Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

“ Asuhan keperawatan pada anak dengan Hirschprung, Atresia ani Dan Atresia ductus
hepaticus”

Dosen : Ns. Ignasia Nila Siwi, M.Kep

Disusun oleh :

Calista Putri Salsabilah

Chusnul Khotimah Suci Efendi

Uci Julia Angraini

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI YOGYAKARTA

BANTUL

2019/2020

1
Daftar Isi

Daftar Isi ........................................................................................................................................................ 2


BAB I .............................................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 3
1.2 RUMUSAN MASALAH .......................................................................................................................... 3
1.3 TUJUAN ............................................................................................................................................... 3
1.4 MANFAAT ............................................................................................................................................ 4
BAB II ............................................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................................................... 5
2.1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIRSCHPRUNG ........................................................ 5
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ATRESIA ANI .......................................................... 11
2.3 ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ATRESIA BILIER ...................................................... 16
Daftar Pustaka............................................................................................................................................. 22

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pasien dengan penyakit hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch
padatahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung
yangmendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi
terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan
Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan
olehgangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion.

Atresia ani terjadi pada dari setiap 4000+5000 kelainan hidup.Secaraumum atresia ani
lebih banyak ditemukan pada laki+laki daripada perempuan.Fistula rektouretra merupakan
kelainan yang paling banyak ditemuai pada bayi laki+laki, diikuti oleh fistula perineal.
Sedangkan pada bayi perempuan Jenis atresia ani yang paling banyak ditemukan adalah
atresia anidiikuti fistula rekto-estibular dan fistula perineal (Oldham ",2005)

Atresia Bilier adalah penyakit serius yang mana ini terjadi pada satu dari 10.000
anak-anak dan lebih sering terjadi pada anak perempuan dari pada anak laki-laki dan pada
bayi baru lahir. Penyebab atresia bilier tidak diketahui, dan perawatan hanya sebagian
berhasil. Atresia bilier adalah alasan paling umum untuk pencangkokan hati pada anak-anak
di amerika serikat dan sebagian besar dunia barat (Santoso, Agus 2010)

1.2 RUMUSAN MASALAH


✓ Asuhan keperawatan pada anak dengan Hirschprung
✓ Asuhan keperawatan pada anak dengan Atresia ani
✓ Asuhan keperawatan pada anak dengan Atresia ductus hepaticus

1.3 TUJUAN
Untuk mengetahui teori dan asuhan keperawatan yang akan diberikan pada anak dengan
penyakit Hirschprung, Atresia ani dan Atresia ductus hepaticus termasuk dampaknya
terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia (dalam konteks keluarga).

3
1.4 MANFAAT
Dalam pembuatan makalah ini, diharapkan pembaca dapat menambah pengetahuan tentang
asuhan keperawatan pada anak dengan Hirschprung, Atresia ani dan Atresia ductus
hepaticus.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIRSCHPRUNG


A. DEFINISI
Penyakit Hirschsprung adalah gangguan pada usus besar yang menyebabkan feses
atau tinja terjebak di dalam usus. Penyakit bawaan lahir yang tergolong langka
ini bisa mengakibatkan bayi tidak buang air besar (BAB) sejak dilahirkan.

B. EPIDEMIOLOGI
Terhitung sekitar seperempat dari semua kasus obstruksi usus neonatal
insidensinya adalah 1 dari 5000 kelahiran hidup (Liang, Ji, Yuan, et al, 2014). Ini empat
kali lebih sering terjadi pada pria daripada wanita dan mengikuti pola keluarga dalam
jumlah kasus yang kecil. Meta-analisis mutasi baru-baru ini pada protoonkogen RET
mengkonfirmasi hubungan yang signifikan antara polimorfisme RET dan penyakit
Hirschsprung (Liang, Ji, Yuan, et al, 2014).

