Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI II

“EFEK OBAT DIURETIK PADA MENCIT”

Disusun Oleh:

Anjani Awijayanti

1948201008

4B Farmasi

Dosen Pengampu;

Apt. Denia Pratiwi, M. Farm.

&

Apt. Dini Mardhiyani, M. Farm.

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ABDURRAB

2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diuretik adalah obat yang berfungsi untuk membuang kelebihan garam


danair dari dalam tubuh melalui urine. Jumlah garam, terutama
natrium, yangdiserap kembali oleh ginjal akan dikurangi. Natrium tersebut akan
ikut membawacairan yang ada di dalam darah,sehingga produksi urine bertambah.
Akibatnyacairan tubuh akan berkurang dan tekanan darah akan turun. Setiap hari
tubuhmengeluarkan sisa dari produk metabolisme ataupun sisa dari proses
pencernaanyang tidak dapat diabsorbsi melalui mekanisme yang dikenal sebagai
ekskresi.Salah satu jalur ekskresi dari tubuh melalui ginjal. Produk yang keluar
melaluiginjal disebut urine dan prosesnya dikenal sebagai urinasi.

Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin.


Istilahdiuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya
penambahanvolume urine yang di produksi dan yang kedua menunjukkan jumlah
pengeluaran(kehilangan) zat-zat terlarut dan air. Diuretik tidak hanya mengubah
ekskresi Na+,tetapi juga memodifikasi pengaturan kation lain (misalnya K+,
H+, Ca2+ danMg2+), anion lain (seperti Cl-, HCO3- dan H2PO4-) dan asam urat
oleh ginjal.Selain itu diuretik juga secaratidak langsung dapat mengubah
hemodinamikginjal. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan
udem yang berartimengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga
volume cairanekstrasel menjadi normal.

Dalam percobaan ini mahasiswa farmasi diharapkanmampuuntuk mengetahui


dan memahami bagaimana efek farmakologi obat dimana dalampercobaan ini
mahasiswa mengamati pengaruh efek diuresis yang diujikan pada hewan coba
mencit (Mus musculus).Obat yang digunakan adalah furosemid.
Adapun dalam bidang farmasi pengetahuan tentang sistem saraf pusat perlu
untuk diketahui khususnya dalam bidang ilmu farmakologi karena mahasiswa
farmasi dapat mengetahui obat-obat apa saja yang perlu atau bekerja pada sistem
saraf pusat. Hal ini lah yang melatarbelakangi dilakukannya percobaan ini.

2
1.2 Tujuan dan Prinsip Praktikum
1.2.1 Tujuan Praktikum
Untuk menganalisis efek diuretik pada mencit dengan melihat dan
mengamati serta menentukan jumlah volume dan, frekuensi urin pada hewan
uji mencit (mus musculus) setelah pemberian obat diuretik
1.2.2 Prinsip Praktikum
Efek obat diuretik dapat diamati dengan meningkatnya frekuensi urinasi
dan volume urin pada hewan coba.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Diuretik adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi
air dan natrium klorida. Secara normal, reabsobsi garam dan air dikendalikan
masing–masing oleh aldosteron vasopiesin (hormon antidiuretik, ADH). Sebagian
basar diuretik bekarja dengan menurukan reabsorbsi elektrolit oleh tubulus.
Ekskresi elektolit yang meningkat diikuti oleh peningkatan ekskresi air, yang
penting untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Diuretik digunakan untuk
mengurangi udema pada gagal jantung kongesif, beberapa penyakit ginjal, dan
sirosis hepatis (Neal, M.J.2010).

