Anda di halaman 1dari 56

ANALISIS PENERIMAAN USAHA TANI NILAM DI

KECAMATAN PADANG JAYA KABUPATEN BENGKULU


UTARA

SKRIPSI

Digunakan Guna Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk


Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Studi
Pembangunan Universitas Bengkulu

OLEH

MISIS NURHAYATI

NPM. 94110044

Jurusan Studi Pembangunan


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BENGKULU
2010
MOTTO :

Sesungguhnya orang-orang yang tiada mengharapkan akan menemui kami,


sedang mereka suka kepada kehidupan dunia, serta tentang hatinya terhadap
demikian mereka juga orang-orang yang lalai dari ayat-ayat kami

Al-qur’an surat Yunus (XI,7)

Katakanlah : tiadalah akan menimpa kami, kecuali apa yang telah dituliskan Allah
bagi kami, dan kepada Allah hendaklah bertawakal orang-orang yang beriman

Al-qur’an surat At-taubah


(X,51)

Berusahalah sebaik mungkin untuk menuju kesuksesan dan persiapan diri untuk
menerima kegagalan dari yang kita harapkan

Penulis

Skripsi ini Kupersembahkan untuk :

- Mak dan Bakku tercinta yang selalu


berbuat yang terbaik utnuk diriku
- Adik-adikku Lis, Iwan, dan Ade yang
sangat aku sayangi
- Kasihku Japilus, S.Pd yang aku kasihi
- Rekan-rekan Studi Pembangunan
khususnya angkatan 1994 yang selalu
kurindukan
- Almamaterku Universitas Bengkulu
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas rahmatnya

yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Ekonomi pada jurusan studi pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas

Bengkulu.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak terdapat

kelemahan dan kekurangan. Untuk itu saran dan kritik akan menjadi masukan

yang sangat berguna bagi kebaikan skripsi ini.

Didalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah bersedia membantu penulis baik selama

kuliah maupun selama penyelesaian skripsi ini yaitu :

1. Ibu Dr. Retno Agustina Ekaputri, SE,M.Sc. selaku pembimbing utama

2. Bapak Benardin, selaku pembimbing pendamping

3. Bapak Sunoto, SE, M.Si, dan bapak Mintargo, SE, ME selaku anggota dewan

penguji

4. Ibu Dra. Purmini,M.Sc selaku ketua jurusan Studi Pembangunan

5. Bapak Anwar Idrus,SE, selaku pembimbing akademik

6. Segenap Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Bengkulu

7. Segenap karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Bengkulu.

Bintuhan, Febuari 2010

Penulis
DAFTAR ISI

Hal

Halaman Judul……………………….…………………….……………………. i

Halaman Pengesahan…………………..……………………………………….. ii

Kata Pengantar………………………………..………………………………… iii

Daftar Isi………………………………………….……………….……………. iv

Daftar Tabel……………………………………………………………….

…………… v

Abstraksi…………………………………………………………….…………. vi

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar

Belakang……………………………………………………… 1

1.2. Permasalahan………………………………………………………..

1.3. Tujuan Penelitian…………………………….

………………………4

1.4. Kegunaan

Penelitian…………………………………………………4

1.5. Ruang Lingkup Penelitian…………….…………………………….

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Usaha Tani………………………………………..…… 6

2.2. Biaya Usaha Tani…………………………………………..……….7


2.3. Penerimaan Usaha Tani……………..……………………………...8

2.4. Penerimaan Bersih Usaha Tani……………………..………………8

2.5. Luas Lahan………………………………..………………………. 9

2.6. Kerangka Pemikiran…………………………………….…………11

2.7. Hipotesis…………………………………………………………. 12

BAB III. METODOLOGI PENELLITIAN

3.1. Sifat Penelitian………………………….……………………….. 13

3.2. Penentuan Lokasi……………………………………….……….. 13

3.3. Sumber Data………………….…………………………………. 13

3.4. Metode Pengumpulan Data……………………………….…….. 14

3.5. Metode Pengambilan Sampel…….………………………………14

3.6. Definisi Konseptual…………………………………………….. 15

3.7. Definisi Operasional……………………………………………. 15

3.8. Metode Analisis………………………………………………… 18

BAB IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1. Letak dan Pola Penggunaan Lahan……………………………... 22

4.2. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian………………………23

4.3. Sarana dan Prasaran Perekonomian…………..………………….25

4.4. Pengelolaan Usaha Tani Nilam………...………………………..26

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Petani…………………………..…………………31

5.2. Analisis Biaya dan Pendapatan Usaha Tani Nilam……………..34

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN


6.1. Kesimpulan…………………………………………...……….. 43

6.2. Saran…………………………………………………………… 43

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Sampel Pada Luas Lahan < 0,5, 0,5-2

dan >2 Ha………………………………………….…………………………. 15

Tabel 2.Pola Penggunaan Lahan………………...…………………………… 22

Tabel 3. Pola Penggunaan Lahan Perkebunan…………………….………… 23

Tabel 4. Penggolongan Penduduk Menurut

Umur dan Jenis Kelamin……………………………….……………………. 24

Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian……………….…25

Tabel 6. Sarana Perekonomian…………………………………………….….26

Tabel 7. Distribusi Umur Petani……………………………………………....31

Tabel 8. Distribusi Pendidikan Petani………………………………….……..33

Tabel 9. Rata-rata Biaya Pada Usaha Tani Nilam Untuk

Luas Lahan <0,5,0,5-2 dan >2 Ha……………………………………………. 39

Tabel 10.Rata-rata Produksi dan Penerimaan Usaha Tani Nilam

pada <0,5,0,5-2 dan >2 Ha…………………………………………………… 40

Tabel 11.Rata-rata Penerimaan Bersih Usaha Tani Nilam pada lahan

<0,5,0,5-2 dan >2 Ha…………………………………………………………. 41

Tabel 12.Hasil Perhitungan R/C (ratio)…………………………………….… 42


ABSTRAKSI

Penelitian ini dengan judul “ Analisa Penerimaan Usaha Tani Nilam di

Kecamatan Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara”. Kegiatan usaha tani nilam

memberikan andil yang cukup besar dalam meningkatkan penerimaan petani dan

mempunyai prospek yang baik. Kebutuhan minyak nilam dunia mencapai 1000

ton per tahun, akan tetapi baru dapat dipenuhi sekitar 80% atau 700 sampai 800

ton. (Balitro, 1990).

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : (1) untuk mengetahui berapa

besar penerimaan bersih usaha tani nilam pada luas <0,5,0,5-2 dan >2 Ha. (2)

untuk mengetahui efisiensi ekonomi (R/C ratio). Penelitian ini hanya dilakukan

untuk satu kali musim (petani yang baru selesai panen pada saat penelitian).

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Padang Jaya Kabupaten Bengkulu Utara

mengingat daerah tersebut sebagai sentra produksi komoditi nilam. Metode

pengambilan sampel digunakan metode insidental yaitu sampel yang diambil dari

siapa saja yang kebetulan ada pada waktu penelitian dilaksanakan. Besarnya

sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 10% dari populasi atau 10% dari

700 populasi = 70 sampel. Cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

wawancara dengan menggunakan kuesioner.


Dalam menganalisa penerimaan bersih usaha tani nilam digunakan model

analisa penerimaan bersih yaitu π=TR−TC , sedangkan untuk menganalisa

efisiensi ekonomis digunakan (R/C ratio) dan untuk membuktikan kebenaran

hipotesis digunakan t-hitung dan (R/C ratio)

Hasil perhitungan

< 0, 5 Ha 0,5 – 2 Ha >2 Ha


TR 1.173. 600 3.126.600 7.452.000
TC 473.850,2 1.035.371 4.028..842,9
π 699.749,8 2.091.229 3.423.175,1
R/C 2,47 3,0 1,87
Uji hipotesis mengetahui apakah hasil dari observasi tertentu mendukung

hipotesis yang ditetapkan atau tidak. Dalam penelitian ini uji t digunakan untuk

membuktikan bahwa penerimaan bersih usaha tani dengan luas lahan diatas 2 Ha

lebih besar dari penerimaan usaha tani nilam pada luas lahan 0,5 – 2 Ha dan < 0,5

Ha.

Dari hasil t hitung penerimaan bersih usaha tani diatas 2 Ha lebih besar

dari penerimaan bersih usaha tani nilam 0,5-2 Ha, hal ini dapat dilihat dari nilai t

hitung ( t hitung = 6,5) lebih besar dari t tabel (0,02; 53 = 2,39).

Dari hasil t hitung penerimaan bersih usaha tani nilam pada luas lahan

diatas 2 Ha lebih besar dari penerimaan bersih usaha tani < 0,5 Ha, hal ini dapat

dilihat dari hasil t hitung 35,6 lebih besar dari t tabel (0,02 ; 35 = 2,42).

(R/C ratio) digunakan untuk membuktikan hipotesis bahwa usaha tani

nilam dengan luas lahan 0,5-2 Ha secara ekonomis lebih efisien dari luas lahan

<0,5 dan >2 Ha dengan nilai (R/C ratio) sebesar 3,0, sedangkan (R/C ratio) pada

luas lahan <0,5 dan >2 Ha 2,47 dan 1,87.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sasaran pembangunan di Indonesia yang ingin dicapai adalah struktur

ekonomi yang seimbang. Dalam struktur ini kemampuan dan kekuatan sektor

industri didukung oleh kekuatan dan kemampuan sektor pertanian yang tangguh.

Untuk mencapai sasaran tersebut maka masyarakat desa perlu mendapatkan

inovasi yang dapat menciptakan kreatifitas dan aktifitas dalam memanfaatkan

sumberdaya yang tersedia.

Salah satu komoditi yang perlu dikembangkan adalah komoditi nilam.

Komoditi nilam menghasilkan minyak nilam (pacthouli) merupakan salah satu

komoditi ekspor andalan Indonesia. Setiap tahunnya lebih dari 4% devisa yang

dihasilkan dari minyak atsiri berasal dari minyak nilam (Balitro, 1990).

Kegiatan usaha tani nilam di Indonesia memberikan andil yang cukup

besar dalam meningkatkan penerimaan petani dan menambah kesempatan kerja,

karena pada usaha tani nilam memerlukan tenaga yang cukup besar. Keadaan ini

dapat dilihat dari penyediaan sarana produksi, seperti kegiatan pengolahan lahan,

penanaman, pemeliharaan yang meliputi pemupukan, penyemprotan, penyiangan,

dan kegiatan pemasaran hasil minyak nilam.

