Anda di halaman 1dari 4

Proses menua (aging proces) biasanya akan ditandai dengan adanya

perubahan fisik-biologis, mental ataupun psikososial. Perubahan fisik diantaranya

adalah penurunan sel, penurunan system persyarafan, system pendengaran, system

penglihatan, system kardiovaskuler, system pengaturan temperature tubuh, system

respirasi, system endokrin, system kulit, system musculoskeletal. Perubahan-

perubahan mental pada lansia yaitu terjadi perubahan kepribadian, memori dan

perubahan intelegensi. Sedangkan perubahan psikososial dapat berupa kehilangan

pekerjaan, kesepian dan kehilangan pekerjaan (Darmojo & Soetojo, 2006 dalam

Sutarmi, 2016).

Inkontinensia urine merupakan masalah kesehatan yang cukup sering

dijumpai pada lansia. Inkontinensia urine sering kali tidak dilaporkan oleh para

lansia atau keluarganya karena menganggap masalah tersebut merupakan masalah

yang memalukan dan tabu untuk diceritakan dan juga karena ketidaktahuan mereka mengenai masalah
inkontinensia urine dan menganggap bahwa kondisi
tersebut merupakan sesuatu yang wajar terjadi pada lansia serta menurut mereka

tidak perlu diobati. Kencing tidak terasa tersebut atau ketidakmampuan untuk

menahan berkemih ini akan mempengaruhi baik fisik maupun psikologis lansia

tersebut. Penatalaksanaan inkontinensia urine bergantung pada tipe inkontinensia

dan faktor penyebabnya misalnya pada lansia yang mengalami trauma pada syaraf

perifer yang menyebabkan hilangnya tonus otot kandung kemih, penyakit diabetes

melitus, parkinson, atritis rheumatoid, penyakit ginjal kronis. Inkontinensia urine

dapat bersifat sepintas atau reversibel, namun demikian sebelum terapi yang tepat

dimulai munculnya masalah ini harus diidentifikasi dahulu dan kemungkinan

keberhasilan terapi. Terapi yang efektif berupa tindakan sederhana seperti

menganjurkan pasien untuk mempraktikan latihan kegel yang dapat membantu

pasien lansia untuk mengendalikan inkontinensia urine. Namun, terapi

pembedahan dilakukan apabila terapi non bedah tidak berhasil pada tipe
inkontinensia stress dan inkontinensia urgensi. Untuk tipe inkontinensia total

umumnya dilakukan terapi pembedahan untuk mengatasi inkontinensia urine.

WHO menyebutkan bahwa sekitar 20 juta penduduk di seluruh dunia

mengalami inkontinensia urin, tetapi angka sebenarnya tidak diketahui karena

banyak kasus yang tidak dilaporkan. Lebih dari 12 juta orang diperkirakan

mengalami inkontinensia urin di Amerika, hal ini dapat dialami pada semua usia

baik pria maupun wanita dari semua status sosial. Sedangkan di 11 Negara Asia

termasuk Indonesia ditemukan 5.052 laki-laki yang menghadapi problem

inkontinensia urin Sekitar 15-30% individu yang mengalami inkontinensia urin

diperkirakan berusia lebih dari 60 tahun (Kementrian Kesehatan RI, 2013).

Perubahan yang tercatat pada kandung kemih yang mengalami penuaan

yaitu berkurangnya kapasitas kandung kemih, berkurangnya kemampuan kandung

kemih dan uretra, berkurangnya tekanan penutupan uretra maksimal,


meningkatnya volume urine sisa pasca berkemih, dan berubahnya ritme produksi

urin di malam hari (Suharyanto & Majid, 2009 dalam Pamungkas, 2015). Secara

umum inkontinesia urin disebabkan oleh perubahan pada anatomi dan fungsi

organ kemih lansia, obesitas, menopause, usia lanjut, penambahan berat badan.

regangan otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat

meningkatkan resiko terjadinya inkontinensia urine. Faktor jenis kelamin berperan

terjadinya inkontinesia urine khususnya pada wanita karena menurunnya kadar

hormon estrogen pada usia menopause akan terjadi penurunan tonus otot vagina

dan otot pintu saluran kemih sehingga menyebabkan terjadinya inkontinesia urin.

Gejala inkontinensia yang biasanya terjadi adalah kencing sewaktu batuk,

mengedan, tertawa, bersin, berlari, serta perasaan ingin kencing yang mendadak,

kencing berulang kali, dan kencing di malam hari (Moa HM, Milwati S, D

Sulasimini, 2017).

Anda mungkin juga menyukai