A. Pengertian Kebudayaan Secara etimologi, kata “kebudayaan” berasal dari bahasa Sansekerta buddayah, yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, yang berarti “budi” atau “akal”. Dari asal kata itulah kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Masyarakat dapat mendefinisikan konsep kebudayaan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman atau berdasarkan kebudayaan yang mempengaruhi pemikiran mereka tentang kebudayaan itu. Setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda, makan begitupun dengan budayanya. Kebudayaan menurut Selo Soemardjan dan Sulaeman Sumardi, yaitu semua hasil karya, rasa, cipta, dan karsa masyarakat. Dalam istilah bahasa Inggris, yaitu culture, diambil dari bahasa latin “colere” yang berarti “mengolah, mengerjakan” terutama mengolah tanah atau bertani. Hal ini dikaitkan dengan pertama kali kebudayaan ini dikembangkan oleh masyarakat, yaitu pada waktu manusia menemukan cara bercocok tanam. Pengertian kebudayaan bukanlah pengertian yang tunggal. A.L.Kroeber dan Kluckhohn (1952) berhasil mengumpulkan 160 definisi kebudayaan. 160 bukanlah angka yang tetap, tetapi bertambah sebagaimana sifat kebudayaan yang dinamis. Menurut Ralph Linton yang, kebudayaan adalah the total way of life of any society, keseluruhan cara hidup suatu masyarakat . Sesungguhnya merupakan produk akal budi manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan, menurut Koentjaraningrat, adalah keseluruhan ide atau gagasan, tingkah laku, dan hasil karya manusia dalam rangka hidup bermasyarakat yang diperolehnya dengan cara belajar.
B. Fungsi dan Hakekat Kebudayaan
Kebudayaan berfungsi sebagai wadah pemenuhan kebutuhan manusia dan untuk mengisi serta menentukan jalan kehidupan manusia. Adapun kebutuhan-kebutuhan tersebut ialah sebagai berikut: 1. Kebutuhan hidup mendasar Macam-macam kebutuhan dasar manusia dalam hidup bermasyarakat itu mencakup dalam kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Setiap orang membutuhkan makanan dan minuman, pakaian, dan perumahan. Untuk memperoleh itu semua, orang harus bekerja. 2. Kebutuhan social Yaitu kebutuhan yang timbul karena pergaulan antar manusia dalam masyarakat yang meliputi kegiatan-kegiatan bersama, berkomunikasi bersama, keteraturan sosial dan kontrol, serta pendidikan. 3. Kebutuhan psikologis Kebutuhan psikologis yaitu perpaduan berbagai macam kebutuhan tersebut di atas, meliputi prinsip-prinsip benar dan salah, pengungkapan etika dan estetika, rekreasi dan hiburan. Kebutuhan psikologis adalah kebutuhan yang terpadu dari berbagai macam kebutuhan. unsur kebudayaan yang dijadikan sebagai pedoman hidup adalah agama atau kepercayaan, ilmu pengetahuan, pandangan hidup, dan adat istiadat.
Secara ringkas Soekanto, mengemukakan kegunaan kebudayaan bagi manusia, yaitu
untuk melindungi diri terhadap alam, mengatur hubungan antar manusia, dan sebagai wadah dari segenap perasaan manusia. Fungsi kebudayaan juga dapat dikatakan sebagai pedoman dan pengarah hidup bagi manusia, sehingga ia mengerti bagaimana harus bertindak, bersikap, berperilaku, baik secara individu maupun kelompok. Pedoman hidup yang dimaksud adalah cara manusia memenuhi kebutuhan hidupnya baik kebutuhan dasar, kebutuhan sosial, maupun kebutuhan psikologis yang berpedoman pada kebudayaan yang sudah ada. Jika di dalam kehidupan masyarakat tidak berpedoman kepada kebudayaan maka akan menimbulkan guncangan-guncangan sosial. Pewujudan keguncangan sosial adalah pertentangan- pertentangan, persaingan yang tidak sehat, mementingkan diri sendiri, menggangu ketentraman orang lain, dan sebagainya. Untuk menghindari hal-hal yang berakibat buruk, manusia berpedoman kepada norma, nilai, pranata, dan pedoman lainnya, yaitu aturan-aturan kebiasan yang di berlaku di masyarakat. Lebih lanjut Soekanto menjelaskan hakekat kebudayaan, yaitu kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia, kebudayaan telah ada lebih dahulu mendahului lahirnya manusia; meskipun tidak selalu demikian, karena dapat saja kebudayaan lahir dari manusia masa kini yang dapat disaksikan atau dialami oleh manusia yang telah lahir sebelum kebudayaan itu ada, kebudayaan diperlukan oleh manusia, kebudayaan berisi kewajiban, tindakan yang diterima atau ditolak, tindakan yang dilarang atau yang diizinkan, dan kebudayaan bersifat dinamis, sebagai mana manusia dan masyarakat yang melahirkan kebudayaan itu juga. II. Wujud dan Unsur Universal Kebudayaan A. Wujud Kebudayaan Menurut Koentjaraningrat, Talcott Parsons, dan A.L Kroeber memiliki tiga wujud kebudayan, yaitu ide, tindakan, dan artefak. Wujud yang pertama disebut juga dengan istilah sistem kultural (adat istiadat) , yaitu kompleks dari ide, gagasan, norma, peraturan dan sebagainya. Adat istiadat ini biasanya diwariskan secara turun menurun. Wujud ini bersifat