C. ETIOLOGI
Penyakit Hirschsprung terjadi ketika saraf di usus besar tidak terbentuk dengan
sempurna. Saraf ini berfungsi untuk mengontrol pergerakan usus besar. Oleh karena itu,
jika saraf usus besar tidak terbentuk dengan sempurna, usus besar tidak dapat mendorong
feses keluar. Akibatnya, feses akan menumpuk di usus besar.
Penyebab masalah pada saraf tersebut belum diketahui secara pasti. Namun, ada
beberapa kondisi yang diduga dapat meningkatkan risiko ketidaksempurnaan pembentukan
saraf usus besar, antara lain:
○ Berjenis kelamin laki-laki
○ Memiliki saudara yang menderita penyakit Hirschsprung
○ Memiliki orang tua, terutama ibu, yang pernah menderita penyakit Hirschsprung
○ Menderita penyakit bawaaan lainnya yang diturunkan, seperti Down syndrome dan PJB

5
D. PATOFISIOLOGI
Patologi penyakit Hirschsprung berkaitan dengan tidak adanya sel ganglion di
daerah usus yang terkena, yang mengakibatkan hilangnya refleks rektosfingterik dan
lingkungan mikro yang abnormal dari sel-sel usus yang terkena. Istilah megakolon
aganglionik kongenital menggambarkan defek primer, yaitu tidak adanya sel ganglion pada
pleksus mienterikus Auerbach dan pleksus submukosa Meissner (Gbr. 22-2). Pada 80%
kasus, aganglionosis terbatas pada sfingter internal, rektum, dan beberapa sentimeter kolon
sigmoid dan disebut penyakit segmen pendek (Liang, Ji, Yuan, et al, 2014).
Tidak adanya sel ganglion di usus yang terkena menyebabkan kurangnya stimulasi
sistem saraf enterik, yang menurunkan kemampuan sfingter internal untuk berelaksasi.
Stimulasi simpatis usus yang tidak dilawan menghasilkan peningkatan tonus usus. Selain
kontraksi usus yang abnormal dan akibat kurangnya peristaltik, terdapat hilangnya refleks
rektosfingterik. Biasanya, ketika bolus feses memasuki rektum, sfingter internal
berelaksasi dan feses dikeluarkan. Pada penyakit Hirschsprung, sfingter internal tidak
berelaksasi. Dalam kebanyakan kasus, segmen aganglionik mencakup rektum dan
beberapa bagian kolon distal. Namun, seluruh usus besar atau bagian dari usus kecil
mungkin terlibat; ini dianggap sebagai penyakit Hirschsprung segmen panjang. Kadang-
kadang, melewatkan segmen atau aganglionosis usus total dapat terjadi. Jarang,
aganglionosis kolon total, di mana tidak ada persarafan usus besar dan kecil dari anus ke
katup ileocecal, akan terjadi pada 2% hingga 13% kasus dengan penyakit Hirschsprung
(Moore, 2012).

E. MANIFESTASI KLINIS
a) Periode Bayi Baru Lahir
• Gagal mengeluarkan mekonium dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah
lahir
• Penolakan untuk memberi makan muntah empedu
• Distensi perut
b) Masa bayi
• Gagal untuk berkembang
• Sembelit

6
• Distensi perut
• Episode diare dan muntah
• Tanda-tanda enterokolitis
• Diare berair dan eksplosif
• Demam
• Tampak sakit parah
c) Masa kanak-kanak
• Sembelit
• Kotoran seperti pita dan berbau busuk
• Distensi perut
• Peristaltik terlihat
• Massa tinja mudah teraba
• Kurang gizi, penampilan anemia

Pada bayi dan anak, anamnesis merupakan bagian penting dari diagnosis dan
biasanya mencakup pola konstipasi kronis. Pada pemeriksaan, rektum kosong dari feses,
sfingter internal kencang dan kebocoran feses dan akumulasi gas dapat terjadi jika segmen
aganglionik pendek. Untuk mengkonfirmasi diagnosis, biopsi rektal dilakukan baik
pembedahan untuk mendapatkan spesimen biopsi ketebalan penuh atau dengan biopsi
hisap untuk bukti histologis tidak adanya sel ganglion.

