Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

THE MEANING OF METHODOLOGY


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

SOSIOLOGI AKUNTANSI

Disusun Oleh:

Aditya Nugroho 12030121413012


Tri Ratna Sari 12030121413018

Program Study Magister Akuntansi


Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro
2021
A. INTRODUCTION
Pada bab ini, akan dijelaskan mengenai makna ilmu pengetahuan (sciences) dalam
ilmu pengetahuan sosial (social sciences). Bab ini juga akan menjelaskan mengenai apa yang
peneliti lakukan saat melakukan penelitian dan bagaimana peneliti melakukan penelitian, dan
memacu untuk memahami apa yang dimaksud ilmiah (scientific) dalam penelitian ilmiah
sosial (social scientific research).
Ada pertanyaan mengenai dimana letak ilmu pengetahuan dalam ilmu pengetahuan
sosial. Pertanyaan itu dapat dijawab dengan melihat ilmu pengetahuan sosial memiliki
metode-metode yang digunakan dalam penelitian sosial. Metode penelitian adalah yang
membuat ilmu pengetahuan sosial menjadi ilmiah. Tetapi, jawabannya tidak sesederhana itu,
masih terjadi perdebatan mengenai pertanyaan tersebut hingga sekarang. Dalam mempelajari
dunia sosial, diperlukan pemahaman diluar definisi kaku dari ilmu pengetahuan dan perlu
menggunakan pendekatan selain pendekatan dalam ilmu pengetahuan alam (natural
sciences). Karena, dunia sosial dijalankan oleh manusia yang berbeda dengan subjek ilmu
pengetahuan alam dan berbeda dengan makhluk hidup lainnya. Maka dari itu, diperlukan
pendekatan khusus dengan metode yang berbeda dan sesuai untuk melakukan penelitian
dalam mempelajari manusia dan dunia sosial.