Pada pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang
bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam
plasma, kecuali untuk protein, difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasinya
pada filtraf glomerulus dalam kapsula Bowman hampir sama dengan dalam
plasma. Ketika cairan yang telah difiltrasi ini meninggalkan kapsula Bowman dan
mengalir melewati tubulus, cairan diubah oleh reabsorpsi air dan zat terlarut
spesifik yang kembali ke dalam darah atau oleh sekresi zat-zat lain dari kapiler
peritubulus ke dalam tubulus. (Guyton, 1997)

Ketika filtrat mengalir melalui tubulus tersebut, kebanyakan air dan berbagai
zat yang terlarut di dalamnya diabsorbsi ke dalam kapiler peritubulus dan
sejumlah kecil solute lain disekresikan ke dalam tubulus. Air solute tubulus yang
tersisa menjadi urine (Anonim, 2006).

Ginjal merupakan organ utama yang melakukan proses ekskresi dan


osmonegulasi. Secara lengkap peranan atau fungsi ginjal adalah sebagai berikut
(Dwiyana, 2002) :

1. Mengeksresikan zat buangan seperti urea, asam urat, kreatinin, keratin


dan zat lain yang bersifat racun.
2. Mengatur volume plasma dan jumlah air di dalam tubuh. Bila banyak air
yang masuk ke dalam tubuh, ginjal membuang kelebihan air sehingga

4
lebih banyak lagi urin yang diekskresikan. Bila tubuh kehilangan banyak
air, ginjal akan mengeluarkan sedikit air (urin pekat).
3. Menjaga tekanan osmose pada keadaan seharusnya dengan cara
mengatur ekskresi garam-garam, membuang jumlah garam yang
berlebihan dan menahan garam bila jumlahnya dalam tubuh berkurang.
4. Mengatur pH plasma dan cairan tubuh, ginjal dapat mengekskresikan
urin yang bersifat basa tetapi dapat pula mengekspresikan urin yang
bersifat asam.
5. Menjalankan fungsi sebagai hormon, ginjal menghasilkan dua macam zat
yang diduga mempunyai fungsi endokrin. Kedua zat tersebut adalah
rennin dan eritropoetin.

Di dalam ginjal terjadi rangkaian proses pembentukan urine, yaitu sebagai


berikut : (Sjafaraenan, 2005)

1. Penyaringan atau filtrasi zat-zat sisa metabolisme. Proses ini dilakukan


oleh Kapsula Bowman.
2. Penyerapan kembali atau absorbsi zat-zat yang masih berguna bagi tubuh.
Proses ini berlangsung di sepanjang tubulus kontraktil proksimal hingga
Henle.
3. Pengeluaran zat yang tidak diperlukan dan tidak dapat disimpan dalam
tubuh yang disebut augmentasi. Proses ini berlangsung disepanjang
tubulus kontrotus distal hingga kaliktifus.

Ginjal mempunyai kaitan yang erat dengan fungsi organ-organ lain dan
demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, walaupun yang dihadapi adalah
penderita penyakit ginjal, haruslah kita mengahadapi penderita secara
keseluruhan, baik pada pengambilan amnesia maupun pada pemeriksaan lainnya.
(Soeparman, 1993)

Fungsi Ginjal (Syarifudin, 2001)

1. Mengekresikan zat buangan seperti urea, asam urat, kreatinin, keratin


dan zat lain yang bersifat racun.

5
2. Mengatur volume plasma dan jumlah air didalam tubuh. Bila banyak
air yang masuk ke dalam tubuh, ginjal membuang ke;lebihan air
sehingga lebih banyak lagi urine yang diekresikan. Bila tubuh
kehilangan banyak air, ginjal akan mengeluarkan sedikit air (urine
pekat)
3. Menjaga tekanan osmose pada keadaan seharusnya dengan cara
mengatur ekskresi garam – garam, membuang jumlah garam yang
berlebihan dan menahan garam bila jumlahnya dalam tubuh berkurang.
4. Mengatur pH plasma dan cairan tubuh, ginjal dapat mengekresikan
urin yang bersifat asam.

