SOSIOLOGI AKUNTANSI
Disusun Oleh:
B. THREE APPROACHES
Dalam penelitian sosial dapat digunakan tiga pendekatan sebagai dasar dari metode
penelitian yang digunakan. Tiga pendekatan itu adalah positivisme, interpretive social
science, dan crtical social science. Ketiga pendekatan itu menggambarkan perbedaan yang
mendasar atas pandangan dan asumsi alternatif mengenai penelitian ilmiah sosial.
1. POSITIVIST SOCIAL SCIENCE
Positivist social science atau ilmu pengetahuan sosial positivis digunakan
secara luas. Positivisme secara singkat didefinisikan sebagai pendekatan dari ilmu-
ilmu alam (natural sciences). Penganut pendekatan positivisme menyatakan metode
ilmu pengetahuan sosial dan ilmu pengetahuan alam memiliki prinsip dan logika
umum yang sama serta pengkajiannya dilakukan dengan metode yang sama.
Positivisme diasosiasikan dengan berbagai teori social diantaranya dengan teori
struktural-fungsional, pilihan rasional, dan dasar teori pertukaran.
Peneliti penganut positivisme lebih memilih data kuantitatif dan sering
menggunakan eksperimen, survei, dan statistik dalam melakukan penelitian. Mereka
lebih memilih penelitian “objektif”, ukurannya tepat, serta teliti. Dalam positivisme,
peneliti diharuskan bebas nilai, menganalisa penelitian hanya berdasarkan pada
respon dari responden tanpa dipengaruhi oleh nilai-nilai peneliti. Sebagian besar
penelitan yang dilakukan oleh kriminolog, pengamat pasar, penganalisis kebijakan,
pengevaluasi program, perencana, dan pengelola administrasi menggunakan
pendekatan positivisme.
Tujuan penelitian sosial positivis adalah untuk mendapatkan penjelasan secara
ilmiah mengenai realitas sosial. Alasan lain yang penting adalah untuk mempelajari
mengenai bagaimana dunia bekerja sehingga orang-orang dapa mengontrol dan
memprediksi suatu kejadian. Menurut positivis, peneliti perlu melakukan penelitian
ilmiah sosial untuk mengembangkan prinsip dan model abstrak mengenai dunia sosial
yang dapat diuji melalui pengumpulan data secara teliti.
Positivis melihat dengan jelas perbedaan antara ilmiah dan bukan ilmiah. Positivis
melihat kebenaran dengan cara yang ilmiah dan hal itu merupakan cara yang terbaik.
Penjelasan ilmiah positivis bersifat nomothetic. Bentuk penjelasan yang diberikan
oleh positivis berupa sebab-akibat. Positivis percaya pada akhirnya hukum dan teori
dari ilmu sosial dapat dinyatakan dalam sistem simbol formal, seperti matematika dan
ilmu pasti lainnya.
Pertanyaan:
1. Apa tujuan akhir dari melakukan penelitian sosial ilmiah?
Tujuan utama penelitian adalah adalah penjelasan ilmiah untuk menemukan dan
mendokumentasikan hukum universal dari tingkah laku manusia. Jawaban
penting lainnya adalah untuk mempelajari bagaimana dunia bekerja sehingga
manusia dapat mengontrol atau memprediksikan suatu kejadian. Ide yang ada
dibelakang ini kemudian disebut sebagai sebuah orientasi instrumental. Ini adalah
sebuah ketertarikan teknis yang berasumsi pengetahuan dapat digunakan sebagai
alat atau instrumen untuk memuaskan keinginan manusia dan mengontrol
lingkungan fisik dan sosial. Sekali manusia menemukan hukum yang memerintah
kehidupan manusia, kita dapat menggunakannya untuk mengubah relasi sosial,
untuk meningkatkan bagaimana sesuatu terjadi, dan memprediksikan apa yang
akan terjadi. Sebagai contoh, seorang positifis menggunakan sebuah teori
mengenai bagaimana kita belajar mengidentifikasi faktor kunci dari sebuah
sistem pendidikan (seperti ukuran kelas, kebiasaan lembaga pelajar, pendidikan
guru dan lain-lain) yang memprediksi meningkatnya pembelajaran pelajar. Ia
memperkenalkan sebuah studi dan ketepatan untuk mengukur faktor-faktor untuk
memferifikasi hukum penyebab dalam teori. Positivis kemudian membangun
pengetahuan yang digunakan untuk sebuah pendidikan resmi untuk mengubah
lingkungan sekolah dengan cara yang mampu meningkatkan cara belajar murid.
