Perlukah Kesehatan Mental Remaja? Menyelisik Peranan Regulasi Emosi Dan Dukungan Sosial Teman Sebaya Dalam Diri Remaja
Perlukah Kesehatan Mental Remaja? Menyelisik Peranan Regulasi Emosi Dan Dukungan Sosial Teman Sebaya Dalam Diri Remaja
Perlukah Kesehatan Mental Remaja? Menyelisik Peranan Regulasi Emosi Dan Dukungan Sosial Teman Sebaya Dalam Diri Remaja
id
Volume 2, Nomor 2, 2018 : 75-88
ISSN (Online) : 2581-0421
Abstract. Mental health is an important issue related to adolescent in their life. One of activitiy done
by adolescent to spend their free time both at home and at school is to play with friends. In addition,
friends factor becomes one of the strengthening factors in adolescent mental health. This study aims to
determine the role of emotional regulation and peers social support toward mental health. This
research was conducted on 102 students from Senior High School Yogyakarta, varying from 15 – 18
years old. Data was collected using teacher’s role interview, teacher’s role questionnaire, Mental
Health Scale (Y), Emotional Regulation (X1) scale, and Peers Social Support (X2) scale. Data was
analyzed using Anova and multiple regression analysis. The results showed that there was a strong
relationship (F = 66,628; p < 0,01) between emotional regulation and peers social support toward
mental health. Based on the analysis of determination, obtained R2 of 0,574 or 57,4%. This shows that
the percentage of contributions, both independent to dependent variables is equal to 57,4%. Further
analysis is needed to find out the impact of emotional regulation and peers social support in improving
mental health literacy.
Keywords: mental health, emotional regulation, peers social support
Abstrak. Kesehatan mental merupakan masalah penting yang dihadapi oleh remaja. Salah
satu kegiatan yang dilakukan oleh remaja untuk menghabiskan waktu luang mereka, baik di
rumah maupun di sekolah yaitu bermain dengan teman. Selain itu, faktor teman menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan mental remaja. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui peran regulasi emosi dan dukungan sosial teman sebaya dengan kesehatan
mental. Responden terdiri dari 102 siswa dari Sekolah Menengah Atas Yogyakarta, yang
berada dalam rentang umur 15 – 18 tahun. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
peran guru, kuesioner peran guru, Skala Kesehatan Mental (Y), Skala Regulasi Emosi (X 1),
dan Skala Dukungan Sosial Teman Sebaya (X2). Analisis data menggunakan ANOVA dan
Analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang sangat signifikan (F = 66,628; p <0,01) antara regulasi emosi dan dukungan sosial teman
sebaya dengan kesehatan mental. Berdasarkan analisis determinasi, diperoleh R2 sebesar
0,574 atau 57,4%. Analisis lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui dampak regulasi emosi
dan dukungan sosial teman sebaya dalam meningkatkan literasi kesehatan mental.
Kata kunci: kesehatan mental, regulasi emosi, dukungan sosial teman sebaya
Kesehatan mental telah menjadi isu yang permasalahan emosi, perilaku, dan belajar
hangat diperbincangkan di dunia yang signifikan mempengaruhi proses
pendidikan saat ini. Christner dan Mennuti pembelajarannya di sekolah, karena sekolah
(2009) melaporkan bahwa lebih dari 50% adalah tempat dimana remaja
remaja di sekolah menunjukkan menghabiskan banyak waktunya. Di
Sementara dari sisi non akademik, sebanyak lima kasus dengan dua kasus
ketercapaian kondisi kesehatan mental dilimpahkan ke kejaksaan sedangkan
remaja diperlihatkan dari fakta dua siswa sisanya berakhir damai. Sementara itu, lima
salah satu SMA Negeri di Yogyakarta yang kasus kekerasan yang melibatkan pelajar
mengikuti Dreamline International Design sepanjang 2017 hingga Mei terjadi di lima
Olympiad di Ankara Turki yang diikuti oleh kecamatan di Kota Yogyakarta. Ini artinya,
18 Universitas, 57 SMA, 51 SMP dari 38 angka kekerasan pelajar di Yogyakarta
Negara yang dilaksanakan pada tanggal 13 semakin meningkat. Dari awal tahun 2017
sampai dengan 15 April 2013 dan berhasil hingga Mei saja sudah tercatat 5 kasus.
meraih medali perak pada kompetisi Beberapa kasus tersebut didominasi
tersebut oleh banyaknya pelajar SMA yang terlibat.