B. THREE APPROACHES
Dalam penelitian sosial dapat digunakan tiga pendekatan sebagai dasar dari metode
penelitian yang digunakan. Tiga pendekatan itu adalah positivisme, interpretive social
science, dan crtical social science. Ketiga pendekatan itu menggambarkan perbedaan yang
mendasar atas pandangan dan asumsi alternatif mengenai penelitian ilmiah sosial.
1. POSITIVIST SOCIAL SCIENCE
Positivist social science atau ilmu pengetahuan sosial positivis digunakan
secara luas. Positivisme secara singkat didefinisikan sebagai pendekatan dari ilmu-
ilmu alam (natural sciences). Penganut pendekatan positivisme menyatakan metode
ilmu pengetahuan sosial dan ilmu pengetahuan alam memiliki prinsip dan logika
umum yang sama serta pengkajiannya dilakukan dengan metode yang sama.
Positivisme diasosiasikan dengan berbagai teori social diantaranya dengan teori
struktural-fungsional, pilihan rasional, dan dasar teori pertukaran.
Peneliti penganut positivisme lebih memilih data kuantitatif dan sering
menggunakan eksperimen, survei, dan statistik dalam melakukan penelitian. Mereka
lebih memilih penelitian “objektif”, ukurannya tepat, serta teliti. Dalam positivisme,
peneliti diharuskan bebas nilai, menganalisa penelitian hanya berdasarkan pada
respon dari responden tanpa dipengaruhi oleh nilai-nilai peneliti. Sebagian besar
penelitan yang dilakukan oleh kriminolog, pengamat pasar, penganalisis kebijakan,
pengevaluasi program, perencana, dan pengelola administrasi menggunakan
pendekatan positivisme.
Tujuan penelitian sosial positivis adalah untuk mendapatkan penjelasan secara
ilmiah mengenai realitas sosial. Alasan lain yang penting adalah untuk mempelajari
mengenai bagaimana dunia bekerja sehingga orang-orang dapa mengontrol dan
memprediksi suatu kejadian. Menurut positivis, peneliti perlu melakukan penelitian
ilmiah sosial untuk mengembangkan prinsip dan model abstrak mengenai dunia sosial
yang dapat diuji melalui pengumpulan data secara teliti.
Positivis melihat dengan jelas perbedaan antara ilmiah dan bukan ilmiah. Positivis
melihat kebenaran dengan cara yang ilmiah dan hal itu merupakan cara yang terbaik.
Penjelasan ilmiah positivis bersifat nomothetic. Bentuk penjelasan yang diberikan
oleh positivis berupa sebab-akibat. Positivis percaya pada akhirnya hukum dan teori
dari ilmu sosial dapat dinyatakan dalam sistem simbol formal, seperti matematika dan
ilmu pasti lainnya.
Pertanyaan:
1. Apa tujuan akhir dari melakukan penelitian sosial ilmiah?
Tujuan utama penelitian adalah adalah penjelasan ilmiah untuk menemukan dan
mendokumentasikan hukum universal dari tingkah laku manusia. Jawaban
penting lainnya adalah untuk mempelajari bagaimana dunia bekerja sehingga
manusia dapat mengontrol atau memprediksikan suatu kejadian. Ide yang ada
dibelakang ini kemudian disebut sebagai sebuah orientasi instrumental. Ini adalah
sebuah ketertarikan teknis yang berasumsi pengetahuan dapat digunakan sebagai
alat atau instrumen untuk memuaskan keinginan manusia dan mengontrol
lingkungan fisik dan sosial. Sekali manusia menemukan hukum yang memerintah
kehidupan manusia, kita dapat menggunakannya untuk mengubah relasi sosial,
untuk meningkatkan bagaimana sesuatu terjadi, dan memprediksikan apa yang
akan terjadi. Sebagai contoh, seorang positifis menggunakan sebuah teori
mengenai bagaimana kita belajar mengidentifikasi faktor kunci dari sebuah
sistem pendidikan (seperti ukuran kelas, kebiasaan lembaga pelajar, pendidikan
guru dan lain-lain) yang memprediksi meningkatnya pembelajaran pelajar. Ia
memperkenalkan sebuah studi dan ketepatan untuk mengukur faktor-faktor untuk
memferifikasi hukum penyebab dalam teori. Positivis kemudian membangun
pengetahuan yang digunakan untuk sebuah pendidikan resmi untuk mengubah
lingkungan sekolah dengan cara yang mampu meningkatkan cara belajar murid.
2. Apa sifat dasar realitas sosial?
Positivis modern memegang sebuah pandangan penting: realitas adalah nyata: ini
ada “di luar sana” dan menunggu untuk ditemukan. Ide ini mencatat jika persepsi
manusia dan intelektual mungkin cacat, dan realitas mungkin susah untuk
dicocokkan tetapi hal ini nyata. Terlebih lagi, realitas sosial tidak acak, ini terpola
dan memiliki urutan. Tanpa asumsi ini (contoh, jika dunia kalang-kabut dan tanpa
