Anda di halaman 1dari 8

Tugas Ringkasan Pengantar teologi

D
I
S
U
S
U
N
Oleh Nama :
Nim:
Grub:
HUBUNGAN ANTARBIDANG: KONTEKSTUALISASI

1. Kontekstualisasi.
Sesuda meninjau berbagai bidang kajian dalam ilmu teologi, maka
sekarang akan diperhatikan hubungan antarbidang tersebut. Sebab untuk
menjadi seorang teolog diperlukan pemahaman yang utuh mengenai
hubungan antarbidang tersebut, tidak cukup hanya dengan mendalami
bidang-bidang tersebut terlepas dari yang lain. Dalam uraian dibawa ini,
kita akan melihat bahwa teologi kontekstual hanya dapat berkembang
apabila seluruh bidang dipandang sebagai sesuatu yang saling
berhubungan.
2. Konteks dan kontekstualisasi.
Istilah “konteks” (context)” digunakan dengan arti yang berbeda-beda
yaitu:
a. Dalam hermeneutika, istilah “konteks” dapat mengacuh pada kalimat-
kalimat yang menyertai suatu bagian Alkitab sebelumnya dan
sesudahnya, kita dapat membedakan antara konteks dekat dan kontek
jauh. Misalnya konteks dekat adalah doa bapa kami (Mat. 6:9-13)
adalah ajaran Tuhan Yesus.
b. Masih dalam hermeneutika, “konteks” juga dapat dipakai dengan arti
kiasan, yaitu konteks historis. Konteks historis mengacu pada situasi
kondisi tertentu yang didalamnya suatu kitab disusun. Misalnya, surat-
surat Paulus kepada jemaat di korintus ditulis sekitar tahun 50 M dan
bermaksud menaggapi situasi di korintus.
c. “konteks” dengan aeri umum mengcuh pada seluruh situasi kondisi
dunia yang dihadapi manusia. Jadi, kontek sekarang ini mencakup
segala segi kehidupan disekitar dan didalam diri kita.
Berdasarkan arti ketiga muncul istilah “kontekstualisasi”. Dalam ilmu
teologi, kontekstualisasi berarti kegiatan atau proses penggabungan
amanat Alkitab dengan situasi kondisi kita. Indigenisasi
(indigenizotion, terbentuk dari indigenous, ‘asli’ pribumi) atau
pempribumian mengacuh pada usaha untuk menempatkan injil di
tengah-tengah suatu kebudayaan tradisional. Jadi, orientasinya
terutama tertuju pada pandangan hidup tradisional. Hal ini memang
juga diperhatikan dalam kontekstradisional, melainkan juga
perkembangan-perkembangan modern, seperti munculnya teknologi
modern. Sebab mau tidak mau kebudayaan-kebudayaan didunia ini
berkembang dibawah pengaruh kebudayaan-kebudayaan yang
lain(globalisasi).
Inkulturasi( tetbentuk dari kultur= kebudayaan) lebuh sering
digunakan oleh kalangan teolog katolik dalam arti sebagai usaha
menanam amanat Alkitab ke dalam kebudayaan tertentu. Memang
dalam kontekstualisasi mutlak diperlukan adanya kesadaran mengenai
kekayaan tradisi budaya, tetapi kontekstualisasi juga menekankan
pengaruh modernisasi serta hubungan-hubungan, antar budaya dalam
kerangka perjuangan demi mewujudkan keadilan dan damai sejahtera.
3. Pernyataan Theological Education Fund
Dalam bagian kedua abad ke-20, peran Theological Education
fund(TEF) di lingkungan gerakan oikumenis sangat menonjol. TEF
sangat penting bagi perkembangan ilmu teologi didunia ketiga. Pada
Tuhun 1972, dalam salah satu pernyataan, mereka menjelaskan istilah
“ kontekstualisasi”.