F. TATALAKSANA MEDIS
Mayoritas anak-anak dengan penyakit Hirschsprung memerlukan pembedahan
daripada terapi medis dengan enema yang sering (Gourlay, 2013). Setelah anak distabilkan
dengan penggantian cairan dan elektrolit, jika diperlukan, pembedahan dilakukan, dengan
tingkat keberhasilan yang tinggi. Penatalaksanaan bedah terutama terdiri dari
pengangkatan bagian usus yang aganglionik untuk menghilangkan obstruksi,
mengembalikan motilitas normal, dan mempertahankan fungsi sfingter ani eksternal.
Prosedur transanal Soave endorektal pull-through sering dilakukan dan terdiri dari menarik
ujung usus normal melalui lengan otot rektum, dari mana mukosa aganglionik telah
dihapus. Dengan diagnosis lebih awal, usus proksimal mungkin tidak terlalu terdistensi,

7
sehingga memungkinkan dilakukannya prosedur pull-through primer atau satu tahap dan
menghilangkan kebutuhan akan kolostomi sementara. Operasi yang lebih sederhana,
seperti miomektomi anorektal, dapat diindikasikan pada penyakit segmen yang sangat
pendek. Setelah prosedur pull-through, sebagian besar anak-anak mencapai kontinensia
tinja. Namun, beberapa anak mungkin mengalami striktur anal, enterokolitis berulang,
prolaps, dan abses perianal, dan inkontinensia dapat terjadi dan memerlukan terapi lebih
lanjut, termasuk dilatasi atau terapi pelatihan ulang usus (Fiorino dan Liacouras, 2016).

G. PROGNOSIS
Laporan hasil jangka panjang setelah perbaikan definitive untuk penyakit
Hirschprung saling bertentangan. Beberapa peneliti melaporkan tingkat kepuasan yang
tinggi, sedangkan yang lain melaporkan insiden konstipasi dan inkontinensia yang
signifikan. Secara umum, lebih 90% pasien dengan penyakit Hirschprung melaporkan hasil
yang memuaskan. Namun, banyak pasien mengalami gangguan fungsi usus selama
beberapa tahun sebelum kontinensia normal terbentuk. Sekitar 1% pasien dengan penyakit
Hirschprung memiliki inkontinensia yang melemahkan yang membutuhkan kolostomi
permanen.
Aganglionosis kolon total dikaitkan dengan hasil yang lebih buruk, dengan 33%
pasien mengalami inkontinensia persisten dan 14% memerlukan ileostomy permanen.
Pasien dengan kelainan dan sindrom kromosom terkait juga memiliki hasil klinis yang
lebih buruk.

H. KOMPLIKASI
1) Gawat pernafasan akut
2) Enterokolitis akut
3) Triktura ani pasca bedah
4) Inkontinensia jangka panjang
5) Obstruksi usus
6) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
7) Konstipasi
8) Megakolon

8
I. PENGKAJIAN
1. Identitas klien : Terjadi terutama pada neonatus dan kanak-kanak. Lebih sering
terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
2. Keluhan utama : Ibu mengatakan mekonium lambat keluar atau tidak keluar
3. Riwayat penyakit sekarang : Mekonium lambat keluar lebih dari 24-48 jam setelah
lahir, perut kembung, muntah berwarna hijau, dan nyeri abdomen.Pada kanak-kanak
kadang terdapat diare atau enterokolitis kronik disertai kehilangan cairan, elektrolit,
dan protein yang masif, secara cepat dan progresif menjadi sepsis dan syok.
4. Riwayat penyakit dahulu : Riwayat penyakit diketahui adanya peningkatan kesulitan
dalam defekasi yang dimulai pada beberapa minggu pertama kehidupan, konstipasi
sejak lahir dan ditemukannya rektum yang kosong.
5. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini
diturunkan kepada anaknya.
6. Riwayat kesehatan lingkungan : Tidak ada hubungan dengan kesehatan lingkungan.
7. Imunisasi : Tidak ada imunisasi untuk bayi atau anak dengan penyakit Hirschsprung.
8. Kebutuhan nutrisi : Pola nutrisi didapatkan penurunan nafsu makan, minum, dan
muntah berwarna hijau, atau ada pembatasan klien pre op.
9. Kebutuhan eliminasi : Konstipasi, tinja seperti pita dan berbau busuk.
10. Pemeriksaan
▪ Pemeriksaan umum : Kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah dan
gelisah, suhu tubuh meningkat bila terdapat enterokolitis, nadi cepat dan lemah,
respirasi takipnea , BB menurun.
▪ Pemeriksaan fisik
a. Sistem kardiovaskuler : Tidak ada kelainan.
b. Sistem pernapasan : Sesak napas, distres pernapasan.
c. Sistem pencernaan : Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang,
muntah berwarna hijau.Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik.
Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan
diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.