keteraturan) logika dan prediksi adalah hal yang mustahil. Ilmu pengetahuan
mengijinkan manusia menemukan urutan dan hukum alam. “Dasar hukum
observational dari ilmu pengetahuan mempertimbangkan untuk menjadi nyata,
pokok, dan pasti karena mereka tercipta dari pabrik dunia alam. Menemukan
hukum ini seperti menemukan Amerika, dalam hal keduanya menunggu untuk
terungkap” (Mulkay, 1979: 21).
3. Apakah dasar sifat manusia?
Dalam positivisme, manusia diasumsikan tertarik pada dirinya sendiri, pencari
kepuasan, individu yang rasional. Manusia mengoperasikan dasar dari penyebab
eksternal dengan penyebab yang sama bisa memiliki efek yang sama terhadap
semua orang. Hal ini lebih penting daripada apa yang terjadi di realitas dalam dan
subjektif. Kadangkala, hal ini disebut sebagai model mekanis dari manusia atau
pendekatan behaviorisme. Ini berarti manusia bereaksi terhadap kekuatan luar
yang senyata kekuatan fisik terhadap sebuah objek. Durkheim (1938: 27)
menyatakan, “Realitas eksternal menyarankan jika peneliti mungkin tidak
memeriksa motivas internal yang tidak terlihat dari perilaku seseorang.
Positifis berkata pada institusi manusia tidak terjadi akibat dari apa yang orang
inginkan. Kegiatan manusia dapat diterangkan deferensi dari hukum penyebab,
yang mendeskripsikan sebab dan mereka mengidentifikasi kekuatan yang
menggerakan yang sifatnya sama seperti hukum alam di ilmu pengetahuan.  Hal
ini menyarankan jika ide mengenai kehendak bebas sebagian besar adalah fiksi
dan hanya mendeskripsikan aspek dari tingkah laku manusia yang belum
terungkap oleh ilmu pengetahuan. Sebagai contoh, peneliti tidak dapat
memprediksikan bagaimana John Smith akan memilih di pemilu mendatang.
Tetapi, setelah menganalisa berbagai fakta mengenai John Smith dan
menggunakan hukum kebiasaan politik, peneliti dapat melihat secara akurat jika
ada 85% kemungkinan jika ia (dan orang-orang seperti dirinya) akan
menggunakan suaranya untuk kandidat C. ini bukan berarti Bapak Smith tidak
bisa memilih siapa yang ia inginkan. Tetapi, tingkah laku memilihnya terpolakan
dan terbentuk oleh kekuatan di luar dirinya.
4. Bagaimana pandangan tentang hak pilih manusia (kehendak bebas, kemauan, dan
rasionalitas)?
PSS menekankan determinisme hubungan dan mencari penyebab atau mekanisme
yang menghasilkan efek. PSS menyelidiki bagaimana kekuatan eksternal,
tekanan, dan struktur yang beroperasi pada individu, kelompok, organisasi, atau
masyarakat menghasilkan hasil (misalnya, perilaku, sikap). PSS meremehkan
subjektif atau alasan, rasa dan pilihan atau kemauan bebas internal individu.
Proses mental kurang sentral dari struktural kekuatan atau kondisi di luar kendali
individu yang memberikan pengaruh atas pilihan dan perilaku. Ketika individu
mungkin percaya bahwa mereka dapat bertindak dengan bebas dan dapat
membuat keputusan apa pun, positivis menekankan tekanan dan situasi sosial
yang kuat yang beroperasi pada orang untuk membentuk sebagian besar jika tidak
semua dari tindakan mereka. Bahkan positivis yang menggunakan penjelasan
pilihan rasional kurang fokus pada bagaimana individu bernalar dan membuat
pilihan daripada mengidentifikasi serangkaian kondisi yang memungkinkan
mereka untuk memprediksi apa yang akan dilakukan orang memilih. Positivis
berasumsi bahwa begitu mereka tahu eksternal faktor, penalaran individu
sebagian besar mengikuti logika rasional seperti mesin dari pengambilan
keputusan.
5. Apa hubungan antara ilmu pengetahuan dan nalar?
Positivis melihat pembagian yang jelas antara ilmu pengetahuan dan yang bukan
ilmu pengetahuan. Dalam banyak cara untuk melihat kebenaran, ilmu
pengetahuan sangat khusus jalan “terbaik”. Ilmu pengetahuan lebih baik dan
akhirnya akan menggantikan cara yang lebih inferior dalam mendapatkan
pengetahuan (seperti sihir, agama, astrologi, pengalaman pribadi, dan tradisi).
Ilmu pengetahuan membawa beberapa ide dari nalar, tapi ini menggantikan
bagian dari nalar yang ceroboh, secara logika tidak konsisten, tidak sistematis,
dan penuh bias. Komunitas ilmu pengetahuan dengan norma spesial, tingkah laku
ilmiah, dan tekniknya dapat dengan berulangkali menghasilkan “Kebenaran,”
dimana nalar tidak begitu jarang dan inkosisten.

