TINJAUAN PUSTAKA
4 Universitas Sriwijaya
5
Universitas Sriwijaya
6
Universitas Sriwijaya
7
Universitas Sriwijaya
8
Universitas Sriwijaya
9
Universitas Sriwijaya
10
Distribusi saturasi adalah sebuah fungsi dari tekanan kapiler dan tinggi serta
kesetimbangan berada antara gaya kapiler dan gravitasi.
f. Persamaan aliran
Mendekati persamaan Darcy (1850) dimana mengalirnya antara minyak dan
air.
Persamaan fractional flow untuk pendesakan linear tak tercampur dalam
media berpori ditunjukkan dalam unit lapangan dengan persamaan aliran Darcy
(1850) yaitu :
ko A ∂ Pc
f w=
1+ 0,0001127
μ o qt ∂L([ −0,433 ∆ γ sinα ])
…(2.1)
μw ko
1+
μo kw
Fraksi dari persamaan ini menyatakan dari total air yang mengalir.
fw = 1 (100% mengalir air, tidak ada minyak mengalir).
fw = 0 (100% mengalir minyak, tidak ada air mengalir).
Dimana :
fw = fraksi air yang mengalir disetiap titik batuan (water cut), fraksi
k = permeabilitas batuan, mD
ko = permeabilitas efektif minyak, mD
kw = permeabilitas efektif air, mD
μo = viskositas minyak, cp
μw = viskositas air, cp
∆ Pc = perbedaan tekanan kapiler (Poil – Pwater), psi
qt = laju aliran total (minyak dan air), RB/D
A = luas penampang batuan atau reservoir, acre
L = jarak pergerakan front, ft
∆γ = perbedaan spesific gravity (γwater – γoil), fraksi
α = sudut kemiringan formasi, derajat.
(harga positif = air mendesak minyak pada kondisi up dip)
(harga negatif = air mendesak minyak pada kondisi down dip)
Persamaan diatas memperlihatkan bahwa fraksi aliran ( f w) yang diberikan
Universitas Sriwijaya
11
batuan formasi dan kondisi pendesakan merupakan fungsi saturasi air, karena
permeabilitas relatif dan tekanan kapiler adalah fungsi-fungsi dari saturasi itu
sendiri. Faktor yang diperlukan untuk menghitung harga f w secara lengkap
telah tersedia kecuali gradient tekanan kapiler. Gradient ini diformulasikan
sebagai berikut :
∂ P c ∂ Pc ∂ Sw
=
∂ L ∂ Sw ∂ L
Harga (∂ Pc ¿ ∂ S w) dapat ditentukan secara tepat dari kurva tekanan kapiler
air-minyak dan harga gradient saturasi (dS w /dL) tidak tersedia. Prakteknya
digunakan istilah tekanan kapiler seperti (Persamaan 2.1) diabaikan. Jika
pendesakan terjadi dalam sistem sumur horizontal dengan menggunakan harga
permeabilitas efektif maka (Persamaan 2.1) disederhanakan menjadi :
1
f w= …(2.2)
μw k o
1+
μo k w
Dimana :
k o=k . k ro
k w =k . k rw
Persamaan tersebut diperoleh kedalam bentuk yang sederhana dari
persamaan fraksi aliran, dimana permeabilitasnya relatif minyak dan air juga
termasuk di dalamnya, yaitu :
1
f w= …( 2.3)
μ w k ro
1+
μo k rw
Keterangan :
K rw = permeabilitas relatif air, mD
K ro = permeabilitas relatif minyak, mD
k = permeabilitas absolut, mD
Universitas Sriwijaya
12
λ d
( kμ ) didesak
Dimana :
λD = mobilitas fasa pendesak (displacing) dibelakang front.
λd = mobilitas fasa yang didesak (displaced) didepan front.
Mobilitas fluida injeksi haruslah rendah dan mobilitas minyak haruslah
cukup tinggi agar didapatkan efisiensi penyapuan areal yang tinggi dan hal
tersebut yang mempengaruhi peningkatan perolehan minyak. Mobilitas ratio akan
tetap konstan sampai terjadinya breakthrough (penerobosan air), sehingga saturasi
air rata-rata di belakang front tetap konstan dan permeabilitas relatif air tidak
berubah. After breakthrough, mobilitas ratio tidak lagi konstan melainkan
meningkat sejalan dengan saturasi air rata-rata sehingga permeabilitas air pun
meningkat. Hasil perhitungan yang diperoleh, dapat diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
a. Apabila M > 1, maka tidak akan menguntungkan dalam proses penyapuan.
Kondisi ini, air mengalir lebih cepat daripada minyak. Air yang mengalir di
belakang front lebih cepat dibandingkan minyak yang didepan front.