Ada beberapa proses yang terjadi pada ginjal yaitu (Azies,B, 1990)

1. Ultrafitrasi, semua molekul berukuran kecil seperti air, glukosa dan


urea disaring darah di glomerulus. Hasil filtrasi ini adalah
terbentuknya filtrate di kapsula bowman yang selanjutnya dialirkan ke
tubulus renalis.
2. Reabsorbsi selektif, semua susbstansi yang berguna bagi tubuh dan
yang diperlukan untuk mempertahankan air dan komposisi garam
cairan tubuh akan diambil dari filtrate dan dikembalikan ke dalam
darah dengan suatu proses yang isebut reabsorbsi.
3. Sekresi, pada umumnya substansi yang tidak dibutuhkan oleh dapat
dipindahkan dari darah ke filtrate dan perpindahan substansi dari
darah ke filtrat yang terdapat di tubulus renalis.

Unit fungsional ginjal disebut nefron terdiri dari kelompok kapiler yang
disebut glomerulus dan suatu pipa sempit yang panjang yang disebut tubulus
renalis, yang muncul dari suatu bentuk balon lampu, yakni kapsula Bowman.
Tubulus renalis terdiri dari : (Sjafaraenan,2005).

Ekskresi obat dari tubuh yang paling utama melalui ginjal kedalam urin.
Proses ekskresi melalui ginjal meliputi filtrasipalsma melalui glomerulus, sekesi
aktif dengan mkanisme transport aktif dari darah ke dalam filtrat glomerulaer
melalui epitel tubular, pada keadaan kerusakan ginjal biasanya filtrasi melalui
glomeruli akan menjadi berkurang (Haryono, 2002).

6
Obat-obat diuretik ( Harvey,2013) :

- Diuretik Tiazid : Chlorothiazide, Chlorthalidone,


Hydrochlorothiazide, Indapamide, Metalazone
- Loop diuretik : Bumitadine, Ethacrynic acid, Furosemid,
Torsemide
- Diuretik hemat-kalium : Amiloride, Eplerenone, Spironolactone,
Triamterene
- Penghambat karbonik anhidrase : Asetazolamid
- Diuretik osmotik: Mnitol, urea
Proses pembentukan urine. Ginjal memproduksi urine yang mengandung zat
sisa metabolik dan mengatur komposisi cairan tubuh memelalui tiga proses utama
(Sloane, 2003):
1. Filtrasi
Filtrasi glemerular adalah perpindahan cairan dan zat terlarut dan
kapiler glomerular, dalam tekanan tertentu ke dalam kapsul bowman.
2. Reabsobsi
Reabsorpsi tubulus sebagian besar fiktrat (99%) secara selektif
direabsorpsi aktif terhadap dalam tubulus ginjal melalui difusis pasif
gradien kimia atau listrik, transpor aktif terhadap gradien tersebut.
3. Sekresi
Sekresi tubukar adalah proses aktif yang memindahakan zat keluar
dari darah dalam kapilar pertibular melewati sel-sel tubular menuju
cairan tubukar untuk dikeluarkan dalam urine.

Diuretik dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Dimana istilah


diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan
volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran
( kehilangan ) zat- zat terlarut dan air. Fungsi utama diuretik adalah untuk
memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan
sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal
(Marjono,2004).

7
Diuretika akan mengurangi kongesti pulmonal dan edema perifer. Obat-obat
ini berguna mengurangi gejala volume urine berlebihan, termasuk ortopnea dan
dispnea nokturna proksimal. Diuretik menurunkan volume plasma dan selanjutnya
menurunkan venous return ke jantung (preload). Ini mengurangi beban kerja
jantung dan kebutuhan oksigen.Diuretik juga menurunkan afterload dengan
mengurangi volume plasma sehingga menurunkan tensi darah (Mycek, 2013).

“Loop” Diuretik obatnya yaitu Bumatanid,furosemid,torsemid dan asam


eekrinat merupakan empat diuretik yang efek utamanya pada asendens ansa henle.
“Loop” diuretik menghambat kontraspor Na+ /K+ /Cl- dari membrane lumen pada
pars asendens ansa henle. Karena itu, resorbsi Na+ /K+ /Cl- menurun.
“Loop”diuretik merupakan obat diuretic yang paling efktif , karena pars asenden
benranggung jawab untuk absorbs 25-30% NaCl yang disaring dan bagian
distalnya tidak mampu untuk mengkompensasi keniakan muatan Na+
(Mycek,2013).