6. Apa yang dimaksud dengan penjelasan atau teori?


Penjelasan ilmu pengetahuan positifis adalah nomothetic (nomos dalam Bahasa
Yunani berarti hukum); ini berdasar pada sistem sebuah hukum keseluruhan. Ilmu
pengetahuan menjelaskan kenapa kehidupan sosial adalah sebuah jalan yang
sekarang ini menemukan hukum penyebab. Penjelasan memerlukan bentuk: Y itu
disebabkan oleh X karena X dan Y merupakan jarak spesifik dari hukum
penyebab. Dengan kata lain, sebuah penjelasan positivis menyatakan keumuman
hukum penyebab yang diaplikasikan untuk atau menutupi observasi spesifik
mengenai kehidupan sosial. Hal ini mengapa positivisme diklatakan
menggunakan sebuah model  hukum meliputi dari penjelasan.
Positifisme berasumsi jika hukum berlaku sesuai alasan yang logis dan ketat.
Peneliti menghubungkan hukum penyebab dan fakta spesifik yang diamati
mengenai kehidupan sosial dengan logika deduktif. Positifis percaya jika
akhirnya hukum dan teori mengenai ilmu sosial akan terlihat dalam sistem simbol
formal, dengan aksioma, akibat wajar, dalil, dan teorema-teorema. Suatu hari,
teori ilmu pengetahuan sosial akan terlihat sama dengan yang ada dalam
matematika dan ilmu pengetahuan alam.
Hukum dari tingkah laku manusia seharusnya berlaku secara universal, termasuk
didalamnya di segala masa dan semua budaya. Seperti tercatat sebelumnya,
hukum tersebut tercantum dalam bentuk kemungkinan untuk keseluruhan orang.
Sebagai contoh, sebuah penjelasan positifis dari kenaikan tingkat kejahatan di
Toronto pada tahun 1990 menunjukkan faktor-faktor (seperti naiknya angka
perceraian, berkurangnya komitmen terhadap nilai moral tradisional dan
sebagainya) yang dapat ditemukan di mana saja dan kapan saja: di Buenos Aires
pada tahun 1890, di Chicago pada 1940, atau di Singapura pada 2010. Faktor-
faktor tersebut secara logika mengikuti sebuah hukum keseluruhan (seperti
turunya tradisi moral akibat meningkatnya angka tingkah laku kriminal).
7. Bagaimana seseorang menentukan kapan sebuah pernyatan itu benar atau salah?
Positivisme berkembang selama masa Pencerahan (paska Abad Pertengahan) era
berpikir Barat. Ini termasuk sebuah ide Pencerahan penting: Manusia dapat
mengenali kebenaran dan membedakan hal tersebut dari kebohongan dengan
menerapkan alasan, dan dalam jangka panjang melewati abad, kondisi manusia
dapat mempertajam pemikiran mulai penggunaan alasan dan perburuan
kebenaran. Saat pengetahuan tumbuh dan ketidakpedulian menurun, kondisi akan
membaik. Optimisme ini mempercayai jika pengetahuan yang menumpuk melalui
waktu memainkan peran dalam bagaimana positivis memisahkan kebenaran dari
penjelasan salah.
Dalam positivisme, untuk diperhatikan secara serius, penjelasan harus menemui
dua kondisi: mereka harus (1) tidak memiliki kontradiksi logis dan (2) harus
konsisten dengan fakta yang diamati. Sebelumnya, ini tidak
cukup. Pengulangan juga dibutuhkan. Beberapa peneliti dapat mengulang atau
membuat ulang hasil dari penelitian sebelumnya. Hal ini meletakkan sebuah
pemeriksaan dalam keseluruhan sistem untuk menciptakan pengetahuan. Ini
menjamin kejujuran karena ini secara berulang diuji oleh penjelasan melalui fakta
yang keras dan obyektif. Sebagai contoh, seorang peneliti menemukan jika
