Perlukah Kesehatan Mental Remaja? Menyelisik Peranan Regulasi Emosi Dan Dukungan Sosial Teman Sebaya Dalam Diri Remaja

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 14

JURNAL ILMU PERILAKU http://jip.fk.unand.ac.

id
Volume 2, Nomor 2, 2018 : 75-88
ISSN (Online) : 2581-0421

Perlukah Kesehatan Mental Remaja? Menyelisik Peranan Regulasi


Emosi dan Dukungan Sosial Teman Sebaya Dalam Diri Remaja

Taufik Akbar Rizqi Yunanto


Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, Jalan Raya Kalirungkut, Kota Surabaya, 60293
e-mail: taufik_yunanto@staff.ubaya.ac.id

Abstract. Mental health is an important issue related to adolescent in their life. One of activitiy done
by adolescent to spend their free time both at home and at school is to play with friends. In addition,
friends factor becomes one of the strengthening factors in adolescent mental health. This study aims to
determine the role of emotional regulation and peers social support toward mental health. This
research was conducted on 102 students from Senior High School Yogyakarta, varying from 15 – 18
years old. Data was collected using teacher’s role interview, teacher’s role questionnaire, Mental
Health Scale (Y), Emotional Regulation (X1) scale, and Peers Social Support (X2) scale. Data was
analyzed using Anova and multiple regression analysis. The results showed that there was a strong
relationship (F = 66,628; p < 0,01) between emotional regulation and peers social support toward
mental health. Based on the analysis of determination, obtained R2 of 0,574 or 57,4%. This shows that
the percentage of contributions, both independent to dependent variables is equal to 57,4%. Further
analysis is needed to find out the impact of emotional regulation and peers social support in improving
mental health literacy.
Keywords: mental health, emotional regulation, peers social support

Abstrak. Kesehatan mental merupakan masalah penting yang dihadapi oleh remaja. Salah
satu kegiatan yang dilakukan oleh remaja untuk menghabiskan waktu luang mereka, baik di
rumah maupun di sekolah yaitu bermain dengan teman. Selain itu, faktor teman menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan mental remaja. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui peran regulasi emosi dan dukungan sosial teman sebaya dengan kesehatan
mental. Responden terdiri dari 102 siswa dari Sekolah Menengah Atas Yogyakarta, yang
berada dalam rentang umur 15 – 18 tahun. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
peran guru, kuesioner peran guru, Skala Kesehatan Mental (Y), Skala Regulasi Emosi (X 1),
dan Skala Dukungan Sosial Teman Sebaya (X2). Analisis data menggunakan ANOVA dan
Analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang sangat signifikan (F = 66,628; p <0,01) antara regulasi emosi dan dukungan sosial teman
sebaya dengan kesehatan mental. Berdasarkan analisis determinasi, diperoleh R2 sebesar
0,574 atau 57,4%. Analisis lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui dampak regulasi emosi
dan dukungan sosial teman sebaya dalam meningkatkan literasi kesehatan mental.
Kata kunci: kesehatan mental, regulasi emosi, dukungan sosial teman sebaya

Kesehatan mental telah menjadi isu yang permasalahan emosi, perilaku, dan belajar
hangat diperbincangkan di dunia yang signifikan mempengaruhi proses
pendidikan saat ini. Christner dan Mennuti pembelajarannya di sekolah, karena sekolah
(2009) melaporkan bahwa lebih dari 50% adalah tempat dimana remaja
remaja di sekolah menunjukkan menghabiskan banyak waktunya. Di

JURNAL ILMU PERILAKU 75


YUNANTO

Indonesia, kesehatan mental telah menjadi teman yang memiliki keanekaragaman


bagian dari konsep sehat (UU Kesehatan karakteristik. Intinya, setiap remaja harus
No.36, 2009). Sayangnya, fokus dari berjuang untuk mengelola emosi dan
program pengembangan kesehatan mental perilaku, serta dapat menangani
di Indonesia baru sebatas merespon permasalahan yang terjadi di lingkungan
bencana, seperti bencana tsunami aceh dan sekolah.
bom bali (Good, dkk., 2013), pembebasan Sekolah dapat menjadi tempat yang
pasung (Ryan, 2013), dan pelayanan jasa menimbulkan rasa aman dan bahagia.
psikolog di puskesmas (Centre for Relasi yang baik dengan guru dan teman,
International Mental Health, 2013). Isu kemampuan yang memadai untuk
mengenai kesehatan mental remaja di mengikuti pelajaran menjadikan bersekolah
sekolah belum menjadi perhatian dunia sebagai aktivitas yang menyenangkan.
pendidikan baik pada jenjang sekolah dasar Namun, tak sedikit pula siswa yang harus
maupun sekolah menengah. Adapun berjuang untuk dapat mempertahankan
kondisi kesehatan mental sangat terasa keberadaannya di sekolah.
pada jenjang pendidikan sekolah menengah Ketidakmampuan mengikuti pelajaran,
yang identik dengan masa remaja. kesulitan beradaptasi, tekanan dari
Dilihat dari periode perkembangan lingkungan, pengelolaan emosi menjadi hal
sepanjang hayat, dinamika kesehatan yang tidak mudah bagi mereka (Christner
mental memang sangat terlihat pada masa & Mennuti, 2009).
akil baligh atau masa pencarian identitias Secara umum, kondisi tersebut
diri yakni pada masa remaja. Kondisi menggambarkan dua sisi yang kontradiktif
kesehatan mental remaja di Indonesia dari dunia persekolahan kita. Di satu sisi,
dilatarbelakangi oleh pengalaman- sekolah dapat menjadi lingkungan yang
pengalaman remaja di bidang akademik mendukung bagi perkembangan remaja,
dan non akademik. Hal tersebut dimana pengembangan dan aktualisasi
dikarenakan secara umum, masa remaja di potensi siswa dapat optimal. Namun, disisi
Indonesia masih identik dengan masa lain sekolah dapat menjadi lingkungan
belajar di sekolah (Monks, Knoers, & yang justru menimbulkan masalah emosi
Haditono, 2009), sehingga sebagian besar dan perilaku pada anak dan remaja yang
proses kehidupan remaja diwarnai oleh menjadi siswa.
beragam aktivitas di bidang akademik dan Prestasi dalam bidang akademik
non akademik. dibuktikan oleh salah satu siswa yang
Fakta bahwa seorang remaja pada mengalami disabilitas pada Olimpiade
umumnya menghabiskan sebagian Sains Nasional (OSN). Siswa kelas XI dari
waktunya di sekolah, hal tersebut berarti salah satu SMA swasta di Yogyakarta
seorang remaja di sekolah harus melalui berhasil menyabet medali perunggu pada
berbagai proses perjuangan, mulai dari Olimpiade Sains Nasional tingkat SMA-MA
memahami pelajaran yang diberikan oleh 2013 yang dilaksanakan di Bandung
guru hingga bersosialisasi dengan teman- (harianjogja.com, 16 September 2016).