(www.pendidikan.jogjakarta.go.id/-, 22 Mei Pada masa SMA, seorang remaja umumnya
2016). telah memasuki periode remaja tengah.
Bertolak belakang dari prestasi Ditandai dengan perkembangan pada
gemilang diatas, kondisi kesehatan mental emotional autonomy dan remaja mulai
remaja juga mengalami kesenjangan. melepaskan diri dari pengaruh keluarga.
Beberapa fakta di Indonesia mengenai Pada periode ini, pengaruh teman sebaya
permasalahan remaja juga melingkupi menjadi lebih kuat dibandingkan dengan
berbagai permasalahan dalam aspek pengaruh dari orangtua (Story & Stang,
akademik dan non akademik juga. Berbagai 2005).
tuntutan dan tantangan dari sekolah Remaja mulai menginginkan adanya
maupun lingkungan memunculkan banyak kebebasan dan otonomi yang oleh sebagian
reaksi pada remaja. Mereka yang sehat orangtua dianggap sebagai sebuah
mental akan mampu beradaptasi dalam pemberontakan. Orangtua mulai melihat
menghadapi permasalahan tersebut. bahwa remaja mulai lepas dari kontrol
Sementara remaja yang tidak memiliki mereka (Santrock, 2011). Seiring dengan
alternatif solusi akan memunculkan reaksi meningkatnya keinginan untuk diterima
positif atas masalah tersebut. dalam kelompok teman sebaya, perilaku-
Secara faktual peneliti melakukan perilaku kompromi mulai muncul (Story &
survei awal pada kepolisian di daerah Stang, 2005).
Yogyakarta. Dari hasil penemuan peneliti, Konformitas karena adanya tekanan
ditemukan bahwa permasalahan yang dari kelompok teman sebaya dapat
dihadapi remaja sekolah ditunjukkan data berdampak negatif (seperti merokok,
dari Kepolisian Resort Yogyakarta konsumsi minuman beralkohol,
(Polresta) mengenai kasus kekerasan yang penggunaan narkoba, seks bebas, dan lain-
melibatkan pelajar sejak tahun 2011. Pada lain) maupun positif. Konformitas yang
tahun 2011, tercatat sembilan kasus dan bersifat positif misalnya keterlibatan dalam
sudah ada tiga kasus yang dilimpahkan ke remaja dalam perkumpulan aktivitas sosial
kejaksaan dan enam kasus lainnya berakhir kemanusiaan (Santrock, 2011).
damai. Sedangkan pada tahun 2012 tercatat
dukungan menjadi fokus perhatian yang dari kesehatan mental. Keduanya berkaitan
kerap diekspresikan dalam media twitter. erat dengan kesehatan mental remaja
Menurut Arnett (dalam Rice & (Roeser, Eccles, dan Sameroff, 1998).
Dolgin, 2007), pada masa remaja individu Regulasi emosi memiliki kaitan
cenderung fokus untuk mendapatkan dengan kesehatan mental. Gross dan
kebebasan emosional dari orangtua dan Munoz (1995) menyatakan terdapat
mengambil tanggung jawab dari tindakan beberapa aspek yang mempengaruhi
mereka sendiri. Pada masa SMA, pengaruh menurunnya kesehatan mental diantaranya
teman sebaya menjadi lebih kuat adalah kesulitan dalam memahami,
dibandingkan dengan pengaruh dari mengkomunikasikan dan melakukan
orangtua (Story & Stang, 2005). Remaja regulasi emosi.
mulai menginginkan adanya kebebasan dan Penelitian Saxena, Dubey dan
otonomi yang oleh sebagian orangtua Pandey (2011) menemukan bahwa setiap
dianggap sebagai sebuah pemberontakan. komponen yang tercakup dalam
Orangtua mulai melihat bahwa remaja kemampuan regulasi emosi membantu
mulai lepas dari kontrol mereka (Santrock, seseorang untuk mencapai kondisi
2011). kesehatan mental. Temuan dalam
Persahabatan antara remaja penelitian tersebut kemudian mengarahkan
cenderung lebih mendalam daripada umur- pada dugaan bahwa seseorang yang tidak
umur sebelumnya dan melibatkan sharing memiliki pengalaman emosional yang jelas
permasalahan yang lebih besar. Mungkin dan kurang memiliki kemampuan regulasi
yang menjadi alasan untuk peningkatan emosi yang cenderung lebih berisiko untuk
kedalaman hubungan tersebut, remaja memiliki masalah-masalah kesehatan
(termasuk orang dewasa) memilih kawan mental dalam hidupnya.
