Anda di halaman 1dari 19

SEMINAR GEOLOGI

TIPE - II

ANALISIS POTENSI BENCANA ABRASI DAN TSUNAMI DI PESISIR

CILACAP

Oleh:

ANDRE ZULYAN SIKUMBANG


410017124

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi kurikulum semester VII dan
untuk mendapatkan nilai mata kuliah seminar geologi, di Program Studi Teknik
Geologi Institut Teknologi Nasional Yogyakarta

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA

2020
HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul : Analisis Potensi Bencana Abrasi Dan


Tsunami Di Pesisir Cilacap
2. Tipe Seminar : II
3. Identitas Mahasiswa

a. Nama : Andre Zulyan Sikumbang


b. Nim : 410017124
c. Perguruan Tinggi : ITNY
d. Program Studi : Teknik Geologi
4. Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Setyo Pambudi, M.T
5. Lokasi : Bawakaraeng, Provinsi Sulawesi Selatan
6. Jangka Waktu Seminar : 2 bulan
7. Biaya Seminar : Rp. 0,-

Yogyakarta, 16 Februari 2020

Dosen Pembimbing Penyusun

Dr. Ir. Setyo Pambudi, M.T Andre Zulyan Sikumbang


NIK. 1973 0058 NIM: 410017124

Mengetahui,

Ketua Program Studi Teknik Geologi

Ignatius Adi Prabowo, S.T., M.Si.

NIK. 1973 0251

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Proposal Usulan Tugas Akhir yang
berjudul “Identifikasi Bencana Banjir Serta Potensi Cuaca Dan Upaya Mitigasi,
Daerah Cijeruk, Provinsi Jawa Barat”. Proposal Seminar tipe II ini dibuat sebagai
bagian dari mata kuliah Seminar Geologi pada program studi Teknik Geologi
Institut Teknologi Nasional Yogyakarta.
Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu,
membimbing serta memberikan semangat dalam penyusunan Proposal Usulan
Seminar Tipe II, terkhusus kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi hikmat dan berkat untuk penulis.
2. Bapak Dr. Ir. H. Ircham M.T. selaku Rektor Institut Teknologi Nasional
Yogyakarta.
3. Bapak Dr. Ir. Setyo Pambudi M.T. selaku Dekan Fakultas Teknologi Nasional
Yogyakarta.
4. Bapak Ignatius Adi Prabowo S.T.,M.T selaku Ketua Program Studi Teknik
Geologi Departemen Teknik Institut Teknologi Nasional Yogyakarta.
5. Bapak Dr. Ir. Setyo Pambudi, M.T selaku Pembimbing Seminar.
6. Bapak, ibu dan saudara-saudara yang selalu memberikan dorongan baik secara
moral maupun moril.
7. Teman-teman Angkatan ke 17 Teknik Geologi dan semua orang yang telah
membantu penulis. Semoga Proposal Usulan Tugas Akhir ini dapat
bermanfaat bagi penulis dalam melaksanakan penelitian. Akhir kata saya
ucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 16 Februari 2020

iii
DAFTAR ISI

COVER
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
DAFTAR TABEL.................................................................................................vi
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Maksud Dan Tujuan..................................................................................2
1.3 Perumusah masalah...................................................................................2
1.4 Lokasi Penelitian.......................................................................................2
1.5 Metode Penelitian......................................................................................3
1.6 Personal Peneliti........................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................5
2.1 Geologi Regional.......................................................................................5
2.1.1 Fisiografi Regional.............................................................................5
2.1.2 Struktur Regional...............................................................................7
2.1.3 Stratigrafi Regional............................................................................9
BAB III..................................................................................................................11
JADWAL PELAKSANAAN...............................................................................11
BAB IV..................................................................................................................12
PERKIRAAN BIAYA..........................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

iv
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

v
vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut UU Nomor 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau


rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. Bencana terjadi karena adanya ancaman,dampak dan
kerentanan. Bencana dapat mengancam semua wilayah di Indonesia baik di
wilayah daratan, pegunungan maupun di wilayah pesisir termasuk
kabupaten pesisir Cilacap. Kabupaten Cilacap dipengaruhi bentangan
Serayu Utara dan Serayu Selatan yang dipisahkan oleh Depresi Serayu yang
membentang dari Majenang (Kabupaten Cilacap), Purwokerto, hingga
Wonosobo.Kabupaten Cilacap juga dilalui oleh lempeng Eurasia yang
bertumbukan dengan lempeng Indo-Australia. Akibat tumbukan tersebut,
lempeng Indo-Australia menunjam di bawah lempeng Eurasia dan terjadi
akumulasi energi yang pada titik jenuhnya akan menyebabkan gempa.
Kendati begitu, justru bencana tsunami dan abrasi yang sangat mengancam
kehidupan masyarakat di Cilacap. Abrasi atau biasa disebut juga dengan
erosi pantai adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan
arus laut yang sifatnya merusak. Sedangkan tsunami adalah gelombang laut
besar yang diawali oleh gempa yang terjadi di dasar laut, kedalaman pusat
gempa kurang dari 60 km, magnitudo lebih besar dari 7,0 skala Richter,
serta jenis penyesaran gempa tergolong sesar naik atau sesar turun yang
memberikan dampak yang sangat hebat bagi kehidupan manusia di wilayah
pesisir.Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang
tingkat kerawanan bencana tsunami dan abrasi di wilayah pesisir Cilacap
agar ada kesiapsiagaan untuk mengurangi resiko bencana. Pengurangan

1
resiko bencana dapat dilakukan melalui membangun jalur evakuasi,
greenbelt dan waterbreak.

1.2 Maksud Dan Tujuan


Maksud dari penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang
adanya bencana tsunami dan abrasi pada pesisir pantai cilacap.
bertujuan untuk membangun peta wilayah rawan bencana tsunami dan
abrasi, dan (2) membangun model pengurangan resiko bencana.

1.3 Perumusah masalah


1. Apa penyebab dampak potensi tsunami yang berada di wilayah pesisir
pantai?
2. Bagaimana cara membuat jalur evakuasi pada pesisir pantai ?
1.4 Lokasi Penelitian
Secara administrative daerah penelitian termasuk dalam daerah
Cilacap terletak, provinsi jawa tengah. Secara geografis terletak pada.
 108º4'30“ – 109º22'30“ Garis Bujur Timur dan 7º30'20“ – 7º45' Garis
Lintang Selatan, dengan luas wilayah 225.361 Km2 .

Kabupaten cilacap

Gambar. 1.1 peta lokasi penelitian daerah cilacap

1.5 Metode Penelitian

Tulisan ini dibangun berdasarkan hasil penelitian di Wilayah Pesisir


Cilacap yang mengukur variabel : (1) variabel bencana, terdiri dari lebar
abrasi pantai dan gejala tsunami, (2) variabel fisik dan biologi, yaitu jenis
tanah, tingkat kelerengan, tingkat kerusakan vegetasi, tingkat penutupan

2
wilayah, penggunaan wilayah dan (3) analisis sosial ekonomi masyarakat.
Metode yang digunakan adalah (1) analisis pemetaan, (2) analisis penentuan
kerusakan ekosistem mangrove, (3) penentuan abrasi pantai, (4) penentuan
kerawanan tsunami. Setelah diukur potensi kerawanan bencana, kemudian
dilakukan analisis data yang berupa : (1) analisis pemetaan abrasi yang
dilakukan melalui tahapan penyusunan peta perubahan garis pantai,
penyusunan peta garis pantai dan field check, (2) analisis pemetaan tsunami
yang disusun melalui analisis faktor penutupan lahan, faktor kelas lereng,
faktor ketinggian tempat, faktor indeks rasio antara kelas lereng dengan
ketinggian tempat, faktor bentuk lahan, dan faktor indeks jarak wilayah atau
objek terhadap tubuh air sebagai media penghantar gelombang tsunami., (3)
membangun peta jalur evakuasi, (4) membangun rencana rehabilitasi dan
rekontruksi dengan membangun jalur hijau dan pembuatan tanggul-tanggul
penahan gempuran ombak (break water).

1.6 Personal Peneliti

1. a. Judul Makalah :Analisis potensi bencana abrasi dan tsunami di


pesisir cilacap

b. Kategori : Penelitian Tipe 2

2. Hasil penelitian tersebut akan dibahas kembali dalam seminar geologi


oleh :
a. Nama Lengkap : Andre Zulyan Sikumbang

b. JenisKelamin : Laki - Laki

c. NIM : 410017124

d. Perguruan Tinggi : Institut Teknologi Nasional Yogyakarta

e. Program Studi : Teknik Geologi

f. DosenPembimbing : Dr. Ir. Setyo Pambudi, M.T

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional


2.1.1 Fisiografi Regional
Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah oleh van Bemmelen,
(1949) dibagi menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: Dataran Aluvial Jawa
Utara, Gunungapi Kuarter, Antiklinorium Bogor – Serayu Utara –
Kendeng, Deperesi Jawa Tengah, Pegunungan Serayu Selatan, dan
Pegunungan Selatan Jawa (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Fisiografi Jawa Tengah (van Bemmelen, 1949).