JURNAL ILMU PERILAKU 76


VOLUME 2, NOMOR 2, 2018 : 75-88

Sementara dari sisi non akademik, sebanyak lima kasus dengan dua kasus
ketercapaian kondisi kesehatan mental dilimpahkan ke kejaksaan sedangkan
remaja diperlihatkan dari fakta dua siswa sisanya berakhir damai. Sementara itu, lima
salah satu SMA Negeri di Yogyakarta yang kasus kekerasan yang melibatkan pelajar
mengikuti Dreamline International Design sepanjang 2017 hingga Mei terjadi di lima
Olympiad di Ankara Turki yang diikuti oleh kecamatan di Kota Yogyakarta. Ini artinya,
18 Universitas, 57 SMA, 51 SMP dari 38 angka kekerasan pelajar di Yogyakarta
Negara yang dilaksanakan pada tanggal 13 semakin meningkat. Dari awal tahun 2017
sampai dengan 15 April 2013 dan berhasil hingga Mei saja sudah tercatat 5 kasus.
meraih medali perak pada kompetisi Beberapa kasus tersebut didominasi
tersebut oleh banyaknya pelajar SMA yang terlibat.
(www.pendidikan.jogjakarta.go.id/-, 22 Mei Pada masa SMA, seorang remaja umumnya
2016). telah memasuki periode remaja tengah.
Bertolak belakang dari prestasi Ditandai dengan perkembangan pada
gemilang diatas, kondisi kesehatan mental emotional autonomy dan remaja mulai
remaja juga mengalami kesenjangan. melepaskan diri dari pengaruh keluarga.
Beberapa fakta di Indonesia mengenai Pada periode ini, pengaruh teman sebaya
permasalahan remaja juga melingkupi menjadi lebih kuat dibandingkan dengan
berbagai permasalahan dalam aspek pengaruh dari orangtua (Story & Stang,
akademik dan non akademik juga. Berbagai 2005).
tuntutan dan tantangan dari sekolah Remaja mulai menginginkan adanya
maupun lingkungan memunculkan banyak kebebasan dan otonomi yang oleh sebagian
reaksi pada remaja. Mereka yang sehat orangtua dianggap sebagai sebuah
mental akan mampu beradaptasi dalam pemberontakan. Orangtua mulai melihat
menghadapi permasalahan tersebut. bahwa remaja mulai lepas dari kontrol
Sementara remaja yang tidak memiliki mereka (Santrock, 2011). Seiring dengan
alternatif solusi akan memunculkan reaksi meningkatnya keinginan untuk diterima
positif atas masalah tersebut. dalam kelompok teman sebaya, perilaku-
Secara faktual peneliti melakukan perilaku kompromi mulai muncul (Story &
survei awal pada kepolisian di daerah Stang, 2005).
Yogyakarta. Dari hasil penemuan peneliti, Konformitas karena adanya tekanan
ditemukan bahwa permasalahan yang dari kelompok teman sebaya dapat
dihadapi remaja sekolah ditunjukkan data berdampak negatif (seperti merokok,
dari Kepolisian Resort Yogyakarta konsumsi minuman beralkohol,
(Polresta) mengenai kasus kekerasan yang penggunaan narkoba, seks bebas, dan lain-
melibatkan pelajar sejak tahun 2011. Pada lain) maupun positif. Konformitas yang
tahun 2011, tercatat sembilan kasus dan bersifat positif misalnya keterlibatan dalam
sudah ada tiga kasus yang dilimpahkan ke remaja dalam perkumpulan aktivitas sosial
kejaksaan dan enam kasus lainnya berakhir kemanusiaan (Santrock, 2011).
damai. Sedangkan pada tahun 2012 tercatat

