuk kehilangan, kerusakan, ataupun Negara Hukum dan Perlindungan
musnahnya barang bawaan dan bagasi, Konsumen, Jakarta : Pelangi Cendekia,
tanggung jawab pengangkut udara dibatasi 2007.
sampai dengan maksimum 1.131 SDR Purwosutjipto, H.M.N., Pengertian Pokok
bagi hukum pengangkut internasional dan Hukum Dagang Indonesia 3 Hukum
bagi hukum nasional dapat menerapkan Pengangkutan, Jakarta : Djambatan, 2003
ketentuan Pasal 5 Peraturan Menteri
Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang . Shidarta. Hukum Perlindungan
Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Konsumen. Jakarta: Grasindo,2000.
Udara. Apabila barang bagasi itu tidak
Sidobalok, Janus, Hukum Perlindungan
bisa diketemukan atau hilang maka sesuai
Konsumen di Indonesia, Bandung : Citra
dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf a
Aditya Bakti, 2014.
kehilangan bagasi tercatat atau isi bagasi
tercatat atau bagasi tercatat musnah Soekanto Soejono, Pengantar Penelitian
diberikan ganti kerugian. Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia,
2014.
F. Saran
Soekanto, Soejono dan Sri Mamudji,
1. Perlu memberikan pengawasan secara
Penelitian Hukum Normatif (Suatu
khusus kepada perusahaan penerbangan
Tinjauan Singkat), Jakarta : RajaGrafindo
demi memberikan perlindungan terhadap
Persada, 2014.
konsumen angkutan udara.
Peraturan Perundang-Undangan
2. Perlu memberikan penegakan hukum
secara tegas apabila terjadi barang bagasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009
tercatat konsumen angkutan udara hilang tentang Penerbangan
atau rusak.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
G. Daftar Pustaka tentang Perlindungan Konsumen
Buku-buku Ahmadi Miru & Sutarman Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung
Edisi Revisi,Jakarta, Rajagrafindo, 2008 Jawab Pengangkut Angkutan Udara.
Hutagaol, Desmond, Pengantar
Penerbangan Perspektif Profesional,
Jakarta : Erlangga, 2013.

Kristiayanti, Celina Tri, Hukum


Perlindungan Konsumen, Jakarta : Sinar
Grafika, 2012.

Kurniawan, Hukum Perlindungan


Konsumen: Problematika Kedudukan dan
Kekuatan Putusan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK), Malang :
Universitas Brawijaya Press, 2011.

Anda mungkin juga menyukai