Kebutuhan minyak nilam dunia mencapai 1000 ton per tahun akan tetapi

baru dapat dipenuhi 80% saja. Dari jumlah tersebut Indonesia memasok sekitar
700 sampai 800 ton per tahun atau hampir 90% kebutuhan minyak nilam dunia

(Balitro,1990). Sebagai komoditi ekspor, memiliki prospek yang cukup cerah

karena dibutuhkan secara berkesinambungan dalam industri parfum, kosmetik,

farmasi, sabun, dan lain-lain. Minyak nilam dalam industri ini dipakai sebagai

fiksari yang sampai saat ini belum dapat diganti fungsinya oleh minyak lain.

Selain itu minyak nilam atsiri yang belum dapat dibuat secara sintetis (Balitro,

1992).

Untuk menjaga kontinuitas produksi minyak nilam di Indonesia maka

diperlukan usaha untuk meningkatkan produksi dengan memperluas areal

penanaman nilam. Salah satu daerah yang menjadi sasaran pengembangan

tanaman nilam adalah Propinsi Bengkulu, khususnya Bengkulu Utara. Hal

tersebut selain dikarenakan keadaan iklim yang sesuai juga karena lahan yang

tersedia masih sangat luas untuk dikembangkan. Di kabupaten Bengkulu Utara

tanaman nilam pertama kali diperkenalkan pada tahun 1989/1990 sebagai tanaman

uji coba di lokasi pemukiman transmigrasi Ipuh SP II Kecamatan Muko-muko

Selatan. Beberapa tahun terakhir ini semakin berkembang dan diminati oleh

masyarakat di daerah ini untuk dibudidayakan. Mengingat tanaman nilam dan

pengolahan minyak nilam masih relatif baru di Kabupaten Bengkulu Utara, maka

masih banyak kendala yang dihadapi antara lain harga yang tidak tetap. Untuk itu

perlu dikaji kegiatan usaha tani nilam tersebut.

Untuk Kabupaten Bengkulu Utara realisasi produksi tanaman nilam dalam

tahun 1997/1998 dapat dilihat pada tabel atau lampiran sebaran tanaman nilam.
Pada tabel tersebut dapat dilihat sebaran tanaman nilam di Kabupaten

Bengkulu Utara. Lokasi tanaman nilam di Kabupaten Bengkulu Utara adalah di

15 lokasi yaitu Muara Santan, Ipuh II/D SP VII, Tanjung Harapan II, Lubuk

Midai, Tanjung Dalam II, Pahardin, Ipuh II/CE SP IV, Ipuh II/C SP VI, Penarik

SP IV, Lubuk Banyau, Kurotidur Unit I, Kurotidur Unit II, Kurotidur Unit III,

Kurotidur Unit Iv, Kurotidur Unit V. Dengan jumlah kepala keluarga sebanyak

4.545 status lokasi yang masih dibina sebanyak 10 lokasi dan yang tidak dibina

sebanyak 5 lokasi. Luas tanam sebanyak 1.786.055 hektar dan hasil produksi

sebanyak 840 Kg. pengolah hasil masih tradisional, pemasaran masih melalui

lokal atau tengkulak, daya tampung tidak tetap. Sedangkan musim tanam tidak

serempak, pasarnya tidak tetap. Pembeli yaitu tengkulak datang ke lokasi,

budidaya tanaman yang masih beragam, maka daya tampung tidak diketahui.

Persoalan yang dihadapi petani nilam di daerah ini adalah masih

rendahnya produktifitas daun nilam per hektar juga disebabkan mutu minyak

nilam masih belum begitu baik, maka tidak mengherankan bila harga minyak

nilam di daerah ini masih rendah dibanding daerah lain. Hal ini dikarenakan

kurangnya pengetahuan dan keterampilan petani mengenai cara budidaya dan

kegiatan pengolahan hasil serta pemasaran minyak nilam dan juga dikarenakan

modal yang kurang dalam pengusahaan nilam tersebut. Hal ini diakibatkan

penerimaan usaha tani nilam didaerah ini masih rendah bila dibandingkan dengan

daerah lain seperti Aceh yang sudah lama dikembangkan sehingga penerimaan

usaha tani nilamnya cukup tinggi, untuk itu perlu dikembangkan sistem

pengolahan, sistem budidaya pemasaran yang baik pada petani agar dapat
memperbaiki yang selama ini belum memuaskan. Sehingga nantinya akan dapat

menambah produktifitas minyak nilam dan akhirnya akan mempengaruhi

penerimaan usaha tani nilam di daerah ini yang diharapkan terus meningkat setiap

musim.

B. Rumusan Masalah

Atas dasar latar belakang yang telah diuraikan di atas maka permasalahan

yang diangkat adalah :

1. Berapa besar penerimaan bersih usaha tani nilam pada luas lahan <0,5, 0,5-2

dan >2 Ha?

2. Bagaimana efisiensi ekonomis (R/C ratio) usaha tani nilam pada luas lahan

kurang dari 0,5, 0,5 – 2, dan di atas 2 hektar?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan

untuk :

1. Mengetahui berapa besar penerimaan bersih usaha tani nilam pada luas lahan

<0,5, 0,5-2 dan >2 Ha

2. Mengetahui efisiensi ekonomis (R/C ratio) usaha tani nilam pada luas lahan

kurang dari 0,5, 0,5 – 2, dan di atas 2 hektar

D. Kegunaan Penelitian

1. Sebagai wahana pengembangan wawasan mahasiswa ekonomi agar dapat

dipergunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan dan kalangan akademis

yang tertarik pada pembicaraan usaha tani nilam terutama usaha tani nilam di

Propinsi Bengkulu.
2. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas

Ekonomi Universitas Bengkulu.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas penerimaan bersih usaha tani nilam pada luas

lahan <0,5, 0,5 – 2, dan >2 Ha. Walaupun banyak variabel yang dapat

mempengaruhi penerimaan bersih usaha tani nilam, namun penelitian ini terbatas

pada bahasan mengenai variabel : (1). Luas lahan <0,5, 0,5 – 2, dan >2 Ha (2).

Jumlah Produksi (3). Harga Bibit (4). Harga Pupuk (5). Harga Pestisida (6). Harga

Minyak Nilam per Kg (7). Tenaga Kerja Luar Keluarga (8). Sistem Pengupahan

(9). Besarnya upah dalam Rupiah (10). Biaya Penyusutan Peralatan (11). Biaya

Penyulingan (12). Jumlah Pupuk yang Dipergunakan (13). Jumlah Bibit yang

Digunakan (14). Jumlah pestisida yang Digunakan (15). Jumlah Hari Kerja yang

digunakan (16). Jumlah Peralatan yang Digunakan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Usaha tani

Menurut Trisanto 1990, usaha tani adalah organisasi dari alam, tenaga

kerja, modal yang ditujukan pada produksi di lapangan pertanian. Organisasi itu

ketatalaksanaannya berdiri sendiri atau sengaja diusahakan oleh seseorang atau

sekomplotan orang, segolongan sosial, baik yang terikat politik maupun teritorial

sebagai pengelolanya. Dan menurut Tohir (1982), usaha tani di negara kita

khususnya dan dunia umumnya terdiri dari usaha tani keluarga dan hanya

sebagian kecil yang dikelola oleh perusahaan swasta dalam bentuk PT. Istilah

usaha tani mencakup pengertian yang lebih luas dari yang telah diuraikan diatas

mulai dari bentuk yang sederhana sampai yang paling modern.

Dalam hal yang demikian bayangan kita terhadap usaha tani adalah selalu

kita jumpai lahan baik sebagai tempat tinggal maupun tempat berusaha, adanya

bangunan dan alat-alat yang digunakan (modal), adanya pencurahan tenaga kerja

petani atau pengolahan usaha tani.

Menurut Sudaryani (1985) faktor yang mempengaruhi produksi nilam di

Indonesia adalah :

1. Faktor Teknis

Pada umumnya petani nilam belum melakukan pemeliharaan yang

intensif. Berdasarkan analisa, ternyata tanaman nilam banyak memerlukan pupuk,


yang diberikan secara intensif agar berproduksi tinggi. Disamping pemupukan,

penyakit perlu diperhatikan karena bila tidak maka akan menurunkan produksi

untuk proses produksi, penyulingan minyak nilam di Indonesia masih dilakukan

secara sederhana oleh karena itu belum diperoleh mutu yang stabil, kurangnya

pengetahuan dan keterampilan dalam proses pengolahan hasil. Keterbatasan

modal dalam pengusahaan nilam dapat menyebabkan kurang berkembangnya

produksi sehingga suply minyak nilam ke negara pengimpor tidak dapat dilakukan

secara berkesinambungan.

2. Faktor Non Teknis

Harga yang tidak stabil sangat mempengaruhi perkembangan minyak

nilam di Indonesia. Hal ini dapat menyebabkan petani kurang bergairah menanam

nilam bila harga sedang merosot, dan akhirnya berpindah menanam tanaman lain

yang harganya relatif stabil. Penetapan harga lokal atau dalam negeri untuk

minyak nilam didasarkan pada situasi harga pasar luas negeri sehingga para petani

tidak bisa menetapkan harga.

B. Biaya Usaha Tani

Soekartawi.dkk (1984) mendefinisikan biaya usaha tani sebagai jumlah

uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa usaha tani.

Menurut pengertian ekonomi biaya adalah semua bahan yang harus

ditanggung untuk menyediakan barang agar siap dipakai konsumen. Biaya dalam

usaha tani berkaitan dengan pengeluaran petani untuk memperoleh faktor

produksi dan bahan-bahan penunjang lainnya pada satu musim tanam. Hal ini
menyatakan bahwa peranan biaya dalam usaha tani sama dengan peranan biaya

dalam bentuk usaha lainnya (Hernanto, 1982).

Ada beberapa biaya produksi usaha tani nilam ;

1. Sarana produksi yang habis dipakai seperti bibit, pupuk, dan lain-lain.

2. Penyusutan alat

3. Pajak atas lahan yang dibayar

4. Biaya tenaga kerja dari luar keluarga

5. Biaya peralatan

6. Biaya penyuling.

C. Penerimaan Usaha Tani

Sukirno Sadono, 1995. Yang dimaksud dengan penerimaan dalam usaha

tani adalah hasil dari penjualan output. Winardi (1982) mendefinisikan

penerimaan sebagai hasil yang berupa uang yang dicapai dari penggunaan

kekayaan.