 Dataran Aluvial Jawa Utara, mempunyai lebar maksimum 40


km kea rah selatan. Semakin ke arah timur, lebarnya
menyempit hingga 20 km.
 Gunungapi Kuarter di Jawa Tengah antara lain G. Slamet, G.
Dieng, G. Sundoro, G. Sumbing, G. Ungaran, G. Merapi, G.
Merbabu, dan G. Muria.
 Zona Serayu Utara memiliki lebar 30-50 km. Di selatan tegal,
zona ini tertutupi oleh produk gunungapi kwarter dari G.

4
Slamet. Di bagian tengah ditutupi oleh produk volkanik
kwarter G. Rogojembangan, G.Ungaran, dan G.Dieng. Zona ini
menerus ke Jawa Barat menjadi Zona Bogor dengan batas
antara keduanya terletak di sekitar Prupuk, Bumiayu hingga
Ajibarang, persis di sebelah barat G. Slamet, sedangkan ke arah
timur membentuk Zona Kendeng. Zona Antiklinorium Bogor
terletak di selatan Dataran Aluvial Jakarta berupa
Antiklinorium dari lapisan Neogen yang terlipat kuat dan
terintrusi. Zona Kendeng meliputi daerah yang terbatas antara
Gunung Ungaran hingga daerah sekitar Purwodadi dengan
singkapan batuan tertua berumur Oligosen-Miosen Bawah
yang diwakili oleh Formasi Pelang.
 Zona Depresi Jawa Tengah menempati bagian tengah
hingga selatan. Sebagian merupakan dataran pantai
dengan lebar 10-25 km. Morfologi pantai ini cukup
kontras dengan pantai selatan Jawa Barat dan Jawa Timur
yang relatif lebih terjal.

 Pegunungan Selatan Jawa memanjang di sepanjang pantai


selatan Jawa membentuk morfologi pantai yang terjal. Namun
di Jawa Tengah, zona ini terputus oleh Depresi Jawa Tengah.
 Pegunungan Serayu Selatan terletak di antara Zona Depresi
Jawa Tengah yang membentuk kubah dan punggungan. Di
bagian barat dari Pegunungan Serayu Selatan yang berarah
barat-timur dicirikan oleh bentuk antiklonorium yang berakhir
di timur pada suatu singkapan batuan tertua terbesar di Pulau
Jawa, yaitu daerah Luk Ulo, Kebumen.
Berdasarkan pembagian zona ini, daerah penelitian termasuk
Zona Serayu Utara. Ke arah utara, daerah ini berbatasan dengan
Dataran Aluvial Jawa Utara. Di bagian selatan dibatasi oleh depresi
Jawa Tengah. Di bagian barat dan timur dibatasi oleh Zona
Gunungapi Kwarter. Daerah penelitian merupakan bagian dari
Cekungan Serayu Utara (Mukti dkk., 2008) (Gambar 2.2).

5
LAUT JAWA

Daerah Penelitian

Gambar 2.2 Tatanan tektonik dan konfigurasi basement dari Jawa Barat
dan Jawa Tengah (modifikasi Muchsin dkk., 2002 op. cit.
Mukti dkk., 2008).

2.1.2 Kerangka Tektonik


Pulau Jawa secara tektonik dipengaruhi oleh dua lempeng
besar, yaitu Lempeng Eurasia di bagian utara dan Lempeng Indo-
Australia dibagian selatan. Pergerakan dinamis dari lempeng-
lempeng ini menghasilkan perubahan tatanan tektonik Jawa dari
waktu ke waktu (Gambar 2.3). Secara berurutan, rejim tektonik Jawa
mengalami perubahan yang dimulai dengan kompresi, kemudian
mengalami regangan dan kembali mengalami kompresi.