9
d. Sistem saraf : SSP tidak ada kelainan, namun ada kelainan sel ganglion pada
ususnya.
e. Sistem lokomotor/musculoskeletal : Gangguan rasa nyaman.
f. Sistem integument : Akral hangat.
g. Sistem pendengaran : Tidak ada kelainan.

J. DIAGNOSIS
Pre-operasi :
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual
muntah
2. Gangguan keseimbangan cairan b/d output yang berlebih
3. Perubahan eliminasi alvi :konstipasi berhubungan dengan tidak adanya peristaltik
usus
4. Gangguan rasa nyaman, Nyeri b/d distensi abdomen
5. Ansietas b/d kurangnya informasi tentang pembedahan kolostomi
Post-operasi :
1. Gangguan rasa nyaman, Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan sekunder
terhadap pembedahan
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat
pembedahan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat pembedahan

K. INTERVENSI
Pre-operasi :
1. Jika gangguan didiagnosis selama periode neonatal, tujuan utamanya adalah
membantu orang tua menyesuaikan diri dengan cacat bawaan pada anak mereka,
membina ikatan bayi-orang tua, mempersiapkan mereka untuk intervensi medis-
bedah, dan mempersiapkan orang tua untuk menerima perawatan. anak setelah
operasi.

10
2. Seorang anak yang kekurangan gizi mungkin tidak dapat menahan operasi sampai
status fisiknya membaik. Seringkali ini melibatkan pengobatan simtomatik dengan
enema; diet rendah serat, tinggi kalori, tinggi protein.
3. Pada bayi baru lahir, yang ususnya dianggap steril, tidak diperlukan persiapan
tambahan. Namun, pada anak-anak lain, persiapan untuk prosedur pull-through
melibatkan pengosongan usus dengan enema saline berulang dan mengurangi flora
bakteri dengan antibiotik oral atau sistemik dan irigasi kolon menggunakan larutan
antibiotik.
4. Pemantauan tanda vital dan tekanan darah yang sering untuk tanda-tanda syok;
memantau penggantian cairan dan elektrolit, serta plasma atau turunan darah
lainnya; dan amati gejala perforasi usus, seperti demam, peningkatan distensi
abdomen, muntah, nyeri tekan meningkat, iritabilitas, dispnea, dan sianosis.
5. Mengukur lingkar abdomen dengan pita pengukur kertas, biasanya setinggi
umbilikus atau di bagian terluas abdomen.

Post-operasi :
1. Libatkan orang tua untuk membantu memberi makan dan mengamati tanda-tanda
infeksi luka atau buang air besar yang tidak teratur.
2. Lakukan dilatasi anal setiap hari pada periode pasca operasi untuk menghindari
striktur anastomosis; ajarkan orang tua untuk melakukan prosedur di rumah.
3. Orang tua diajarkan cara merawat kolostomi dan cara memberikan perawatan kulit
untuk mencegah kerusakan kulit.

2.2 ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ATRESIA ANI


A. DEFINISI
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)

B. EPIDEMIOLOGI

11
Salah satu malformasi kongenital yang lebih umum yang disebabkan oleh
perkembangan abnormal, dengan kejadian sekitar 1 dari 4000 hingga 5000 kelahiran
(Herman dan Teitelbaum, 2012). Malformasi ini dapat berkisar dari anus imperforata
sederhana hingga termasuk anomali kompleks terkait lainnya dari genitourinari (GU) dan
organ panggul, yang mungkin memerlukan perawatan ekstensif untuk fungsi tinja, kemih,
dan seksual. Malformasi anorektal dapat terjadi secara terpisah atau sebagai bagian dari
asosiasi VACTERL (lihat bab sebelumnya). Anomali ini diklasifikasikan menurut jenis
kelamin bayi baru lahir dan fitur anatomi abnormal, termasuk cacat GU.

