Anda di halaman 1dari 34

UJI KADAR HAMBAT MINIMUM (KHM) DAN KADAR

BUNUH MINIMUM (KBM) EKSTRAK DAUN PAGODA


(CLERODENDRUM PONICULTANUM L) TERHADAP
BAKTERI BACILUS CEREUS, BACILLUS SUBTILUS DAN
ESCERICHIA COLI

PROPOSAL

OLEH
NADIA JULIYANTI

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2021

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang………………………………………

1.2. Rumusan masalah……………………………………

1.3. Hipotesis Penelitian…………………………………

1.4. Tujuan Penelitian……………………………………

1.5. Manfaat Penelitian………………………………….

1.6. Kerangka Pikir Penelitian…………………………..

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bunga Pagoda………………………………………

2.1. 1 Taksonomi………………………………...

2.1.2 Morfologi……………………………….....

2.1.3 Sinonim……………………………………

2.1.4 Nama Asing……………………………….

2.1.5 Manfaat Tumbuhan Pagoda……………….

2.2 Ekstrak…………………………………………….

2.2.1 Ekstraksi…………………………………..

2.2.2 Metode Ekstraksi………………………….

2.2.3 Fraksinasi………………………………….

2.2.4 Skrining Fitokimia…………………………

2.3 Penyakit……………………………………………..

2
2.3.1 Penyebab Penyakit………………………….

2.3.2 Penularan Penyakit………………………….

2.3.3 Infeksi………………………………………

2.3.4 Bakteri………………………………………

2.3.5 Penggolongan Bakteri………………………

2.3.6 Penyakit Bakterial…………………………..

2.3.7 Bacillus Cereus……………………………..

2.3.8 Bacillus Subtilis…………………………….

2.3.9 Eschericia Coli………………………….….

2.4 Antibakteri……………………………………………

2.4.1 Bakterisid………………………………….….

2.4.2 Bakteriostatik…………………………………

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian………………………………………

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian……………………….

3.2.1 Tempat Penelitian………………………….

3.2.2 Waktu Penelitian…………………………..

3.3 Penyiapan Sampel………………………….………..

3.4 Alat dan Bahan Yang Digunakan……………………

3.4.1 Alat yang Digunakan…………………………

3.4.2 Bahan yang Digunakan……………………….

3
3.5 Prosedur Kerja………………………………………

4
5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Saat ini masyarakat cenderung menggunakan obat yang berasal dari

bahan alam, dengan alasan obat tersebut memiliki efek samping yang relatif

lebih kecil dibandingkan dengan obat sintesis. Dari survey penggunaan

antibiotik di beberapa rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat banyak

dijumpai adanya penggunaan obat antibiotik yang tidak rasional seperti

penggunaan antibiotik yang berlebihan, penggunaan antibiotik untuk

indikasi yang tidak jelas, penggunaan antibiotik dalam dosis yang kurang

tepat, cara pemberian, waktu dan lama pemberian antibiotik yang tidak

sesuai, dapat memberikan dampat negatif antara lain timbulnya efek

samping atau toksisitas, mempercepat terjadinya resispensi hingga

terjadinya resiko kegagalan terapi. Sehingga mengakibatkan meningkatnya

penggunaan bahan alam sebagai bahan obat. (1)

Penyakit infeksi merupakan penyakit yang mempunyai insidensi

tinggi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut Dirjen

Bina Upaya Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI, penyakit infeksi

menduduki peringkat atas dalam 10 besar penyakit terbanyak yang diderita

oleh pasien rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit seluruh Indonesia

pada tahun 2009 dan 2010. Penyakit infeksi ini meliputi infeksi saluran

pernafasan, diare dan penyakit kulit. Gibron (1991) dalam Simanjuntak

6
(2014) menjalaskan bahwa infeksi karena bakteri masih mendominasi

potensi terjadinya infeksi barat, sepsis, syok septic dan disfungsi organ.(2)

Kematian pasien karena infeksi bakteri di ruang perawatan intensif di

Amerika sebanyak 40% disebabkan oleh bakteri gram positif dan 60% oleh

bakteri gram negatif (Nasronuddin, 2007). Pada penelitian ini akan

digunakan Escherichia coli yang merupakan bakteri gram negatif dan

Bacillus cereus yang merupakan bakteri gram positif. (3)

Pengobatan penyakit infeksi bakteri dapat diatasi dengan

penggunaan antibiotik. Antibiotik diharapkan mampu menghambat

maupun membunuh bakteri penyebab infeksi tersebut. namun seiring

meningkatnya penggunaan antibiotik yang salah di kalangan masyarakat,

kemampuan bakteri untuk bertahan hidup menjadi lebih kuat sehingga

menyebabkan resistensi terhadap antibiotik tertentu. Hal ini akan menjadi

masalah kesehatan bagi dunia (Simanjutak, 2014).( 4 ) Oleh karena itu

penelitian-penelitian terkait eksplorasi senyawa-senyawa baru yang

bersifat antibakteri terus dilakukan, terutama yang berasal dari alam.