JURNAL ILMU PERILAKU 77


YUNANTO

Permasalahan kesehatan mental direkomendasikan Hayes (2000), atas 856


remaja juga dapat diakibatkan dalam “kicauan” 21 akun twitter remaja SMA di
ketidakmampuan memanfaatkan waktu kota Yogyakarta selama 2 minggu. Hasil
luang dengan lebih efektif dan produktif. preliminary study menunjukkan tema
Krisis originalitas remaja nampak sangat perasaan negatif (dalam hal ini regulasi
jelas pada waktu luang yang dikenal emosi) dengan persentase 31,78% dan
dengan istilah waktu pribadi orang (remaja) pertemanan (dalam hal ini dukungan sosial
itu sendiri (Monks, Knoers, & Haditono, teman sebaya) dengan persentase 25%
2009). Remaja mengalami lebih banyak merupakan 2 tema yang sering
kesulitan untuk “memanfaatkan” waktu diperbincangkan sehari-hari oleh remaja.
luang daripada anak-anak dan remaja lebih Pada peringkat pertama, tema yang
sering melakukan hal-hal “kill the time” paling banyak dibicarakan oleh remaja
dalam mengisi waktu luangnya. Oleh SMA di kota Yogyakarta adalah perasaan
karena itu, para remaja sangat rentan untuk negatif, dengan persentase 31,78%. Tema
tidak menjadi produktif dan mengisi waktu perasaan negatif ini meliputi pembicaraan
luangnya dengan perilaku dan emosi ataupun ungkapan-ungkapan mengenai
negatif. keluhan sekolah, ketidakberdayaan,
Kesehatan mental remaja kebingungan, perkataan kasar (misuh),
digambarkan seperti roller coaster pada meminta perhatian, sindiran, perasaan
aspek emosi dan psikologis yang kadang sedih, kebingungan, dan keluhan fisik.
sangat tinggi dan kadang sangat rendah Selain itu, data preliminary study ini
(Whitlock & Schantz, 2008). Di sisi lain, pun memperlihatkan bahwa dominasi
siswa yang menghadapi permasalahan perasaan negatif dalam kondisi remaja
kesehatan mental akan menunjukkan menunjukkan ketidaktercapaian salah satu
perilaku negatif seperti membolos, aspek kesehatan mental yakni emotional
kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas functioning (Roeser, Eccles, dan Sameroff
sekolah, dan memiliki lebih banyak konflik 1998), dimana remaja kurang mampu
dengan teman sebaya atau orang yang lebih memahami, mengkomunikasikan, dan
tua (Skalski & Smith, 2006). Remaja yang meregulasi emosinya (Gross & Munoz,
berprestasi dalam bidang akademik dan 1995).
non-akademik merupakan segelintir contoh Selain tema perasaan negatif, hasil
remaja yang nampak sehat mental. preliminary study juga menemukan tema
Sedangkan kasus remaja bunuh diri, pertemanan sebagai tema dengan frekuensi
membolos, dan tawuran merupakan bentuk terbanyak ke-2, yaitu sebesar 25%. Tema ini
permasalahan kesehatan mental remaja. meliputi berbagai ungkapan mengenai
Berdasarkan fakta yang terpapar pertemanan, interaksi bersama, pemberian
oleh media, peneliti mencoba melihat tema dukungan, sapaan (selamat pagi, selamat
yang paling berpengaruh dalam kehidupan malam dan selamat ulang tahun), kangen
sehari-hari remaja, khususnya remaja SMA dan permintaan maaf. Subtema pemberian
melalui content analysis sebagaimana

JURNAL ILMU PERILAKU 78


VOLUME 2, NOMOR 2, 2018 : 75-88

dukungan menjadi fokus perhatian yang dari kesehatan mental. Keduanya berkaitan
kerap diekspresikan dalam media twitter. erat dengan kesehatan mental remaja
Menurut Arnett (dalam Rice & (Roeser, Eccles, dan Sameroff, 1998).
Dolgin, 2007), pada masa remaja individu Regulasi emosi memiliki kaitan
cenderung fokus untuk mendapatkan dengan kesehatan mental. Gross dan
kebebasan emosional dari orangtua dan Munoz (1995) menyatakan terdapat
mengambil tanggung jawab dari tindakan beberapa aspek yang mempengaruhi
mereka sendiri. Pada masa SMA, pengaruh menurunnya kesehatan mental diantaranya
teman sebaya menjadi lebih kuat adalah kesulitan dalam memahami,
dibandingkan dengan pengaruh dari mengkomunikasikan dan melakukan
orangtua (Story & Stang, 2005). Remaja regulasi emosi.
mulai menginginkan adanya kebebasan dan Penelitian Saxena, Dubey dan
otonomi yang oleh sebagian orangtua Pandey (2011) menemukan bahwa setiap
dianggap sebagai sebuah pemberontakan. komponen yang tercakup dalam
Orangtua mulai melihat bahwa remaja kemampuan regulasi emosi membantu
mulai lepas dari kontrol mereka (Santrock, seseorang untuk mencapai kondisi
2011). kesehatan mental. Temuan dalam
Persahabatan antara remaja penelitian tersebut kemudian mengarahkan
cenderung lebih mendalam daripada umur- pada dugaan bahwa seseorang yang tidak
umur sebelumnya dan melibatkan sharing memiliki pengalaman emosional yang jelas
permasalahan yang lebih besar. Mungkin dan kurang memiliki kemampuan regulasi
yang menjadi alasan untuk peningkatan emosi yang cenderung lebih berisiko untuk
kedalaman hubungan tersebut, remaja memiliki masalah-masalah kesehatan
(termasuk orang dewasa) memilih kawan mental dalam hidupnya.
yang memiliki kemiripan dengan dirinya Selain tema perasaan negatif, hasil
(Lervolino, dkk., 2002). Pada gilirannya, preliminary study juga menunjukkan tema
hubungan antar teman sebaya memfasilitasi teman atau pertemanan menjadi tema yang
proses pemisahan diri dari orangtua dan sedang hangat di remaja SMA. Teman
membangun identitas diri sendiri sebagai memainkan peran yang penting di dalam
seorang individu. kehidupan remaja. Belle (dalam Berns,
Menurut WHO (2013) 2004) mengemukakan bahwa ketika anak-
mengemukakan bahwa salah satu anak beranjak dewasa, teman sebaya
karakteristik individu yang sehat mental memainkan peran yang penting di dalam
adalah individu yang mampu menghadapi dukungan sosial. Teman sebaya merupakan
permasalahan yang menekan dalam sumber dukungan dalam bentuk afeksi,
hidupnya. Ketidakstabilan emosi yang simpati, pemahaman, dan bimbingan
dihadapi oleh remaja dapat menimbulkan moral.
permasalahan pada masa remaja (Gunarsa Ketika anak-anak beranjak ke masa
& Gunarsa, 2008). Fungsi emosional remaja, teman sebaya memainkan peran
menjadi suatu bagian yang tak terpisahkan yang penting di dalam dukungan sosial.