Dengan demikian jelaslah bahwa penerimaan usaha tani adalah hasil

produksi baik berupa uang atau berupa barang. Untuk mendefinisikan penerimaan

usaha tani yang menguntungkan maka penerimaan tersebut harus dapat digunakan

untuk menutupi seluruh biaya yang telah dikeluarkan.

D. Penerimaan Bersih Usaha Tani

Menurut Soekatarwi dkk (1984) penerimaan bersih adalah penerimaan

total dikurangi total biaya yang dikeluarkan. Biaya dalam kenyataannya dapat

diklasifikasikan menjadi 2, yaitu biaya tetap seperti pajak yang dibayarkan dan
biaya alat-alat pertanian, sedangan biaya tidak tetap (biaya variabel) adalah biaya

pembelian bibit, pestisida, dan pupuk serta pembayaran tenaga kerja.

Dalam melakukan analisa penerimaan bersih usaha tani diperlukan 2

keterangan, yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka

waktu tertentu yang telah ditetapkan (Soeharjo dan Patong,1973). Penerimaan

usaha tani ini berbentuk hasil penjualan tanaman, ikan, produksi lainnya yang

akan dijual, produk yang di konsumsi selama melakukan kegiatan. Pengeluaran

adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam melakukan proses usaha tani

berlangsung.

Analisis usaha tani mempunyai kegunaan bagi pemilik faktor produksi.

Tujuan utama dari analisa penerimaan usaha tani yaitu menggambarkan keadaan

yang akan datang dari rencana dan tindakan. Bagi seseorang petani analisis

penerimaan membantu untuk mengukur apakah kegiatan usaha taninya berhasil

atau tidak (Soerharja;1973).

Disamping itu analisis penerimaan berguna untuk mengukur imbalan yang

diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor produksi tenaga kerja, modal

milik sendiri, atau pinjaman, dan pengelolaan di infestasikan ke dalam usaha tani.

Karena itu analisa penerimaan bersih merupakan keuntungan usaha tani yang

dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usaha tani

(Soekartawi, 1984).

E. Luas Lahan

Menurut Soekartawi (1984) bahwa luas lahan akan mempengaruhi skala

usaha pada akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya usaha tani
pertanian, selanjutnya dijelaskan bahwa seringkali dijumpai makin luas lahan

yang digunakan sebagai usaha pertanian akan semakin tidak efisien lahan tersebut,

hal ini didasarkan pemikiran bahwa luasnnya lahan akan mengakibatkan upaya

melakukan yang mengarah pada efisiensi yang akan berkurang karena :

1. Lemahnya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi seperti

bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja.

2. Terbatasnya persediaan tenaga kerja disekitar daerah itu yang pada

akhirnya mempengaruhi efisiensi usaha tani tersebut.

3. Terbatasnya modal untuk membiayai usaha pertanian dalam skala luas.

Sebaliknya pada lahan sempit, upaya pengawasan terhadap penggunaan

faktor produksi semakin baik, penggunaan tenaga kerja tercukupi modal juga

tidak terlalu besar, sehingga usaha pertanian seperti ini lebih efisien. Meskipun

demikian luas lahan yang terlalu sempit cenderung menghasilkan usaha yang

tidak terlalu efisien pula.

Pemakaian faktor produksi secara intensif akan menentukan tingkat

produksi. Bila diperhatikan fungsi dan tujuan dari produksi adalah untuk

memenuhi kebutuhan baik sekarang maupun yang akan datang. Akan tetapi perlu

disadari tidak semua faktor produksi dapat ditentukan. Karena setiap individu

dalam melaksanakan kegiatan usahanya akan memilih alternatif yang paling

menguntungkan.

Mubyarto (1986) mengatakan bahwa tanah sebagai salah satu faktor

produksi adalah merupakan pabriknya hasil-hasil pertanian. Tempat dimana

produksi berjalan dan dimana produksi keluar.


Bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan pemilikkan tanah

semakin sempit. Pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan tanah menjadi

terpecah-pecah dengan areal yang lebih kecil, dan mengakibatkan tanah tidak

efisien.

F. Kerangka Pemikiran

Tujuan utama pembangunan pertanian adalah peningkatan produktifitas

tenaga kerja maupun produktifitas lahan. Tujuan tersebut dapat dicapai apabila

terjadi penerapan teknis bercocok tanam yang sebaik-baiknya, maka setiap petani

harus cakap, terampil, berdisiplin, bergairah, dan mampu bekerja sama baik

sesama petani maupun penyuluh pertanian.

Dalam penelitian ini penerimaan yang dihitung adalah penerimaan bersih

usaha tani nilam. Menurut Surkartawi dkk. (1984). Penerimaan bersih usaha tani

adalah selisih antara penerimaan kotor dengan biaya yang dikeluarkan.

Penerimaan kotor yaitu nilai semua produk yang dijual dinilai dengan harga pasar.

Total biaya adalah nilai semua input yang dikeluarkan tetapi tidak termasuk

tenaga kerja keluarga petani karena tenaga kerja keluarga tidak dinilai dengan

uang (tidak dibayar). Biaya usaha tani dibagi menjadi biaya tetap dan biaya tidak

tetap, biaya tetap adalah biaya penyusutan dan pajak bumi yang dikeluarkan,

kemudian biaya yang tidak tetap yaitu biaya pembelian pupuk, pestisida, biaya

bibit, biaya pengelolaan, biaya tenaga kerja dari luar keluarga.

Tenaga kerja yang dihitung dari penelitian ini adalah tenaga kerja yang

dicurahkan dari usaha tani nilam yang diukur dengan tenaga kerja setara pria atau

hari kerja setara pria (HKSP).


Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha. Skala usaha ini

pada akhirnya akan mempengaruhi efisiensi tidaknya suatu usaha tani. Sering kali

dijumpai semakin luas lahan pertanian akan mengakibatkan semakin tidak efisien

lahan tersebut. Begitu juga pada lahan yang terlalu sempit sering pula

menyebabkan usaha tani tidak efisien dan akhirnya akan mempengaruhi

penerimaan usaha tani yang dikelola menurut Hernanto; 1980 luas lahan

dikelompokkan berdasarkan luas kepemilikannya yaitu petani berlahan luas yaitu

lahannya diatas 2 hektar, petani berlahan sedang yaitu petani dengan luas lahan

0,5 – 2 hektar, petani berlahan sempit yaitu petani dengan luas lahan kurang dari

0,5 hektar. Penerimaan usaha tani nilam dipengaruhi oleh biaya bibit, biaya

pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Kegiatan mengola lahan dan pengolahan hasil

digunakan alat-alat pertanian yang termasuk dalam biaya jangkan panjang.

G. Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan yang merupakan dugaan tentang apa saja

yang kita amati dalam usaha untuk memahaminya.Dari uraian diatas maka

hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Penerimaan bersih usaha tani nilam pada luas lahan di atas 2 hektar

lebih besar dibanding dengan penerimaan bersih usaha tani nilam pada

luas lahan 0,5 – 2 dan luas lahan kurang dari 0,5 hektar.

2. Usaha tani nilam pada luas lahan diantara 0,5 – 2 hektar secara

ekonomis lebih efisien dibanding dengan usaha tani pada luas lahan

kurang dari 0,5 hektar dan usaha tani pada luas lahan diatas 2 hektar.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat survei yaitu penelitian yang mengambil sebagian

populasi untuk mempelajari sifat dari seluruh populasi. Informasi dikumpulkan

dari responden dengan menggunakan kuesioner. Pengertian survei adalah

penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atau populasi untuk mewakili

seluruh populasi Nasution, 1991.

B. Penentuan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di pemukiman transmigrasi Bengkulu

Utara yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Padang Jaya mengingat daerah

tersebut sebagai salah satu sentral produksi komoditi nilam di Propinsi Bengkulu.

C. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data

sekunder. Data sekunder didapat dari Dinas Transmigrasi, Departemen

Perdagangan Propinsi Bengkulu sedangkan data primer didapat dari petani

responden yang meliputi :

1. Jumlah produksi

2. Harga benih
3. Harga pupuk

4. Harga pestisida

5. Tenaga kerja di luar keluarga

6. Biaya penyusutan peralatan

7. Biaya penyulingan

8. Jumlah pupuk

9. Jumlah benih

10. Jumlah pestisida

11. Jumlah jam kerja setara pria

12. Jumlah alat yang digunakan

13. Harga minyak nilam

14. Jumlah peralatan (dalam Rupiah)

15. Upah tenaga kerja (Rupiah)

D. Metode Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah

wawancara dengan menggunakan kuesioner. Cara pengumpulan data yang paling

banyak dipakai dalam penelitian survei adalah wawancara (Tukiran Trihandayani

dan Peter Hagul;1987).

E. Metode Pengambilan Sampel

Sampel adalah bagian yang menjadi obyek yang sesungguhnya dari suatu

penelitian (Soeratno dan Arsyed 1988). Populasi yang dimaksud dalam penelitian

ini adalah petani yang telah menanam nilam dan habis panen pada saat penelitian

dilaksanakan (untuk satu kali musim) dan berdomisili di desa terpilih sebagai
penelitian. Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan metode

insidental yaitu sampel yang diambil dari siapa saja yang kebetulan ada pada saat

penelitian (Nasution, 1991). Menurut (Teken; 1985) ada beberapa penelitian yang

menyatakan bahwa besarnya sampel tidak boleh kurang dari 10% dari populasi.

Tabel 1. Jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel ini :

Kelompok Luas Lahan Jumlah Populasi Jumlah Sampel


I Kurang 0,5 Ha 150 15

II 0,5 – 2 Ha 330 33

III Diatas 2 Ha 220 22

F. Definisi Konsepsional

1. Sarana produksi adalah faktor produksi (tenaga kerja, modal, dan bahan

mentah) yang mendukung proses untuk menghasilkan output (Ari

Sudarman; 1992).

2. Kegiatan usaha adalah pengubahan dan pengolahan berbagai macam

sumber menjadi barang dan jasa untuk dijual (Basu Swatha.DH;1993).

3. Biaya adalah sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan

jasa (Soekartawi dkk;1984).

4. Produksi adalah pengubahan bahan-bahan dan sumber-sumber menjadi

hasil yang diinginkan konsumen (Basu Swatha.DH;1993).