Senyawa antibakteri banyak diisolasi dari tanaman atau ganggang.

Siswoyo (2004) dalam Paribasa (2007) mengungkapkan bahwa Indonesia

mempunyai kurang lebih 30.000 spesies tanaman obat dengan 1000 spesies

yang sudah diketahui memiliki zat aktif dan 800 spesies sudah menjadi

ramuan dan telah menunjukkan khasiatnya sebagai obat suatu penyakit.(5)

Pengetahuan tentang khasiat dan keamanan tanaman obat di Indonesia

7
biasanya hanya berdasarkan pengalaman empiris yang biasanya

diwariskan secara turun temurun dan belum teruji secara ilmiah.

Daun Pagoda (Clerodendrum Paniculatum. L) merupakan tanaman

yang banyak di jumpai di pekarangan rumah, yang biasa di jadikan tanaman

hias oleh sebagian masyarakat. Daun Pagoda telah digunakan dalam

pengobatan tradisional di India, China, Korea, dan Jepang.Tanaman ini

digunakan dalam terapi, khususnya untuk pengobatan Asma, katarak,

malaria, penyakit kulit, kanker, tifus, dan hipertensi dan diare .Organisasi

kesehatan dunia mengestimasi sekitar 80% populasi di dunia menggunakan

tanaman alami sebagai bahan dasar pembuatan obat (Adiguzel et al., 2005;

(Shrivastava and Patel, 2007; Arun. P. V, Sachin. S, 2011). (6)

Senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman Daun Pagoda yaitu

flavonoid, terpen, tanin, alkaloid, sterol, dan glikosida.Flafonoid merupakan

senyawa polifenol yang terdapat pada tumbuhan yang memiliki efek

biologis seperti antimikroba, antiviral, antihipertensi, antioksidan,

antiplatelet, sitotooksik, dan aktivitas anti-inflamasi (Rathee et al., 2009;

Joseph, Bindhu and Aleykutty, 2013).(7) Pagoda merupakan salah satu

tanaman yang dikenal mempunyai banyak khasiat dan telah digunakan

sebagai obat tradisional. Penggunaan meniran sebagai obat tradisional

antara lain untuk menurunkan demam, melindungi hati dari racun,

antidiare, pereda batuk, antiradang, antivirus, peluruh batu saluran kemih,

peluruh dahak, serta menurunkan kadar glukosa darah.(7)

8
Bunga pagoda merupakan salah satu spesies tanaman yang termasuk

dalam genus Clerodendrum yang memiliki jumlah spesies yang berbeda

sejumlah 580 spesies. Dan tersebar merata di Asia, Afrika, Amerika, dan

Australia. Sejumlah spesies dari genus ini telah digunakan dalam

pengobatan tradisional di kawasan Asia dan Afrika. India, China, Korea,

Thailan, dan Jepang merupakan Negara-negara yang telah menggunakan

beberapa spesies dari genus ini dalam praktik pengobatan. Penelitian

menunjukkan genus Clerodendrum mengandung senyawa kimia golongan

steroid, terpen, flavonoid, minyak menguap, glikosida sianogenik, dan

beberapa karbohidrat.

Khasiat berdasarkan hasil penelitian yang pernah di lakukan

terhadap daun Clerodendrum paniculatum L. diantara lain: aktivitas

antibakteri daun pagoda yang di ekstrak dengan pertolium eter terhadap

Escherichia coli tidak memiliki efek antibakteri, Salmonella Newport tidak

memiliki efek antibakteri,dan pada Vibrio parahaemoliycus daya hambat

sebesar 23 mm. Ekstrak dengan kloroform terhadap Escherichia coli tidak

memiliki efek antibakteri, Salmonella Newport tidak memilki efek

antibakteri, dan pada Vibrio parahamoliycus 22 mm. Ekstrak dengan etil

asetat, terhadap Escherichia coli tidak memiliki efek, Salmonella Newport

daya hambat sebesar 13 mm, Vibrio parahaemoliycus 21 mm. dan ekstrak

dengan alcohol terhadap Escherichia coli 14 mm, Salmonella Newport 17

mm, Vibrio parahaemoliycus 18 mm.

9
Dari uraian diatas, peneliti merasa penting untuk melakukan uji

aktivitas antibakteri fraksi daun pagoda (Cloredendrum paniculatum L.)

terhadap Bakteri Bacillus Cereus, Bacillus subtilis, Esherichia coli, dalam

penelitian ini akan berfokus kepada pengaruh fraksi etanol daun pagoda

terhadap pengukuran daya hambat dan kadar bunuh minimum bakteri

Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan Eschericia coli

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penelitian yang akan dilakukan, adapun rumusan

masalah yang terkait sebagai berikut :

1. Apakah golongan senyawa kimia yang terkandung dalam fraksi etanol

daun pagoda?