C. ETIOLOGI
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.

D. PATOFISIOLOGI
1) Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik
2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan
4) Berkaitan dengan sindrom down
5) Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
Terdapat tiga macam letak
- Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis)
dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak
upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital

12
- Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya
- Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan
ujung rectum paling jauh 1 cm. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum
Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Pada temuan fisik tidak adanya lubang anus
2. Distensi perut
3. Muntah
4. Tidak adanya pengeluaran meconium atau adanya mekonium dalam urin
5. Perineum datar dan tidak adanya alur intergluteal garis tengah

F. TATALAKSANA MEDIS
Penatalaksanaan utama malformasi anorektal adalah pembedahan. Setelah defek
telah diidentifikasi, ambil langkah-langkah untuk menyingkirkan defek yang mengancam
jiwa, yang memerlukan intervensi bedah segera. Asalkan tidak ada masalah yang
mengancam jiwa, bayi baru lahir distabilkan dan dipertahankan NPO untuk evaluasi lebih
lanjut. Cairan IV diberikan untuk mempertahankan glukosa dan keseimbangan cairan dan
elektrolit. Rekomendasi saat ini adalah bahwa operasi ditunda setidaknya 24 jam untuk
mengevaluasi dengan benar keberadaan fistula dan kemungkinan anomali lainnya (Herman
dan Teitelbaum, 2012).
Perawatan bedah malformasi anorektal bervariasi sesuai dengan cacat tetapi
biasanya melibatkan satu atau mungkin kombinasi dari beberapa prosedur berikut:
anoplasti, kolostomi, posterior sagital anorectoplasty (PSARP) atau pull-through lainnya
dengan kolostomi, dan kolostomi (pencabutan). ) penutupan. Pembahasan Manajemen
Asuhan Keperawatan berikut menguraikan beberapa aspek perawatan pra operasi dan
pasca operasi. Perbaikan laparoskopi primer (tanpa kolostomi) dari malformasi anorektal
berhasil dilakukan di beberapa pusat. Ini meminimalkan risiko bedah, morbiditas terkait,
dan manajemen nyeri pasca operasi.

G. PROGNOSIS

13
Atresia ani memiliki prognosis yang baik selama segera ditangani dan tidak terjadi
komplikasi pasca operasi.

H. KOMPLIKASI (Ngustiyah, 1997 : 248)


a. Asidosis hiperkioremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang
• Eversi mukosa anal
• Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)

I. PENGKAJIAN
1) Biodata klien
2) Riwayat keperawatan
a. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan masa lalu
3) Riwayat psikologis : Koping keluarga dalam menghadapi masalah
4) Riwayat tumbuh kembang
a. BB lahir abnormal
b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah
mengalami trauma saat sakit
c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
5) Riwayat social : Hubungan sosial
6) Pemeriksaan fisik

J. DIAGNOSIS

14
Pre-operasi :
1) Konstipasi b/d aganglion
2) Risiko kekurangan volume cairan b/d menurunnya intake, muntah
3) Cemas orang tua b/d kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan
Post-operasi :
1) Kerusakan integritas kulit b/d terdapat stoma sekunder dari kolostomi
2) Kurang pengetahuan b/d perawatan di rumah