5. Penerimaan bersih adalah total penerimaan dikurangi dengan total biaya

yang dikeluarkan (Soekartawi; 1984).

G. Definisi Operasional
1. Penyediaan sarana produksi dalam usaha tani komoditi nilam ialah meliputi

penyediaan bibit, obat-obatan dan pupuk.

2. Kegiatan usaha tani adalah kegiatan yang dilakukan oleh petani nilam

meliputi persiapan tanam, penanaman, pemeliharaan dan pemungutan hasil.

3. Biaya usaha tani ialah biaya yang dikeluarkan selama kegiatan usaha tani

nilam.

4. Produksi adalah hasil yang diperoleh dari kegiatan usaha tani nilam.

5. Penerimaan bersih adalah penerimaan dari usaha tani nilam yang

merupakan selisih antara penerimaan kotor dengan total biaya yang

dikeluarkan.

6. Variabel yang diukur dalam penelitian ini meliputi :

a. Luas lahan, adalah lahan garapan yang diolah petani nilam selama satu

kali produksi dinyatakan dengan hektar (Hernanto;1980)

menggolongkan luas lahan berdasarkan luas tanah yaitu ;

1. Golongan petani berlahan luas yaitu lahan lebih dari 2 hektar

2. Golongan petani berlahan sedang yaitu petani dengan luas lahan

0,5 – 2 hektar.

3. Golongan petani berlahan sempit yaitu kurang dari 0,5 hektar.

b. Biaya bibit, dalam penelitian ini ialah batang nilam (Stek). Yang

digunakan untuk penanaman dilapangan yang diukur dalam jumlah

batang per hektar dan dalam analisis penerimaan dinilai dengan Rupiah.
c. Biaya pupuk, pupuk dalam penelitian ini adalah pupuk yang digunakan

dalam proses produksi nilam baik pupuk organik maupun nonorganik

yang diukur dalam satuan kilogram dan dinilai dengan Rupiah.

d. Biaya pestisida, pestisida dalam penelitian ini ialah semua bahan kimia

yang berfungsi untuk melindungi tanaman dari serangan hama penyakit

yang diukur dengan satuan kilogram atau literan yang dinilai dengan

Rupiah.

e. Biaya alat pertanian, dalam penelitian ini meliputi biaya penyusutan

alat-alat pertanian yang digunakan dalam usaha tani nilam dan dinilai

dengan Rupiah.

f. Biaya tenaga kerja, dalam penelitian ini ialah curahan tenaga kerja yang

berasal dari luar keluarga selama satu kali produksi dalam analisis

penerimaan dinilai dengan Rupiah dan diukur dengan hari kerja setara

pria (HKSP).

g. Biaya pajak, meliputi pajak bumi yaitu pajak yang bebannya ttidak

dapat dilimpahkan kepada orang lain dan dilakukan secara berkala

berdasarkan surat keterangan pajak. Pajak bumi ini biasanya

dipengaruhi oleh luas lahan dan luas lahan ini dinilai dengan rupiah.

h. Biaya penyulingan, adalah hasil yang diperoleh petani nilam pada satu

kali musim. Produksi ini berupa minyak nilai yang dinyatakan dalam

satuan kilogram per hektar dan dinilai dengan Rupiah.


i. Produksi, adalah hasil yang diperoleh petani nilam dalam satu kali

musim. Produksi ini berupa minyak nilam dinyatakan dalam satuan

kilogram per hektar dan dinilai dengan Rupiah.

j. Nilai produksi adalah sama dengan produksi total tanaman nilam yang

dihasilkan oleh setiap satuan luas lahan garapan. Pengukuran produksi

tersebut disesuaikan dengan bentuk komoditi yang diproduksi untuk

nilam adalah jumlah daun nilam per hektar dalam satuan penerimaan

dinyatakan dalam rupiah.

k. Penerimaan usaha tani adalah penerimaan bersih dari kegiatan usaha

tani nilam yang merupakan selisih antara penerimaan kotor dengan

biaya yang dikeluarkan.

H. Metode Analisis

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif yang

merupakan uraian deskriptif yang mendukung hasil perhitungan statistik, dan

metode kuantitatif yaitu menggunakan alat analisa penerimaan bersih; π=TR−TC

(Sadono Sakirno, 1995).

Dimana :

Π = penerimaan bersih

TR= total reveneu (penerimaan kotor)

TC= total cost (biaya total).

Agar analisa penerimaan dapat ditaksir maka dijabarkan sebagai berikut :

π=P y . Y −(P x 1 . X 1+ Px 2 . X 2+ P x 3 . X 3+ P x4 . X 4 + P x5 . X 5+ P x 6 + Px 7 )
Dimana :

Π = penerimaan bersih atau keuntungan

Y = Jumlah Produksi

Py= Harga produksi dalam bentuk minyak nilam (Rp)

Px1= Harga benih (Rp)

Px2= Harga pupuk (Rp)

Px3= Harga Pestisida (Rp)

Px4= Tenaga Kerja (Rp)

Px5= Biaya penyusutan (Rp)

Px6= Biaya Penyulingan (Rp)

Px7= Biaya pajak (Rp)

X1= Jumlah Benih (Rp)

X2= Jumlah Pupuk (Rp)

X3= Jumlah Pestisida (Rp)

X4= Jumlah Jam kerja (Rp)

X5= Jumlah alat yang digunakan (Rp)

Untuk menguji hipotesis metode yang digunakan yaitu uji t dua arah

penggunaan uji t ini untuk mengetahui penerimaan bersih usaha tani nilam pada

luas lahan diatas 2 Ha lebih besar dibanding dengan penerimaan bersih pada luas

lahan 0,5 – 2 dan < 0,5 Ha. Adapun rumus t hitung yang digunakan adalah sebagai

berikut ; (Nugroho Sigit,

(x 1−x 2)
T hitung=
1 1
√ sp 2( + )
n1 n2
( n1−1 ) S 12 + ( n 2−1 ) S 22 +(n 3−1) S 32
SP2=
( n 1+n 2+n 3 )−3

n
(x 1− x´1)2
S 12=∑ ❑
t=1 n 1−1

n
2 ( x 2− x´2)2
S 2 =∑ ❑
t=1 n 2−1

n
2 (x 3− x´3)2
S 3 =∑ ❑
t =1 n 3−1

Dimana :

X1 = rata-rata penerimaan bersih petani pada lahan diatas 2 hektar

X2 = rata-rata penerimaan bersih petani pada lahan lebih 0,5 – 2 hektar

X3 = rata-rata penerimaan bersih petani pada lahan kurang dari 0,5 hektar

n1= jumlah sampel pada usaha tani diatas 2 hektar

n2= jumlah sampel pada usaha tani lebih 0,5 – 2 hektar

n3= jumlah sampel pada usaha tani kurang dari 0,5 hektar

sp2= keragaman sampel

S1= keragaman sampel pada usaha tani diatas 2 hektar

S2= keragaman sampel pada usaha tani 0,5 - 2 hektar

S3= keragaman sampel pada usaha tani kurang dari 0,5 hektar

X1= penerimaan bersih usaha tani dengan luas lahan diatas 2 hektar
X2= penerimaan bersih usaha tani dengan luas lahan 0,5 - 2 hektar

X3= penerimaan bersih usaha tani dengan luas lahan kurang dari 0,5 hektar

Hipotesis yang akan diuji apakah penerimaan bersih petani pada luas lahan

diatas 2 hektar lebih besar dibanding dengan penerimaan bersih usaha tani nilam

pada luas lahan 0,5 – 2 dan lahan kurang dari 0,5 hektar. Dengan tingkat

kepercayaan 98% (0,02) dan derajat bebas (db = n1 + n2 – 2) maka kaidah

keputusan untuk menguji hipotesis adalah : bila t hitung lebih besar dari t tabel

maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya penerimaan usaha tani pada luas lahan

diatas 2 hektar lebih besar dari penerimaan usaha tani pada luas lahan 0,5 – 2 dan

kurang dari 0,5 Ha. Bila t hitung lebih kecil dari t tabel, maka Ho diterima dan Ha

ditolak yang berarti penerimaan usaha tani pada luas lahan diatas 2 Ha lebih kecil

dibanding dengan penerimaan pada luas lahan 0,5 – 2 dan kurang dari 0,5 Ha.

Untuk menguji hipotesis usaha tani nilam pada luas lahan 0,5 – 2 Ha lebih

efisien dibanding dengan usaha tani nilam kurang dari 0,5 Ha dan lebih besar dari

2 Ha maka digunakan analisis R/C ratio = TR/TC.

Dimana :

TR= total revenue

TC= Total cost.


BAB IV

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Letak dan Pola Penggunaan Lahan

Kecamatan Padang Jaya terletak lebih kurang 22 Kilometer dari ibukota

Kabupaten Bengkulu Utara atau berjarak 92 Kilometer dari ibukota propinsi

Bengkulu. Kecamatan Padang Jaya sebelah selatan berbatas dengan Kecamatan

Lais, sebelah utara berbatas dengan Kecamatan Ketahun, sebelah barat dengan

Kecamatan Lais, sebelah timur berbatas dengan Kabupaten Rejang Lebong.

Berdasarkan data monografi Kecamatan Padang Jaya pada tahun

1998/1999, luas wilayah 17,835 m2. Kecamatan Padang Jaya terdiri dari 7 desa

yaitu : desa Marga Sakti, desa Tanjung Harapan, desa Padang Jaya, desa Arga

Mulya, desa Sido Mukti, desa Talang Tua, desa Lubuk Banyau.

Pola penggunaan lahan di Kecamatan Padang Jaya antara lain adalah

perkampungan, perkebunan, sawah teknis, sawah semi teknis, tegalan,

sawah/alang-alang,hutan dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya pola penggunaan

lahan dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Pola Pengggunaan Lahan di Kecamatan Padang Jaya

No. Uraian Luas (Ha) Persen (%)


1 Perkampungan 1.425 7,98
2 Perkebunan 7.250 40,65

3 Sawak teknis 1.772 9,93

4 Sawah semi teknis 675 3,78

5 Tegalan 3.750 21,06

6 Sawah/alang-alang 1.5 0,08

7 Hutan 5.500 0,31

8 Lain-lain 2.892,25 16,21


Jumlah 17.831 100
Sumber : data monografi, 1998

Dari tabel 2 dapat dilihat pola penggunaan di Kecamatan Padang Jaya

lahan perkebunan memiliki persentase yang paling besar dibandingkan dengan

penggunaan lahan lainnya (40,65) sedangkan lahan yang paling kecil adalah

sawah/alang-alang (0,08).