2. Apakah terdapat perbedaan aktivitas antibakteri antara ekstrak rebus dan

ekstrak tumbuk terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan

Bacillus cereu Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan Escherichia colli?

3. Apakah terdapat perbedaan aktivitas antibakteri fraksi daun pagoda

terhadap bakteri Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan Escherichia colli?

1.3 Hipotesis Penelitian

1. Terdapat beberapa senyawa kimia yang terkandung dalam fraksi etanol

daun pagoda.

10
2. Terdapat perbedaan aktivitas antibakteri antara ekstrak rebus dan ekstrak

tumbuk terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Bacillus

cereu Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan Escherichia colli.

3. Terdapat perbedaan aktivitas antibakteri fraksi daun pagoda terhadap

bakteri Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan Escherichia colli.

1.4 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

a. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui golongan senyawa kimia yang

terkandung dalam fraksi etanol daun pagoda.

b. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui aktivitas antibakteri antara

ekstrak rebus dan ekstrak tumbuk terhadap pertumbuhan bakteri

Escherichia coli dan Bacillus cereu Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan

Escherichia colli.

c. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui perbedaan aktivitas antibakteri

fraksi daun pagoda terhadap bakteri Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan

Escherichia colli.

1.5 Manfaat penelitian

a. Penelitian ini diharapkan menjadi media informasi tentang golongan

senyawa kimia pada fraksi etanol daun pagoda.

b. Dapat memberikan pengetahuan dan informasi nmengenai aktivitas

antibakteri antara ekstrak rebus dan ekstrak tumbuk terhadap

11
pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Bacillus cereu Bacillus cereus,

Bacillus subtilis, dan Escherichia colli.

c. Memberikan informasi mengenai perbedaan aktivitas antibakteri fraksi

etanol daun pagoda terhadap bakteri Bacillus cereus, Bacillus subtilis dan

Escherichia coli.

d. Sebagai referensi kedepannya untuk melanjutkan penelitian

pengembangan daun pagoda di bidang farmasi sebagai obat infeksi

saluran cerna yang disebabkan bakteri.

1.6 Kerangka Berfikir

Bunga pagoda bakteri Bacillus


cereus, Bacillus
subtilis, dan
Escherichia coli
cereus

Ekstraksi

Rebus Tumbuk

Uji aktifitas
antibakteri
masing-masing
ekstrak

Uji Kadar Hambat


Minimal

12
Uji Kadar Bunuh
Minimal

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pagoda (Clerodendrum Paniculatum. L)

2.1.1 Taksonomi
Taksonomi adalah pengelompokan atau pengklasifikasian jenis

tumbuhan ke dalam kelompok tertentu.Pengelompokan ini disusun secara

runtut sesuai dengan tingkatannya (hierarkinya), yaitu mulai dari yang

lebih besar tingkatannya hingga ke tingkatan yang lebih kecil. Berikut ini

dipaparkan taksonomi tanaman daun pagoda. (8)

Kingdom Plantae
Subkingdom Tracheophyta
Division Spermatophyta
Class Magnoliophyta
Ordo Lamiales
Family Verbenaceae
Genus Clerodendrum L.
Spesies Clerodendrum paniculatum L..

2.1.2 Morfologi
Bunga pagoda adalah salah satu tanaman yang termasuk dalam

famili Verbenaceae, biasa ditanam di taman, pekarangan rumah, atau di

tepi jalan daerah luar kota sebagai tanaman hias. Tanaman ini merupakan

jenis tanaman semak dengan tinggi 1-4 meter dengan percabangan pada 4

sisi.Batangnya dipenuhi rambut halus.Panjang tangkai daun 0,5-15 cm,

berdaun tunggal, letak berhadapan dengan bentuk bulat telur dengan

pangkal berbentuk hati, ukuran daun 8-36 cm x 6-24 cm. Bunganya

majemuk berwarna merah.Terdiri dari bunga kecil-kecil yang berkumpul

13
membentuk piramida keluar dari ujung tangkai (Dalimartha, 2008;

Ganeshaiah, 2013). (9)

Gambar Bunga Pagoda

2.1.3 Sinonim
Sinonim dari bunga (Clerodendrum panicuatum L.) menurut

situs theplantlist.org (2010), yaitu Cleianthuscoccineus Lour. ex

B.A.Gomes, Clerodendrum diversifolium Vahl, Clerodendrum

pyramidale Andrews, Volkameriaangulata Lour.,

Volkameriadiversifolia Vahl. (10)

Akar bunga pagoda berkhasiat sebagai antiradang, peluruh

kencing, dan mencegah pembekuan darah. Daun dari bunga pagoda

14
memiliki khasiat sebagai anti radang dan mengeluarkan nanah. Bunganya

berkhasiat sedatif dan menghentikan perdarahan (Dalimartha, 2008).