2. Apa sifat dasar realitas sosial?
Positivis modern memegang sebuah pandangan penting: realitas adalah nyata: ini
ada “di luar sana” dan menunggu untuk ditemukan. Ide ini mencatat jika persepsi
manusia dan intelektual mungkin cacat, dan realitas mungkin susah untuk
dicocokkan tetapi hal ini nyata. Terlebih lagi, realitas sosial tidak acak, ini terpola
dan memiliki urutan. Tanpa asumsi ini (contoh, jika dunia kalang-kabut dan tanpa
keteraturan) logika dan prediksi adalah hal yang mustahil. Ilmu pengetahuan
mengijinkan manusia menemukan urutan dan hukum alam. “Dasar hukum
observational dari ilmu pengetahuan mempertimbangkan untuk menjadi nyata,
pokok, dan pasti karena mereka tercipta dari pabrik dunia alam. Menemukan
hukum ini seperti menemukan Amerika, dalam hal keduanya menunggu untuk
terungkap” (Mulkay, 1979: 21).
3. Apakah dasar sifat manusia?
Dalam positivisme, manusia diasumsikan tertarik pada dirinya sendiri, pencari
kepuasan, individu yang rasional. Manusia mengoperasikan dasar dari penyebab
eksternal dengan penyebab yang sama bisa memiliki efek yang sama terhadap
semua orang. Hal ini lebih penting daripada apa yang terjadi di realitas dalam dan
subjektif. Kadangkala, hal ini disebut sebagai model mekanis dari manusia atau
pendekatan behaviorisme. Ini berarti manusia bereaksi terhadap kekuatan luar
yang senyata kekuatan fisik terhadap sebuah objek. Durkheim (1938: 27)
menyatakan, “Realitas eksternal menyarankan jika peneliti mungkin tidak
memeriksa motivas internal yang tidak terlihat dari perilaku seseorang.
Positifis berkata pada institusi manusia tidak terjadi akibat dari apa yang orang
inginkan. Kegiatan manusia dapat diterangkan deferensi dari hukum penyebab,
yang mendeskripsikan sebab dan mereka mengidentifikasi kekuatan yang
menggerakan yang sifatnya sama seperti hukum alam di ilmu pengetahuan. Hal
ini menyarankan jika ide mengenai kehendak bebas sebagian besar adalah fiksi
dan hanya mendeskripsikan aspek dari tingkah laku manusia yang belum
terungkap oleh ilmu pengetahuan. Sebagai contoh, peneliti tidak dapat
memprediksikan bagaimana John Smith akan memilih di pemilu mendatang.
Tetapi, setelah menganalisa berbagai fakta mengenai John Smith dan
menggunakan hukum kebiasaan politik, peneliti dapat melihat secara akurat jika
ada 85% kemungkinan jika ia (dan orang-orang seperti dirinya) akan
menggunakan suaranya untuk kandidat C. ini bukan berarti Bapak Smith tidak
bisa memilih siapa yang ia inginkan. Tetapi, tingkah laku memilihnya terpolakan
dan terbentuk oleh kekuatan di luar dirinya.
4. Bagaimana pandangan tentang hak pilih manusia (kehendak bebas, kemauan, dan
rasionalitas)?
PSS menekankan determinisme hubungan dan mencari penyebab atau mekanisme
yang menghasilkan efek. PSS menyelidiki bagaimana kekuatan eksternal,
tekanan, dan struktur yang beroperasi pada individu, kelompok, organisasi, atau
masyarakat menghasilkan hasil (misalnya, perilaku, sikap). PSS meremehkan
subjektif atau alasan, rasa dan pilihan atau kemauan bebas internal individu.
Proses mental kurang sentral dari struktural kekuatan atau kondisi di luar kendali
individu yang memberikan pengaruh atas pilihan dan perilaku. Ketika individu
mungkin percaya bahwa mereka dapat bertindak dengan bebas dan dapat
membuat keputusan apa pun, positivis menekankan tekanan dan situasi sosial
yang kuat yang beroperasi pada orang untuk membentuk sebagian besar jika tidak
semua dari tindakan mereka. Bahkan positivis yang menggunakan penjelasan
pilihan rasional kurang fokus pada bagaimana individu bernalar dan membuat
pilihan daripada mengidentifikasi serangkaian kondisi yang memungkinkan
mereka untuk memprediksi apa yang akan dilakukan orang memilih. Positivis
berasumsi bahwa begitu mereka tahu eksternal faktor, penalaran individu
sebagian besar mengikuti logika rasional seperti mesin dari pengambilan
keputusan.
5. Apa hubungan antara ilmu pengetahuan dan nalar?
Positivis melihat pembagian yang jelas antara ilmu pengetahuan dan yang bukan
ilmu pengetahuan. Dalam banyak cara untuk melihat kebenaran, ilmu
pengetahuan sangat khusus jalan “terbaik”. Ilmu pengetahuan lebih baik dan
akhirnya akan menggantikan cara yang lebih inferior dalam mendapatkan
pengetahuan (seperti sihir, agama, astrologi, pengalaman pribadi, dan tradisi).
Ilmu pengetahuan membawa beberapa ide dari nalar, tapi ini menggantikan
bagian dari nalar yang ceroboh, secara logika tidak konsisten, tidak sistematis,
dan penuh bias. Komunitas ilmu pengetahuan dengan norma spesial, tingkah laku
ilmiah, dan tekniknya dapat dengan berulangkali menghasilkan “Kebenaran,”
dimana nalar tidak begitu jarang dan inkosisten.