kenaikan pengangguran berkaitan dengan meningkatnya kekerasan terhadap anak
di San Diego, California. Sebuah hubungan sebab akibat diantara kekerasan anak
dan pengangguran ini tidak hanya ditunjukkan oleh sebuah studi.
Mengkonfirmasi sebuah hukum penyebab tergantung pada cara menemukan
hubungan yang sama di kota lain dengan peneliti lain menggunakan tes mandiri
mengenai keterkaitan antara pengangguran dan kekerasan terhadap anak.
8. Seperti apakah bukti yang baik dan informasi faktual terlihat?
Positivisme adalah dualisme: ini mengasumsikan jika fakta yang dingin dan dapat
diamati secara fundamental dipisahkan dari ide, nilai, dan teori. Fakta empiris
berdiri terpisah dari ide personal atau pemikiran. Kita dapat mengobservasi
mereka menggunakan organ perasaan kita (penglihatan, bau, dan sentuhan) atau
instrumen spesial yang memperpanjang perasaan (seperti teleskop, mikroskop,
dan peralatan Geiger).
Positivis mengombinasikan ide dari status istimewa dari observasi empiris
dengan asumsi jika pemahaman subjektif dari dunia empiris dibagikan.
Pengetahuan faktual ini tidak hanya berdasar pada observasi dan alasan dari satu
orang. Ini harus bisa dikomunikasikan dan dibagikan kepada yang lain. Manusia
rasional yang secara mandiri mengamati fakta akan setuju dengannya. Hal ini
disebut intersubyektivitas, atau pembagian pengetahuan subyektif dari fakta-
fakta.
9. Apa relevansi atau kegunaan ilmu sosial?
Positivisme mencoba untuk belajar tentang bagaimana dunia bekerja untuk
memungkinkan orang melakukan kontrol di atasnya dan membuat prediksi yang
akurat tentang hal itu. Di dalam singkatnya, saat kita menemukan hukum perilaku
manusia, kita dapat menggunakan pengetahuan itu untuk mengubah dan
meningkatkan sosial kondisi. Bentuk pengetahuan instrumental ini melihat hasil
penelitian sebagai alat atau instrumen yang digunakan orang untuk memuaskan
keinginan dan kendalinya lingkungan sosial. Jadi, PSS menggunakan orientasi
instrumental di mana relevansi pengetahuan adalah kemampuannya untuk
memungkinkan orang menguasai atau mengontrol peristiwa di dunia di sekitar
mereka.
10. Di mana nilai sosiopolitik memasuki ilmu pengetahuan?
Positivis berargumen untuk sebuah ilmu pengetahuan yang bebas nilai yang
objektif. Ada dua makna mengenai istilah objektif: observernya menyetujui apa
yang mereka lihat dan ilmu pengetahuan  tersebut tidak berdasar pada nilai-nilai,
opini, sikap, atau kepercayaan. Positivis melihat ilmu pengetahuan sebagai bagian
yang sepesial dan terpisah dari masyarakat yang bebas dari nilai-nilai personal,
politik dan keagamaan. Hal ini berlaku merdeka dari kekuatan sosial dan kultural
yang mempengaruhi aktivitas lain manusia. Ini melibatkan penerapan cara
berpikir rasional yang ketat dan pengamatan sistematis dalam kebiasan yang
transcent prasangka personal, bias, dan nilai. Peneliti menerima dan
menginternalisasikan norma sebagai bagian dari keanggotaan mereka dalam
komunitas ilmiah. Komunitas ilmiah memiliki sebuah sistem elaborasi dari
pemeriksaan dan keseimbangan untuk menjaga dari bias nilai. Seorang tugas
utama peneliti menjadi sebuah “peneliti tanpa ketertarikan”. Cara pandang
positivis terhadap nilai telah memiliki dampak besar dalam bagaimana manusia
melihat isu etnik dan pengetahuan:

2. INTERPRETIVE SOCIAL SCIENCE (ISS)


Pendekatan interpretive dalam ilmu pengetahuan sosial sering diasosiasikan dengan
interaksionisme simbolik. Pendekatan ini seringkali disebut metode penelitian
kualitatif. Jenis-jenis dari ISS diantaranya adalah, hermeneutics, constructionism,
ethnomethodology, cognitive, idealist, phenomenological, subjectivist, dan sosiologi
kualitatif. Metode yang dapat digunakan pada penelitian dengan pendekatan
interpretive adalah observasi dan penelitian di lapangan (field research), analisa
transkrip dari hasil perbincangan atau interview, mempelajari rekaman tingkah laku
secara mendetail, melihat komunikasi non verbal. Metode tersebut digunakan untuk
memahami detail interaksi sasaran penelitian. Tujuan dilakukannya penelitian dengan
pendekatan ISS adalah untuk memahami kehidupan sosial yang ada dan menemukan
bagaimana orang – orang menanggapinya secara natural dengan mencoba melihat
melalui pandangan orang-orang yang diteliti tentang kehidupan sosialnya. Selain itu
juga untuk mengetahui kaitan dari kehidupan sosial yang ada dengan budaya yang
hidup di dalamnya. Pendekatan ISS melihat bahwa kehidupan sosial itu didasarkan
pada interaksi sosial dan sistem makna yang telah terkonstruksi dalam masyarkat
sesuai dengan interpretasi masing-masing masyarakat atas kejadian dan realitas
sosialnya. Menurut pendekatan interpretive, common sense merupakan sumber
informasi yang vital untuk memahami pandangan orang-orang karena dalam
kehidupan sehari-hari manusia menggunakan common sense untuk memahami dunia
dan berinteraksi rutin. Menurut ISS, manusia akan sulit hidup jika hanya berpikir
secara ilmiah. Common sense juga disebut sebagai natural attitude. Dalam
menentukan benar atau salah suatu informasi, dalam ISS dilakukan penelitian yang
mendalam dengan mempertimbangkan dan menghubungkan sudut pandang berbagai
orang. Informasi dalam penelitain interpretive lebih bersifat tersirat dalam latar sosial
objek yang diteliti sehingga dapat terjadi ambigu. Unuk menghindarinya, peneliti
menggunakan metode bracketing untuk mengesampingkan asumsi taken-for-granted
dalam adegan sosial dan mencoba mengkaji ulang kegiatan normal yang memiliki arti
“jelas”. Penelitian dengan pendekatan interpretive menggunakan pendekatan
ideographic dan induktif. Penelitian dengan ISS, menghasilkan laporan penelitian
yang berbeda dengan pendekatan positivis. Bentuknya seperti cerita, dimana saat
pembaca membacanya dapat merasakan realitas sosial dari sasaran penelitian dalam
laporan.
3. CRITICAL SOCIAL SCIENCE (CSS)
Critical social science (CSS) merupakan penengah dari pendekatan interpretive dan
positivisme, menggunakan pendekatan nomothetic dan ideographic. Tetapi CSS
setuju dengan kritik yang ditujukan pada ISS dan positivisme. Sehingga, CSS
mencoba mengambil kelebihan-kelebihan pendekatan ISS dan positivisme untuk
metode penelitiannya. Pendekatan CSS sering disebut juga dialectical materialism,
class analysis, dan structuralism. Penelitan dengan pendekatan CSS ditujukan untuk
mengubah dunia dengan mengkritisi dan mengubah hubungan sosial dengan cara
mengungkap sumber utama dari hubungan sosial dan memberdayakan masyarakat.
Peneliti CSS berorientasi pada kegiatan (action oriented). CSS mencoba memecahkan
mitos, kebenaran tersembunyi, dan membantu orang untuk mengubah dunia untuk
mereka sendiri.
CSS melihat realita sosial dari sudut pandang pihak ketiga dan melihat realita social
sebagai hal yang dinamis. Peneliti kritis menelaah sejarah masyarakat sasaran untuk
dibandingkan dengan masyarakat lain dalam mencari solusi alternatif dalam menata
kehidupan masyarakat sasaran. Peneliti kritis berusaha memberi pertanyaan
menggunakan teori dan orientasi sejarah yang jelas untuk menjelaskan realitas sosial
yang tersembunyi.
Pendakatan CSS berpendapat bahwa peneliti sosial perlu belajar pikiran yang
subjektif dan common sense karena kedua hal tersebut membentuk perilaku yang
menjadi kseharian manusia. Common sense dilihat sebagai pengungkap kemunculan
struktur yang sulit dijelaskan dalam masyarakat. Peneliti CSS juga perlu
menggunakan teori yang sesuai untuk mengamati konflik, interkoneksi, dan melihat
dan memprediksi perubahan di masa depan. CSS tidak terlalu fokus pada hukum yang
tetap, karena menganggap pada masa depan hukum akan berubah sesuai perilaku
manusia.
Pendekatan kritis mencoba mengurangi kesenjagan di antara objek dan subjek. Hal itu
memperlihatkan bahwa fakta kondisi material ada, tetapi fakta itu bukan teori netral.
Karena fakta yang ada disuatu kelompok belum tentu sama. Sehingga, dalam
memahami fakta informasi membutuhkan pemahaman terhadap kerangka nilai, teori
dan makna. Pendekatan CSS berorientasi aktivis. Penelitian sosial merupakan
aktivitas moral politik yang membutuhkan komitmen penelitian pada posisi nilai.
Pendekatan kritis menyatakan bahwa hanya ada sedikit pandangan yang benar. Bagi
CSS, menjadi objektif bukan menganut bebas nilai. Objektif bagi CSS berarti
penelitian tidak disimpangkan dan menggambarkan realitas yang ada. CSS
menganggap pengetahuan (knowledge) merupakan kekuatan dan pandangan yang
digunakan peneliti CSS dalam penelitian merupakan pandangan yang sudah menjadi
teknis, bukan diciptakan oleh peneliti sendiri.