Akibatnya air tidak dapat mendesak minyak secara efisien sehingga air lebih
dahulu terproduksi pada sumur produksi.
b. Apabila M = 1, ketahanan mengalir di dalam reservoir untuk kedua macam
fluida yang sama.
Universitas Sriwijaya
13
M=
( )
μw ¿
S
…(2.4)
k ro
( ) S
μ o wi
Dimana :
k rw = permeabilitas relatif air, mD
k ro = permeabilitas relatif minyak, mD
μw = viskositas air, cp
μo = viskositas minyak, cp
S¿ = saturasi minyak residual, fraksi
Swi = saturasi air awal, fraksi
Craig (1971) menganggap bahwa ada gradien saturasi di belakang flood
front karena pada kondisi lapangan yang sebenarnya pendesakan minyak oleh air
bukanlah pendesakan torak. Craig mengemukakan mobilitas apparent untuk fasa
pendesak dengan menggunakan saturasi air rata-rata dibelakang flood front pada
saat breakthrough ( Śwbt ). Persamaan mobilitas yang dikemukakan oleh Craig
sebagai berikut (John Lee W., 1995) :
Universitas Sriwijaya
14
k rw
M=
( ) Ś
μ w wbt
…( 2.5)
k ro
( )
μo wi
S
Dimana :
K rw = permeabilitas relatif air, mD
K ro = permeabilitas relatif minyak, mD
μw = viskositas air, cp
μo = viskositas minyak, cp
Śwbt = saturasi air rata-rata saat breakthrough, fraksi
Swi = saturasi air awal, fraksi
Universitas Sriwijaya
15
atau mengebor sumur-sumur infill untuk injeksi disamping itu faktor yang
dipertimbangkan yaitu (Ahmed, Tarek., 1989) :
a. Keheterogenitas reservoir dan arah rekahan formasi.
b. Tersedianya fluida injeksi (gas atau air).
c. Injektifitas, produktifitas, dan well spacing.
d. Perolehan minyak maksimum.
Secara umum pemilihan pola pendesakan yang cocok untuk reservoir
tergantung pada jumlah dan lokasi sumur-sumur yang telah ada. Pada beberapa
kasus, sumur-sumur produksi dapat diubah menjadi sumur injeksi. Secara umum,
pola injeksi terbagi menjadi tiga, yaitu (Willhite, 1986) :
a. Pola injeksi irregular (tak beraturan)
Willhite (1986) mengemukakan topologi atau kemiringan dari lubang bor
kemungkinan hasil dari sumur injeksi atau sumur produksi dengan
lokasi yang tidak seragam. Daerah yang dipengaruhi oleh sumur injeksi
bisa jadi berbeda untuk setiap sumur injeksi. Beberapa reservoir yang
kecil (small) yang dikembangkan untuk produksi primary dengan
dibatasi jumlah sumur dan dari segi ekonomi yang sedikit mungkin hanya
sedikit sumur produksi yang dikonversikan kedalam sumur injector pada
pola yang tidak seragam. Patahan (faulting) dan hal yang sudah pasti variasi
dalam porositas dan permeabilitas.
b. Pola injeksi peripheral
Pada pendesakan peripheral sumur injeksi ditempatkan dibatas luar dari
reservoir yang ditunjukkan pada (Gambar 2.3).
Universitas Sriwijaya
16
Universitas Sriwijaya
17
1. Direct line drive. Jalur (lines) dari injeksi dan produksi adalah saling
berlawanan arah satu sama lainnya. Pola ini dicirikan dengan dua
parameter yaitu a adalah jarak antar sumur yang sama, dan d adalah jarak
antara lines dari injector dan producer, penyapuan kurang baik dan well
spacing seragam.
2. Staggered line drive. Pada pola ini, sumur-sumur yang sejenis berada dalam
baris yang sama, akan tetapi antara sumur injeksi dan sumur produksinya
berada pada arah yang saling berlawanan dengan posisi diagonal.
3. Five spot. Ini adalah seperti kotak dengan jarak antar semua sumur tetap
(constant) yaitu a=2 d, dengan empat sumur injeksi dalam sebuah persegi
empat terhadap satu sumur produksi terletak dipusat, pola yang biasanya
digunakan, well spacing seragam, efisiensi penyapuan tinggi, dan respon
injeksi yang baik untuk reservoir dengan dibatasi tekanan injeksi hingga
daerah tekanan formasi yang rendah.
4. Seven spot. Sumur-sumur injeksi yang ditempatkan dipojok dari sebuah
hexagonal dengan satu sumur produksi yang terletak dipusat, biasanya
Universitas Sriwijaya
18
tidak digunakan pada irregular spacing dan jika digunakan lebih suka pada
pola inverted, boleh jadi digunakan untuk pilot floods dalam pola regular
untuk mengontrol aliran yang baik selama test flood.