250
km

6
Gambar 2.3 Kerangka Tektonik Regional (Kartanegara dkk.,
1987 op.cit. Casdira, 2007)

Pulunggono dan Martodjojo (1994) menjelaskan bahwa


tektonik kompresi terjadi pada Kapur Akhir-Eosen (80-52 juta tahun
yang lalu), yang diakibatkan oleh penunjaman berarah timurlaut-
baratdaya dari Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia.
Tektonik regangan terjadi pada Kala Eosen-Oligosen Akhir akibat
dari berkurangnya kecepatan gerak Lempeng Indo-Australia.
Tektonik Kompresi kembali terjadi pada kala Oligosen-Miosen
Awal, akibat terbentuknya jalur penunjaman baru di selatan Jawa.
Pada Eosen Akhir-Miosen Awal pusat kegiatan magma berada di
Pegunungan Serayu Selatan, Bayat, dan Parangtritis. Kegiatan
magma yang lebih muda yang berumur Miosen Akhir- Pliosen
bergeser ke utara dengan dijumpai singkapan batuan volkanik di
daerah Karangkobar, Banjarnegara (Asikin, 1992). Pada kala Miosen
Tengah-Pliosen Awal, posisi tektonik Cekungan Serayu Utara
merupakan bagian dari cekungan belakang busur (Kartanegara dkk.,
1987)

2.1.3 Stratigrafi Regional


Stratigrafi Regional yang digunakan penulis mengacu pada
Djuri dkk. (1996), Kastowo dan Suwarna (1996) dan Condon dkk.
(1996). Batuan tertua pada daerah penelitian adalah Formasi Pemali.
Di atas Formasi Pemali secara berurutan ke atas diendapkan selaras
dengan Formasi Rambatan, Formasi Halang, dan Formasi Kumbang.
Hubungan Formasi Halang dan Formasi Kumbang adalah menjari.
Formasi-formasi tersebut diendapkan melalui mekanisme turbidit. Di
atas Formasi Kumbang diendapkan selaras Formasi Tapak dan
Formasi Kalibiuk. Formasi Kaliglagah diendapkan selaras di atas
Formasi Kalibiuk. Di atas Formasi Kaliglagah diendapkan Formasi
Ligung, Formasi Mengger pada lingkungan darat. Selaras di atas
Formasi Mengger diendapkan Formasi Linggopodo pada lingkungan

7
darat pada kala Plistosen Akhir. Setelah itu diendapkan produk
volkanik Gunung Slamet Muda dan endapan aluvial pada lingkungan
darat pada kala Holosen.
1. Formasi Pemali
Formasi Pemali tersusun atas napal globigerina berwarna
abu-abu muda dan abu-abu kehijauan, terdapat sisipan
batugamping pasiran, batupasir tufan, dan batupasir kasar.
Umur dari Formasi Pemali adalah Miosen Awal. Tebal formasi
ini diperkirakan mencapai 900 meter.
2. Formasi Rambatan
Formasi Rambatan tersusun atas serpih, napal, dan
batupasir gampingan. Napal berselang-seling dengan batupasir
gampingan berwarna kelabu muda. Pada bagian atas terdiri dari
batupasir gampingan berwarna abu-abu muda sampai biru
keabu-abuan. Umur dari Formasi Rambatan adalah Miosen
Tengah dan tebalnya diperkirakan 300 meter.
3. Formasi Halang
Formasi Halang tersusun atas batupasir andesit,
konglomerat tufan, dan napal bersisipan batupasir. Terdapat
jejak organisme di atas bidang perlapisan batupasir. Formasi
Halang merupakan jenis endapan sedimen turbidit pada zona
batial atas (Kastowo dan Suwarna, 1996). Umur Formasi
Halang adalah Miosen Akhir dan mempunya ketebalan 390-
2600 meter. Praptisih dan Kamtono (2009) menyatakan
Formasi Halang Bagian Atas disusun oleh batupasir,
batulempung, dan perselingan antara batupasir dan
batulempung. Pada perselingan batupasir dan batulempung
dicirikan oleh batupasir yang berwarna abu-abu, halus-kasar,
tebal lapisan 10-20 cm, struktur sedimen perlapisan bersusun,
laminasi sejajar, dan wavy. Batulempung berwarna kehitaman,
tebal 0,5-10 cm.
4. Formasi Kumbang