Diuretik (bumctanid, furosemid, hidroklorotiazid, spironolakton dan


triamfetamin),golongan obat ini merendahkan tekanan darah ,dimulai dengan
peningkatan ekskresi Na dan H2O .Hal ini menurunkan volume
ekstrasel,menimbulkan pengurangan isi sekuncup jantung dan aliran darah ginjal
(Richard, 2001).

Pada diuretik osmotik sejumlah zat yang sederhana dan hidrofilik disaring
glomrulus, seperti manitol dan urea, menyebabkan berbagai derajat diuresis. Hal
ini terjadi karena kemampuan zat-zat ini untyuk mengangkut air bersama ke
dalam cairan tubulus. Bila zat-zat yang disaring berikutnya mengalami sedikit
atau tidak direabsorpsi sama sekali kemudian zat yang disaring akan
meningkatkan keluaran urin. Hanya dalam jumlah kecil dari garam-garam yang
ditambahkan dapat juga diekskresikan.Karena diuretik osmotik digunakan untuk
meingkatakan ekskresi air daripada ekskresi Na, maka obat-obat ini tidak berguna
untuk mengobati retensi Na. Obat-obat ini digunakan untuk memelihara aliran
urine dalam keadaan toksik akut setelah menelan zat-zat beracun yang berpotensi
menimbulkan kegagalan ginjal akut.Diuretik osmotik masih digunakan untuk
mengobati pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial, atau kegagalan ginjal

8
akut karena syok, keracunan obat dan trauma. Mempertahankan aliran urin akan
mempertahankan fungsi ginjal dalam jangka waktu lama dan dapat
menghindarkan pasien dari dialisis (Mycek,2013).
Asetazolamid menghambat karbonik anhidrase yang terletak di dalam sel dan
membran apikal epitel tubulus proksimal (karbonik anhidrase mengkatalisis reaksi
CO2 dan H2O menjadi h dan HCO3).Penurunan kemampuan menukar Na untuk
H dengan adanya asetazolamid menyebabkan diuressi ringan.Selain itu, HCO3
dipertahankana dalam lumen yang ditandai dengan peningkatan pH
urine.Hilangnya HCO3 menyebabkan asidosis metabolisme hiperkloremik dan
penuruanan kemampuan diuresis setelah beberapa hari pengobatan (Mycek, 2013)

Tiazid dan senyawa yang berkaitan (kanan atas) bersifat aman, aktif secara
oral, namun merupakan diuretik yang relatif lemah. Obat yang lebih efektif adalah
high ceiling atau iuretik loop (kiri atas). Obat ini mempunyai awitan yang sangat
cepat dan durasi kerja yang cukup pendek.Obat ini sangat kuat (sehingga diberi
istilah ‘high ceiling’) dan bisa menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit serta
dehidrasi yang serius. Metolazon merupakan obat yang berkaitan dengan tiazid
dan aktivitasnya berada diantara diuretik loop dan tiazid. Metolazon mempunyai
efek sinergis yang kuat dengan furosemid, dan kombinasi tersebut bisa efektif
pada edema yang resisten dan pada pasien dengan gagal ginjal yang serius. Tiazid
dan diuretik loop meningkatakan ekskresi kalium, dan mungkin dibutuhkan
suplemen kalium untuk mencegah hipokalemia (Neal,2006).

Furosemid merupakan golongan obat diuretik, yaitu diuretik jerat


henle.Semua diuretik jerat henle bekerja pada cabang menaik yang tebal dari jerat
henle, karena merupakan diuretika yang bekerja kuat (diuretika plafon tinggi)
(Neal,2006).