JURNAL ILMU PERILAKU 79


YUNANTO

Teman sebaya merupakan sumber kesehatan mental remaja di sekolah. Oleh


dukungan dalam bentuk afeksi, simpati, karena itu, hal tersebut menjadi
pemahaman, dan bimbingan moral (Berns, latarbelakang mengapa diperlukan
2004). Dukungan sosial merupakan salah penelitian lebih lanjut untuk dikaji secara
satu bentuk sumber dukungan yang berasal empirik akan peran regulasi emosi dan
dari orang lain (Berns, 2004). Dukungan dukungan sosial teman sebaya terhadap
tersebut dapat memberikan dampak positif kesehatan mental remaja di sekolah.
maupun negatif pada kesehatan mental dan
kesejahteraan individu (Cohen & Syme, METODE
1985). Selain itu, dukungan sosial Responden Penelitian
merupakan faktor protektif yang dapat Penelitian ini merupakan penelitian
membantu seseorang ketika berhadapan kuantitatif. Lokasi penelitian adalah
dengan pengalaman hidup yang menekan beberapa SMA di Yogyakarta. Penentuan
dan mampu menghadapinya secara efektif SMA yang dipilih sebagai lokasi penelitian
(Passer & Smith, 2007). dilakukan secara purposif. Pertimbangan
Pentingnya peranan dukungan pemilihan lokasi penelitian adalah karena
sosial teman sebaya bagi remaja ditegaskan berdasarkan rekomendasi dari Kepolisian
oleh Shahzad, Ahmed, Jaffari, dan Khilji Sektor Gondokusuman yang menyatakan
(2012) yang dalam penelitiannya bahwa sekolah tersebut merupakan sekolah
menyatakan bahwa dukungan sosial dari yang sering terlibat kasus kekerasan pelajar
teman sebaya dapat berbentuk dukungan dan pemilihan jenjang SMA karena
afeksi, bimbingan, dan materi. Selain itu, termasuk kategori remaja. Sebelum
Puspitasari (2010) mengemukakan bahwa dilakukan pengumpulan data, maka
dukungan sosial teman sebaya memiliki terlebih dahulu dilakukan uji coba
hubungan negatif terhadap kecemasan instrumen.
siswa yang hendak menghadapi ujian Jumlah siswa yang mengikuti uji
nasional (UN). Penelitian Tahmasbipour & coba skala berjumlah 94 dari 114 siswa
Taheri (2012) mengemukakan bahwa kelas X. Selanjutnya untuk pengambilan
dukungan sosial berhubungan positif data penelitian, atas rekomendasi dari
dengan kesehatan mental. pihak sekolah dan kesesuaian jadwal,
Dengan pemaparan mengenai peneliti mengambil data di semua kelas XI
kondisi dan urgensi kesehatan mental di yang terdiri atas kelas XI IPA 1, XI IPA 2, XI
dunia, khususnya di Indonesia yang saat ini IPS 1, XI IPS 2, XI Bahasa dengan jumlah
sangat marak dalam dunia pendidikan, subjek 102 siswa.
maka menjadi suatu hal yang mendesak Skala yang diberikan berjumlah 102
bagi peneliti untuk meneliti kesehatan eksemplar dan dikembalikan sesuai dengan
mental remaja di sekolah. Pemaparan diatas jumlah yang dibagikan. Masing-masing
memunculkan suatu asumsi apakah subjek mengisi ketiga skala dengan baik
regulasi emosi dan dukungan sosial teman dan benar sehingga 102 skala tersebut dapat
sebaya memiliki peran besar terhadap diolah lebih lanjut. Setelah itu peneliti

JURNAL ILMU PERILAKU 80


VOLUME 2, NOMOR 2, 2018 : 75-88

memberi skor pada jawaban yang diterima, sedangkan 2 aitem dinyatakan


diperoleh. gugur dengan korelasi aitem total yang
bergerak dari 0,227 sampai 0,479. Aitem
Instrumen Penelitian hasil uji coba, sebelum digunakan dalam
Instrumen yang digunakan dalam penelitian yang sebenarnya diatur kembali
penelitian ini ada tiga skala, yaitu skala nomor-nomor aitemnya.
kesehatan mental, skala regulasi emosi, dan Skala Dukungan Sosial Teman Sebaya
skala dukungan sosial teman sebaya. Pengumpulan data dukungan sosial
Skala Kesehatan Mental teman sebaya menggunakan Skala
Pengumpulan data kesehatan Dukungan Sosial Teman Sebaya yang
mental menggunakan Skala Kesehatan disusun oleh peneliti. Skala ini disusun dan
Mental. Skala ini disusun dan dikembangkan dari aspek-aspek dukungan
dikembangkan dari ciri-ciri kesehatan sosial teman sebaya yang dikemukakan
mental yang dikemukakan oleh Prever oleh House (dalam Smet, 1994). Hasil
(2006). Peneliti menyusun 50 aitem analisis uji reliabilitas skala dukungan
pernyataan yang mengungkap seluruh ciri- sosial teman sebaya menghasilkan nilai
ciri kesehatan mental. Subjek diminta untuk koefisien Alpha sebesar 0,944 sehingga skala
memberikan respon terhadap pernyataan- ini dianggap reliabel. Hasil analisis aitem
pernyataan tersebut. terhadap 40 aitem pernyataan pada 94
Setelah skala kesehatan mental diuji subjek uji coba menghasilkan 34 aitem yang
cobakan dan dianalisis melalui seleksi dapat diterima, sedangkan 6 aitem
aitem, didapat hasil 46 butir sahih dan 4 dinyatakan gugur dengan korelasi aitem
aitem gugur dengan menghasilkan total yang bergerak dari 0,398 sampai 0,818.
reliabilitas skala kesehatan mental Aitem hasil uji coba, sebelum digunakan
menghasilkan nilai koefisien Alpha sebesar dalam penelitian yang sebenarnya diatur
0,881 dengan koefisien korelasi aitem total kembali nomor-nomor aitemnya.
bergerak dari 0,251 sampai 0,547.
Skala Regulasi Emosi Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Pengumpulan data regulasi emosi Peneliti meminta bantuan para
menggunakan Skala Regulasi Emosi yang siswa untuk mengisi skala-skala yang
disusun oleh peneliti. Skala ini disusun dan dibawa peneliti. Peneliti lalu membagikan 1
dikembangkan dari aspek-aspek regulasi bendel yang berisi Skala Kesehatan Mental,
emosi yang dikemukakan oleh Gross & Skala Regulasi Emosi, dan Skala Dukungan
Thompson (2007). Hasil analisis uji Sosial Teman Sebaya. Peneliti juga
reliabilitas skala regulasi emosi memberikan contoh singkat cara
menghasilkan nilai koefisien Alpha sebesar mengisinya. Para siswa kemudian
0,733 sehingga skala ini dianggap reliabel. dipersilakan untuk mulai mengisi skala
Hasil analisis aitem terhadap 20 aitem setelah mereka memahami cara
pernyataan pada 94 subjek uji coba mengisinya. Setelah selesai mengisi, peneliti
menghasilkan 18 aitem yang dapat kemudian memberikan reward.