Penggunaan terapi C.paniculatum secara tradisional di India, China,

Thailand, Korea dan Jepang sebagai pengobatan berbagai penyakit

seperti HIV, sipilis, tipoid, kanker, jaundis dan hipertensi (Florence,

Joselin and Jeeva, 2012). (11)

2.1.4 Nama Asing


Nama asing yaitu pagoda flower di Inggris dan bai jek hong

atau he bao hua di China. Nama daerahnya antara lain: tumbak raja

(Bali), singgugu (Sunda), srigunggu (Jawa), tinjau handak

(Lampung) punggur tosek (Madura)(Dalimartha, 2008; Hariana, 2008;

Anonim, 2010). (12)

2.1.5 Manfaat Tumbuhan Bunga Pagoda


Akar dari tumbuhan bunga pagoda berkhasiat sebagai antiradang,

peluruh kencing (diuretik), menghilangkan bengkak, dan menghancurkan

darah beku. Daun berkhasiat sebagai antiradang dan mengeluarkan nanah.

Bunga berkhasiat sebagai sedatif dan menghentikan perdarahan (13).

Ekstrak etanol daun pagoda memiliki aktivitas antioksidan dengan

nilai IC50 27,73376 mcg/ml. Nilai IC 50 yang diperoleh dari penelitian ini

menunjukkan aktivitas antioksidan ekstrak etanol dan Clerodendrum

paniculatum L. lebih kuat dibandingkan dengan tanaman genus

Clerodendrum lainnya. Daun pagoda juga berkhasiat sebagai anti

15
inflamasi, dari penelitian sebelumnya berdasarkan pengukuran jaringan

granular yang terbentuk dari uji EEDP. dosis 50 mg/kg dan 100 mg/kg

memberikan aktifitas dalam menekan dalam terbentuknya jaringan

granular (14).

2.2 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan cair, kental atau kering merupakan hasil

proses ekstraksi atau penyarian suatu matriks atau simplia menurut cara

yang sesuai. Ekstra cair diperoleh dari ekstraksi yang masih mengandung

sebagian besar cairan penyari. Ekstrak kental bisa didapat apabila sebagian

cairan penyari sudah diuapkan, sedangkan ekstrak kering bisa diperoleh

jika sudak tidak mengandung cairan penyari. Tingtur (tincture) merupakan

sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau perkolasi suatu

simplisia dengan pelarut yang tertera pada masing-masing monografi (15).

2.2.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat

larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut

cair. Umumnya ekstraksi dikerjakan untuk simplisia yang mengandung

zat-zat yang berkhasiat atau zat-zat lain untuk keperluan tertentu. Simplisia

yang digunakan umumnya sudah dikeringkan, tetapi kadang simplisia

segar digunakan simplisia yang dihaluskan lebih dahulu agar proses difusi

zat yang berkhasiatnya lebih cepat (15).

Efektifitas ekstraksi senyawa kimia tumbuhan tergantung pada :

16
1. Bahan-bahan tumbuhan yang diperoleh.

2. Keaslian dari tumbuhan yang digunakan

3. Proses ekstraksi

4. Ukuran partikel

2.2.2 Metode Ekstraksi


Tujuan ekstraksi adalah menarik atau memisahkan senyawa dari

campurannya atau simplisia. Ada berbagai cara ekstraksi yang telah

diketahui. Masing-masing cara tersebut memiliki kelebihan dan

kekurangannya. Pemilihan metode dilakukan dengan memperhatikan

antara lain sifat senyawa, pelarut yang digunakan, dan alat tersedia.

Struktur untuk setiap senyawa, suhu, dan tekanan merupakan faktor yang

perlu diperhatikan dalam melakukan ekstraksi. Beberapa metode ekstraksi

yang umum digunakan adalah :

a. Maserasi

Maserasi adalah cara ekstraksi simplisia dengan merendam

dalam pelarut pada suhu kamar sehingga kerusakan atau degradasi

metabolit dapat diminimalisasi. Pada maserasi, terjadi proses

keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar dan didalam sel

sehingga diperlukan penggantian pelarut secara berulang. Kinetika

adalah secara ekstraksi, seperti maserassi yang dilakukan dengan

pengadukan, sedangkan digesti adalah cara maserasi yang dilakukan

pada suhu yang lebih tinggi dan suhu kamar, yaitu 40-600 C (15).

b. Perkolasi

17
Perkolasi adalah cara ekstraksi simplisia menggunakan pelarut

yang selalu baru, dengan mengalirkan pelarut melalui simplisia hingga

senyawa tersari sempurna. Cara ini memerlukan waktu lebih lama dan

pelarut yang lebih banyak (14).

c. Refluks

Refluks adalah cara ekstraksi dengan pelarut pada suhu titik

didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Agar hasil penyarian

lebih sempurna, refluks umumnya dilakukan berulang-ulang (3-6

kali) terhadap residu pertama. Cara ini memungkinkan terjadinya

penguraian senyawa yang tidak tahan panas (15).

