Anda di halaman 1dari 5

I GEDE KRISNAMAHAYANA

031168673
UT DENPASAR
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

Peningkatan Kinerja Birokrasi Dalam Rangka Pelayanan Publik Di Indonesia

I. Latar Belakang

Birokrasi sebagai lembaga pelayanan publik merupakan aplikasi dari kerja


pemerintah. Berhasil atau tidak pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahannya
tergantung bagaimana dengan kinerja lembaga birokrasinya. Sehingga banyak negara
mencoba mencarikan format terbaik bagaimana birokrasi ini bisa berjalan dengan efektif
dalam mencapai kesejahteraan rakyatnya. Sejak pertengahan tahun 1980-an di Eropa dan
Amerika terjadi perubahan manajemen sektor publik yang cukup drastis dari sistem
manajemen tradisional yang terkesan kaku, birokratis dan hirarkis menjadi model manajemen
sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan tersebut telah
mengubah peran pemerintah terutama dalam hal hubungan antara pemerintah dengan
masyarakat.

Birokrasi di Indonesia, baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah, sepanjang orde
baru tetap mendapat sorotan dan kritik yang tajam karena perilakunya yang tidak sesuai
dengan tugas yang diembannya sebagai pelayan masyarakat. Birokrasi mendapat pencitraan
negatif dari masyarakat. Birokrasi adalah lembaga yang berbelit-belit, lamban, menghalangi
kemajuan, prosedural dan mengenyampingkan substansi dan tidak efisien. Di zaman orde
baru birokrasi merupakan lembaga representasi dan juga unsur terpenting dari keberadaan
sistem politik otoriter yang dilestarikan oleh Soeharto selama ± 32 tahun. Birokrasi, baik sipil
maupun militer, menjadi instrumen terpenting dari format politik orde baru. Kondisi birokrasi
yang bertahan cukup lama di Indonesia, ini manyebabkan terjadinya penyalahgunaan
kekuasaan. Keberadaan birokrasi itu bukan banyak berperan melayani kepentingan
masyarakat tetapi justru untuk memperkuat dan melayani keputusan rezim.

Menyadari terjadi kebobrokan dalam birokrasi di Indonesia menjadi salah satu latar
belakang munculnya reformasi politik yang kemudian melahirkan kebijakan desentralisasi
kewenangan dari pusat ke daerah, birokrasi yang netral dan profesional, transparan dan
akuntabel serta terwujudnya birokrasi yang mampu merespon tuntutan masyarakat lokal.
Salah satu unsur reformasi total itu adalah tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada
daerah kabupaten dan kota. Tema sentral reformasi total yang dibicarakan adalah dalam
rangka mewujudkan masyarakat madani, terciptanya good governance, dan mengembangkan
model pembangunan yang berkeadilan. Selain itu reformasi juga diharapkan bisa
memunculkan sikap keterbukaan dan fleksibilitas sistem politik dan kelembagaan sosial,
sehingga mempermudah proses pengembangan dan modernisasi lingkungan legal dan
regulasi untuk pembaruan paradigma di berbagai bidang kehidupan.