Penggunaan lahan perkebunan di Kecamatan Padang Jaya meliputi : karet,

kelapa, kopi, casivera, nilam. Untuk lebih jelasnya penggunaan lahan perkebunan

dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Pola penggunaan lahan perkebunan di Kecamatan Padang Jaya

No Uraian Luas (Ha)


1 Karet 15,0

2 Kelapa 12,65

3 Kopi 125

4 Casivera 75

5 Nilam 1125
Jumlah 1.352,65
Sumber : monografi Kecamatan
Dari tabel dapat diketahui bahwa luas lahan perkebunan yang terbesar di

lokasi penelitian (Padang Jaya) adalah komoditi nilam.

B. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kecamatan Padang Jaya, jumlah

penduduk Kecamatan Padang Jaya sampai tahun 1999 adalah 21.845 jiwa dengan

perincian : laki-laki 11.188 jiwa, 10.657 jiwa dengan jumlah kepala keluarga

5.496 kepala keluarga. Secara rinci penggolongan umur dan jenis kelamin

penduduk Kecamatan Padang Jaya pada tahun 1999 dapat dilihat pada tabel umur

produktif dan nonproduktif dalam hal tenaga kerja. Umur non produktif yaitu

kurang dari 15 tahun dan diatas 55 tahun, sedangkan umur produktif antara 15

tahun sampai 55 tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Penggolongan penduduk menurut umur dan jenis kelamin di lokasi

penelitian

No Golongan umur (th) Jumlah


1 0–1 503

2 1–5 1.734

3 5 -10 1.030

4 10-15 3.456

5 15-20 1.143

6 20-25 1.140

7 25-55 11.558

8 56 keatas 711
Jumlah 21.845
Sumber : data demografi kecamatan
Dari tabel 4 terlihat bahwa penduduk di lokasi penelitian yang termasuk

dalam usia produktif sebanyak 12.998 jiwa atau 55% dari jumlah secara

keseluruhan, sedangkan penduduk yang termasuk usia nonproduktif sebanyak

8.856 jiwa atau 45% dari jumlah penduduk.

Mata pencaharian penduduk di daerah penelitian yang terbanyak adalah

petani. Sehingga penerimaan masyarakat tergantung pada sektor pertanian. Selain

sektor pertanian, kehidupan perekonomian masyarakat ditunjang oleh sektor

lainnya seperti : perdagangan, kerajinan, pemerintahan dan tukang. Untuk lebih

jelas dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kecamatan Padang

Jaya

No Uraian Jumlah Kepala Keluarga

(KK)
1 Petani 4.823

2 Pedagang 800

3 Pegawai negeri sipil 1.130

4 Peternak 3.837

5 Buruh 2.950
Jumlah 13.540
Sumber : monografi kecamatan

Dari tabel 5 terlihat bahwa komposisi penduduk berdasarkan mata

pencaharaian yang terbesar adalah petani, yang meliputi tanaman pangan,

tanaman perkebunan, sayur-sayuran dan tanaman holtikultura. Dengan demikian

penduduk yang bekerja sebagai petani merupakan angkatan kerja yang paling

besar.
C. Sarana dan Prasarana Perekonomian

Untuk memperlancar jalannya kegiatan perekonomian serta

mempermudah arus barang masuk dan barang keluar sarana-sarana penghubung

sangatlah penting. Dengan adanya sarana penghubung yang baik secara tidak

langsung dapat menunjang hasil produksi pertanian khususnya dalam pemasaran

minyak nilam.

Dalam usaha memperlancar dan mempermudah petani untuk memenuhi

keperluan ekonomi/perdagangan di Kecamatan Padang Jaya, perlu adanya sarana

dan prasarana ekonomi. Untuk keperluan sarana pertanian, penduduk Padang Jaya

pada umumnya langsung ke kios-kios pertanian atau warung-warung yang

menyediakan sarana pertanian atau KUD yang ada di Kecamatan tersebut.

Adapun sarana ekonomi yang terdapat pada Kecamatan Padang Jaya

seperti terlihat pada tabel 6.

Tabel 6. Sarana perekonomian di Kecamatan Padang Jaya

No Sarana ekonomi Jumlah


1 KUD 5

2 Tokoh/warung 175
Jumlah 180
Sumber : seluruh ketua KUD dan Kepala Desa

Dari tabel 6 diatas terlihat bahwa sarana perekonomian Kecamatan Padang

Jaya sudah cukup banyak. Petani dapat memperoleh kebutuhan sehari-hari melalui

warung, tokoh atau koperasi.

D. Pengelolaan Usaha Tani Nilam


Kegiatan pengelolaan usaha tani nilam dilaksanakan oleh petani di daerah

penelitian meliputi : 1). Pengolahan lahan, 2). Persemaian, 3). Penanaman, 4).

Pemeliharaan, 5). Panen, dan pasca panen.

1). Kegiatan Pengolahan lahan

Petani didaerah penelitian adalah petani yang sudah mengikuti pola

tanaman menetap. Mereka melakukan persiapan lahan dengan cara menebas

semak belukar dan pohon-pohon muda lalu membakarnya, sisa pembakaran lalu

dikumpulkan. Selanjutnya tanah dicangkul dengan maksud untuk membersihkan

tanah dari akar-akar rumput dan untuk memperoleh tanah yang gembur, sehingga

air mudah meresap. Adapula yang tidak melakukan pencangkulan karena

menganggap tanah tersebut masih subur dan mengandung humus.

2). Persemaian/pembibitan dan penanaman

Sebagian besar petani didaerah penelitian tidak melakukan pembibitan.

Umumnya mereka membeli bibir dari petani yang menyediakan bibit nilam. Cara

pembibitan yang dilakukan oleh petani didaerah penelitian yaitu dengan

mengambil bibit atau stek tersebut dari pohon induk yang telah berumur antara 6

– 12 bulan. Stek dipilih dari cabang yang masih muda tetapi sudah agak berkayu

bebas dari serangan hama dan penyakit. Panjang stek antara 20-30 cm dan

dipotong miring 400.

Sebagian petani melakukan pembibitan di dalam kantong plastik

(polyback) berukuran 12 x 15 cm. kantong plastik diisi tanah lebih kurang 1,5 cm

dari pinggir plastik, kemudian disiram dengan air sampai basah. Lalu masing-
masing kantong plastik tersebut di tanam 1 stek dengan cara membenamkan

sedalam jari telunjuk dengan kemiringan stek 450.

Penyiraman bibit dilakukan pada waktu tertentu tergantung pada

kelembapan tanah pembibitan. Biasanya petani menyiram bibit sehari 2 kali ( pagi

dan sore) sehingga berumur 1 bulan, setelah itu sehari sekali, pembibitan biasanya

memerlukan waktu 3 sampai 4 minggu, karena pada waktu itu stek sudah keluar

akarnya dan siap untuk dipindahkan kelahan.

Namun banyak pula petani yang langsung menanam bibit pada lubang

tanaman yang disiapkan tanpa persemaian terlebih dahulu. Penanaman biasanya

dilakukan pada sore hari di awal musim penghujan di antara pukul 15.00 sampai

18.00 sore, pemilihan waktu ini dimaksudkan agar bibit yang baru dipindahkan

tidak layu. Jarak tanam disesuaikan dengan kesuburan tanah serta letak dan tinggi

tempat.

Jarak tanam yang umumnya ialah 100 x 100 cm, 75 x 75 cm, 50 x 50 cm.

didaerah penelitian umumnya petani belum menggunakan jarak tanam yang tepat

sehingga pertumbuhan tanaman kurang baik serta produksi minyak nilam yang

dihasilkan masih rendah.

3). Pemeliharaan

Agar tanaman nilam tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi maka

perlu dilakukan pemeliharaan tanaman secara intensif meliputi penyiangan,

penyulaman, penyiraman, pemupukan, serta pengendalian terhadap hama

penyakit. Meskipun sebenarnya tanaman nilam dapat tumbuh secara luas tanpa

dipelihara secara intensif, namun kadar dan mutu minyak yang dihasilkan akan
lebih rendah bila dibandingkan dengan tanaman nilam yang dipelihara secara

intensif (BIP, 1984).

Pemeliharaan tanaman nilam didaerah penelitian belum dilakukan secara

intensif oleh petani karena tanaman ini baru dikenal sehingga cara

pembudidayaannya masih belum baik.

Pemupukan belum dilakukan dengan tepat sehingga mengakibatkan

pertumbuhan tanaman tidak optimal, dan akhirnya menyebabkan produksi daun

nilam masih rendah dan kurang baik mutu minyak yang dihasilkan.

Bibit yang tidak tumbuh normal atau mati dilapangan harus diganti dengan

bibit yang sehat. Penyulaman biasanya dilakukan kurang dari 1 bulan setelah bibit

ditanam, kemudian bbibit diganti dari bibit persemaian yang umurnya hampir

sama. Umumnya kematian bibit dilapangan adalah 25-50% sedangkan untuk bibit

yang di polyback-kan hanya sekitar 10% saja.

Penyiangan dimaksudkan untuk membersihkan segala ancaman gulma.

Sehingga tidak terjadi persaingan dengan tanaman nilam dalam pengambilan air,

hara, dan sinar matahari. Penyiangan ini biasanya dilakukan 2 atau 3 kali sesuai

dengan pertumbuhan gulmanya. Petani didaerah penelitian biasanya melakukan

penyiangan pada saat tanaman berumur 1 bulan, 2 atau 3 dan 4 bulan.

4). Panen dan pasca panen

Petani umumnya melakukan pemotongan nilam pada saat tanaman nilam

berumur kurang lebih 5 bulan. Cara pemanenan biasanya dengan menggunakan


gunting okulasi atau pemotong, karena bila menggunakan parang dapat

mengakibatkan batang nilam sobek sehingga berakibat kurang baik bagi

pertumbuhan tanaman nilam selanjutnya.

Pada setiap panen sebaiknya tidak memotong batang nilam hingga pangkal

karena bisa menyebabkan batang menjadi kering dan akhirnya mati. Petani

didaerah penelitian biasanya membiarkan atau meninggalkan batang nilam bagian

bawah antara 5 – 20 cm ( 1 atau 2 ruas), atau kurng lebih 1 jengkal dari

permukaan tanah, hal ini dimaksudkan untuk mempercepat tumbuhnya tunas baru.