yang memiliki kemiripan dengan dirinya Selain tema perasaan negatif, hasil
(Lervolino, dkk., 2002). Pada gilirannya, preliminary study juga menunjukkan tema
hubungan antar teman sebaya memfasilitasi teman atau pertemanan menjadi tema yang
proses pemisahan diri dari orangtua dan sedang hangat di remaja SMA. Teman
membangun identitas diri sendiri sebagai memainkan peran yang penting di dalam
seorang individu. kehidupan remaja. Belle (dalam Berns,
Menurut WHO (2013) 2004) mengemukakan bahwa ketika anak-
mengemukakan bahwa salah satu anak beranjak dewasa, teman sebaya
karakteristik individu yang sehat mental memainkan peran yang penting di dalam
adalah individu yang mampu menghadapi dukungan sosial. Teman sebaya merupakan
permasalahan yang menekan dalam sumber dukungan dalam bentuk afeksi,
hidupnya. Ketidakstabilan emosi yang simpati, pemahaman, dan bimbingan
dihadapi oleh remaja dapat menimbulkan moral.
permasalahan pada masa remaja (Gunarsa Ketika anak-anak beranjak ke masa
& Gunarsa, 2008). Fungsi emosional remaja, teman sebaya memainkan peran
menjadi suatu bagian yang tak terpisahkan yang penting di dalam dukungan sosial.
faktor risiko yang mempengaruhi kesehatan mental. Sejalan juga dengan yang
kesehatan mental adalah masalah diungkapkan oleh Coleman & Vaughn
emosional dan dari sudut pandang sosial (dalam Kumara, 2012) yang mengatakan
adalah dukungan dari lingkungan sekitar bahwa para pelajar yang mengalami
salah satunya dukungan sosial dari kesukaran perilaku dan emosi di sekolah
lingkungan sekitar mereka (dalam hal ini sering mengalami kegagalan akademik dan
teman sebayanya. Dari hal tersebut, faktor sejumlah interaksi sosial yang negatif. Dari
protektif tentang kemampuan untuk 11 ciri remaja sehat mental yang
regulasi emosi dan dukungan dari teman dikemukakan oleh Prever (2006), penelitian
sebayanya di sekolah akan membuat ini dikhususkan untuk menjelaskan tentang
mereka merasa nyaman berada di sekolah peran kemampuan regulasi emosi dan
tersebut dan menciptakan lingkungan yang dukungan sosial dari teman sebayanya.
kondusif. Seperti halnya yang dikemukakan Moos
Seperti yang telah ditulis dalam (2002) tentang framework kesehatan mental
tinjauan pustaka, bahwa kemampuan remaja bahwa regulasi emosi termasuk
regulasi emosi secara signifikan dalam personal system dan dukungan sosial
memberikan sumbangan positif bagi teman sebaya masuk dalam environmental
kesehatan mental seseorang. Saxena, Dubey system yang mana kedua hal tersebut
dan Pandey (2011) menemukan bahwa memiliki peran dengan kesehatan mental.
setiap komponen yang tercakup dalam
kemampuan regulasi emosi membantu
seseorang untuk mencapai kondisi
Gambar 1. Bagan Kesehatan Mental Remaja Dikembangkan dari Penelitian Moos (2002)
Pada penelitian ini didapat bahwa menyebutkan bahwa SMA tersebut sering
kategori kesehatan mental subjek terdapat terlibat kasus kekerasan antar pelajar,
pada kategori sedang dan tinggi, dan tidak seperti tawuran, pembacokan, dan
ditemukan subjek yang berada pada sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa
kategori rendah. Hal ini juga dapat dilihat atribut negatif yang selama ini diberikan
dari mean empirik kesehatan mental sebesar kepada sekolah tersebut tidak terbukti
173, 23 berada dalam kategori tinggi. seutuhnya. Siswa yang termasuk dalam
Berdasar kategorisasi, sebesar 61,77% kategori sedang, mungkin masih
sejumlah 63 subjek berada pada kategori mengalami kebingungan dalam memilih
tinggi, sedangkan 39 subjek atau 38,23% kegiatan yang menunjang dirinya, sehingga
dari subjek penelitian berada pada kategori ketika siswa yang berada dalam kondisi ini
sedang, dan tidak ada subjek (0%) yang rawan untuk mendapatkan pengaruh dari
berada pada kategori rendah. Pada teman sebayanya. Dari hal tersebut dapat
penelitian ini didapat bahwa kategori jadi kasus yang dimaksudkan oleh
regulasi emosi subjek terdapat pada Kepolisian adalah siswa-siswa yang berada
kategori sedang dan tinggi, dan tidak dalam kategori sedang ini.