abstrak karena berada didalam pikiran manusia. Wujud kedua yaitu kompleks dari aktivitas serta tindakan manusia. Wujud ini disebut dengan system sosial, karna meliputi seluruh aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, bergaul satu sama lain menurut pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan yang berlaku. Sistem ini bersifat kongkret. Yang artinya dapat dilihat oleh panca indera dan dapat diobservasi, juga didokumentasikan. Wujud ketiga, berupa hasil karya manusia yang berwujud benda-benda fisik atau artefak, baik berupa benda-benda berukurann besar seperti gedung, rumah maupun benda-benda kecil seperti kancing, jarum. Baik benda-benda yang mempunyai nilai guna maupun nilai seni. Wujud inilah yang paling kongkret dan paling nampak. Dapat digunakan untuk menilai kemajuan kebudayaan suatu masyarakat. Ketiga wujud kebudayaan itu saling berkaitan satu dengan lainnya dan berkembang sejalan dengan perkembangan pengetahuan yang dimiliki oleh manusia.
B. Unsur Universal Kebudayaan
Budaya juga terdiri atas unsur-unsur kebudayaan yang menunjukkan ciri khasnya masing- masing. Menurut C. Wissler, meskipun terdapat beraneka ragam budaya yang dimiliki manusia, terdapat cultural universal , yaitu unsur-unsur kebudayaan yang sifatnya universal, artinya ada pada setiap masyarakat. Menurut Koentjaraningrat, terdapat 7 (tujuh) unsur universal kebudayaan, yaitu sistem organisasi sosial, sistem matapencaharian, sistem teknologi, sistem pengetahuan, kesenian, bahasa, dan religi. Masyarakat memiliki sistem organisasi sosial yang berfungsi mengatur harmonisasi kehidupan masyarakatnya. Sistem organisasi sosial bergantung pada bentuk masyarakatnya. Masyarakat tradisional cenderung membentuk sistem kesatuan sosial dengan dasar kekerabatan dan terikat dengan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakatnya. Sedangkan masyarakat modern membentuk sistem kesatuan sosial dengan dasar profesionalisme dan diatur oleh aturan, norma, dan hukum yang lebih jelas dan tegas. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia yang kemudian membentuk sistem matapencaharian. Dengan keadaan alam yang berbeda-beda, manusia-manusia di berbagai tempat mengembangkan mata pencaharian yang berbeda-beda pula. Dalam rangka memenuhi kebutuhan dan mempermudah kehidupan mereka, masyarakat mengembangkan alat-alat teknologi. Misalnya, masyarakat berburu mengembangkan alat atau senjata untuk membunuh binatang buruannya. Namun, perkembangan di bidang teknologi ini tidak merata dimiliki oleh setiap masyarakat di dunia. Ada masyarakat yang terus menerus melakukan pengembangan teknologi dan menemukan teknologi-teknologi baru, ada masyarakat yang pasif dan hanya menjadi pengguna dari pengembangan dan penemuan teknologi masyarakat. Penemuan teknologi tidak terlepas dari sistem pengetahuan yang dimiliki dan dikembangan oleh masyarakat. Sistem pengetahuan sangat luas batasannya karena mencakup pengetahuan manusia tentang berbagai unsur yang digunakan dalam kehidupannya. Contohnya pengetahuan tentang alam sekitar, tubuh manusia, dan benda-benda di lingkungan. Perkembangan pengetahuan disetiap masyarakat memperlihatkan perbedaan sehingga menciptakan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan yang berbeda pula, dan selanjutnya memperlihatkan kemajuan teknologi dan pencapaian tingkat peradaban yang berbeda-beda. Unsur kebudayaan memiliki keindahan yang mungkin bersumber dari alam sekitar atau benda-benda yang disebut dengan kesenian. Kebudayaan sering kali dianggap sebagai kesenian. Selain keindahan, manusia juga memiliki perasaan marah, senang, bahagia, jatuh cinta, dan sebagainya yang dapat yang dapat diekpresikan melalui seni. Dengan demikian, seni merupakan ungkapan yang menitikberatkan pada olah rasa manusia. Bahasa Interaksi antarmasyarakat atau manusia dapat berlangsung karena adanya bahasa. Karena bahasa lah manusia dapat berkomunikasi satu sama lain. Biasa bahasa yang digunakan menjadi identitas dari masyarakat itu sendiri. Sebagai contoh misalnya bahasa Sunda adalah bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat Sunda, karena adanya bahasa inilah kehidupan manusia masa lampau dapat di teliti dan diceritakan sebagai sejarah kepada generasi berikutnya. Kepercayaan terhadap adanya suatu kekuatan gaib di luar manusia, yang disebut religi dapat dijumpai pada setiap masyarakat. Religi merupakan suatu konsep yang berbeda dengan agama yang dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dalam konsep masyarakat Indonesia, yang termasuk agama, yakni Islam, Kristen, Katholik, Budha, dan Hindu, dibedakan dengan sistem religi lainnya, yaitu kepercayaan Sunda, Kejawen, Karahyangan, Marapu, dan ratusan sistem kepercayaan yang masih dianut oleh sebagai kecil masyarakat Indonesia di wilayah-wilayah pedalaman di Indonesia.