JURNAL ILMU PERILAKU 81


YUNANTO

Analisis Data Penelitian signifikan terhadap variabel dependen. F


Hipotesis penelitian yang diajukan hitung = 66,628. Uji F dilakukan dengan
dalam penelitian ini akan diuji dengan membandingkan F hitung dengan F tabel.
menggunakan metode statistik. Metode Jika F hitung > F tabel maka terdapat
analisis data yang digunakan untuk hubungan secara signifikan antara variabel
menguji hipotesis penelitian tersebut X1 dan X2 secara bersama-sama terhadap
adalah teknik regresi linear berganda. variabel dependen. Dengan menggunakan
Analisis ini digunakan untuk mengetahui taraf signifikansi 5%, df 1 (Jumlah variabel -
arah hubungan antara variabel independen, 1) = 2, df2 (n – k) = 99 (n adalah jumlah data
apakah berhubungan positif atau negatif, dan k adalah jumlah variabel independen),
terhadap variabel dependen (Priyatno, diperoleh F tabel = 3,09. Dengan demikian,
2008). Dalam hal penelitian ini, terdapat karena F hitung > F tabel (66,628 > 3,09),
dua variabel independen, yaitu variabel maka dapat dinyatakan bahwa terdapat
Regulasi Emosi (X1) dan variabel Dukungan hubungan yang signifikan antara Regulasi
Sosial Teman Sebaya (X2). Emosi dan Dukungan Sosial Teman Sebaya
dengan Kesehatan Mental secara bersama-
HASIL sama. Hal ini berarti model regresi dapat
Berdasarkan hasil analisis diperoleh dipakai untuk memprediksi kesehatan
angka korelasi ganda R = 0,757. Hal ini mental.
menunjukkan bahwa terjadi hubungan Dari hasil analisis-analisis diatas,
yang kuat antara variabel X1 dan X2 hipotesis yang menyatakan terdapat
terhadap variabel dependen. Koefisien hubungan antara regulasi emosi dan
determinasi yang digunakan untuk dukungan sosial teman sebaya dengan
mengetahui seberapa besar kemampuan kesehatan mental remaja dapat diterima.
variabel regulasi emosi dan dukungan
sosial teman sebaya menjelaskan variabel DISKUSI
kesehatan mental ditunjukkan oleh nilai R 2 Berdasarkan hasil analisis,
sebesar 0,574. Angka tersebut mengandung dinyatakan bahwa F = 66,628; p < 0,01
pengertian bahwa dalam penelitian ini, sehingga hipotesis dapat diterima. Dengan
regulasi emosi dan dukungan sosial teman kata lain, regulasi emosi dan dukungan
sebaya memberikan sumbangan efektif sosial teman sebaya memiliki hubungan
sebesar 57,4% terhadap kesehatan mental. positif dengan kesehatan mental remaja.
Hal ini berarti masih terdapat 42,6% faktor Artinya, semakin baik regulasi emosi dan
lain yang mempengaruhi kesehatan mental. semakin besar dukungan sosial yang
Selain dengan analisis korelasi diterima dari teman-teman sebayanya,
ganda, peneliti juga menguji hipotesis maka kesehatan mental remaja tersebut
dengan koefisien regresi secara bersama- akan semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan
sama (Uji F). Uji ini dilakukan untuk apa yang dikemukakan WHO (2005)
mengetahui apakah variabel independen tentang faktor risiko dan faktor protektif
secara bersama-sama berpengaruh secara bahwa dari sudut pandang psikologis,