Demikian juga dengan cabang-cabang nilam yang jatuh ke permukaan tanah

biasanya tidak dipanen. Cabang-cabang ini biasanya ditimbun dengan tanah pada

setiap tunasnya atau dilakukan pembunuhan. Hal ini penting guna memperbanyak

anakan, sehingga terbentuk 1 rumpun yang padat dengan jumlah anakan.

Pemanenan daun nilam biasanya dilakukan pada pagi hari atau sore hari

karena diharapkan daun nilam mengandung minyak atsiri. Apabila dilakukan

siang hari maka sel-sel daun akan bermetabolisme sehingga mengurangi laju

pembentukan minyak, daun menjadi kurang elastis dan mudah robek sehingga

minyak yang hilang akan lebih besar serta adanya transpirasi daun yang lebih

cepat akan menyebabkan jumlah yang dihasilkan berkurang. Tanda-tanda tanaman

nilam sudah siap dipanen apabila ada beberapa daunnya yang gugur. Kegiatan

pemanenan yang dilakukan oleh petani didaerah penelitian sebagian sudah

menuruti cara-cara yang tepat tanaman masih banyak pula yang melakukan

pemanenan pada siang hari tentu saja dapat menurunkan kanduungan minyak

atsiri. Pasca panen nilam yang dilakukan pada umumnya meliputi kegiatan
penjemuran dan penyulingan. Petani umumnya melakukan penjemuran hasil

panen diatas tanah yang tidak bersih terlebih dahulu. Cara penjemuran ini

sebenarnya kurang baik, karena dapat menyebabkan daun nilam bisa bercampur

dengan kotoran yang terdapat pada tanah. Sebaiknya penjemuran dilakukan pada

lantai yang dibuar dari semen. Penjemuran daun nilam rata-rata 5-6 jam selama 2

hari. Sehingga minyak yang dihasilkan kualitasnya baik dan tidak bercampur

dengan bahan-bahan lain.

Tahapan pasca panen selanjutnya adalah proses penyulingan. Penyulingan

daun nilam dapat dilakukan dengan beberapa sistem, yaitu :

a. Penyulingan dengan air

b. Penyulingan dengan air dan uap

c. Penyulingan dengan uap

Penyulingan yang paling umum dilakukan di daerah penelitian adalah

sistem air dan uap. Penyulingan biasanya digunakan alat suling yang terbuat dari

aluminium, pipa besi, kapasitas daun nilam yang dapat disuling maksimal adalah

100-150 kilogram. Dengan menggunakan alat penyulingan yang kurang sempurna

minyak nilam yang dihasilkan berwarna kuning agak kecokelatan dan mutunya

rendah. Minyak nilam yang dihasilkan dengan sempurna biasanya berwarna

kuning. Didaerah penelitian rata-rata 20-25 kilogram daun kering akan

menghasilkan minyak sebanyak kurang lebih 1 kilogram.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Petani
1. Umur Petani

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap petani dengan luas lahan

kurang dari 0,5 Ha luas lahan diantara 0,5 Ha – 2 Ha, luas lahan diatas 2 Ha

didapat rata-rata umur petani dengan luas lahan kurang dari 0,5 Ha adalah 43

tahun, untuk petani dengan luas lahan diantara 0,5 – 2 Ha rata-rata umur petani

adalah 33 tahun, dan untuk petani dengan luas lahan diatas 2 Ha umur rata-rata

petani adalah 40 tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Distribusi umur petani

Kelompok Luas Lahan (Ha)

No Umur < 0,5 (%) 0,5-2 (%) >2 (%)


1  15-24 3 0,20 10 0,30 3 0,13
2  25-34 3 0,20 5 0,15 7 0,31
3  35-44 3 0,20 9 0,29 3 0,13
4  45-54 2 0,14 8 0,24 4 0,18
5  55 keatas 4 0,26 1 0,03 5 0,22
jumlah 15 100 33 100 22 100
Sumber : petani responden (data diolah)

Dari tabel 7 terlihat bahwa umumnya petani termasuk dalam usia

produktif. Pada petani dengan luas lahan kurang dari 0, 5 Ha kelompok umur

yang terbesar adalah petani dengan kelompok umur 55 tahun keatas yaitu sebesar

26% sedangkan yang terkecil adalah kelompok umur 45-54 tahun sebesar 14%.

Petani dengan luas lahan diantara 0,5-2 Ha kelompok umur yang terbesar adalah

15-24 tahun yaitu 30%, sedangkan yang paling kecil adalah kelompok 55 tahun

keatas yaitu sebesar 3%. Petani dengan luas lahan diatas 2 Ha kelompok umur

yang terbesar adalah 25-34 tahun yaitu sebesar 31% dan yang paling kecil adalah

kelompok umur 15-24 tahun dan kelompok umur 35-44 tahun yaitu sebesar 13%.
Dilihat dengan keadaan umur petani didaerah penelitian sebagian besar

petani termasuk dalam umur yang produktif (15-54 tahun), yaitu sebanyak 15

petani (100%) pada luas lahan kurang dari 0,5 Ha, 33 petani (100%), pada luas

lahan 0,5-2 Ha, 22 petani (100%) pada luas lahan diatas 2 Ha. Pada tingkat umur

yang produktif ini petani mempunyai kemampuan yang optimal dalam berpikir

dan bertindak.

Jika umur petani tersebut dihubungkan dengan keberhasilan usaha tani

yang dilakukan didaerah penelitian tentu dapat memberikan hasil yang baik bagi

kegiatan usaha taninya. Mubyarto (1984) menyatakan bahwa seorang petani yang

berusaha pada umur produktif akan memberikan hasil yang maksimal jika

dibandingkan dengan umur dibawah usia produktif dan diatas usia produktif.

Lebih lanjut Hernanto (1988) menyatakan bahwa kemampuan tenaga kerja dalam

melakukan suatu pekerjaan sangat dipengaruhi oleh faktor umur.

2. Tingkat Pendidikan Petani

Gambaran mengenai tingkat pendidikan petani berdasarkan hasil

penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar petani didaerah penelitian masih

berpendidikan SD dan SMP. Secara rinci tingkat pendidikan petani dapat dilihat

pada tabel 8.

Tabel 8. Distribusi Pendidikan Petani

Tingkat Pendidikan Luas Lahan

No. Petani <0,5 (%) 0,5-2 (%) >2 (%)


1  Tidak tamat SD 8 0,53 - - 1 0,04
2  Tamat SD 3 0,2 23 0,69 8 0,36
3  Tidak tamat SMP - - - - - -
4  Tamat SMP 2 0,13 6 0,18 4 0,18
5  Tidak tamat SMA - - - - - -
6  Tamat SMA 2 0,13 4 0,12 4 0,18
7  D3 - - - - 3 0,13
8  S1 - - - - - -
Jumlah 15 100 33 100 22 100
Sumber : petani responden (data diolah)

Pada tabel 8 terlihat bahwa dari 15 petani pada usaha tani nilam dengan

luas lahan kurang dari 0,5 Ha terdiri dari 8 petani berpendidikan tidak tamat SD, 3

petani tamat SD, 2 petani tamat SMP, 2 petani tamat SMA. Untuk petani dengan

luas lahan diantara 0,5-2 Ha dari 33 petani terdapat 23 petani berpendidikan tamat

SD, 6 petani berpendidikan tamat SMP, 4 petani berpendidikan tamat SMA.

Sedangkan pada petani dengan luas lahan diatas 2 Ha terdapat 1 petani

berpendidikan tidak tamat SD, 8 petani berpendidikan tamat SD, 4 petani

berpendidikan tamat SMP, 4 petani berpendidikan tamat SMA, dan 3 petani

berpendidikan D3.

Dilihat dari tingkat pendidikan secara formal petani didaerah penelitian

relatif sudah memiliki dasar ataupun kemampuan yang cukup untuk mengadopsi

teknologi guna mengembangkan pembangunan pertanian di pedesaan, namun

belum bisa dikatakan bahwa tingkat pendidikan mereka sudah cukup baik,

walaupun umumnya petani tidak lagi golongan buta huruf. Pendidikan formal

yang relatif masih rendah ini perlu ditingkatkan dengan pendidikan non-formal

yaitu melalui penyuluhan yang diberikan melalui kelompok tani, dengan peran

kelompok tani sebagai kelas belajar bersama (Nurhidayat, 1991).

Mosher (1985) menyatakan bahwa pendidikan petani di pedesaan

bertujuan untuk membangun pertanian yang ada di pedesaan, selain itu pendidikan
petani sangat menentukan kemampuan petani dalam mengambil keputusan yang

akan diambil mengenai pelaksanaan usaha tani.

B. Analisa Biaya dan Penerimaan Usaha Tani Nilam

1. Kegiatan Usaha Tani Nilam

Dalam menyelenggarakan kegiatan usaha tani nilam, petani memerlukan

berbagai macam input. Biaya adalah sejumlah pengorbanan yang digunakan

dalam proses produksi. Biaya tersebut dapat dibedakan menjadi biaya tidak tetap

dan biaya tetap. Biaya tidak tetap seperti ; biaya tenaga kerja, biaya pupuk, biaya

bibit, biaya pestisida, biaya penyusutan alat, biaya penyulingan. Dan biaya tetap

seperti ; biaya pajak.

Analisa biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam usaha tani nilam pada

luas lahan kurang dari 0,5 Ha, luas lahan diantara 0,5-2 Ha, dan diatas 2 Ha

sebagai berikut :

a. Biaya bibit

Dari hasil penelitian, petani pada umunya memperoleh bibit dari petani

lain yang berdomisili disekitar lokasi penellitian. Biasanya mereka memperoleh

bibit dengan cara membeli dari petani yang habis panen. Bibit yang dibeli

biasanya berupa stek.

Pada usaha tani nilam dengan luas lahan kurang dari 0,5 Ha, rata-rata

penggunaan bibit adalah 3.336,6 batang, dengan biaya rata-rata Rp.40 per batang.

Pada luas lahan diantara 0,5-2 Ha penggunaan bibit rata-rata adalah 9212 batang,

dengan biaya rata-rata Rp.31 per batang, sedangkan pada luas lahan diatas 2 Ha
penggunaan bibit rata-rata adalah 220.318 batang dengan biaya rata-rata Rp.32,4

per batang.