K. INTERVENSI
Pre-operasi :
1. Evaluasi diagnostik, dekompresi GI, persiapan usus dan cairan IV.
2. Orang tua harus diberikan informasi yang akurat namun sederhana mengenai
penampilan bayi pasca operasi dan harapan tentang tingkat keterlibatan mereka
dalam perawatan anak.
Post-operasi :
1. Mempertahankan perawatan kulit yang tepat di lokasi stoma (baik distal dan
proksimal), mengelola nyeri pasca operasi, dan pemberian cairan IV dan antibiotic
2. Pemeliharaan drainase yang tepat
3. Orang tua diinstruksikan dalam perawatan perineum dan luka atau perawatan
kolostomi sesuai kebutuhan
4. Orang tua harus mengamati pola buang air besar dan mengamati tanda-tanda striktur
anus atau komplikasi
5. Informasi tentang modifikasi diet dan pemberian obat-obatan disertakan dalam
konseling dengan orang tua
6. Program pelebaran anus biasanya dimulai ketika anak kembali untuk pemeriksaan 2
minggu.
7. Pemberian makan dimulai segera setelah perbaikan bedah, dan menyusui dianjurkan
karena menyebabkan lebih sedikit konstipasi.

L. EVALUASI

15
Tindak lanjut jangka panjang sangat penting untuk anak-anak dengan malformasi
kompleks. Setelah prosedur pullthrough definitif, pelatihan toilet tertunda, dan kontinensia
lengkap jarang dicapai pada usia biasanya 2 sampai 3 tahun. Pelatihan kebiasaan buang air
besar, program irigasi pengelolaan usus, modifikasi diet, dan pemberian pelunak tinja atau
serat membantu anak-anak meningkatkan fungsi usus dan kontinensia sosial. Beberapa
anak tidak pernah mencapai kontinensia usus dan harus bergantung pada irigasi usus setiap
hari. Dukungan dan kepastian penting selama perkembangan yang lambat ke fungsi normal
yang dapat diterima secara sosial.

2.3 ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ATRESIA BILIER


A. DEFINISI
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran
yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder).

B. EPIDEMIOLOGI
Insiden BA sekitar 1 dari 10.000 sampai 15.000 kelahiran hidup (Hassan dan
Balistreri, 2016). Malformasi terkait termasuk polisplenia, atresia usus, dan malrotasi usus.
BA, jika tidak diobati, biasanya menyebabkan sirosis, gagal hati, dan kematian.
Atresia bilier adalah penyakit serius yang mana ini terjadi pada satu dari 10.000
anak-anak dan lebih sering terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki dan pada
bayi baru lahir Asia dan Afrika-Amerika daripada di Kaukasia bayi baru lahir. Penyebab
atresia bilier tidak diketahui, dan perawatan hanya sebagian berhasil. Atresia bilier adalah
alasan paling umum untuk pencangkokan hati pada anak-anak di Amerika Serikat dan
sebagian besar dunia Barat (Santoso, Agus.2010. Health Academy).

C. ETIOLOGI
Penyebab pasti BA tidak diketahui, meskipun mekanisme imun atau infeksi
mungkin bertanggung jawab untuk proses progresif yang menghasilkan obliterasi lengkap
dari saluran empedu. BA tidak terlihat pada janin atau bayi lahir mati atau bayi baru lahir.
Hal ini menunjukkan bahwa BA diperoleh pada akhir kehamilan atau pada periode
perinatal dan bermanifestasi beberapa minggu setelah kelahiran. Mayoritas kasus BA

16
(85%) memiliki obliterasi lengkap dari pohon bilier ekstrahepatik pada atau di atas porta
hepatis (Hassan dan Balistreri, 2016).
Banyak bayi dengan BA cukup bulan dan tampak sehat saat lahir. Jika ikterus
menetap lebih dari 2 minggu, terutama jika bilirubin serum langsung (terkonjugasi)
meningkat, perawat harus mencurigai BA. Urin mungkin gelap, dan tinja sering menjadi
semakin acholic atau abu-abu, menunjukkan tidak adanya pigmen empedu. Hepatomegali
muncul pada awal perjalanan penyakit, dan hati teraba keras pada palpasi.
Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit
keturunan. Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar identik, dimana hanya
1 anak yang menderita penyakit tersebut. Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan
oleh sebuah peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran.
Kemungkinan yang "memicu" dapat mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor
predisposisi berikut:
a. infeksi virus atau bakteri
b. masalah dengan sistem kekebalan tubuh
c. komponen yang abnormal empedu
d. kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
e. hepatocelluler dysfunction