C. FEMINIST AND POSTMODERN RESEARCH


Terdapat pendekatan tambahan dalam penelitian yang masih berkembang dan belum banyak
diketahui dibanding ketiga pendekatan sebelumnya. Diantaranya yaitu pendekatan feminsme
dan postmodern. Keduanya mengkritik ketiga pendekatan positivisme, ISS, dan CSS.
Penelitian dengan pendekatan feminisme dilakukan oleh mayoritas para perempuan yang
memegang identitas diri feminis dan sadar akan sudut pandang feminis. Metodologi feminis
mencoba memberi suara kepada perempuan dan mengkoreksi sudut pandang yang
terorientasi pada laki-laki yang mendominasi perkembangan ilmu sosial. Penganut feminism
melihat perempuan lebih menekankan pada akmodasi dan ikatan manusia yang secara
bertahap berkembang dan melihat dunia sosial sebagai jaring hubungan manusia yang
dihubungkan dengan perasaan saling percaya dan saling memiliki kewajiban masing-masing.
Perempuan cenderung subjektif, empati, berorientasi pada proses, dan menekankan sisi
inklusif kehidupan sosial. Peneliti feminisme berorientasi pada tindakan, mencoba
mengembangkan nilai-nilai feminis, cenderung tidak objektif, dan lebih terlepas. Metode
yang digunakan peneliti dengan pendekatan feminisme biasanya kualitatif dan studi kasus.
Penelitian dengan pendekatan postmodern merupakan bagian dari pemahaman yang
berevolusi mengenai dunia kontemporer yang meliputi seni, musik, literatur, dan kritik
kebudayaan. Penelitian dengan pendekatan postmodern melihat tidak adanya perbedaan
antara seni atau humanities dengan ilmu sosial. Penelitian postmodern mencoba membngkar
ilmu sosial. Pendekatan postmodern tidak mempercayai observasi yang dilakukan sistematis
empiris, dan meragukan pengetahuan dapat digeneralisasikan atau diakumulasikan dari waktu
ke waktu. Pendekatan ini melihat ilmu pengetahuan memiliki bentuk yang beragam dan unik
sesuai dengan masyarakat atau kelompok lokal tertentu. Postmodernist menolak
menggunakan ilmu pengetahuan untuk memprediksi dan memutuskan kebijakan. Hasil
laporan penelitian dari penelitian dengan pendekatan postmodern lebih bergaya teateritikal,
ekspresif, atau dramtis, dapat dalam bentuk film, fiksi, karya musikal, atau drama. Tujuannya
adalah untuk menstimulasi penyimak, membangkitkan respon, meningkatkan rasa penasaran,
sekaligus memberikan hiburan. Para postmodernist menganggap bahwa pengetahuan
mengenai kehidupan sosial yang dihasilkan dari penelitian peneliti lebih efektif
dikomunikasikan melalui cara-cara tersebut dibandingkan melalui jurnal atau artikel.

Anda mungkin juga menyukai