d. Soxhletasi

Soxhletasi adalah cara ekstraksi menggunakan pelarut

organik pada suhu didih dengan alat soxhlet. Pada soxhletasi,

simplisia dan ekstrak berada pada labu berbeda. Pemanasan

mengakibatkan pelarut menguap, dan uap masuk dalam labu

pendingin. Hasil kondensasi jatuh bagian simplisia sehingga

ekstraksi berlangsung terus-menerus dengan jumlah pelarut relatif

konstan. Ekstrasi ini dikenal sebagai ekstraksi sinambung (15).

e. Infusa

Infusa adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut air,

pada suhu 96-980C selama 15-20 menit (dihitung setelah 960C

18
tercapai). Bejana infusa tercelup dalam tagas air. Cara ini sesuai

untuk simplisia yang bersifat lunak, seperti bunga dan daun (15).

f. Dekok

Dekok adalah cara ekstraksi yang mirip dengan infusa, hanya

saja waktu eksraksinya lebih lama yaitu 30 menit dan suhunya

mencapai titik didih air (18).

g. Destilasi (penyulingan)

Destilasi merupakan cara ekstraksi untuk menarik atau

menyari senyawa yang ikut menguap dengan air sebagai pelarut.

Pada proses pendinginan, penyulingan senyawa dan uap air akan

terkondensasi dan terpisah menjadi destilasi air dan senyawa yang

diesktraksi. Cara ini umum digunakan untuk menyari minyak atsiri

dari tumbuhan (18).

h. Lawan arah (counter current)

Cara ekstrasi ini merupakan serupa dengan cara perkolasi,

tetapi simplisia bergerak berlawanan arah dengan pelarut yang

digunakan. Cara ini banyak digunakan untuk ekstraksi herbal dalam

skala besar (15).

i. Ultrasonik

Ekstaksi ultrasonik melibatkan pengguanaan gelombang

ultrasonik frekuenzi 20-2000 kHz sehingga permebialitas dinding sel

meningkat dan sel keluar. Frekuensi memepengaruhi hasil ekstraksi

(16).

19
j. Gelombang mikro

Eksrtaksi menggunakan gelombang mikro (2450 MHz)

merupakan ekstraksi yang selektif digunakan untuk senyawa yang

memiliki dipol polar. Cara ini dapat menghemat waktu ekstraksi

dibandingkan dengan cara konvensional seperti maserasi, dan

menghemat pelarut (12).

2.2.3 Fraksinasi
Fraksinasi adalah metode pemisahan campuran menjadi beberapa

fraksi yang berbeda susunannya. Fraksinasi dilakukan untuk memisahkan

golongan utama kandungan satu dari golongan utama yang lainnya.

Fraksinasi merupakan suatu proses pemisahan senyawa berdasarkan

perdedaan kepolaran. Fraksinasi secara kromatografi dapat memisahkan

suatu campuran berdasarkan perbedaan perpindahan. Senyawa dalam fase

gerak dan fase diam. Pemeriksaan fraksi menggunakan kromatografi lapis

tipis dengan fase diam silika gel (11).

2.2.4 Skrining Fitokimia


Fitokimia merupakan ilmu pengatahuan yang menguraikan aspek

kimia suatu tanaman, kajian fitokimia meliputi uraian yang mencakup

aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan disimpan oleh

mikroorganisme, yaitu struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta

metabolismenya, penyebaran secara alamiah dan fungsi biologinya, isolasi

dan perbandingan komposisi senyawa kimia dari bermacam-macam jenis

tanaman. Analisi fitokimia dilakukan untuk menentukan ciri komponen

20
bioaktif suatu estrak kasar yang mempunyai efek racun atau efek

farmakologis lain yang bermanfaat bila diujikan dengan sistem biologi

atau bioassay. Alasan lain melakukan fitokimia adalah untuk menentukan

ciri senyawa aktif penyebab racun atau efek yang bermanfaat, yang

ditunjukkan oleh ekstrak tumbuhana kasar apabila di ujikan dengan

sisitem biologis. Pemanfaat prosedur fitokimia telah memliki peranan

yang mapan dalam semua cabang ilmu tumbuhan. Meskipun cara ini

penting dalam semua kimia dan biokimia juga telah dimanfaatkan dalam

kajian biologis (15).

2.3 Penyakit
Penyakit akan terjadi jika mekanisme pertahanan tubuh hospes

(hewan penjamu) lemah, sehingga organisme dapat menimbulkan

kerusakan pada tubuh hospes. kerusakan jaringan hospes terjadi karena

mikroorganisme mengeluarkan toksin yang dapat menyebabkan

kelumpuhan atau paralisis otot (14).

2.3.1 Patogen Penyebab Penyakit


Infeksi yang menetap (peresisten) terjadi jika tubuh tidak mampu

membersihkan semua organisme sesudah terjadi infeksi, dalam keadaan

patogen infektif selalu dapat ditemukan, sering kali sebagai infeksi laten

yang mengalami kekambuhan berulang pada infeksi sedang aktif (17).