Aldosteron menstimulasi reabsorpsi Na pada tubulus distal dan mningkatkan


sekeresi K dan H. Obat ini bekerja pada reseptor sitoplasmik dan menginduksi
sintesis Na/k-ATPase pada membran basolateral dan kanal Na di membran lumen.
Peningkatan permeabilitas kanal Na yang lebih cepat dapat diperanatrai oleh
reseptor aldosteron di permukaan sel. Diuretik meningkatkan muatan Na pada
tubulus distal dan, kecuali untuk obat-obat hemat kalium, hal ini menyebabkan

9
peningkatan sekresi (dan ekskresi) K. Efek ini lebih hebat apabila aldosteron
plasma tinggi : sebagai contoh bila terapi diuretik yang kuat sudah mengurangi
simpanan Na tubuh (Neal,2006).

Kombinasi dari obat-obat lain bersama diuretika dapat menimbulkan interaksi


yang tidak dikehendki, seperti (Harvey, 2013):

a. Penghambat ACE, dapat menimbulkan hipotensi yang hebat, maka


sebaiknay baru diberikan setelah penggunaan diuretikum dihentikan
selama 3 hari.
b. Obat-obat rema (NSAID’s) dapat agak memperlemah efek diuretis dan
antihipertensif akibat sifat retensi natrium dan airnya.
c. Kortikosteroida dapat memperkuat kehilangan kalium.
d. Aminoglikosida ototoksitas diperkuat berhubung diuretika sendiri dapat
menyebabkan ketulian (reversible).
e. Antidiabetika oral dikurangi efeknya bila terjadi hiperglikemia.
f. Litium klorida dinaikkan kadar darahnya akibat terhambatnya ekskresi.

10
BAB III
METODE KERJA
3.1 Tempat dan Waktu Praktikum
Tempat : Laboratorium Farmakologi Universitas Abdurrab Pekanbaru

Tanggal : Senin, 14 Juni 2021

Waktu : 13.00 – 16.00 WIB

3.2 Alat
- Batang pengaduk
- Beaker
- Gelas ukurot plate
- Kandang Urinasi
- Mixer
- Spoit 1 ml
- Spoit oral
- Timbangan berat.
3.3 Bahan
- Alkohol 70%
- Aqua destilat
- Kapas
- Natrium CMC
- Tablet Furosemid
- Tablet Hidroklortiazid
- Tablet Hidroklotiazid.
3.4 Hewan Uji yang digunakan
Hewan yang digunakan adalah mencit jantan, dengan berat badan 20 g – 30 g
berumur antara 6 - 8 minggu.
3.5 Cara Kerja
3.5.1 Pembuatan Na. CMC 1%
- Panaskan kurang lebih 200 ml air hingga mendidih
- Timbang Na. CMC sebanyak 1 gram
- Masukkan Na. CMC kedalam beaker glass 300 ml lalu tambahkan

11
50 ml air panas
- Aduk campuran tersebut dengan mixer hingga homogen, ditandai
dengan tidak nampaknya lagi serbuk berwarna putih dan campuran
berupa seperti gel.
- Tambahkan air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga
volume larutan tersebut menjadi 100 ml, dinginkan.
3.5.2 Pembuatan Suspensi Furosemid
- Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
- Ditimbang Furosemide sebanyak 50 mg
- Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL
- Dilarutkan dengan Na-CMC 1% sampai batas tanda (pengenceran
pertama)
- Dihomogenkan
- Dispoit sebanyak 2,984 mL
- Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL
- Dicukupkan dengan Na-CMC 1% sampai batas tanda
(pengenceran kedua)
- Dihomogenkan lalu dipindahkan ke botol vial dan diberi etiket.
- Dimasukan ke dalam lemari pendingin
3.5.3 Pelaksanaan
Sebanyak 6 ekor mencit dibagi menjadi 2 kelompok. Setiap
kelompok dipisahkan dalam kandang yang berbeda. Sebelum penelitian
dilakukan, mencit dipelihara dalam ruangan dengan suhu kamar, siklus
cahaya yang terang : gelap (14:10) pemberian makan dengan pakan reguler
dan air minum, sebelum perlakuan mencit dipuaskan selama 10 jam tetapi
tetap diberikan air minum. Hewan diangap sehat apabila perubahan berat
badan tidak lebih dari 10% serta memperlihatkan prilaku normal perlakuan
pada hewan coba.