C. Hubungan Wujud dan Unsur Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat (1979: 186-187) Ada tiga wujud kebudayaan.Wujud dan unsur universal kebudayaan ini digambarkan dalam kerangka kebudayaan. Ada tiga lapisan, yang pertama lapisan paling dalam adalah wujud pertama kebudayaan, yaitu gagasan dan ide yang disebut wujud ideal atau sistem budaya. Di lapisan tengah ada wujud kedua kebudayaan, yaitu keseluruhan aktivitas manusia yang disebut sistem sosial dan dilapisan terakhir yaitu lapisan terluar adalah wujud fisik kebudayaan atau artefak. Jika diamati, misalnya ide untuk melakukan komunikasi antarwarga negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan berbagai ragam bahasa yang mereka gunakan Dalam suatu masyarakat, unsur-unsur kebudayaan tersebut tidak mengalami perkembangan yang serentak. Ada unsur kebudayaan yang cepat berubah seperti teknologi. Dan ada unsur kebudayaan yang lambat dan sukar berubah seperti sistem religi.Apabila terdapat ketimpangan perubahan dalam ketiga wujud kebudayaan tersebut sering terjadi culture lag atau keterlambatan kebudayaan (Poerwanto, 2008:177-179). Contoh culture lag adalah pemakaian jam tangan dengan sistem penunjukan waktu dengan angka oleh masyarakat Indonesia. Produk jam tangan sebagai suatu bentuk fisik dari suatu ide dalam menentukan waktu dengan angka.Dalam pembentukan budaya menentukan waktu melalui jam ini adalah suatu alat untuk mempermudah manusia agar dapat mengetahui waktu (jam) sekarang, baik masa yang telah berlalu dan yang akan datang. Misalnya dua orang ingin berjanjian bertemu jam 14.00 . dari patokan tadi dapat disimpulkan bahwa pertemuan tersebut dilakukan jam 2 siang bukan jam 2 dini hari. Pemakaian jam dengan metode penunjukan waktu dengan angka yang disepakati ini mempermudah manusia membuat rencana aktivitas hariannya. Tetapi jika penggunaan jam ini (penggunaan bentuk fisik dari kebudayaan) tidak dibarengi dengan penyesuaian sistem budaya dan sistem sosialnya , maka akan terjadi salah persepsi, seperti jika yang diajak bertemu dengan kesepakatan waktu menurut jam tadi ternyata adalah anggota masyarakat yang masih mempertahankan cara menentukan waktu dengan konsepsi pagi, siang, dan malam, maka mungkin saja ia akan datang pada pukul 13.00 atau 15.00; perhatiannya bukan pada angka yang disepakati, melainkan pada ukuran waktu pagi, siang, dan malam. Menurut Poerwanto (ibid.:180) menganjurkan agar fenomena culture lag ini tidak terjadi, maka pada hakekatnya seseorang selalu dituntut untuk belajar tentang kebudayaan, baik melalui proses internalisasi, sosialisai dan enkulturasi dan akan dijelaskan pada sub-bab selanjutnya. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa barang-barang yang kita gunakan tidak terlepas dari manfaat dan hubungannya dengan wujud serta unsur universal kebudayaan.