Perubahan penting yang diharapkan masyarakat dalam paradigma baru pelaksanaan


otonomi daerah melalui UU No. 22/1999 Tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi
menjadi UU No. 32/2004 dan UU No. 25/1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat
Daerah adalah tumbuhnya sebuah birokrasi daerah yang mampu menjadi salah satu pilar
penunjang demokratisasi pada tingkat lokal. Momentum otonomi daerah saat ini hendaknya
dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemerintah daerah untuk mengoptimalkan
pembangunan daerahnya. Untuk itu pemerintah daerah harus melakukan perbaikan lembaga
(institutional reform), perbaikan sistem manajemen keuangan publik dan reformasi
manajemen publik. Oleh karena itu, untuk dapat membangun landasan perubahan yang kuat,
pemerintah perlu melakukan perenungan kembali (rethinking government) yang kemudian di
ikuti reinventing government untuk menciptakan pemerintahan baru yang lebih baik.
Sehingga diharapkan dengan adanya otonomi daerah ini, pemerintah akan bisa melaksanakan
jalan pemerintahan dengan baik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah masing-masing.
II. PEMBAHASAN
Besarnya pengaruh politik dan kekuasaan mengakibatkan birokrasi di Indonesia tidak
pernah tenang dan profesional dalam bekerja. Birokrasi dengan kultur yang dibangunnya,
cenderung lebih sibuk melayani penguasa dari pada menjalankan fungsi utamanya sebagai
pelayan masyarakat. Oleh karena itu, wajah birokrasi pemerintah di Indonesia dari dulu
hingga kini boleh dikatakan belum menunjukkan perubahan yang cukup berarti.
Dalam bidang pelayanan publik, upaya-upaya telah dilakukan dengan menetapkan
standar pelayanan publik, dengan harapan pelayanan yang cepat, tepat, murah dan transparan
dapat terwujud. Namun upaya tersebut belum banyak dinikmati masyarakat. Hal tersebut
terkait dengan pelaksanaan sistem dan prosedur pelayanan yang kurang efektif, berbelit-
belit, lamban, tidak merespon kepentingan pelanggan, dan lain-lain adalah sederetan atribut
negatif yang ditimpakan kepada birokrasi. Indikasi tersebut merupakan cerminan bahwa
kondisi birokrasi dewasa ini dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat masih belum
sesuai dengan harapan dan keinginan masyarakat.
Banyak sudah contoh yang ditemukan di kehidupan masyarakat itu sendiri tentang
fakta bahwa birokrasi masih belum bisa menjadi “pelayan public” yang ideal. Misalnya saja
dalam hal pembuatan KTP (kartu tanda penduduk) yang di beberapa daerah di indoenesia
masih saja sulit untuk mendapatkan pelayanan seputar pembuatannya mulai dari “pungutan
liar”, waktu yang lama untuk bisa mendapatkan KTP serta cara yang berbelit-belit yaitu harus
banyak pintu yang harus dilewati, selain KTP juga ada lagi yaitu seperti mendapatkan surat
keterangan tidak mampu untuk warga miskin serta banyak lagi. Ada kesan di pihak birokrasi
kalau mereka itu bukanlah yang harusnya melayani kepentingan rakyat akan tetapi mereka
adalah seorang pejabat tinggi Negara yang seharusnya rakyat itu tidak punya hak apa-apa atas
mereka. Banyak juga fenomena yang bisa ditemukan di kehidupan sehari-hari seputar
penyelewangan jabatan para birokrat misalnya saja kendaraan dinas yang berplat merah yaitu
seharusnya kendaran itu hanya bisa digunakan pada saat keperluan kantor dan bukan pribadi
seperti belanja di mall atau digunakan untuk tamasya keluarga bahkan mudik sekalipun.
Padahal itu bukan hak mereka untuk menggunakan kendaraan dinas atas nama kepentingan
pribadi. Selain itu juga, birokrasi di Indonesia ini sepertinya memang memiliki budaya yang
sulit diberantas seperti misalnya, banyak pegawai yang jika hari kerja tetapi diselingi oleh
libur panjang maka ia malas untuk masuk kerja atau bahkan jika atasannya tidak masuk kerja,
mereka jadi malas-malasan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. Karena mindset mereka
adalah mereka tidak mempunyai tanggung jawab apa-apa kepada rakyat akan tetapi tanggung
jawab terhadap atasan yang sangat besar karena mereka diangkat oleh atasan. Padahal benar-
benar pemikiran seperti itu salah.

III. KESIMPULAN

Dengan melihat apa yang menjadi kenyataan tentang bagaimana kurangnya pelayanan
public yang dilakukan oleh birokrasi, maka dapat disimpulkan bahwa untuk mengatasi
persoalan kemunduran tersebut, sebagai solusi strateginya perlu memperhatikan beberapa hal,
yakni: (1) merubah persepsi dan paradigma birokrasi mengenai konsep pelayanan; (2) adanya
kebijakan publik yang lebih mengutamakan kepentingan publik dan pelayanan publik
dibanding dengan kepentingan penguasa atau elit tertentu; (3) unsur pemerintah, privat dan
masyarakat harus merupakan all together yang sinergi; (4) adanya peraturan daerah yang
mampu menjelaskan mengenai standart minimal pelayanan publik dan sanksi yang diberikan
bagi yang melanggarnya; (5) adanya mekanisme pengawasan sosial yang jelas mengenai
pelayanan publik antara birokrat dan masyarakat yang dilayani; (6) adanya kepemimpinan
yang kuat (strong leadership) dalam melaksanakan komitmen pelayanan publik; (7) adanya
upaya pembaharuan dibidang sistem administrasi publik (administrative reform); (8) adanya
upaya untuk memberdayakan masyarakat (empowerment) secara terus menerus dan
demokratis, dst.

Reformasi birokrasi pada dasarnya merupakan upaya perubahan yang dilakukan


secara sadar, untuk memposisikan diri (birokrasi) kembali, dalam rangka menyesuaikan diri
dengan dinamika lingkungan yang dinamis. Upaya tersebut, dikakukan untuk melaksanakan
peran dan fungsi secara tepat dan konsisten, guna menghasilkan manfaat sebagaimana
diamanatkan konstitusi. Kesadaran diri untuk melakukan upaya perubahan ke arah yang lebih
baik, merupakan cerminan dari sebuah kebutuhan. Kebutuhan tersebut, bertitik tolak dari
fakta adanya peran birokrasi saat ini yang masih jauh dari harapan. Realitas ini,
sesungguhnya juga menunjukkan kesadaran bahwa terdapat kesenjangan antara apa
sebenarnya diharapkan dengan fakta aktual mengenai peran birokrasi dewasa ini.
Reformasi birokrasi memerlukan proses, tahapan waktu, kesinambungan dan ketertiban
sebagai kesatuan komponen yang saling terkait dan berinteraksi dengan tujuan untuk
mewujudkan tujuan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi bertujuan untuk mewujudkan
aparatur negara yang amanah dan mampu mendukung pembangunan nasional serta menjawab
kebutuhan dinamika bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Anda mungkin juga menyukai