2.3.2 Penularan Penyakit

21
Penyakit dapat ditularkan dari penderita ke orang lain melalui :

a) Kontak langsung, menyentuh hospes terinfeksi, termasuk melalui

hubungan seksual.

b) Kontak tidak langsung, menyentuh permukaan benda tercemar

c) Kontak droplet, batuk dan bersin

d) Jalur fekal-oral, tertelan makanan atau minuman tercemar

e) Penularan melalui udara, penularan spora pathogen

f) Penularan oleh vector, organisme membawa patogen dari satu

hospes ke hospes lain

g) Penularan fomite, objek atau subtansi pembawa organisme infektif

atau parasite.

h) Penularan lingkungan, infeksi nosocomial.

Penularan penyakit dari penderita ke orang lain terjadi melalui

berbagai jalan, melalui kontak langsung atau kontak tidak langsung.

Kontak secara langsung terjadi karena adanya paparan dengan sumber

penularan, misalnya denggan karena minum air yang tercemara. Infeksi

kontak langsung juga terjadi karena terhirup organisme infektif yang

terdapat pada partikel aerosol yang tersebar melalui batuk dan bersin 18).

Kontak tidak langsung terjadi jika organisme mampu bertahan

lama berada di lingkungan diluar tubuh hospes, dalam keadaan tetap

infektif. Benda-benda mati yang sering tercemar agen patogen adalah

perabot rumah, pegangan pintu, atau produk perawatan badan dari

individu yang terinfeksi (18).

22
2.3.4 Infeksi
Infeksi adalah invasi jaringan tubuh hospes oleh organisme

penyebab penyakit, di ikuti perbanyakan diri, dan reaksi jaringan hospes

terhadap organisme atau racun yang dihasilkannya. Infeksi dapat

disebabkan oleh agen infektif, antara lain virus, bakteri, jamur, dan parasit

(18).

2.3.5 Penggolongan Bakteri


a. Berdasarkan pewarnaan

1. Bakteri Gram Positif

Bakteri gram positif adalah bakteri yang dinding selnya

terdiri atas 60-100 persen peptidoglikan dan semua bakteri gram

positif memiliki polimer lurus asam N-asetil muramat N-asetil

glokosamin dinding sel beberapa bakteri gram positif mengandung

subtansi asam terikoat yang dikaitkan dengan asam muramat dari

lapisan peptidoglikan. Asam terikoat ini berbentuk dalam dua bentuk

utama yaitu asam terikoat ribitoil dan asam terikoat gliserol

fungsinya adalah mengatur pembelahan sel normal. Apabila diberi

pewarna menghasilkan warna ungu.

2. Bakteri gram Negatif

bakteri gram negatif mengandung 10-20% peptidoglikan

diluar lapisan peptidoglikan ada struktur membran yang tersusun

dari protein fostolipida dan lipopolisakarida. Apabila diberi pewarna

gram menghasilkan warna merah.

23
b. Bakteri berdasarkan kebutuhan oksigen

Bakteri dikemlompokkan dalam aerob dan anaerob. Bakteri aerob

dan anaerob dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu :

1. Obligat aerob

Aerob adalah bakteri yang memerlukan oksigen (O 2) untuk

hidup dan berkembang.

2. Anaerob

Anaerob adalah bakteri yang tidak memerlukan oksigen

untuk hidup dan berkembang biak.

3. Anaerob fakultif

Anaerob fakultif adalah bakteri yang hidup pada kondisi

ada atau tidak adanya oksigen contoh bakteri subtilis.

c. Bakteri berdasarkan kemampuan tumbuh dalam jaringan hidup

1. Saprofit, bakteri yang hidup dalam bahan organik yang mati.

2. Parasite, bakteri yang hidup dengan mengambil makanan dari

organisme hidup.

2.3.6 Penyakit Bakterial


Bakteri patogen adalah adalah bakteri yang dapat menyebabkan

infeksi bakterial. Sebagaian besar bakteri tidaka berbahaya karena tidak

menyebabkan penyakit. Beberapa diantaranya bahkan berguna untuk

manusia.

24
a. Pathogenesis Penyakit Bakterial

Bakteri dalam keadaan tertentu menjadi bersifat patogen,

misalnya jika terdapat luka yang memungkinkan bakteri masuk

kedalam darah dan terjadi penurunan fungsi kekebalan tubuh.

Organisme-organisme yang hidup sebagai parasite intraseluler obligat,

misalnya Chlamydophila, Ecshricia, dan Rickettsia, mampu hidup dan

berkembang biak didalam sel organisme lainnya. Infeksi oleh bakteri

intraseluler pada masa inkubasi tidak menunjukkan gejala atau

asimtomatik.

b. Infeksi Bakterial Berdasar Tempat Infeksi

Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, infeksi bakterial

dikelompokkan menjadi :

1) Vaginosis bakterial, infeksi vagina terjadi karena adanya

gangguan keseimbangan flora normal bakteri. Tidak termasuk

dalam vaginosis bacterial adalah kandidiasis yang disebabkan

oleh jamur dan trikomoniasis yang disebabkan oleh

Trichomonas vaginalis.