5. Nine spot. Pola ini serupa dari five spot tetapi dengan penambahan sumur
injeksi yang dibor ditengah dari setiap sisi persegi empat. Pada dasarnya
pola ini terdiri dari delapan injector yang menggelilingi satu producer. Ciri
dari pola ini adalah penyapuan baik, well spacing seragam yang
dikembangkan dari persegi empat, pattern yang biasanya digunakan, bila
regular 9-spot dimanfaatkan untuk injektifitas fluida yang rendah-
digunakan pilot test dan bila inverted 9-spot dimanfaatkan untuk
injektifitas fluida yang tinggi.
Pola yang diistilahkan dengan inverted yaitu hanya memiliki satu sumur
injeksi per pattern.
Perubahan fungsi sumur produksi menjadi sumur injeksi akan berpengaruh
pada jumlah produksi minyak yang dihasilkan, dimana kapasitas produksi
dari lapangan akan berkurang. Keputusan untuk membuat sumur injeksi
baru atau menggunakan sumur yang lama dilakukan dengan berdasarkan
analisa ekonomi dengan ketentuan tidak dibatasi secara teknis.
Universitas Sriwijaya
19
sumur, pipa salur (flowline), tangki pemisah dan lain-lain. Komplesi sumur
produksi pada proyek injeksi air sama dengan komplesi sumur-sumur pada
umumnya, antara lain dalam hal formasi (Ahmed, Tarek., 1989).
Peralatan untuk operasi injeksi air ini terdiri dari (Ahmed, Tarek., 1989) :
a. Pompa
Pompa merupakan alat yang memberikan tekanan masuk injeksi air. Pompa
pada pelaksanaan injeksi air ini dapat berupa pompa sentrifugal atau
dengan menggunakan pompa reciprocating.
b. Storage Tank
Storage tank merupakan tempat pengumpul air bersih yang disiapkan untuk
diinjeksikan kedalam sumur setelah mengalami penanganan pada bagian
yang khusus untuk membersihkannya. Air yang digunakan dalam operasi
injeksi air adalah fresh water (air dari sungai atau danau serta air aquifer)
dan salt water (air laut) dan juga dapat menggunakan air yang terproduksi
dari sumur produksi yang telah diberi perlakuan khusus terlebih dahulu
(treatment).
c. Pipa Alir
Pipa alir merupakan pipa yang dipakai sebagai media alir untuk fluida
injeksi yang akan dimasukkan kedalam reservoir setelah dipompakan.
Pemakaian dan pemilihannya tergantung pada debit injeksi dari fluida yang
direncanakan serta tekanan dan faktor ekonomi.
Universitas Sriwijaya
20
dengan air dalam sebuah sistem linear ketika memprediksikan kinerja injeksi air.
Dalam metode Buckley-Leverett mengasumsikan (John Lee W., 1995) :
a. Linear dan aliran mantap (steady state).
b. Pendesakan tidak tercampur.
c. Ketebalan konstan dari sistem lapisan single (single layer).
d. Fluida tidak termampatkan.
e. Laju alir total konstan.
f. Kesetimbangan vertikal.
g. Distribusi fluida awal seragam diseluruh reservoir.
h. Saturasi gas yang terperangkap dapat diperkirakan.
i. Reservoir linier homogeny dengan batuan konstan dan sifat fluida.
q t=q1 +q 2+ q3 …(2.6)
ht =h 1+ h2+ h3 …(2.7)
∆ pt =∆ p2 =∆ p3 dan A=( w ) ( ht ) … (2.8)
k avg wh t ∆ p t k 1 w1 h1 ∆ p1 k 2 w2 h2 ∆ p2 k 3 w 3 h 3 ∆ p3
q t= = = = …(2.9)
μL μL μL μL
k avg h t=k 1 h1+ k 2 h2+ k 3 h3 …(2.10)
3
∑ k jh j
k avg= j =1 … (2.11)
ht
Universitas Sriwijaya
21
V p=7758 ( A )( h ) ( Φ ) …(2.12)
V p S oi
OIP= …(2.13)
Boi
Dimana :
Vp = Volume pori pada pattern, RB.
A = Luas pola (pattern boundary), ft 2.
OIP = Kandungan minyak mula-mula pada pattern, STB.
Step 3. Hitung fractional flow dan plot kurva fractional flow terhadap saturasi
air dengan persamaan.
1
f w= …( 2.14)
μ w k ro
1+
μo k rw
Universitas Sriwijaya
22
Step 4. Tentukan saturasi air dari flood front ( Swf ) dengan mengambil
kemiringan dari saturasi air mula-mula ( Swi ) pada kurva fractional
flow. Tentukan juga fractional flow pada flood front ( f wf ) dan saturasi
air rata-rata dibelakang front pada saat breakthrough ( Swbt ).
