Khutbah Jumat 07-08-2020
Khutbah Jumat 07-08-2020
Beberapa hari yang lalu, gemuruh takbir, tahlil, tahmid dan tasbih
berkumandang diseantero dunia mulai dari waktu magrib malam idul adha
dan diteruskan pada beberapa hari yang lalu. Kita bertakbir karena yang
maha besar itu hanya Allah. Kita bertahlil karena Tuhan yang sebenar-
benarnya Tuhan adalah Allah. Kita bertahmid karena yang berhak dipuji
hanya Allah. Dan kita bertasbih karena yang maha suci itu adalah Allah.
Inilah empat kalimat pokok sebagai pengakuan yang tulus untuk membasmi
segala keangkuhan, kedengkian, kesedihan, keputusasaan dan keraguan
yang terkadang kerap kali menodai kesucian jiwa dan kejernihan akal pikiran
kita.
Betapa kalimat-kalimat suci ini mengetuk pintu hati kita agar benar-benar
sadar, sesungguhnya kita adalah makhluk hina tidak mengerti apa-apa. Kita
bisa melihat, bergerak, berjalan, menikmati indahnya dunia karena kebaikan
Allah yang diberikan kepada kita. Maka amat sangat disayangkan kalau
kalimat-kalimat agung itu tidak meresap dan merasuk kedalam jiwa.
Kalimat-kalimat ini sangat berat timbangannnya kelak di akherat, bahkan
dikatakan jika ditimbang dengan bumi beserta isinya maka masih lebih berat
kalimat-kalimat tersebut. Rasulullah SAW bersabda :
Diantara ayat Al Quran sebagai pengikat yang sangat kuat agar kalimat
tersebut benar-benar istiqomah bersemayam di dalam hati adalah tiga ayat
yang terdapat dalam surah Al Kautsar yaitu :
Dan wujud syukur yang paling utama, disamping kita banyak mengucapkan
Alhamdulillah, juga disempurnakan dalam amaliyah shalat lima waktu
ditambah shalat sunnah lainnya. Shalat itu mengaktifkan seluruh unsur yang
ada dalam tubuh kita. Lisan kita membaca kalimat suci, pikiran tertuju untuk
memahami, hati menghayati setiap bacaan dan seluruh tubuh digerakkan
untuk menyembah Allah ‘azza wajalla. Inilah ibadah yang paling banyak
dilakukan oleh junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, sehingga istri
beliau yang bernama ‘Aisyah sedikit protes tentang ibadah shalat beliau yang
sangat lama dan dalam jumlah rakaat yang banyak. “Wahai baginda, surga
sudah dijamin oleh Allah, karena engkau adalah kekasih-Nya. Kalau boleh
saya sarankan, janganlah memaksakan diri beribadah shalat, berdoa dan
membaca istigfar sebanyak ini.” Maka Rasulullah dengan tawaddhu
menjawab; “Afala akuunu ‘abdan syakuura artinya aku melakukan hal ini
adalah sebagai tanda syukurku kepada Allah atas segala nikmat yang telah
diberikan kepadaku”. Demikian kurang lebih makna bebasnya (Bahar Al
Anwar, jilid 10 hal. 40).
Demikian besar nikmat Allah terus menerus tercurah kepada kita, jika
dihitung dengan alat komputer secanggih apapun, niscaya kita tidak akan
pernah mampu menghitungnya. Maka disamping kita diperintahkan untuk
shalat sebagai tanda syukur, juga kita diperintahkan untuk melakukan
qurban.
Qurban itu terbagi menjadi tiga yaitu qurban harta, jiwa dan raga. Qurban
dalam bentuk harta, kita menyisihkan sebagian rizqi kita untuk membeli
seekor kambing, sapi atau unta sebagai wujud syukur kepada Allah atas
nikmat rizqi yang begitu banyak tercurah kepada kita. Qurban jenis ini
dilakukan oleh orang-orang tertentu yang mampu melaksanakannya. Bahkan
Nabi mengancam jika ada orang yang mampu berqurban kemudian tidak
dilaksanakannya, maka dia tidak pantas mendekati masjid atau mushalla
(HR. Ahmad)
,ك َ ار َ آن فِي َو َل ُك ْم لِيْ هللاُ َب ِ ْال َعظِ ي ِْم ْالقُر, ْ ْت م َِن فِ ْي ِه ِب َما َوإِيَّا ُك ْم َو َن َف َع ِني ِّ ْال َح ِكيْم َو
ِ الذ ْك ِر اآل َيا ِ
ْ هللا َواسْ َت ْغفِ ُر َه َذا َق ْولِيْ أَقُ ْول
ال َعلِ ْي ُم ال َّس ِم ْي ُع ه َُو إِ َّن ُه ِتالَ َو َت ُه َو ِم ْن ُك ْم ِم ِّنيْ َو َت َق َّب َل.ُ َ َو َل ُك ْم لِيْ ْال َعظِ ْي َم
ُالرَّ ِح ْي ُم ْال َغفُ ْو ُر ه َُو إِ َّن ُه َفاسْ َت ْغفِر ُْوه،