2) Menginitis bakterial. Radang selaput otak (mengines) yang

melindungi otak dan sumsum tulang belakang (spinal cord)

3) Infeksi saluran kemih. Hampir semua infeksi di saluran kemih

disebabkan oleh bakteri, terutama Escherichia coli. Gejala

klinis yang sering terjadi adalah berupa disuri, poliuri, atau

piuri. Bakteriuri tidak selalu terjadi. Infeksi saluran kemih atau

25
ginjal berkembang biak di dalam organ-organ tersebut dan

menyebabkan infeksi saluran kemih (urinary tract infection).

4) Gastroenteritis bakterial. Infeksi disebabkan oleh bakteri

enteric patogen yang bisa dibedakan dari bakteri flora normal

usus. Escherichia coli, Bacillus cereus, dan Bacillus subtilis

yang bersifat sebagai flora usus normal dapat berubah menjadi

bakteri enterik patogen (18).

2.3.7 Bacillus Cereus


Klasifikasi bakteri Bacillus cereus menurut Usman et al (1994)

dan Jawetz et al (2004) adalah:

Ordo : Bacillales

Famili : Bacillaceae

Genus : Bacillus

Spesies : Bacillus cereus

Bacillus cereus bersifat aerob, berbentuk batang dan berukuran

0,3-2,2 x 1,2-7,0 μm. Bakteri Bacillus cereus ini dapat meyebabkan

keracunan makanan, pneumonia, bronkopneumonia dan luka (22) . Spora

Bacillus cereus bersifat tahan panas, tersebar luas, dan mencemari

makanan. Spora dapat bertahan hidup meskipun beras sudah direbus,

tetapi akan bertunas jika dibiarkan pada suhu kamar. Organisme kemudian

menghasilkan toksin tahan panas yang dapat bertahan dari proses

penggorengan singkat serta menyebabkan muntah-muntah. Toksin tidak

tahan panas yang dihasilkan setelah ingesti organisme dapat menyebabkan

26
diare (6).

2.3.8 Bacillus Subtilus


Klasifikasi bakteri Bacillus subtilis menurut Usman et al (1994)

dan Jawetz et al (2004) adalah:

Ordo : Bacillales

Famili : Bacillaceae

Genus : Bacillus

Spesies : Bacillus subtilis

Genus bacillus sebagian besar aerob, Gram-positif, berbentuk

batang dan berantai. Selnya berbentuk khas, berukuran 1 x 3-4 μm. Dapat

menyebabkan meningitis, endokartis, infeksi mata dan lain-lainnya (22).

Bacillus subtilis memiliki bentuk morfologi berupa batang dan merupakan

bakteri yang dapat ditemukan di saluran pencernaan seperti didalam usus

(6).

2.3.9 Escericia coli


Sistematika bakteri Escheciria coli adalah sebagai berikut:

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobakteria

Kelas : Gamma Protobakteria

Ordo : Entorobacteriales

Familia : Enterobacteriaceae

Genus : Eschericia

27
Spesies : Eschericia coli.

Eschericia coli ditemukan oleh Escherich tahun 1885. Bakteri ini

berbentuk batang, gram negatif, fakultatif anaerob, tumbuh baik pada

media sederhana. Dapat melakukan fermentasi lactosa dan fermentasi

glokosa, serta menghasilkan gas. Eschericia coli merupakan flora normal,

hidup komensal didalam kolon manusia dan diduga membantu pembuatan

vitamin K yang penting dalam pembekuan darah. Eschericia coli dapat

menimbulkan Pneumonia, endocarditis, infeksi pada luka-luka dan abses

pada berbagai organ. Jenis tertentu dari Eschericia coli (Enteropathogenic

Eschericia coli) dapat menyebabkan penyakit diarrhea pada anak-anak.

Bakteri ini sering menimbulkan wabah diarrhea pada anak-anak yang

sedang dirawat dirumah sakit (nosocomial infection). Eschericia coli yang

dapat menyebabkan diare akut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori

yaitu, enteropatogenik, enteroinvasif, enterotoksigenik (20).

2.4 Antibakteri
2.4.1 Bakterisid
Bakterisid adalah suatu antibiotik yang membunuh mikroba,

contoh antibiotik yang bersifat bakterisid adalah aminoglikosida, beta-

laktam, metronidazole, kuinolon, rimfampisin, pirazinamid, vancomisin,

izoniasid, dan bakitransin (20).

28
2.4.2 Bakteriostatik

Bakteriostatik adalah suatu antibiotik yang menghambat

pertumbuhan mikroba. Adapun contoh bakteriostatik adalah

kloramfenikol, klindamisin, ethambutol makroloid, tetrasiklin dan

trimethoprim (20)

29
2
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian eksperimental,

meliputi penyiapan bahan uji, pengambilan ekstrak daun pagoda,

pengujian karateristik simplia dan ekstrak, uji daya hambat dan uji kadar

bunuh minimum ekstrak daun pagoda terhadap bakteri patogen saluran

cerna (Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan Esherichia coli).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Farmasi

Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan mulai Juli- September 2020.