 Tekanan kuat terhadap pembaruan dalam pendidikan teologi


tampaknya dipusatkan pada suatu konsep sentral, yaitu
kontekstualisasi, yaitu kemampuan untuk menaggapi injil
sesungguhnya didalam kerangka situasi seseorang.
Kontekstualisasi bukanlah semata-mata mode atau semboyan
melainkan suatu kebutuhan teologis yang dituntut oleh sifat
firman yang telah menjadi daging didunia.

Prinsip 1. Kontekstualisasi mencakup segala sesuatu yang


tersirat dalam istilah pempribumian, namun lebih dalam
saripada itu. Kontekstualisasi berkaitan dengan penilaian kita
terhadap konteks-konteks dalam dunia ketiga.
Prinsip 2. Namun kita harus mebeda-bedakan dengan cermat
antara bentuk-bentuk kontekstualisasi yang autentik dan yang
palsu. Kontekstualisasi palsu menyerah kepada akomodasi
(penyesuaian) yang tidak kritis, suatu bentuk iman budaya.
Kontekstualisasi autentik selalu muncul dari suatu pertemuan
yang sungguh-sungguh antara firman Allah dan duni-Nya, dan
bergerak maju menuju tujuan untuk menantang dan menubah
situasi melalui keberakaran dan komitmen pada suatu saat
historis tertentu.
Prinsip 3. Karenya jelas jelas bahwa kontekstualisasi
mengakui sifat terus-menerus berubah dari setiap situasi
manusia dan kemungkinan akan terjadinya perubahan,
sehingga membuka jalan bagi masa depan.
Prinsip 4. Suatu program kontekstualisasi teologi bersifat
didunia ketiga akan mempunyai prioritas-prioritasnya sendiri,
mungkin ia harus mengungkapkan tekad untuk menentukan
diri dendiri dengan secara terbuka memilih “ teologi
perubahan” atau dengan mengakui arti-arti teologis yang
penting dan jelas dalam masalah seperti keadilan, pembebasan,
kuasa ekonomis, dialog dengan orang yang beriman dan
berideologi lain.
Prnsip 5. Namun kontekstualisasi tidak menyiratkan isolasi
bangsa-bangsa dan budaya-budaya sementara didalam masing-
masing situasi budaya. Sementara didalam masing-masing
situasi budaya yang berbeda-beda orang harus bergumul untuk
mendapatkan kembali identitas mereka dan menguasai sejarah
mereka sendiri, namun masih terdapat kesaling ketergantungan
konteks. Dengan demikian kontekstualisasi berarti bahwa
kemungkinan-kemungkinan pembaruan harus pertama-tama
dirasahkan pada tempatnya masing-masing dalam tiap situasi.
Penutup. Akhirnya, kontekstualisasi, yang menekankan
kepribadian menurut tempat dan situasinya masing-masing,
memperoleh kekuatan dasar-nya dari imjil yang dimaksudkan
bagi semua orang.
4. Alkitab Dan Konteks.
Proses memandang ilmu teologi dalam kesatuannya akan dilakukan
langkah demi langkah. Setiap langkah dijelaskan dengan satu bagan yang
ada pada gamba dalam hlm 155 tentang Alkitab dengan Konteks, telah
dijelaskan sebelumnya sebelumnya bahwa unsur utama dalam ilmu teologi
adalah hubungan timbal balik atau hubungan dialektis antara Alkitab dan