JURNAL ILMU PERILAKU 82


YUNANTO

faktor risiko yang mempengaruhi kesehatan mental. Sejalan juga dengan yang
kesehatan mental adalah masalah diungkapkan oleh Coleman & Vaughn
emosional dan dari sudut pandang sosial (dalam Kumara, 2012) yang mengatakan
adalah dukungan dari lingkungan sekitar bahwa para pelajar yang mengalami
salah satunya dukungan sosial dari kesukaran perilaku dan emosi di sekolah
lingkungan sekitar mereka (dalam hal ini sering mengalami kegagalan akademik dan
teman sebayanya. Dari hal tersebut, faktor sejumlah interaksi sosial yang negatif. Dari
protektif tentang kemampuan untuk 11 ciri remaja sehat mental yang
regulasi emosi dan dukungan dari teman dikemukakan oleh Prever (2006), penelitian
sebayanya di sekolah akan membuat ini dikhususkan untuk menjelaskan tentang
mereka merasa nyaman berada di sekolah peran kemampuan regulasi emosi dan
tersebut dan menciptakan lingkungan yang dukungan sosial dari teman sebayanya.
kondusif. Seperti halnya yang dikemukakan Moos
Seperti yang telah ditulis dalam (2002) tentang framework kesehatan mental
tinjauan pustaka, bahwa kemampuan remaja bahwa regulasi emosi termasuk
regulasi emosi secara signifikan dalam personal system dan dukungan sosial
memberikan sumbangan positif bagi teman sebaya masuk dalam environmental
kesehatan mental seseorang. Saxena, Dubey system yang mana kedua hal tersebut
dan Pandey (2011) menemukan bahwa memiliki peran dengan kesehatan mental.
setiap komponen yang tercakup dalam
kemampuan regulasi emosi membantu
seseorang untuk mencapai kondisi

Gambar 1. Bagan Kesehatan Mental Remaja Dikembangkan dari Penelitian Moos (2002)

JURNAL ILMU PERILAKU 83


YUNANTO

Pada penelitian ini didapat bahwa menyebutkan bahwa SMA tersebut sering
kategori kesehatan mental subjek terdapat terlibat kasus kekerasan antar pelajar,
pada kategori sedang dan tinggi, dan tidak seperti tawuran, pembacokan, dan
ditemukan subjek yang berada pada sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa
kategori rendah. Hal ini juga dapat dilihat atribut negatif yang selama ini diberikan
dari mean empirik kesehatan mental sebesar kepada sekolah tersebut tidak terbukti
173, 23 berada dalam kategori tinggi. seutuhnya. Siswa yang termasuk dalam
Berdasar kategorisasi, sebesar 61,77% kategori sedang, mungkin masih
sejumlah 63 subjek berada pada kategori mengalami kebingungan dalam memilih
tinggi, sedangkan 39 subjek atau 38,23% kegiatan yang menunjang dirinya, sehingga
dari subjek penelitian berada pada kategori ketika siswa yang berada dalam kondisi ini
sedang, dan tidak ada subjek (0%) yang rawan untuk mendapatkan pengaruh dari
berada pada kategori rendah. Pada teman sebayanya. Dari hal tersebut dapat
penelitian ini didapat bahwa kategori jadi kasus yang dimaksudkan oleh
regulasi emosi subjek terdapat pada Kepolisian adalah siswa-siswa yang berada
kategori sedang dan tinggi, dan tidak dalam kategori sedang ini.
ditemukan subjek yang berada pada Menurut Santrock (2011) bahwa
kategori rendah. teman sebaya memiliki peran lingkungan
Hal ini juga dapat dilihat dari mean terdekat memiliki peran yang besar dalam
empirik skala regulasi emosi sebesar 65,75 diri seorang remaja, karena pada masa ini
termasuk kategori tinggi yang berarti pula peran orangtua/keluarga sudah mulai
bahwa skor subjek rata-rata termasuk berkurang. Sebaliknya, siswa yang
dalam kategori tinggi. Sebanyak 54,91% termasuk dalam kategori tinggi merupakan
atau sejumlah 56 orang berada dalam siswa yang sudah mampu mengelola
kategori tinggi, 45,9% subjek atau sejumlah emosinya secara efektif dan mendapatkan
46 orang berada dalam kategori sedang, dukungan sosial dari teman sebaya yang
dan tidak ada subjek (0%) yang berada positif sehingga kesehatan mental nya juga
pada kategori rendah. Hal serupa juga baik. Hal ini menunjukkan siswa yang
terjadi dalam kategorisasi dukungan sosial termasuk dalam kategori tinggi sudah
teman sebaya. Mean empirik skala mampu untuk menangani masalah yang
dukungan sosial teman sebaya sebesar dihadapinya, sehingga mereka lebih terlibat
133,66 termasuk kategori tinggi. Sebanyak dalam aktivitas-aktivitas yang positif,
70,59% atau sejumlah 72 orang berada sehingga dalam hal ini permasalahan
dalam kategori tinggi, 29,41% subjek atau seputar kesehatan mental, regulasi emosi,
sejumlah 30 orang berada dalam kategori dan dukungan sosila teman sebaya dapat
sedang, dan tidak ada subjek (0%) yang teratasi.
berada pada kategori rendah. Kesehatan mental dalam hal ini
Berdasarkan hasil kategorisasi diartikan sebagai performa sukses dari
tersebut terlihat bahwa remaja SMA di seseorang yang dapat menghasilkan
Yogyakarta menunjukkan kondisi yang aktivitas produktif, menjalin hubungan
dapat dibilang positif. Data dari Kepolisian dengan orang lain, beradaptasi dengan