17
D. PATOFISIOLOGI

E. MANIFESTASI KLINIS
a) Penyakit kuning
• Manifestasi paling awal dan ciri kelainan yang paling mencolok
• Pertama kali diamati pada sklera
• Biasanya tidak terlihat sampai usia 2 sampai 3 minggu setelah resolusi icterus
neonatorum
b) Urin berwarna kuning gelap
c) Kotoran lebih ringan dari yang diharapkan atau putih atau cokelat
d) Hepatomegali dan distensi abdomen sering terjadi
e) Splenomegali terjadi kemudian
f) Metabolisme lemak yang buruk menyebabkan:

18
• Pertambahan berat badan yang buruk
• Gagal untuk berkembang pruritus
g) Sifat lekas marah; kesulitan menenangkan bayi

F. TATALAKSANA MEDIS
Perawatan bedah utama BA adalah portoenterostomi hati (prosedur Kasai) di mana
segmen usus dianastomosis ke porta hepatis yang direseksi untuk mencoba drainase
empedu. Ekstremitas jejunum Rouxen-Y kemudian dianastomosis ke porta hepatis
(anastomosis berbentuk Y dilakukan untuk memberikan drainase empedu tanpa refluks).
Setelah prosedur Kasai, sekitar sepertiga bayi menjadi bebas penyakit kuning dan
mendapatkan kembali fungsi hati yang normal. Sepertiga bayi lainnya menunjukkan
kerusakan hati; namun, mereka mungkin didukung oleh intervensi medis dan nutrisi.
Sepertiga terakhir membutuhkan transplantasi hati.
Manajemen medis BA terutama mendukung. Ini termasuk dukungan nutrisi dengan
formula bayi yang mengandung trigliserida rantai menengah dan asam lemak esensial.
Suplementasi dengan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K); multivitamin; dan mineral,
termasuk besi, seng, dan selenium, biasanya diperlukan. Dukungan nutrisi agresif dalam
bentuk makanan gastrostomi terus menerus atau TPN dapat diindikasikan untuk kegagalan
pertumbuhan sedang sampai berat; larutan enteral harus rendah natrium. Fenobarbital
dapat diresepkan setelah portoenterostomi hati untuk merangsang aliran empedu, dan asam
ursodeoxycholic dapat digunakan untuk mengurangi kolestasis dan pruritus intens dari
penyakit kuning. Dalam kasus disfungsi hati lanjut, manajemen sama seperti pada bayi
dengan sirosis.

G. PROGNOSIS
BA yang tidak diobati menyebabkan sirosis progresif dan kematian pada sebagian
besar anak pada usia 10 tahun (Baumann dan Ure, 2012). Prosedur Kasai meningkatkan
prognosis tetapi bukan obat. Drainase bilier seringkali dapat dicapai jika pembedahan
dilakukan sebelum duktus biliaris intrahepatik rusak, dan tingkat keberhasilan menurun
hingga 20% jika pembedahan dilakukan pada bayi berusia lebih dari 3 bulan (Baumann
dan Ure, 2012). Tingkat kelangsungan hidup jangka panjang dari 75% sampai 90% telah