Persamaan di bawah ini dapat digunakan :
f wf −0,00
f ' wbt = …(2.15)
S wf −Swi
1
S´wbt = + S … (2.16)
f ' wbt wi
Dimana :
Swf = Saturasi air dari flood front, fraksi.
Swi = Saturasi air mula-mula, fraksi.
f wf = Fractional flow air pada flood front.
S´wbt = Saturasi air rata-rata dibelakang front saat breakthrough,
fraksi.
Step 5. Perkirakan efisiensi areal pada saat breakthrough ( E Abt ) untuk model
direct line drive dapat menggunakan persamaan yang berdasarkan
referensi dari Ahmed Tarek (second edition-1946) yang
menghadirkan grafik hubungan efisiensi areal penyapuan untuk
semua pola sumur. Fassihi (1986) menggunakan persamaan untuk
menghitung efisiensi penyapuan areal dengan persamaan berikut
(Ahmed, Tarek., 1946) :
1
EA= …(2.17)
1−( [ a1 Ln ( M +a 2) + a3 ] f w + a4 Ln [ M +a 5 ] + a6 )
Dimana :
M = Mobilitas ratio.
fw = Fractional flow air pada flood front.
a 1 , a2 , a3 , a4 , a5 , a6 = koefisien, dapat dilihat pada Tabel 2.1
Universitas Sriwijaya
23
Step 6. Hitung jumlah air yang akan diinjeksikan guna mengisi saturasi gas
pada saat penyapuan dan sebelum tersapu dengan air atau minyak.
Persamaan berikut dapat digunakan :
Dimana :
E Abt = Daerah efisiensi penyapuan pada saat breakthrough.
S grs = Saturasi gas tersisa pada daerah penyapuan.
S gru = Saturasi gas tersisa pada daerah yang belum tersapu.
Nilai untuk saturasi gas tersisa pada daerah penyapuan ( S grs) dan
Saturasi gas tersisa pada daerah yang belum tersapu ( S gru) adalah
diperkirakan atau diasumsikan.
Step 7. Hitung volume pengisian (fill-up) (V fu ) pada daerah yang belum
tersapu menggunakan persamaan berikut :
Universitas Sriwijaya
24
W if
∆ tf = …(2.20)
Iw
Step 2. Hitung jumlah air yang diinjeksikan dari fill-up sampai breakthrough
(∆ W ibt).
∆ W ibt ¿ W ibt −W if …(2.23)
Step 3. Jumlah dari waktu yang dibutuhkan untuk injeksi sampai fluida
injeksi breakthrough (∆ t tb) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan:
W ibt
∆ t tb = …( 2.24)
Iw
Universitas Sriwijaya
25
∆ W ibt
N Pbt = … (2.25)
Bo
b. Asumsikan bahwa fluida air yang mengisi volume gas pada daerah
yang belum tersapu.
∆ W ibt +V fu
N Pbt = … (2.26)
Bo
N Pbt
REC bt = …( 2.27)
OIP
Universitas Sriwijaya
26
langkah-langkah perhitungan pada tahap ini adalah sebagai berikut (John Lee W.,
1995) :
Step 1. Bagi range saturasi (dari saturasi flood front pada saat breakthrough
sampai 100% mengisi air) menjadi kenaikkan saturasi (∆ S w). Hal ini
mewakili kenaikkan saturasi pada sumur produksi.
S w max−S wf
∆ S w= …(2.29)
N
Step 2. Hitung nilai kurva fractional flow ( f wn), penurunan dari fractional
flow ( f wn ' ), dan volume pori air yang diinjeksikan (Q ¿), untuk
perhitungan ini (after breakthrough) menghasilkan langkah dari tiap
saturasi air :
Q¿ =( f 1' ) E
wn
Abt …(2.32)
Universitas Sriwijaya
27
Catatan : notasi dari sumber berbeda dari penulis pada gambar diatas.
Dibawah ini adalah “equivalent” istilahnya.
Se Ś w , f w 2 f w , dan Sw 2 S wf
Universitas Sriwijaya
28
N pn=
{V p E Abt [ S oi −( 1− Ś wn−S grs ) ]−V fu } … (2.36)
Bo
b. Asumsikan bahwa air injeksi mengisi volume gas pada daerah yang
belum tersapu.
N pn
REC n= … (2.38)
OIP
Step 7. Laju produksi air, produksi minyak dan water oil ratio (WOR)
sekarang dapat dihitung :
q wn =i w −q on …(2.39)
N pn−N pn−1
q on= …(2.40)
∆ tn
q wn
WOR sn= …(2.41)
q on
Universitas Sriwijaya