Anda di halaman 1dari 5

Nama ; Ummul Latifah

NIM ; 042642194

Diskusi 6

Perjanjian penghindaran pajak berganda, yang umum disingkat menjadi P3B, dan juga
dikenal dengan nama tax treaty, termasuk salah satu sumber hukum yang digunakan
dalam perpajakan internasional. Perjanjian penghindaran pajak berganda ini adalah
perjanjian internasional di bidang perpajakan antar kedua negara yang mengatur
pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh penduduk
salah satu negara atau penduduk kedua negara dalam persetujuan itu.

Secara garis besar, pembagian hak tersebut diatur dengan tujuan untuk mencegah
seminimal mungkin terjadinya pengenaan pajak berganda dan menarik investasi modal
asing ke dalam negeri.

Ada dua model utama P3B yang digunakan sebagai acuan, yaitu Model OECD dan
Model UN. Namun, masing-masing negara mengembangkan sendiri model perjanjian
mereka. Indonesia turut mengembangkan model perjanjian dengan menggabungkan
dua model utama, yang dikenal dengan nama Model Indonesia.

Ada tahapan prosedur yang harus dilakukan untuk menerapkan perjanjian


penghindaran pajak berganda, serta syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk
menggunakan manfaat tax treaty ini. Beberapa di antaranya adalah memperlihatkan
surat keterangan domisili yang telah memenuhi persyaratan administrasi, seperti
mengisi dan melampirkan form DGT dan menyampaikannya bersama SPT Masa.

Tujuan P3B
Pada prinsipnya, tax treaty ditujukan untuk menentukan alokasi hak pemajakan yang
timbul dari suatu transaksi yang terjadi antara negara sumber (negara tempat sumber
penghasilan berasal) dan negara domisili (negara tempat wajib pajak tinggal atau
menetap) (Martin Hearson, 2016). Perlu Anda ketahui, ada lima tujuan perjanjian
penghindaran pajak berganda.

1. Tidak terjadi pemajakan ganda yang memberatkan iklim dunia usaha

Adanya perjanjian penghindaran pajak berganda ini menjadikan pengenaan pajak atas
laba usaha tidak dapat dikenakan di kedua tempat, yaitu negara sumber atau negara
domisili. Jadi, laba usaha dikenakan pajak di tempat mereka berkedudukan.
Harapannya, dunia usaha bisa mendapatkan kepastian hukum karena membayar pajak
hanya dikenakan pada satu kali, yaitu di negara domisili.

2. Peningkatan investasi modal dari luar negeri

Perjanjian penghindaran pajak berganda diharapkan dapat menarik negara luar untuk
menanamkan modalnya di Indonesia. Sebab jika investasi berupa bunga, dividen atau
royalti dikenakan pajak yang tinggi, hal ini akan menimbulkan keraguan pada negara
luar. Tentunya, ini dapat memperlambat pertumbuhan investasi modal di Indonesia dari
luar negeri.

3. Peningkatan sumber daya manusia

Pembebasan pajak atas mahasiswa dan pelatihan karyawan di negara tempat


menempuh pendidikan maupun pelatihan akan meningkatkan kemampuan mereka,
menjadikannya sebagai sumber daya manusia yang lebih kompeten.

4. Pertukaran informasi guna mencegah pengelakan pajak

Pertukaran informasi di sini adalah kedua negara yang terlibat dalam perjanjian
penghindaran pajak berganda dapat mengetahui jika ada penduduk yang tidak
memenuhi kewajiban perpajakan sehingga dapat dideteksi sedini mungkin.
Negara yang terkait dengan P3B dapat melaporkan penghasilan penduduk asing di
negara sumber, misalnya dengan mengirimkan bukti penerimaan penghasilan dari
negara sumber. Informasi penghasilan tersebut seharusnya dilaporkan oleh penerima
penghasilan di negara domisili, dan diperhitungkan kembali di akhir tahun pajak.

5. Kedudukan yang setara dalam hal pemajakan antar kedua negara

P3B mengatur adanya pemajakan yang sama dan setara antar kedua negara dengan
prinsip saling menguntungkan serta tidak memberatkan penduduk asing antar kedua
negara dalam menjalankan usaha.

Model P3B

Dalam perpajakan internasional, perjanjian penghindaran pajak berganda ini menjadi


salah satu sumber hukum yang digunakan dalam setiap transaksi. Aspek
perpajakannya ditetapkan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
perjanjian penghindaran pajak berganda yang bersangkutan sesuai jenis transaksinya.

Setiap negara yang terlibat dapat menyusun tax treaty-nya sendiri berdasarkan model
perjanjian yang diakui secara internasional. Ada dua model utama perjanjian
penghindaran pajak berganda yang digunakan sebagai acuan.

1. Model OECD

OECD merupakan singkatan dari Organization for Economic Cooperation and


Development, dengan anggota yang terdiri dari 26 negara. Perjanjian model OECD ini
disusun dan dikembangkan oleh komite yang dibentuk oleh negara-negara OECD
khusus untuk memecahkan masalah-masalah perpajakan yang dihadapi kumpulan
negara tersebut.

Model OECD dalam tax treaty ini bertujuan untuk meningkatkan perdagangan antara
negara-negara yang menandatangani P3B dengan cara menghilangan pajak berganda
secara Internasional. Pada model ini, hak pemajakan diusahakan lebih banyak pada
negara domisili. Karena itu, perumusan definisi dalam model ini umumnya lebih sempit
ketimbang model tax treaty lainnya.

2. Model UN

Berlatar belakang pergerakan PBB yang mulai memperbarui masalah kepentingan


dalam perjanjian penghindaran pajak berganda akibat tingginya arus modal dari negara
maju ke negara berkembang, Sekjen PBB menerbitkan The United Nations Model
Double Taxation Convention Between Developed and Developing Countries atau
dikenal dengan nama Model UN.

Model UN memiliki tujuan tax treaty yang lebih luas, yaitu meningkatkan investasi asing,
serta sebagai alat untuk pertumbuhan ekonomi dan sosial dari negara-negara
berkembang. Berdasarkan tujuan ini, Model UN menginginkan hak pemajakan lebih
banyak di negara berpenghasilan sehingga pada perumusan pasal-pasal, definisinya
lebih luas ketimbang model OECD.

Kedua model ini menjadi acuan yang digunakan oleh negara-negara yang akan
melakukan perjanjian. Indonesia sendiri membentuk dan mengembangkan modelnya
sendiri yang dikenal dengan nama Model Indonesia. Model ini merupakan
penggabungan dan pengembangan dari dua model utama.

Sifat

Sebagai perjanjian bilateral, sesuai dengan hukum publik internasional, P3B bersifat
mengikat kedua negara (contracting states).

1. P3B yang ditutup suatu negara (Indonesia) juga mempunyai validitas internal
domestik dan menjadi self-executing. (Knechtle (1979))
2. Sehubungan dengan penghindaran pajak berganda, P3B mempunyai
kemungkinan yang dapat bersifat restriktif atau ekspansif
3. Sebagai elemen dari hukum internasional, sesuai dengan prinsip negative effect,
P3B membatasi aplikasi dari ketentuan domestik (kewenangan mengenakan
pajak).

Anda mungkin juga menyukai