JURNAL ILMU PERILAKU 84


VOLUME 2, NOMOR 2, 2018 : 75-88

perubahan, dan mengatasi perbedaan dengan kesehatan mental remaja (Roeser,


(Surgeon's General, dalam Prever., 2006) Eccles, dan Sameroff 1998).
tidak dapat dipahami sebagai satu hal yang Regulasi emosi yang berada dalam
statis atau linier (Moos, 2002). Apalagi sistem personal remaja dapat
ketika kita membahas kesehatan mental mempengaruhi kondisi kesehatan mental
dalam konteks siswa SMA yang masuk remaja. Hasil kategorisasi menunjukkan
dalam kategori remaja yang senantiasa bahwa regulasi emosi remaja dalam
disertai dengan kompleksitas masa transisi penelitian termasuk positif. Artinya,
kehidupan & perkembangan (Santrock, kemampuan regulasi emosi menjadi hal
2011). Meskipun kesehatan mental seolah yang penting dalam kehidupan seorang
bersifat sangat personal terkait kualitas remaja. Faktor emosional pada remaja
kehidupan, namun berbagai perubahan di berperan dalam kesehatan mental. Individu
sekitar remaja membuat konteks kesehatan yang mengelola emosi dapat diartikan
mental remaja menjadi satu hal yang luas individu tersebut belajar untuk dapat
(Moos, 2002). mengekspresikan perasaan secara efektif,
Dalam tinjauan pustaka disebutkan melibatkan keseimbangan antara ekspresi
bahwa emosi perlu dikelola sedemikian spontan dengan yang disadari serta
rupa agar dapat berfungsi secara lebih menggunakan kontrol rasional (Atwater &
adaptif dan positif dalam diri seseorang Duffy, 2005). Hal ini sejalan dengan apa
(Gross, 1998). Adapun individu yang yang dikemukakan oleh Gross dan Munoz
mampu mengelola emosi dapat diartikan (1995), terdapat beberapa aspek yang
sebagai individu yang telah belajar untuk mempengaruhi kesehatan mental
mampu mengekspresikan perasaan secara diantaranya adalah memahami,
efektif, melibatkan keseimbangan antara mengkomunikasikan dan melakukan
ekspresi spontan dengan yang disadari regulasi emosi.
serta menggunakan kontrol rasional Moos (2002) yang memberikan
(Atwater & Duffy, 2005). Dalam studi gambaran mengenai environmental system
preliminary peneliti memperlihatkan adanya atau aspek eskternal salah satunya terdiri
bentuk pengekspresian emosi dalam media dari social climate yang termasuk
sosial yang sifatnya ekspresif informatif. didalamnya berupa dukungan sosial.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa remaja Individu yang mendapatkan dukungan
merefleksikan kondisi psikologis terkait sosial percaya bahwa individu tersebut
kondisi emosional yang dialaminya sebagai dicintai dan diperhatikan, mulia dan
bentuk informasi kepada orang-orang dihargai, dan merupakan bagian dari
disekitarnya. Merujuk pada kerangka Moos jaringan sosial, misalnya keluarga atau
(2002), fungsi emosional yang termuat organisasi kemasyarakatan. Individu tidak
dalam sistem personal remaja menjadi merasa sendiri dan cepat putus asa dalam
suatu bagian yang tak terpisahkan dari menghadapi permasalahan yang
kesehatan mental. Keduanya berkaitan erat dihadapinya karena ada orang-orang
disekelilingnya yang membantu dan

JURNAL ILMU PERILAKU 85


YUNANTO

memberi dukungan. Beberapa penelitian dan interaksinya dengan teman sebaya


menemukan bahwa faktor dukungan sosial memiliki peran terhadap kondisi kesehatan
sebagai suatu sistem lingkungan psikis remaja.
mempengaruhi kesehatan mental remaja di Berdasarkan hasil analisis
sekolah. determinasi, diperoleh R sebesar 0,574 atau
2

Dengan demikian, teman sebaya 57,4%. Hal ini menunjukkan bahwa


memiliki peran yang penting dan juga persentase sumbangan efektif kedua
sentral dalam menyediakan bentuk-bentuk variabel independen terhadap variabel
dukungan biasa/umum yang langsung dan dependen adalah sebesar 57,4%. Artinya,
dapat diakses dan menunjukkan variasi variabel regulasi emosi dan
konsistensi signifikansi dalam dukungan sosial teman sebaya mampu
mempromosikan kesehatan mental remaja. menjelaskan sebesar 57,4% variasi variabel
Hasil penelitian yang dilakukan McGrath, kesehatan mental. Sedangkan sisanya 42,6%
dkk. (2009) mengkonfirmasikan bahwa dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak
teman merupakan sumber penting yang dimasukkan dalam penelitian ini.
menyediakan dukungan emosional. Oleh karena itu, dengan berbagai
Dukungan emosional merupakan bentuk kompleksitas permasalahan yang meliputi
dukungan yang lebih sensitif dan kesehatan mental remaja di sekolah,
berhubungan dengan perasaan dan berdasarkan apa yang disampaikan Moos
biasanya melibatkan hubungan yang dekat (2002) dan Christner & Mennuti (2009)
(hubungan karib). masih dibutuhkan proses jangka panjang,
Biasanya hal ini menyangkut hal-hal komprehensif, dan sinergis untuk
seperti, selalu ada untuk orang yang dekat, mewujudkan terciptanya kualitas kesehatan
mendengarkan mereka ketika mereka mental remaja di sekolah. Dalam konteks
sedang sedih, dan memberikan dukungan sekolah, kesehatan mental berbasis sekolah
yang tanpa syarat. Adapun penelitian lain merupakan faktor penting dalam
yang dilakukan oleh Tahmasbipour & mewujudkan kesehatan emosional siswa,
Taheri (2012) mengatakan bahwa dukungan kemampuan belajar yang optimal, dan
sosial berhubungan positif dengan kesediaan seorang siswa untuk menempuh
kesehatan mental mahasiswa di Shahid pendidikan (Christner & Mennuti, 2009).
Rajaee University di Iran. Penelitian Kualitas kesehatan mental ini merupakan
tersebut mengatakan bahwa semakin tinggi cerminan sekaligus modalitas penting bagi
dukungan sosial akan diikuti dengan seorang remaja untuk melewati masa-masa
meningkatnya kesehatan mental. Hal sekolahnya yang penuh dengan tantangan
tersebut senada dengan apa yang eksternal maupun dinamika personalnya.
diungkapkan oleh Santrock (2011) bahwa
teman sebaya memiliki peran yang penting
selama masa remaja karena anak sudah
mulai meluangkan waktu bersama dengan
teman-teman sebaya. Pengelolaan emosi

