031168673
UT DENPASAR
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
I. Latar Belakang
Birokrasi di Indonesia, baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah, sepanjang orde
baru tetap mendapat sorotan dan kritik yang tajam karena perilakunya yang tidak sesuai
dengan tugas yang diembannya sebagai pelayan masyarakat. Birokrasi mendapat pencitraan
negatif dari masyarakat. Birokrasi adalah lembaga yang berbelit-belit, lamban, menghalangi
kemajuan, prosedural dan mengenyampingkan substansi dan tidak efisien. Di zaman orde
baru birokrasi merupakan lembaga representasi dan juga unsur terpenting dari keberadaan
sistem politik otoriter yang dilestarikan oleh Soeharto selama ± 32 tahun. Birokrasi, baik sipil
maupun militer, menjadi instrumen terpenting dari format politik orde baru. Kondisi birokrasi
yang bertahan cukup lama di Indonesia, ini manyebabkan terjadinya penyalahgunaan
kekuasaan. Keberadaan birokrasi itu bukan banyak berperan melayani kepentingan
masyarakat tetapi justru untuk memperkuat dan melayani keputusan rezim.
Menyadari terjadi kebobrokan dalam birokrasi di Indonesia menjadi salah satu latar
belakang munculnya reformasi politik yang kemudian melahirkan kebijakan desentralisasi
kewenangan dari pusat ke daerah, birokrasi yang netral dan profesional, transparan dan
akuntabel serta terwujudnya birokrasi yang mampu merespon tuntutan masyarakat lokal.
Salah satu unsur reformasi total itu adalah tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada
daerah kabupaten dan kota. Tema sentral reformasi total yang dibicarakan adalah dalam
rangka mewujudkan masyarakat madani, terciptanya good governance, dan mengembangkan
model pembangunan yang berkeadilan. Selain itu reformasi juga diharapkan bisa
memunculkan sikap keterbukaan dan fleksibilitas sistem politik dan kelembagaan sosial,
sehingga mempermudah proses pengembangan dan modernisasi lingkungan legal dan
regulasi untuk pembaruan paradigma di berbagai bidang kehidupan.
III. KESIMPULAN
Dengan melihat apa yang menjadi kenyataan tentang bagaimana kurangnya pelayanan
public yang dilakukan oleh birokrasi, maka dapat disimpulkan bahwa untuk mengatasi
persoalan kemunduran tersebut, sebagai solusi strateginya perlu memperhatikan beberapa hal,
yakni: (1) merubah persepsi dan paradigma birokrasi mengenai konsep pelayanan; (2) adanya
kebijakan publik yang lebih mengutamakan kepentingan publik dan pelayanan publik
dibanding dengan kepentingan penguasa atau elit tertentu; (3) unsur pemerintah, privat dan
masyarakat harus merupakan all together yang sinergi; (4) adanya peraturan daerah yang
mampu menjelaskan mengenai standart minimal pelayanan publik dan sanksi yang diberikan
bagi yang melanggarnya; (5) adanya mekanisme pengawasan sosial yang jelas mengenai
pelayanan publik antara birokrat dan masyarakat yang dilayani; (6) adanya kepemimpinan
yang kuat (strong leadership) dalam melaksanakan komitmen pelayanan publik; (7) adanya
upaya pembaharuan dibidang sistem administrasi publik (administrative reform); (8) adanya
upaya untuk memberdayakan masyarakat (empowerment) secara terus menerus dan
demokratis, dst.