8
Formasi Kumbang terdiri dari breksi, lava andesit, tuf,
dibeberapa tempat breksi batuapung dan tuf pasiran (Djuri
dkk., 1996). Terdapat juga aliran lava andesit dan basalt
(Condon dkk., 1996), serta tuf. Ketebalan formasi ini mencapai
2000 meter. Kastowo dan Suwarna (1996) menyatakan umur
formasi ini Miosen Tengah-Pliosen Awal. Formasi Kumbang
merupakan endapan turbidit dari suatu sistem kipas bawah laut
(upper fan) yang dipengaruhi oleh kegiatan vulkanisme
(Kartanegara dkk., 1987).
5. Formasi Tapak
Formasi Tapak tersusun atas batupasir berbutir kasar
berwarna kehijauan dan konglomerat, setempat breksi andesit.
Di bagian atas terdiri dari batupasir gampingan dan napal
berwarna hijau yang mengandung kepingan moluska (Djuri
dkk., 1996). Anggota Breksi Formasi Tapak terdiri dari breksi
gunungapi dan batupasir tufan (Condon dkk., 1996). Anggota
Batugamping Formasi Tapak merupakan lensa-lensa gamping
tak berlapis yang berwarna kelabu kekuningan. Umur dari
Formasi Tapak adalah Pliosen Awal-Pliosen Tengah. ketebalan
dari formasi ini berkisar antara 500-1650 meter (Kartanegara
dkk., 1987).
6. Formasi Kalibiuk
Formasi Kalibiuk tersusun atas napal lempungan
bersisipan batupasir, kaya moluska. Kelompok moluska
tersebut mengindikasikan tidal zone facies yang berumur
Pliosen. Umur dari Formasi Kalibiuk adalah Pliosen Awal.
7. Formasi Kaliglagah
Formasi Kaliglagah tersusun atas batulempung, napal,
batupasir, dan konglomerat, di beberapa tempat lignit setebal
10-100 cm (Djuri dkk., 1996). Pada bagian bawah tersusun atas
batulempung hitam, napal hijau, batupasir bersusunan andesit,
dan konglomerat. Pada umumnya batupasir memperlihatkan

9
struktur silang siur dan mengandung sisipan lignit. Tebal
diperkirakan mencapai 350 meter (Kastowo dan Suwarna,
1996).
8. Formasi Ligung
Formasi Ligung tersusun atas aglomerat andesit, breksi,
dan tuf berwarna abu-abu di beberapa tempat. Terdapat
Anggota Lempung Formasi Ligung yang tersusun atas
batulempung tufan, batupasir tufan, dan konglomerat,
setempat sisa tumbuhan dan batubara muda yang menunjukkan
bahwa anggota ini diendapkan di lingkungan bukan marin.
9. Formasi Mengger
Formasi Mengger tersusun atas tufa abu-abu muda dan
batupasir tufaan dengan sisipan konglomerat dan lapisan tipis
magnetit. Pada formasi ini juga ditemukan fosil mamalia yang
termasuk kategori upper vertebrate zone yang menunjukkan
umur Plistosen awal. Ketebalan satuan ini diperkirakan
mencapai 150 meter.
10. Formasi Linggopodo
Formasi Linggopodo tersusun atas breksi gunungapi, tuf,
dan lahar yang berasal dari Gunung Slamet Tua dan Gunung
Copet (van Bemmelen, 1949). Formasi ini tersebar di
Pemalang, Pekalongan, Batang hingga Ungaran.

10
BAB III
JADWAL PELAKSANAAN

Dalam penyusunan makalah seminar geologi, penyusun memerlukan waktu


sekitar 3 bulan (Januari - Maret). Jadwal penyusunan seminar dari awal
hingga akhir dapat dilihat dalam tabel di bawahini :

Tabel 3.1. Jadwal Pelaksanaan Seminar Geologi.


Rencana Jadwal Pelaksanaan Seminar Tipe II

Januari Februari Maret


Kegiatan
2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Studi Pustaka

Tinjauan Geologi Awal

Konsultasi

Penyusunan Proposal

Pengambilan data

Analisis

Penyusunan laporan

Presentasi seminar

Revisi dan penjilidan

Catatan: Data di atas minggu dalam bulanan

BAB IV

11
PERKIRAAN BIAYA

Dalam penyusunan seminar geologi, penyusun memerlukan biaya


dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 4.1. Perkiraan Biaya Seminar.


No Uraian Jumlah Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp)

1 Foto copy 3 buku 50.000 150.000

2 Seminar 2 SKS 75.000 150.000

3 Konsumsi 20 Orang 10.000 200.000

4 Lain-lain - 150.000 150.000

TOTAL 650.000

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan bencana

12
Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau - Pulau Kecil
UNDP/United Nations Development Programme (2004). Reducing Disaster Risk,
a Challenge for Development, Bureau for Crisis Prevention and Recovery,
New York.
Yuwono, Nur. 1982. Teknik Pantai Perencanaan Bangunan Pantai. Biro Penerbit
Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil. Yogyakarta. 150 hlm.

13

Anda mungkin juga menyukai