ditemukan subjek yang berada pada Menurut Santrock (2011) bahwa
kategori rendah. teman sebaya memiliki peran lingkungan
Hal ini juga dapat dilihat dari mean terdekat memiliki peran yang besar dalam
empirik skala regulasi emosi sebesar 65,75 diri seorang remaja, karena pada masa ini
termasuk kategori tinggi yang berarti pula peran orangtua/keluarga sudah mulai
bahwa skor subjek rata-rata termasuk berkurang. Sebaliknya, siswa yang
dalam kategori tinggi. Sebanyak 54,91% termasuk dalam kategori tinggi merupakan
atau sejumlah 56 orang berada dalam siswa yang sudah mampu mengelola
kategori tinggi, 45,9% subjek atau sejumlah emosinya secara efektif dan mendapatkan
46 orang berada dalam kategori sedang, dukungan sosial dari teman sebaya yang
dan tidak ada subjek (0%) yang berada positif sehingga kesehatan mental nya juga
pada kategori rendah. Hal serupa juga baik. Hal ini menunjukkan siswa yang
terjadi dalam kategorisasi dukungan sosial termasuk dalam kategori tinggi sudah
teman sebaya. Mean empirik skala mampu untuk menangani masalah yang
dukungan sosial teman sebaya sebesar dihadapinya, sehingga mereka lebih terlibat
133,66 termasuk kategori tinggi. Sebanyak dalam aktivitas-aktivitas yang positif,
70,59% atau sejumlah 72 orang berada sehingga dalam hal ini permasalahan
dalam kategori tinggi, 29,41% subjek atau seputar kesehatan mental, regulasi emosi,
sejumlah 30 orang berada dalam kategori dan dukungan sosila teman sebaya dapat
sedang, dan tidak ada subjek (0%) yang teratasi.
berada pada kategori rendah. Kesehatan mental dalam hal ini
Berdasarkan hasil kategorisasi diartikan sebagai performa sukses dari
tersebut terlihat bahwa remaja SMA di seseorang yang dapat menghasilkan
Yogyakarta menunjukkan kondisi yang aktivitas produktif, menjalin hubungan
dapat dibilang positif. Data dari Kepolisian dengan orang lain, beradaptasi dengan
Rice, F. P., & Dolgin, K. G. (2002). The Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta :
Adolescent Development, Relationships, PT Gramedia Widiasarna Indonesia
and Culture. Boston: Allyn & Bacon. Story, M. & Stang, J. (2005) Nutrition needs
Roeser, R.W., Eccles, J.S., Sameroff, A.J. of adolescents. In: Stang, J. and Story,
(1998). Academic and emotional M., Eds., Guidelines for Adolescent
functioning in early adolescence: Nutrition Services, University of
Longitudinal relations, patterns, and Minnesota, Minneapolis, 21-34.
prediction by experience in middle Tahmasbipour, N. & Taheri, A. A. (2012).
school. Development and Survey on the relation between social
Psychopathology, 10, 321–352. support and mental health in students
Santrock, J.W. (2011). Life-Span Shahid Rajaee University. ELSEVIER
Development:13 Edition. New York:
th Procedia – Social and Behavioral Sciences
McGraw-Hill. 2012 Vol: 47, Hal: 5-9.
Saxena, P., Dubey, A., & Pandey, R. (2011). Thompson, R. A., & Meyer, S. (2007).
Role of Emotion Regulation Socialization of Emotion Regulation
Difficulties in Predicting Mental in the Family. In J. J. Gross, Handbook
Health and Well-being. SIS J. Proj. of Emotion Regulation (pp. 249-269).
Psy. & Mental Health 18: 147-155. New York: Guilford Press.
Shahzad, A., Ahmed, T., Jaffari, S.I.A., Whitlock, J. & Schantz, K. (2008). Mental
Khilji, B.A. (2012). Impact Of Self Illness and Mental Health. ACT for
Esteem & Support On Student Youth Center of Excellence: Research
Performance. Journal Management & Facts and Findings.
Marketing, Vol. 10, Issue 2, pp. 352-358. World Health Organization (WHO). (2011).
Skalski, A. K. & Smith, M.J. (2006). http://www.who.int/features/qa/62/e
Responding to the mental health n/ tanggal 17 Juni 2017.
needs of students. Principal Leadership,
12 – 15.