1. Gunakan mencit jantan sebanyak 6 ekor


2. Ditimbang berat badan tiap mencit lalu catat
3. Mencit kemudian dibagi dalam 2 kelompok yang masing-masing
kelompok terdiri dari 3 ekor mencit.

12
4. Kemudian masing-masing kelompok diberikan perlukakan
dimana kelompok I adalah kontrol, diberikan Na.CMC 1%,
kelompok 2 diberikan suspensi HCT, kelompok 3, diberikan
suspensi spironolakton, kelompok 4, diberikan suspensi
furosemid. Pemberian dilakukan secara intrapritoneal (ip) atau
secara oral dengan volume pemberian 0,2 ml/30 BB mencit
5. Mencit kemudian ditempatkan dalam kandang khusus yang
memiliki penampungan urin.
6. Urine mencit ditampung selama 2 jam, dengan pencatatan volume
urine dilakukan tiap 30 menit.
7. Urine yang terkumpul kemudian ditentukan kandungan Ion Na+,
dan K+

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum

Bahan Hewan Uji Volume Pemberian Volume Urin (ml)


Kode BB (ml) setelah 2 jam
Kontrol 1 22 0,5 0,2
2 23 0,5 0,1
3 20 0,5 0,6
Furosemid 1 26 0,2 1,1
2 27 0,2 1,3
3 22 0,2 2,2

4.2 Perhitungan
1. Hewan Uji Kode 1
% daya diuretik = (1,1-0,2) X 100%
0,2
=450%
2. Hewan Uji Kode 2
% daya diuretik = (1,3-0,1) X 100%
0,1
=1200%
3. Hewan Uji Kode 3
% daya diuretik = (2,2-0,6) X 100%
0,6
=266,67%

4.3 Pembahasan
Diuretik merupakan obat-obat yang dapat meningkatkan laju aliran urin.
Golongan obat ini menghambat penyerapan ion kalsium pada bagianbagian

14
tertentu dari ginjal, oleh karena itu terdapat perbedaan tekanan osmotik yang
menyebabkan air ikut tertarik sehingga produksi urin semakin bertambah.
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan efek obat
diuretik, yaitu furasemid pada hewan coba yaitu mencit jantan berdasarkan
parameter pengukuran volume urin.
Mekanisme kerja obat yang pertama yaitu furasemid, menghantar pembawa
ion Na+ dan ion K + pada membran numinal.
Alasan penggunaan furosemid yaitu furosemid ,bumetenid, dan torsemid
karena dapat mungkin memperlihatkan reaktivitas- silang alergik pada pasien
yang peka terhadap sulfonamide lainnya, akan tetapi hal ini tampaknya sangat
jarang. Pemakaian berlebihan semua diuretik adalah berbahaya bagi pasien
dengan sirosis hati, gagal ginjal borderline,atau gagal jantung.
Secara prosedural akan dibahas tahapan-tahapan yang dilakukan
untukmengevaluasi penyakit diabetes pada hewan percobaan. Sebelum
dilakukanpercobaan, hewan yang akan diuji dipuasakan dengan cara tidak diberi
makan. Halini bertujuan untuk menormalkan kadar glukosa dalam darah hewan
uji dan agarglukosa darah yang nantinya terukur tidak dipengaruhi oleh glukosa
yang berasaldari makanan hewan uji. Jika hewan uji (tikus) diberi makan, kadar
glukosa dalamdarahnya menjadi tidak stabil (berubah-ubah).
Pada percobaan pertama yang dilakukan oleh kelompok 1, menggunakan
larutan Na CMC sebagai kontrol, dengan menggunakan 3 mencit dengan berat
badan masing masing secara berurutan 22 gr, 23 gr dan 20 gr dengan Vp yang
sama yaitu 0,5 mL. Didapatkan hasil setelah 2 jam pemberian volume urine secara
berurutan sesuai dengan berat badan yaitu 0,2 ml, 0,1 ml dam 0,6 ml.
Pada percobaan kedua diuretik yang dilakukan oleh kelompok 2 dengan
menggunakan obat furosemid dengan berat badan mencit 26 g dan Vpnya adalah
0,2 mL. Sebelum penginduksian, pertamatama dilakukan penginduksian dengan
menggunakan air hangat sebanyak 5 mL. Kemudian setelah beberapa menit
kemudian dilakukan penginduksian dengan menggunakan obat furasemide.
Diamati, pada menit ke 120 tikus mengeluarkan urin sebanyak 1,1 mL.
Pada percobaan ketiga diuretik yang dilakukan oleh kelompok 3 dengan
menggunakan obat furosemid dengan berat badan mencit 27 g dan Vpnya adalah