19
dilaporkan pada anak-anak yang menerima prosedur Kasai (Baumann dan Ure, 2012).
Namun, bahkan dengan drainase empedu yang berhasil, banyak anak akhirnya mengalami
gagal hati dan memerlukan transplantasi hati. Kemajuan teknik bedah dan penggunaan obat
imunosupresif dan antijamur telah meningkatkan keberhasilan transplantasi dengan tingkat
kelangsungan hidup 80% hingga 90% (Baumann dan Ure, 2012). Kendala utama terus
menjadi kekurangan donor bayi yang cocok.
H. KOMPLIKASI
1. Kolangitis
2. Hipertensi portal
3. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal
4. Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul pada
pasien dengan atresia bilier yang telah mengalami sirosis
I. PENGKAJIAN
1. Data Demografi klien
2. Identitas Penanggung Jawab
3. Keluhan Utama: ayah klien mengatakan anak M mengalami demam (38,4 °C)
4. Riwayat Penyakit Sekarang: Demam selama 4 hari, rewel, perut klien buncit dan
keras, kulit tampak kuning, kencing klien berwarna gelap, dan feses pucat
5. Riwayat Penyakit sebelumnya
6. Riwayat Tumbuh Kembang anak
7. Imunisasi : Hepatitis B-1 diberikan waktu 12 jam setelah lahir, BCG diberikan saat
lahir, Polio oral diberikan bersamaan dengan DTP
8. Riwayat Kesehatan Keluarga
9. Komposisi keluarga : Keluarga berperan aktif terutama ibu klien An. M dalam
merawat klien
10. Lingkungan rumah dan komunitas : Lingkungan sekitar rumah berada di area
perindustrian kimia
11. Kultur dan kepercayaan
12. Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan
13. Persepsi keluarga tentang penyakit anak : cobaan Tuhan
14. Pemeriksaan Fisik

20
a. B1 (breath) : RR meningkat >40x/menit, Suhu (38,4 °C), penggunaan otot bantu
pernapasan, pernapasan cuping hidung, napas pendek
b. B2 (blood) : TD meningkat 100/150 mmhg, HR meningkat 103x/ menit
(tachicardi)
c. B3 (brain) : gelisah (rewel), gangguan mental, gangguan kesadaran sampai koma
d. B4 (bladder) : Perubahan warna urin dan feses (Urine : warna gelap, pekat)
(Feses : warna pucat, steatorea, diare.
e. B5 (bowel) : anoreksia, mual muntah, tidak toleran terhadap lemak dan makanan
pembentuk gas, regurgitasi berulang, penurunan berat badan BB/TB (5,1 Kg/ 62
cm), dehidrasi, distensi abdomen, hepatomegaly
f. B6 (bone) : letargi atau kelemahan, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan
atas ditekan, ikterik, kulit berkeringat dan gatal (pruritus), kecenderungan
perdarahan (kekurangan vitamin K), oedem perifer, jaundice, kerusakan kulit
J. DIAGNOSIS
Pre-operasi :
1) Konstipasi b/d aganglion
2) Risiko kekurangan volume cairan b/d menurunnya intake, muntah
3) Cemas orang tua b/d kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan
Post-operasi :
1) Kerusakan integritas kulit b/d terdapat stoma sekunder dari kolostomi
2) Kurang pengetahuan b/d perawatan di rumah
K. INTERVENSI
Pre-operasi :
1. Libatkan dukungan keluarga sebelum, selama, dan setelah prosedur pembedahan
dan edukasi mengenai rencana perawatan.
Post-operasi :
1. Pengajaran termasuk pemberian obat yang tepat.
2. Pemberian terapi nutrisi.
3. Ajarkan pengasuh bagaimana memantau dan mengelola terapi nutrisi di rumah.
4. Jelaskan beberapa risiko komplikasi BA kepada orang tua

21
Daftar Pustaka

https://www.alomedika.com/penyakit/kesehatan-anak/atresia-bilier/prognosis

https://www.alomedika.com/penyakit/kesehatan-anak/atresia-
ani/prognosis#:~:text=Atresia%20ani%20memiliki%20prognosis%20yang,tidak%20terjadi%20komplikasi
%20pasca%20operasi.

https://www.medscape.com/answers/178493-62803/what-is-the-prognosis-of-hirschsprung-disease

https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/penyakit-pada-anak/atresia-bilier/

https://www.alodokter.com/atresia-ani

https://www.alodokter.com/penyakit-hirschsprung

https://id.scribd.com/doc/260450317/Asuhan-Keperawatan-dengan-Klien-Atresia-Bilier

https://id.scribd.com/doc/52692611/ASKEP-ATRESIA-ANI

https://id.scribd.com/doc/94045849/asuhan-keperawatan-hirschprung

Wong’s Essentials of Pediatric Nursing by Marilyn J. Hockenberry Cheryl C. Rodgers David M. Wilson (z-
lib.org)

22

Anda mungkin juga menyukai