3.3 Penyiapan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive yaitu tanpa

membandingkan dengan tumbuhan serupa dari daerah lain. Sampel

penelitian ini adalah daun pagoda (Clerodendrum paniculatum L.) yang

diperoleh dari sekitar Takengon kabupaten Aceh Tengah.

3
3.4 Alat dan Bahan yang Digunakan

3.4.1 Alat yang Digunakan

Alat yang dipergunakan untuk melakukan penelitian ini adalah:

api bunsen, asbes, autoclave, blender, ayakan, batang pengaduk, cawan

petri, enlemeyer, gelas ukur, corong pisah, incubator, jangka sorong,

kassa, kapas, kawat ose, kertas cakram, perkamen kajang, pinset, pipet

tetes, pipet volume, rak tabung, tabung reaksi, timbangan analitik, labu

ukur, rotary evapotor.

3.4.2 Bahan yang Digunakan

Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah:

Aquadest, Etanol 96%, bakteri Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan

Eshericia coli, antibiotik cefixime, ekstrak daun pagoda, media nutrient

agar, MHA, larutan Mc Farlan, larutan raksa (II), klorida, kalium

yodida, larutan bismuth nitrat, larutan n-heksan, pereaksi asam sulfat,

pereaksi besi (III) klorida1%, timbal (II) asetat, asam klorida 2 N,

natrium sulfat anhidrat, methanol, pereaksi libermann burchardat,

pereaksi molish, asam sulfat pekat, larutan fehling A, dan fehling B.

4
DAFTAR PUSTAKA

1. Purwanto S. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Aktif Ekstrak Daun Senggani.


2015;2(2355):84–92.
2. Mandal BKD. Infeksi Penyakit. 6th ed. Jakarta: Erlangga; 2008.
3. Eliiot TD. Mikrobilogi Kedokteran dan Infeksi. Jakarta: EGC; 2013.
4. Sofro MA. Praktis dan Jitu Atasi Penyakit Infeksi dan Problematika
kesehatam. Yogyakarta: Rhapa Publising; 2018.
5. Alimsardjono L. Pemeriksaan Mikrobiologi Pada Penyakit Infeksi. Jakarta:
Sagung Seto; 2015.
6. Jawetz E D. Mikrobiologi Kedokteran. Ke-25. Jakarta: EGC; 2013.
7. Anggraeni, C.D. 2014. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi N-Heksana, Fraksi
Kloroform Dan Fraksi Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana
L.) Terhadap Escherichia coli Resisten Amoksilin. Yogyakarta: Universitas
Sanata Dharma.
8. Arianigrum, R. 2004. Pemanfaatan Tumbuhan Jambu Biji Sebagai Obat
Tradisional. Fakultas MIPA UNY
9. Astuti, S. M.Skrining Fitokimiadan Uji Aktifitas Antibakteri Antibiotika
Ekstrak Etanol Daun, Batang, Bunga dan Umbi Tanaman Binahong
(Anredera cordifolia (Ten) Steenis). Pahang: Universiti Malaysia
Pahang,2012.
10. Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Parameter Standar Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan, 2000.
11. Bonang, G. danEnggar S. K. Mikrobilogi Kedokteran untuk Laboratorium
dan Klinik. Jakarta: Gramedia; 2009.
12. Botone, E. J. Bacillus cereus, A Volatile Human Pathogen. Journal Of
Clinical Microbiology Reviews Vol. 23, 2010.
. Joseph, J., Bindhu, A.R.,dan Aleykutty NA. Available online through.
2014;(November).

5
13. EOL (Encycloppedia of Life). Clerodendrum Paniculatum L, Pagoda
Flower. In: EOL (Encylopedia of Life). Dinas kesehatan; 2019.
14. Dalimartha S. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Trubus Agriwdya
The Mcgraw-Hill Compaines,Inc; 2008.
15. Hafiz I, Utara US. Uji Aktivitas Antioksidan Dan Antiinflamasi Ekstrak
Etanol Daun Pagoda ( Clerodendrum Paniculatum L .) terhadap Tikus Putih
Jantan ( Rattus Novergicus ). 2016;
16. Mukhiriani. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa
Aktif. 2011;
17. Ditjen POM. Parameter Standar Ekstrak Tumbuhan Obat. ke 2. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2000.
18. Hanani E. Analisi Fitokimia. Jakarta: EGC; 2016.
19. Harbone JB. Metode Fitokimia. 1996.
20. Ariyani, F.Laurentia, E.S., dan Felycia ES. Ekstraksi Minyak Atsiri dari
Tanaman Sereh Dengan Menggunakan Pelarut Methanol, Aseton, dan N-
Heksan. 2008;

Anda mungkin juga menyukai