15
0,2 mL. Sebelum penginduksian, pertamatama dilakukan penginduksian dengan
menggunakan air hangat sebanyak 5 mL. Kemudian setelah beberapa menit
kemudian dilakukan penginduksian dengan menggunakan obat furasemide.
Diamati, pada menit ke 120 tikus mengeluarkan urin sebanyak 1,3 mL.
Pada percobaan keempat diuretik yang dilakukan oleh kelompok 4 dengan
menggunakan obat furosemid dengan berat badan mencit 22 g dan Vpnya adalah
0,2 mL. Sebelum penginduksian, pertamatama dilakukan penginduksian dengan
menggunakan air hangat sebanyak 5 mL. Kemudian setelah beberapa menit
kemudian dilakukan penginduksian dengan menggunakan obat furasemide.
Diamati, pada menit ke 120 tikus mengeluarkan urin sebanyak 2,2 mL.
Dari perhitungan yang di dapat %daya diuretik pada mencit 1 yaitu 450%,
mencit 2 1200% dan mencit 3 266,67%. Perbedaan hasil %daya diuretik dan
volume urine setelah pemberian selama 2 jam dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu berat badan, jenis kelamin, faktor lingkungan dan stres.
Sebagaimana hal yang ditulis pada literatur bahwa furosemid merupakan obat
diuretik golongan diuretik kuat dengan mekanisme kerja menghambat penyerapan
kembali natrium oleh sel tubuli ginjal. Furosemida meningkatkan pengeluaran air,
natrium, klorida, kalium dan tidak mempengaruhi tekanan darah yang normal.
Onset diuresis untuk pemberian oral antara 30-60 menit dan efek puncak oral
dicapai 1-2 jam setelah pemberian.
Hal ini sesuai dengan mekanisme kerja dari furosemide yang juga merupakan
golongan diuretik kerja kuat.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

16
- Furosemid merupakan obat diuretik golongan diuretik kuat dengan mekanisme
kerja menghambat penyerapan kembali natrium oleh sel tubuli ginjal.
- Furosemida meningkatkan pengeluaran air, natrium, klorida, kalium dan tidak
mempengaruhi tekanan darah yang normal.

DAFTAR PUSTAKA

17
Anonim, 2015. Penuntun Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia. Penerbit
UMI. Makassar.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III, Depkes RI, Jakart

Guyton,H., 1997. Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta

Harvey, Richard , dkk. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta : EGC

Neal, M.J.,2006.”At a Glance Farmakologi Medis”.Erlangga.,Jakarta.

Mj, Neal. 2009, A ta Glance Farmakologi Medis, penerbit erlangga: Jakarta

Marjono, Mahar. 2004. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta :UI Press.

Sjafaraenan dan Eddyman,W.F., 2005. Anatomi Fisiologi Manusia. Fakultas


MIPA. Makassar.

Sloane ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk pemula.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Soeparman, 1993. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Penerbit FK UI. Jakarta.

Syarifudin, 2001. Fungsi System Tubuh Manusia. Widya Medika. Jakarta.

18

Anda mungkin juga menyukai