IV. Belajar Kebudayaan
Rahyono (Wacana,2002:18-19), menjelaskan bahwa kebudayaan merupakan “bentuk” usaha manusia dalam mengatasi segala keterbatasan yang dialami dalam kehidupannya. Dalam upaya mengatasi keterbatasan itu, manusia tidak melakukan kegiatan secara individual, melainkan secara kelompok. Kebudayaan yang dimiliki oleh individu-individu didalam masyarakat diturunkan dari generasi ke generasi, sehingga dianggap sebagai sesuatu yang diturunkan secara genetis, padahal tidak demikian, manusia mempelajari kebudayaan itu sejak ia lahir sampai dengan menjelang ajal tiba, melalui proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi A. Internalisasi Internalisasi menurut Koentjaraningrat (2009:185) adalah proses panjang seorang individu menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan,hasrat,napsu,dan emosi yang diperlukannya, sepanjang hidupnya, sejak ia dilahirkan sampai ajalnya. Demikianlah seorang individu, belajar kebudayaan sejak ia dalam buayan hingga menjelang ajalnya, mengenai berbagai macam perasaan dan hasrat: lapar,haus, gelisah, sedih, bahagia, cinta, benci, nyaman, dan lain sebagainya, sehingga semua hal yang ia alami sebagai suatu reaksi dan tanggapan yang diterimanya menjadi bagian dari kepribadian individu. B. Sosialisasi Dengan pertambahan usia dan perkembangannya, seorang anak manusia belajar mengenai pola-pola tindakan dalam interaksi dengan berbagai manusia lain disekelilingnya, yang disebut dengan sosialisasi (Koentjaraningrat,2009:1986). Individu ini berusaha mempelajari dan memahami pola-pola interaksi disekitarnya. Setiap lingkungan social membentuk pola- pola yang berbeda-beda. Lingkungan social yang pertama kali ditemuinya adalah keluarga, yang merupakan unit masyarakat terkecil. Dari orang-orang disekitar keluarga inilah seorang individu belajar mengenai perilaku-perilaku yang dicontohkan oleh individu lain didalam keluarga. Keluarga adalah lingkungan pertama terjadi sosialisasi, sehingga kepribadian seseorang individu sangat dipengaruhi oleh kondisi keluarganya. Setelah keluarga, lingkungan yang turut mempengaruhi kepribadian seorang individu adalah lingkungan masyarakat disekitar keluarga dan meluas seiring dengan interaksi yang dialami oleh individu. Demikianlah proses sosialisasi yang berawal didalam keluarga, berlanjut dlingkungan sekitar, dan terus dimasyarakat yang lebih luas, sehingga ia menjadi bagian dari masyarakat dimana ia tinggal C. Enkulturasi Menurut Koentjaraningrat (2009:189), Enkulturasi atau pembudayaan merupakan proses seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, system, norma, dan peraturan yang hidup didalam kebudayaannya. Proses Enkulturasi, yaitu penanaman nilai dan system norma yang berlaku.. Contohnya, anak kecil yang meniru ucapan orangtuanya. Enkulturasi juga semkain gencar dilakukan oleh pemerintah daerah maupun lembaga masyarakat non formal. Dalam konteks Indonesia, proses penanaman nilai pancasila disekolah-sekolah merupakan salah satu bentuk enkulturasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia,dalam rangka membentuk manusia Indonesia yang memiliki jati diri sebagai anak bangsa Indonesia yang berpancasila.
Faktor yang mendorong proses perubahan yng terjadi di masyarakat , diantaranya:
1. Kontak dengan kebudayaan 2. Sistem pendidikan formal yang maju 3. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju 4. Toleransi 5. Sistem terbuka 6. Penduduk yang heterogen 7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu 8. Orientasi masa depan 9. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya.
Dengan demikian system pendidikan menjadi tonggak pendorong lahirnya manusia-
manusia berkebudayaan, yang memahami kebudayaan tidak dari satu aspek (wujudnya) saja, melainkan dari ketiga wujud kebudayaan (system buday, system social, dan kebudayaan fisik), sehingga perubahan kebudayaan dapat meningkatkan derajat kemanusiaan itu sendiri Daftar Pustaka
MPKT A Buku Ajar II : Manusia sebagai Individu, Kelompok, dan Masyarakat
Evita E. Singgih, Miranda D., Ade SOlihat, Jossy P. Moeis. 2015. Universitas Indonesia
Ilmu Sosial Budaya Dasar
Elly M. Setiadi. 2013. Prenada Media Grup.
Antropologi : Mengungkapkan Keragaman Budaya untuk kelas XI Sekolah
Menengah Atas/ Madrasah Aliyah Program Bahasa Sutardi Tedi, 2003, Penerbit PT Setia Purna Inves