Harga bibit atau stek nilam didaerah penelitian bervariasi. Harga

terendah Rp.15 dan tertinggi Rp.80 per batang. Secara rinci jumlah bibit dan biaya

bibit disajikan pada lampiran 1, lampiran 4, dan lampiran 7.

b. Biaya pupuk

Pupuk yang digunakan oleh petani pada umumnya terdiri dari pupuk

kimia dan pupuk kandang. Pupuk kimia terdiri dari urea, TSP, KCL, ataupun

pupuk lengkap NPK. Penggunaan pupuk selain untuk meningkatkan hasil juga

dimaksudkan untuk mempertahankan tanaman dari serangan hama penyakit. Tapi

bila berlebihan akan mengakibatkan racun bagi tanaman.

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap petani nilam, ternyata

umumnya petani menggunakan pupuk urea dan KCL, yang sangat dibutuhkan

oleh tanaman. Selain itu petani didaerah penelitian biasanya mengikuti rekan-

rekan mereka yang lebih dahulu membudidayakan tanaman nilam. Dikarenakan

tanaman ini baru dikembangkan dipropinsi Bengkulu sehingga belum ada

rekomendasi khusus yang diberikan oleh instansi terkait. Rata-rata penggunaan

pupuk untuk luas lahan kurang dari 0,5 Ha sebesar 151,2 Kg dengan biaya rata-

rata Rp.165.733,3. Untuk luas lahan diantara 0,5-2 Ha rata-rata penggunaan

pupuk sebesar 269,3 Kg dengan biaya rata-rata sebesar Rp. 170.606 dan untuk

luas lahan diatas 2 Ha rata-rata penggunaan pupuk 1.145,4 Kg dengan biaya rata-

rata Rp.2.863.636 untuk lebih jelasnya lihat lampiran 1, lampiran 4 dan lampiran

7.
c. Biaya pestisida

Penggunaan pestisida dimaksudkan untuk mencegah serta

memberantas hama penyakit tanaman. Rata-rata penggunaan pestisida untuk luas

lahan kurang dari 0,5 Ha adalah sebesar 0,63 liter dengan biaya rata-rata

Rp.15.903,3. Untuk luas lahan 0,5-2 Ha penggunaan pestisida rata-rata sebesar 2,0

liter dengan biaya rata-rata sebesar Rp.46.400 dan untuk luas lahan diatas 2 Ha

penggunaan pestisida rata-rata sebesar 8,86 liter dengan biaya rata-rata sebesar

Rp. 271.840,9 untuk lebih jelasnya lihat lampiran 1, lampiran 4 dan lampiran 7.

d. Biaya tenaga kerja

Pengusahaan nilam di Indonesia merupakan usaha padat karya, karena

modal utama dari pengusahaan nilam di Indonesia adalah berupa tenaga kerja,

mulai dari pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen dan pasca panen,

(Putri,1991). Tenaga kerja yang digunakan umumnya berasal dari dalam keluarga.

Penggunaan tenaga kerja luar keluarga dilakukan apabila pengusahaan nilam

merupakan suatu usaha yang besar, sedangkan tenaga kerja dalam keluarga tidak

mencukupi. Tenaga kerja luar keluarga dapat digunakan oleh petani berlahan

sempit bila tenaga kerja dalam keluarga memang belum mampu atau bekerja

diluar bidang pengusahaan nilam.

1. Pengolahan lahan

Untuk luas lahan kurang dari 0,5 Ha rata-rata penggunaan tenaga

kerja luar keluarga pada kegiatan pengolahan lahan rata-rata sebanyak 2,13 orang

dan lamanya mereka bekerja rata-rata 0,73 hari dengan biaya rata-rata Rp.15.500

dan untuk luas lahan diantara 0,5-2 Ha penggunaan tenaga kerja luar keluarga
pada kegiatan pengolahan lahan rata-rata sebanyak 1,63 orang dan lamanya

mereka bekerja rata-rata selama 1,18 hari dan biaya rata-rata sebesar Rp.19.200.

untuk lahan diatas 2 Ha rata-rata penggunaan tenaga kerja luar keluarga adalah 1,9

orang dan lamanya mereka bekerja rata-rata 11, 18 hari dengan biaya rata-rata

Rp.212.400.

2. Pembibitan

Untuk kegiatan pembibitan para petani tidak menggunakan tenaga

kerja luar keluarga karena para petani tidak mengadakan pembibitan. Mereka

memperoleh bibit dengan jalan membeli ke petani yang habis panen dan petani itu

pun bersedia membeli bibit. Dalam kegiatan membawa bibit ke lokasi penanaman

mereka tidak memperkerjakan tenaga kerja luar keluarga tetapi dilakukan sendiri

dengan cara mengangkut memakai gerobak.

3. Penanaman

Penggunaan tenaga kerja luar keluarga pada kegiatan lahan kurang

dari 0,5 Ha adalah rata-rata sebanyak 0,93 orang dan lamanya mereka bekerja

rata-rata 0,46 hari. Dan biaya rata-rata Rp.3.360, dan untuk lahan diantara 0,5-2

Ha penggunaan tenaga kerja luar keluarga rata-rata sebanyak 1,24 orang dan

lamanya mereka bekerja rata-rata 2,24 hari dengan biaya rata-rata Rp.21.600

untuk lahan diatas 2 Ha penggunaan tenaga kerja diluar keluarga adalah rata-rata

sebanyak 13,2 orang dan lamanya mereka bekerja rata-rata 3,7 hari dengan biaya

rata-rata sebesar Rp.387.840

4. Penyiangan
Penggunaan tenaga kerja diluar keluarga pada kegiatan penyiangan

untuk lahan kurang dari 0,5 Ha adalah sebanyak rata-rata 3,9 hari dan lamanya

mereka bekerja rata-rata 0,8 hari dengan biaya rata-rata Rp.24.960. untuk lahan

diantara 0,5-2 Ha adalah rata-rata sebanyak 2,3 orang dan lamanya mereka

bekerja rata-rata 1,2 hari dan biaya rata-rata sebesar Rp. 22.080. dan untuk lahan

diatas 2 Ha rata-rata sebanyak 4,8 orang dan lamanya rata-rata 6,0 hari dengan

biaya rata-rata sebesar Rp. 230.400.

5. Panen

Penggunaan tenaga kerja luar keluarga pada kegiatan pemanenan

untuk lahan kurang dari 0,5 Ha adalah rata-rata 14 orang dan lamanya mereka

bekerja 0,6 hari dengan biaya rata-rata sebesar Rp. 67.200 untuk lahan diantara

0,5-2 Ha adalah rata-rata sebanyak 1,4 orang dan lamanya mereka bekerja rata-

rata 1,5 hari dengan biaya rata-rata Rp.16.800 dan untuk lahan diatas 2 Ha adalah

rata-rata sebanyak 10,6 orang. Dan lamanya mereka bekerja rata-rata 3,8 hari

dengan biaya rata-rata sebesar Rp. 322.240. untuk lebih jelasnya lihat lampiran 2,

lampiran 5, dan lampiran 8.

e. Biaya penyulingan

Untuk lahan kurang dari 0,5 Ha dengan biaya rata-rata Rp.72.533

untuk lahan diantara 0,5-2 Ha dengan biaya rata-rata Rp. 191.818. dan untuk

lahan diatas 2 Ha dengan biaya rata-rata Rp.437.727,2 untuk lebih jelasnya lihat

lampiran 2, lampiran 5, dan lampiran 8.

f. Biaya transportasi
Untuk kegiatan pengangkutan daun nilam ke tempat penjemuran dan

penyulingan untuk lahan kurang dari 0,5 Ha dengan biaya rata-rata sebesar Rp.

14.333,3 dan untuk lahan diantara 0,5-2 Ha dengan biaya rata-rata Rp. Sebesar

Rp. 28.078,7. Dan untuk lahan diatas 2 Ha dengan biaya rata-rata sebesar Rp.

50.181,1 untuk lebih jelasnya lihat lampiran 2, lampiran 5, dan lampiran 8.

g. Biaya penyusutan alat

Peralatan yang digunakan dalam usaha tani nilam biayanya tidak habis

dipakai dalam satu kali musim tanam. Alat-alat yang digunakan antara lain,

cangkul, parang, gunting okulasi, karung, alat sabit. Untuk biaya peralatan yang

dikeluarkan pada usaha tani yang dihitung adalah biaya penyusutannya. Pada

usaha tani nilam dengan luas lahan kurang dari 0,5 Ha rata-rata penyusutan adalah

sebesar Rp. 8.500 per musim tanam, dan untuk lahan diantara 0,5-2 Ha rata-rata

penyusutan sebesar Rp. 21.000 untuk lahan diatas 2 Ha penyusutan adalah sebesar

Rp. 40.900 untuk lebih jelasnya lihat lampiran 1, lampiran 4, dan lampiran 7.

h. Biaya pajak

Pajak bumi sebenarnya dipengaruhi oleh luas lahan. Besarnya pajak

bumi yang dibayar adalah tetap besarnya pada setiap tahun yaitu Rp.

8000 untuk setiap lahan 2 Ha pada usaha tani nilam dengan luas lahan

kurang dari 0,5 Ha adalah rata-rata Rp.1000 dan luas lahan diantara

0,5-2 Ha rata-rata sebesar Rp. 3750, dan untuk lahan diatas 2 Ha

adalah sebesar Rp.4500.

Tabel 9. Rata-rata biaya pada usaha tani nilam untuk luas lahan <0,5 Ha, 0,5-2

Ha, >2 Ha pada tahun 1998/1999


Jumlah Biaya (Rp) pada lahan (Ha)
No Jenis Biaya <0,5 0,5-2 >2
1  Tenaga kerja 79.680 111.020 152.880
2  Pupuk 165.733,3 459.425,8 1.954.223
3  Bibit 116.167,3 176.380,5 1.117.088
4  Pestisida 15.903,3 46.400 271.840,9
5  Penyusutan 8.500 21.000 40.900
6  Penyulingan 72.533 191.818,1 437.212
7  Transportasi 14.333,3 28.078,7 50.181,1
8  Pajak 1000 3.750 4.500
  jumlah 473.850,2 1.036.873 4.028.824,9
Sumber : data diolah

Dari tabel 9 terlihat bahwa pada luas lahan kurang dari 0,5 Ha biaya

sebesar yang dikeluarkan petani adalah biaya pupuk, biaya bibit, biaya

penyulingan, biaya penyusutan, biaya pestisida, biaya transportasi dan biaya

pajak. Pada luas lahan 0,5 sampai 2 Ha biaya terbesar adalah biaya pupuk, biaya

bibit, biaya pestisida, biaya transportasi, biaya penyusutan, biaya pajak.