JURNAL ILMU PERILAKU 86


VOLUME 2, NOMOR 2, 2018 : 75-88

KEPUSTAKAAN Fakultas Psikologi Universitas Gadjah


Mada, Yogyakarta.
Atwater, E & Duffy, K. G. (2005). Psychology Lervolino, A. C., Pike, A., Manke, B., Reiss,
for Living: Adjusment, Growth and D., Hetherington, E. M., & Plomin, R.
Behaviour Today (8th Edition). New (2002). Genetic and environmental
Jersey: Pearson Prentice. influences in adolescent peer
Berns, R.M. (2004). 6th Edition: Child, Family, socialization: Evidence from two
School, Community: Socialization and genetically sensitive designs. Child
Support. California: Thomson- development, 73(1), 162-174.
Wadsworth. McGrath, B., Brennan, M. A. Dolan, P., &
Christner, R.W. & Mennuti, R.B. (2009). Barnett, R. (2009). Adolescent well-
School-Based Mental Health. New York: being and supporting contexts : A
Routledge. comparison of adolescents in Ireland
Cohen, S. & Syme, S.L. (1985). Social Support and Florida. Journal of Community and
and Health. San Fransisco: Academic Applied Social Psychology, 19, 299-320.
Press. Mental Health Foundation (MHF). (2001).
Coleman, M., & Vaughn, S. (2000). Reading http://www.mentalhealth.org.uk/help
interventions for students with -information/an-introduction-to-
emotional/behavioral disorders. New mental-health/what-is-mental-health/
York: Columbia University tanggal 5 September 2017.
TeenScreen Program. Monks, F.J., Knoers, A.M.P., Haditono, S.R.
Gross, J.J. & Munoz, R.F. (1995). Emotion (2009). Psikologi Perkembangan:
Regulation and Mental Health. Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.
American Psychological Association D12. Yogyakarta: Gadjah Mada University
http://spl.stanford.edu/pdfs/1995%20 Press.
Clinical%20Psychology%20Science%2 Moos, R. H. (2002). Life Stressors, Social
0and%20Practice%20- Resources, and Coping Skills in
%20Emo.%20Reg.%20and%20Mental Youth: Applications to Adolescents
%20Health.pdf tanggal 30 Agustus With Chronic Disorders. Journal of
2017. Adolescent Health, 30 (4), 22-29.
Gross, J. J. & Thompson, R. A. (2007). Passer, M. & Smith, R. (2007) Psychology; The
Emotion regulation: Conceptual science of mind and behavior. New York:
foundations.In J. J. Gross (Ed.), McGraw-Hill.
Handbook of emotion regulation. New Prever, M. (2006). Mental Health in Schools.
York: Guilford Press London: Paul Chapman Publishing.
Gunarsa, S.D. & Gunarsa, Y.S. (1983). Priyatno, D. (2008). Mandiri belajar SPSS.
Psikologi Perkembangan Anak dan Jakarta: Mediakom.
Remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung Puspitasari, Y.P., Abidin, Z., Sawitri, D.R.
Mulia. (2010). Hubungan antara Dukungan
Hayes, J. R. (2000). A New Framework for Sosial Teman Sebaya terhadap
Understanding Cognition Kecemasan Menjelang Ujian Nasional
and. Perspectives on writing: Research, (UN) pada Siswa Kelas XII Reguler
theory, and practice, 6. SMA Negeri 1 Surakarta. SKRIPSI.
Kumara, A. (2012). Permasalahan Kesehatan http://eprints.undip.ac.id/24776/
Mental Remaja di DIY. (Laporan tanggal 20 Juli 2017
Penelitian tidak dipublikasikan).

JURNAL ILMU PERILAKU 87


YUNANTO

Rice, F. P., & Dolgin, K. G. (2002). The Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta :
Adolescent Development, Relationships, PT Gramedia Widiasarna Indonesia
and Culture. Boston: Allyn & Bacon. Story, M. & Stang, J. (2005) Nutrition needs
Roeser, R.W., Eccles, J.S., Sameroff, A.J. of adolescents. In: Stang, J. and Story,
(1998). Academic and emotional M., Eds., Guidelines for Adolescent
functioning in early adolescence: Nutrition Services, University of
Longitudinal relations, patterns, and Minnesota, Minneapolis, 21-34.
prediction by experience in middle Tahmasbipour, N. & Taheri, A. A. (2012).
school. Development and Survey on the relation between social
Psychopathology, 10, 321–352. support and mental health in students
Santrock, J.W. (2011). Life-Span Shahid Rajaee University. ELSEVIER
Development:13 Edition. New York:
th Procedia – Social and Behavioral Sciences
McGraw-Hill. 2012 Vol: 47, Hal: 5-9.
Saxena, P., Dubey, A., & Pandey, R. (2011). Thompson, R. A., & Meyer, S. (2007).
Role of Emotion Regulation Socialization of Emotion Regulation
Difficulties in Predicting Mental in the Family. In J. J. Gross, Handbook
Health and Well-being. SIS J. Proj. of Emotion Regulation (pp. 249-269).
Psy. & Mental Health 18: 147-155. New York: Guilford Press.
Shahzad, A., Ahmed, T., Jaffari, S.I.A., Whitlock, J. & Schantz, K. (2008). Mental
Khilji, B.A. (2012). Impact Of Self Illness and Mental Health. ACT for
Esteem & Support On Student Youth Center of Excellence: Research
Performance. Journal Management & Facts and Findings.
Marketing, Vol. 10, Issue 2, pp. 352-358. World Health Organization (WHO). (2011).
Skalski, A. K. & Smith, M.J. (2006). http://www.who.int/features/qa/62/e
Responding to the mental health n/ tanggal 17 Juni 2017.
needs of students. Principal Leadership,
12 – 15.

JURNAL ILMU PERILAKU 88

Anda mungkin juga menyukai