konteks. Hubungan itu digambarkan dalam bagan di atas ini. Dalam
konteks disiplin ilmu teologi, unsur Alkitab dipelajari dalam bidang
biblika.
Kini kita memperhatikan hubungan timbal balik antara bidang biblika dan
bidang umum(atau konteks) dengan lebih teliti.
Jadi, hubungan antara amanat Alkitab dan konteks kita tidak dapat
dimungkiri keberadaannya. Ini sejalan pula dengan pemahaman mengenai
pergumulan rangkap, yaitu pergumulan dengan firman Allah dan
pergumulan dengan masyarakat Indonesia dan dunia pada umumnya.
Hubungan antara Alkitab dan konsep disebut hubungan timbal balik
karena didalmnya berlangsung proses saling belajar, saling bertanya dan
saling menjawab.
Aspek pertama, Alkitab turut menentukan sikap kita dalam konteks dan
pandangan kita terhadap konteks. Kita mengharapkan bahwa dalam
konteks, pemerintahan Allah menjadi makin nyata. Jadi, Alkitab
memengaruhi konteks kita. Pembacaan Alkitab juga turut menentukan
pandangan kita terhadap konteks kita sendiri. Kenyataan ini memang
merupakan sesuatu yang objektif, berada diluar diri kita. Konteks selalu
merupakan konteks menurut pandangan dan penilaian kita. Jika kita
mendengarkan amanat Akitab sebagai berita pembebasan orang miskin,
pasti kita akan memperhatikan masalah orang miskin dalam dalam
konteks kita. Pandangan hidup orang miskin dalam banyak hal berbeda
dari pandangan hidup orang miskin, pasti kita akan memperhatikan
masalah orang miskin dalam konteks kita. Demikian pula ketika kita
mendengarkan berita Alkitab sebagai berita pengampuanan orang berdosa,
kita akan memandang hidup kita sendiri dalam masyarakat disekitar kita
dalam perpektif baru, yaitu perspektif kerajaan Allah. Disini Alkitab turut
menentukan pandangan dan sikap kita terhadap konteks.
Aspek kedua. konteks turut menentukan pemahaman kita tentang Alkitab.
Misalnya, masalah kingkungan hidup yang terancam oleh kegiatan
manusia belum dikenal pada zaman perjanjian lama dan perjanjian baru.
penelitian ini tidak terlepas dari pertanyaan sejauh mana peranan
perempuan dalam Alkitab menjadi tolak ukur. Bukan hanya dalam
memperhatikan pokok-pokok tertentu kita dipengaruhi oleh konteks. Cara
membaca Alkitab pun dipengaruhi oleh konteks atau kebudayaan kita.
Orang yang berminat pada sajak-sajak atau sastra puisi sangat tertolong
ketika ketika membaca Mazmur dan kidung agung. Dalam bagan 1,
hubungan timbal balik diterangkan dengan tanda panah yang menunjukan
pada proses yang terus-menerus terjadi. Dengan kata lain, kita bergumul
supayah kabar pembebasan dihayati dalam konteks kita, injil atau kabar
baik harus selalu menjadi tolak ukur bagi setiap program kontekstual.
Oleh karena itu, dalam kontekstualisasi kita mencegah agar amanat
Alkitab tidak dibelenggu dan ditaklukan oleh konteks.

5. Alkitab, Konteks Dan Historika.


Sebelumnya, dalam bab 4.1,c telah diuraikan bahwa dalam bidang
hoistorika kita mempelajari bagaimana pada masa lampau dengan
berbagai konteksnya, manusia menerima, menanggapi oleh amanat
Alkitab. Cara Alkitab dan konteks yang dihayati oleh orang-orang pada
zaman dulu turut memengaruhi pandangan dan sikap kita dizaman kini.
Gerakan timbal balik, yang didalamnya sistematika dan praktika muncul,
juga dalam bagan di hlm 160.
Dari konteks atau pengalaman atau pengalaman yang kemudian dikaitkan
dengan pembacaan Alkitab. Proses timbal balik tersebut dapat dimasuki
melalui masalah sistematika atau praktika. Ketika kita berteologi dengan
cara ini, kita akan mengalami bahwa firman Allah mempunyai segi
konfirmasih dan konfrontasi terhadap konteks, konfirmasih berarti unsur-
unsur pengalaman kita ditopang oleh firman Allah. Ketika berteologi
dengan gerakan timbal balik, melalui sistematiika dan praktika kita
berusaha mempertahankan kewibawaan firman Allah. Untuk menghindari
bahaya ini, prinsip dua diatas inii merumuskan kita harus membeda-
bedakan dengan cermat.
Konsep sumber daya manusia sampai saat ini sangat popular di Indonesia
konsep ini lebih menitikberatkan tinjauan terhadap manusia dari segi
tingkat pendidikan dalam hubungan dengan kehidupan ekonomi.
Memang tidak disangkali bahwa dalam proses berteologi terhadap
perhatian serius kepada bidang pendidikan dan ekonomi.
Pergumulan untuk membangun teologi kontekstual bukan sekedar
kegiatan intelektual, melainkan usaha eksistensial yang melibatkan
seluruh kehidupan kita didalamnya. Dengan demikian, sebagai tolok ukur
kontekstualisasi tidak cukup dibutuhkan suatu ortodoksi atau ajaran yang
benar. Dalam kata lain keterarahan dalam ajaran dan tindakan seperti yang
dinyatakan Yesus Kristus, pada kasih keadilan dan damai sejahtera
menjadi tolak ukur kontekstual. Kontekstualisasi tidak menyiratkan isolasi
bangsa-bangsa dan budaya-budaya.kontekstualisasi mau menyoroti
pertikulasi, tetapi pertikularitas ini tidak perna dilihat lepas dari
universitas.
Tujuan kontekstualisasi bukanlah supayah persaudaraan universal diantara
umat Kristen menjadi pecah terpisa-pisah, melainkan supayah ada
konvergensi satu sama lain saling menghargai kepribadian masing-
masing. Jadi hubungan oikumenis ini penting supayah tubuh kristus
jangan terpecah-pecah dan supayah keterpecahan yang sudah terjadi dapat
disembuhkan. Suatu contoh supayah lebih jelas, kami memberi contoh
nyata tentang hal-hal yang perlu dipelajari dalam teologi kontekstual.
 Dalam bidang umum perlu diteliti misalnya:
Pandangan tradisional dan modern mengenai penyakit-
penyembuhan.
 Sebab-sebab penyakit
 Metode penyembuhan tradisional atau modern
 Apakah ada penyakit tertentu yang banyak diderita dalam
lapisan masyarakat tertentu.
 Kebijakan pemerintah dalam bidang kesehatan umum.
 Bagaimana pengalaman pribadi dan keluarga dengan hal
penyakit.
 Dalam bidang biblika perlu diteliti misalnya:
 Kisah-kisah tentang penyakit dan penyembuhan dalam
Alkitab secara menyeluruh atau dalam kitab-kitab
tertentu.
 Mengapa orang jatuh sakit dan bagaimana mereka
dapat sembu?
 Bagaimana hubungan antara penyelamatan dan
penyembuha?
 Bagaimana peranan Roh Allah didalam.

Catatan mengenai rumpunilmu teologi persetia.

Berikut ini akan ditambahkan beberapa catatan tentang pembagian eumpun ilmu
teologi seperti yang disusun PESERTIA.

Dalam model PESERTIA, Biblika sangat ditekankan. Juga ditekankan sumpun II.
teologi agama-agama dan Teologi sosial apakah kedua mata kulia ini termasukteologi
atau tidak? Sekilas dalam pembagian dan penyusunan menurut PERSETIA dapat
timbul pemahaman seakan-akan historika dan sistematika dapat dipelajari terlepas
dari konteks.
6. Matakulia-matakulia?
Pembaca yang mengikuti uraian sampai disini pasti sudah mengerti bahwa
teologi kontekstual bukan merupakan pokok satu-dua matakulia. Teologi
kontekstual muncul dalam kerangka kerjah sama dengan segala mata kulia
ilmu teologi. Walaupun demikian diantara MKK dalam ilmu teologi
terdapat mata kulia teologi kontekstual. Dalam mata kulia ini dipelajari
prinsip-prinsip, meetode dan tolak ukur teologi kontekstual. Pada ahirnya,
dapat dikatakan betapa luas dan besar peranan teologi kontekstual dalam
kehidupan bergereja di Indonesia saat ini.

Anda mungkin juga menyukai