Sedangkan pada luas lahan diatas 2 Ha biaya terbesar adalah biaya pupuk, biaya

bibit, biaya pestisida, biaya penyulingan, biaya transportasi, biaya penyusutan,

biaya pajak. Untuk lebih jelasnya lihat lampiran 1, lampiran 4 dan lampiran 7.

Secara keseluruhan terlihat bahwa biaya yang terbesar adalah biaya pupuk.

Hal ini disebabkan oleh karena tanahnya sudah gersang dan juga karena harga

pupuk melonjak sangat tinggi.

1. Analisa penerimaan

Penerimaan pada usaha tani nilam adalah merupakan perhitungan produksi

(minyak nilam) yang dihasilkan dikalikan dengan harga jual. Rata-rata produksi

dan penerimaan tiap-tiap luas lahan yang diteliti disajikan pada tabel 10.
Tabel 10. Rata-rata produksi dan penerimaan usaha tani nilam pada luas lahan

<0,5 Ha, 0,5-2 Ha, >2 Ha.

No. Luas lahan (Ha) Produksi (Kg) Harga (Rp) Penerimaan

(Rp)
1 <0,5 7,2 163.000 1.173.600
2 0,5-2 19,3 162.000 3.126.600
3 >2 46 162.000 7.452.000
Sumber : data diolah

Dari tabel 10 terlihat bahwa petani dengan luas lahan kurang dari 0,5

Ha memperoleh produksi rata-rata sebesar 7,2 Kg dengan penerimaan Rp.

1.173.600. Petani dengan luas lahan diantara 0,5 sampai 2 Ha dengan produksi

rata-rata 19,3 Kg dengan penerimaan Rp. 3.126.600. sedangkan petani dengan

luas lahan diatas 2 Ha produksi rata-rata sebesar 46 Kg, dengan penerimaan rata-

rata Rp. 7.452.000. untuk lebih jelasnya lihat lampiran 3, lampiran 6, dan

lampiran 9.

2. Analisa penerimaan bersih

Penerimaan pada usaha tani nilam merupakan perhitungan total

penerimaan dikurangi total biaya rata-rata penerimaan bersih pada tiap-tiap luas

lahan yang diteliti disajikan pada tabel 11. Untuk lebih jelasnya lihat lampiran.

Tabel 11. Rata-rata penerimaan bersih pada usaha tani nilam dengan luas lahan

<0,5, 0,5-2,>2 Ha

No Luas lahan Total Total Biaya Penerimaan R/C

. (Ha) penerimaan (Rp) bersih (Rp)

(Ha)
1 <0,5 1.173.600 473.850,1 699.749,8 2,47
2 0,5-2 3.126.600 1.036.873 2.091.229 3,0
3 >2 7.452.000 4.028.842,9 3.423.175,1 1,87
Sumber : data diolah

Pembuktian Hipotesis

Untuk membuktikan hipotesis penerimaan usaha tani nilam dengan

luas lahan diatas 2 Ha lebih besar dari usaha tani nilam dengan luas lahan 0,5-2

dan lahan kurang dari 0,5 Ha dalam hal ini digunakan uji t dua arah untuk menguji

hipotesis dengan tingkat kepercayaan 98% (0,02) dan derajat bebas (db=n1+n2-2).

Kriteria : pengujian

Jika hitung <t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak

Jika t hitung >t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Penerimaan bersih usaha tani nilam pada luas lahan diatas 2 Ha lebih besar

dibandingkan dengan penerimaan usaha tani dengan luas lahan 0,5-2 Ha dari hasil

perhitungan uji t dapat dilihat (t hitung = 6,5 lebih besar dari t tabel 0,02.53 =

2,39). Oleh karena nilai t hitung lebih besar dari t tabel maka Ha diterima dan Ho

ditolak hal ini berarti bahwa penerimaan usaha tani nilam pada luas lahan diatas 2

Ha lebih besar dibanding dengan penerimaan usaha tani pada luas lahan kurang

dari 0,5-2.

Penerimaan bersih usaha tani nilam pada luas lahan diatas 2 Ha lebih besar

dibanding dengan penerimaan bersih usaha tani kurang dari 0,5 Ha. Dan hasil

perhitungan yang diperoleh dari uji t nilai (t-hitung = 35.6 lebih besar dari t-tabel

= 0,02,35 =2,42) oleh karena nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel maka, Ha

diterima dan Ho ditolak. Hal ini berarti penerimaan bersih usaha tani nilam pada

luas lahan diatas 2 Ha lebih besar dari penerimaan bersih usaha tani kurang dari

0,5 Ha pembuktian hipotesis yang menyatakan bahwa usaha tani nilam pada luas
lahan 0,5-2 Ha secara ekonomi lebih efisien dari luas lahan < 0,5 dan >2 Ha

diguna (R/C ratio).

Dari hasil perhitungan (R/C Ratio) dapat dilihat :

Tabel 12. Tabel perhitungan R/C ratio

No. Luas lahan (Ha) TR TC R/C


1 <0,5 1.173. 6 473.850,2 2,47

00
2 0,5-2 3.126.600 1.035.371 3,0
3 >2 7.425.000 4.028.824,9 1,87
Sumber : data diolah

Secara ekonomis luas lahan 0,5-2 Ha lebih efisien dari usaha tani <0,5 dan

>2 Ha dapat dilihat rationya sebesar 3,0


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

1. Penerimaan rata-rata usaha tani nilam pada luas lahan <0,5 Ha adalah sebesar

Rp. 685.502,2, penerimaan rata-rata pada usaha tani nilam pada luas lahan 0,5-

2 Ha adalah sebesar Rp. 2.216.872,9. Sedangkan penerimaan rata-rata pada

luas lahan >2 Ha adalah sebesar Rp. 2.734.064,8.

2. Berdasarkan uji t penerimaan bersih usaha tani nilam pada luas lahan diatas 2

Ha lebih besar dibandingkan dengan penerimaan bersih usaha tani nilam

dengan luas lahan 0,5-2 Ha (t hitung = 6,5 lebih besar dari t tabel 0,02 ; 53 =

2,39) penerimaan bersih usaha tani nilam pada luas lahan diatas 2 Ha lebih

besar dari penerimaan bersih pada luas lahan kurang dari 0,5 Ha ( t hitung 35,6

lebih besar dari t tabel 0,02 ; 35= 2,42).

3. Usaha tani nilam pada luas lahan 0,5-2 (R/C =3,0) Ha secara ekonomi lebih

efisien dan menguntungkan dibanding dengan usaha tani nilam pada luas lahan

<0,5 Ha (R/C = 2,47) dan luas lahan > 2 Ha (R/C = 1,87).


B. Saran

1. Untuk petani yang memiliki modal yang terbatas sebaiknya dalam usaha tani

nilam dianjurkan untuk mengolah usaha tani pada luas lahan diantara 0,5-2 Ha

karena secara ekonomis lebih efisien dan menguntungkan.

2. Diharapkan kepada instansi yang terkait untuk meningkatkan pembinaan

melalui penyuluhan, terhadap petani nilam agar mereka mengetahui tentang

teknik yang tepat mengenai budidaya nilam yang benar, sehingga

meningkatkan produksi minyak nilam.

3. Diharapkan kepada pemerintah agar harga pupuk dapat disesuaikan dengan

harga minyak nilam, sebab kalau seperti sekarang harga pupuk melonjak

tinggi, sedangkan harga minyak nilam turun secara drastis sehingga hasil yang

diperoleh petani sangat kecil.


DAFTAR PUSTAKA

Dayan Anto, Pengantar Metode Statistik, Jilid I.LP2ES. Jakarta

Denni Safarina 1997. Analisis Efisiensi Usaha Tani Jahe Berdasarkan Status

Pengolahan Lahan. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Departemen Perdagangan Propinsi Bengkulu, 1987. Informasi Pemasaran Minyak

Nilam

Hernanto,F.1989.Ilmu Usaha Tani. Departemen Ilmu Sosial Ekonomi

Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Irawan dan Suparmoko, M,. Ekonomi Pembangunan. BPFE. UGM

Johannes, H. dan Budiono.1982. Pengantar Matematika untuk Ekonomi, LP3ES,

Jakarta.

Kadariah, Lieh. Karlena dan Clive Gray, Pengantar Evaluasi Proyek. LPFE

UI.Jakarta

Mubyarto,Pengantar Ekonomi Pertanian.LP3ES. Jakarta. 1985

Nugroho Sigit, Rancangan Percobaan sebuah pengantar

Nasution,1991. Metodologi Penelitian. BPFE UGM

Soekartawi, 1992. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Ed 1. Cet 2. PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta

Santoso Hieronymus Budi,1991. Bertanam Nilam. Kanisius


Sudaryani Titik,Budidaya dan Penyulingan Nilam. Penebar Swadaya

Sukirno Sadono,1995. Pengantar Teori Mikroekonomi. PT Asuransi Jasa

Indonesia. Raja Grafindo Persada Jakarta

Soekartawi, 1990. Prinsip-prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan

Aplikasinya. Rajawali Press. Jakarta

Syarwin Afriadi, 1996. Pengaruh Penundaan Waktu Tanam dan Jumlah Buku

Turus Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Nilam. Skripsi Fakultas Pertanian

Universitas Bengkulu. Bengkulu (tidak dipublikasikan)

Taken, I.G.B dan S. Asmawi. 1997. Teori Ekonomi Mikro. Departemen Ilmu

Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB, Bogor

Toher K.A. 1982. Seuntai Pengetahuan Tentang Usaha Tani Indonesia. PT. Bina

Aksara. Jakarta

Trisantoso, 1990. Analisis Penerimaan dan Biaya Usaha Tani Kedelai antara

Petani dan Pemilik dan Penggarap. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas

Bengkulu. Bengkulu (tidak dipublikasikan)

Winardi, Pengantar Ilmu Ekonomi. Tarsito, Bandung. 1986

Yusdja, 1984. Pemilikan Lahan dan Pengusahaan Lahan Pertanian di Pedesaan

Indonesia. Agro Ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai