Anda di halaman 1dari 8

UNISIA, Vol. XXXI No.

69 September 2008

Birokrasi Indonesia: Perspektif Teoritik


dan Pengalaman Empirik
Suwarno
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
E-mail: suwarn_ump@yahoo.com

In the era of reformation, leading to the establishment of a democratic civil society, it is


necessary to reduce the role and power of bureaucracy that was previously predominant.
The bureaucracy should be politically kept neutral, and strictly supervised by society alone,
through for examples non governmental organizations, press, and their representatives
elected through general election which is trustworthy and fair. Their lack of performance
and their high pathology of corruption, collusion and nepotism should also be upgraded in
order to be in conformity with a political life of Indonesia which is more democratic, open,
and transparent, in line with the spirit of reformation.
Keywords: reformation, bureaucracy, reduce, upgraded
Pendahuluan daerah sejak bulan Januari 2001 dengan
diterapkannya UU No. 22/1999 mengenai
E ra reformasi yang dimulai pada bulan
Mei 1998 membuat birokrasi menjadi
lebih menarik untuk dibicarakan. Hal ini
pemerintah daerah dan UU No. 23/1999
tentang perimbangan keuangan pusat-daerah,
birokrasi mutlak perlu dilakukan pembenahan.
lantaran reformasi menuntut kehidupan
politik yang terbuka, transparan, dan Tulisan ini ingin mengelaborasi
diterapkannya nilai-nilai pokok demokrasi persoalan di atas. Tetapi sebelumnya akan
seperti penghargaan terhadap hak asasi dikaji mengenai birokrasi dari perspektif
manusia (HAM), kebebasan, persamaan, teoritik agar permasalahan menjadi lebih
keadilan, dan pertanggungjawaban. jelas. Selain itu, pengalaman empirik
Sementara itu, birokrasi selama ini birokrasi di Indonesia secara historis juga
diindikasikan sebagai penghalang bagi akan memperkaya pemahaman tentang
tegaknya demokrasi karena lebih menjadi birokrasi, sekaligus menjadi patokan dalam
alat kekuasaan rezim daripada melayani membenahi birokrasi agar relevan dengan
rakyat secara memuaskan. Dengan era reformasi yang menuntut kehidupan
demikian, dapat dikatakan menjadi dilema politik yang lebill demokratis.
bagi demokrasi.
Kajian Pustaka
Persoalan mendasar birokrasi di Indone-
sia pada era reformasi sekarang ini ialah
bagaimana membenahi birokrasi agar 1. Arti, Fungsi, data Sumber Daya
responsif, selaras, dan seirama dengan nilai- Politik Birokrasi
nilai pokok demokrasi yang kini telah menjadi Istilah birokrasi diadopsi secara
wacana dan tuntutan publik. Apalagi langsung dari bahasa Inggris, dari kata bu-
dihadapkan pada pemberlakuan otonomi

254
Birokrasi Indonesia Perspektif Teoritik dan...; Suwarno

reaucracy. Secara etimologis, kata itu hirarkhis dengan batas-batas tanggung


berasal dari akar kata bureau yang berarti jawab yang juga jelas, (3) hubungan antar
meja tulis, yaitu tempat pejabat biasanya anggota yang bersifat impersonal, (4) cara
bekerja, ditambah kata cracy, yang pengangkatan atau rekruitmen pagawai
bermakna aturan (nde). Tidak heran bila yang didasarkan pada kecakapan teknis,
dalam kamus bahasa Eropa abad ke-18 dan dan (5) adanya pemisahan antara urusan
ke-19, istilah birokrasi diartikan sebagai dinas dengan urusan pribadi yang akan
kekuasaan, pengaruh, atau wewenang yang menjamin pelaksanaan tugas secara efisien
dimiliki oleh para pejabat pemerintahan (Tjokrowinoto, 1995; Wright, 1992).
(Albrow, 1996). Mengenai fungsi birokrasi, ada tip
Dewasa ini birokrasi kerap diartikan kategori birokrasi yang melaksanakan fungsi
sebagai lembaga atau institusi yang berbeda. Pertama, birokrasi pemerintah
melaksanakan fungsi-fungsi, dan tanggung umum, yakni institusi pemerintahan yang
jawab negara. Dengan kata lain, birokrasi menjalankan tugas-tugas pemerintahan
merupakan kamar mesin (the engine-room) umum, termasuk tugas untuk memulihkan
nya negara (Wright, ed., 1992). Birokrasi keamanan dan ketertiban dari tingkat pusat
juga sering diartikan sebagai organisasi para sampai ke daerah. Di sini birokrasi
pejabat yang tersusun secara hirarkis dan melaksanakan fungsi yang bersifat
diangkat untuk melaksanakan tujuan-tujuan mengatur (regulative function). Kedua,
publik tertentu (Halevi, 1983). birokrasi pembangunan, ialah institusi
Berbagai variasi anti birokrasi yang pemerintahan yang menyelenggarakan
berkembang saat ini, sekurang-kurangnya salah satu bidang khusus dalam rangka
-mengutip Albrow (1996)- dapat dirangkum mencapai tujuan pembangunan, misalnya
menjadi tujuh pengertian, yaitu: (1) birokrasi pendidikan, kesehatan, pertanian, industri,
sebagai organisasi yang rasional, (2) dan lain-lain. Dalam hal ini birokrasi
birokrasi sebagai lisensi organisasional, (3) menjalankan fungsi pembangunan (develop-
birokrasi sebagai kekuasaan yang ment function), atau fungsi adaptasi
dijalankan oleh para pejabat, (4) birokrasi (adaptation,function). Ketiga, birokrasi
sebagai administrasi negara atau publik, (5) pelayanan, yaitu unit-unit institusi yang
birokrasi sebagai administrasi yang berhubungan secara langsung dengan
dijalankan oleh para pejabat, (6) birokrasi masyarakat, dengan memberikan jasa atau
sebagai bentuk organisasi yang memiliki pelayanan. Termasuk dalam kategori
ciri-ciri dan kualitas tertentu, dan (7) birokrasi pelayanan, ialah sekolah-sekolah
birokrasi sebagai salah satu ciri masyarakat (dari tingkat SD hingga SMU), rumah sakit,
modern. kantor koperasi, bank rakyat, jawatan
sosial, transmigrasi, dan lain sebagainya.
Citra birokrasi yang ideal biasanya
Fungsi utama birokrasi kategori ketiga ini
mengacu pada pemikiran Max Weber,
adalah fungsi pelayanan (service Action)
sosiolog Jerman, dari para pendukungnya
(Abdullah dalam Millah Din Syamsuddin,
yang disebut sebagai Birokrasi Weberian
peny., 1991).
(Weberian Bureaucracy). Birokrasi Weberian
memiliki ciri utama, yaitu: (1) adanya derajat Dalam pada itu, sumber daya politik
spesialisasi atau pembagian tugas yang atau kekuasaan yang dimiliki oleh birokrasi
jelas, (2) adanya struktur kewenangan mencakup empat aspek yaitu: (1) aspek
legal, (2) aspek material, (3) aspek strategis-

255
UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008

operasional, dan (4) aspek tindakan politik. kapitalisme dan demokrasi di lain pihak. Hal
Aspek legal adalah berupa kontrol birokrasi ini karena birokrasi, secara ekonomis,
atas implementasi kebijakan-kebijakan dianggap tidak sesuai dengan kapitalisme.
yang dibuat oleh para politisi. Aspek mate- Sementara itu secara politis, birokrasi
rial, terutama berupa akses birokrasi kepada sebagai pemerintah arif kekuasaan oleh para
penggunaan anggaran belanja negara (na- pejabat yang diangkat dipandang berada
tional budget), peralatan seperti komputer, dalam posisi berlawanan dengan demokrasi
data, dan sumber daya manusia (SDM) yang sebagai pemerintahan, kekuasaan oleh
handal. Aspek strategis-operasional ialah rakyat melalui wakil-wakil mereka yang
keunggulan birokrasi dalam hal keahlian, dipilih. Di sini birokrasi diposisikan sebagai
pengetahuan, spesialisasi, dan kontrol merintangi laju pertumbuhan, kapitalisme
informasi, serta keputusan. Sedangkan maupun demokrasi yang saling mendukung
aspek tindakan politik adalah kemampuan satu sama lain. Hak-hak politik dan
birokrasi dalam memanfaatkan semua kebebasan yang melekat (inherent) dalam
sumber daya yang dimilikinya untuk demokrasi diyakini berasal dari kebebasan
melaksanakan kebijakan-kebijakan secara ekonomi (kapitalisme). Sebaliknya,
efisien ataupun untuk mengejar tujuan-- demokrasi hanya bisa tegak karena ditopang
tujuan mereka sendiri (Hill, ed.,1992). oleh kapitalisme, yang keduanya dihalangi
Birokrasi mampu membangun jaringan oleh birokrasi (Smith, 1988).
kekuasaan yang lebih besar dan luas Hubungan antara kapitalisme dengan
daripada yang dibuat oleh kekuatan non- demokrasi yang berjalin berkelindan
birokrasi, misalnya politisi, karena birokrasi memang dapat diamati dari sejarah lahirnya
mempunyai sumber daya politik atau kapitalisme di Eropa Barat. Kapitalisme
kekuasaan yang relatif lebih besar dibanding yang bertumpu pada sistem ekonomi pasar
kekuatan non-birokrasi. Kenyataan yang bukan hanya memerlukan inovasi yang
semacam ini adalah akibat dari ketidak- ekonomis dalam proses pasar, melainkan
mampuan politik kekuatan non-birokrasi juga memerlukan perubahan hukum dan
dalam melakukan kontrol dan pengawasan politik yang menyeluruh. Perubahan hukum
terhadap birokrasi (Smith, 1988). Oleh karena dan politik yang menyeluruh itu hanya terjadi
itu, tidak mengherankan apabila di banyak apabila demokrasi ditegakkan, yakni
negara berkembang atau Dunia Ketiga, kemerdekaan dan kebebasan perseorangan
terutama yang dikuasai oleh rezim otoritarian (individual) sebagai prasyarat bagi lancarnya
seperti halnya Indonesia di bawah Orde sistem ekonomi pasar (Heilbroner, 1982).
Baru, birokrasi memiliki peran yang sangat Momentum historisnya, antara lain:
menentukan dalam kehidupan politik, digulingkannya kekuasaan feodal monarkhi-
khususnya dalam hal pengambilan absolut di Perancis dalam revolusi talum
keputusan (decision making). 1789, dan naiknya kekuasaan parlemen
serta revolusi industri di Inggris pada abad
2. Birokrasi, Kapitalisme, dan ke-18.
Demokrasi Birokrasi merupakan dilema bagi
Mengacu pada teori liberal tentang demokrasi karena hubungan di antara
negara, birokrasi di satu pihak berada pada keduanya bersifat paradoks dan kontradiktif.
posisi yang bertentangan dengan Di satu pihak, kekuasaan birokrasi dapat
menjadi ancaman bagi demokrasi. Di lain

256
Birokrasi Indonesia Perspektif Teoritik dan...; Suwarno

pihak, demokrasi modern tidak akan dapat 3. Pengalaman Empirik Birokrasi


eksis tanpa birokrasi yang independen dan di Indonesia
efisien. Ancaman birokrasi terhadap
demokrasi dapat ditinjau dari tiga alasan. Hampir di semua negara berkembang
Pertama, birokrasi dapat menjadi alat untuk atau Dunia Ketiga dapat disaksikan
memperkuat dominasi negara yang lebih munculnya peran dan kekuasaan birokrasi
besar. Dalam beberapa kasus, birokrasi yang semakin besar. Ini ditandai oleh
bahkan kerap tampil menjadi alat represi kekuasaan politik dan birokrasi yang
kekuasaan negara. Kedua, birokrasi terpusat pada sekelompok elit dan bersifat
berpotensi melanggar otonomi, kebebasan, sentralistik. Kekuasaan birokrasi yang kuat
dan privasi individual sebagai kekebalan dan besar di banyak negara berkembang
yang merupakan esensi demokrasi. Ketiga, pada satu sisi merupakan warisan kolonial,
birokrasi berpotensi untuk mengontrol para sementara pada lain sisi merupakan produk
politisi yang dipilih oleh rakyat dan dari budaya feodal, terutama sistem
mengambil alih bidang yang seharusnya hubungan patronage (patron-klien) dan privi-
ditangani oleh politisi (Halevy, 1983). lege (hak-hak istimewa pada kelompok
tertentu) (Wright, 1992).
Bergulirnya arus globalisasi di dunia
sejak akhir tahun 1980 an dan awal 1990- Birokrasi di Indonesia, secara empirik
an membawa serta nilai-nilai demokrasi dan .
juga mengikuti kecenderungan di atas.
kecenderungan diterapkannya pasar bebas Ditinjau dari perspektif historis, birokrasi di
(free - market) atau dalam bates tertentu Indonesia sudah terbentuk sejak masa
kapitalisme. Demokrasi dan kapitalisme kolonialisme Belanda. Bahkan jika ditelusuri
kemudian berkembang serta telah berubah lebih jauh barangkali telah ada pada masa
menjadi tuntutan dan gejala universal untuk kerajaan Majapahit ataupun kerajaan
diterapkan oleh semua negara, tidak hanya Mataram Islam. Namun birokrasi di Indone-
negara-negara maju tetapi jugs negara- sia dalam pengertian modern sekarang
negara berkembang. Bahkan di negara memang sengaja diciptakan oleh
komunis seperti Republik rakyat Cina (RRC) pemerintah kolonial Belanda sejak abad ke-
dan mantan komunis seperti Rusia dan 19 M untuk menjadi alat kekuasaan dan
negara-negara di kawasan Eropa Timur, represi pemerintah kolonial. Ketika itu
telah mengadopsi, dalam batas-batas birokrasi disebut dengan istilah “pangreh
tertentu, kapitalisme dan demokrasi. praja atau pamong praja”. Rupanya
pemerintah kolonial Belanda menyadari
Berkenaan dengan itu, kekuasaan bahwa hubungan kekuasaan antara rakyat
birokrasi yang terlalu kuat mencengkeram dengan penguasa pribumi (raja atau bupati)
negara amat pantas dan mutlak perlu bersifat patron-klien (patronage). Rakyat
dikurangi untuk merespons kapitalisme dan mematuhi Para pembesar mereka yang
demokrasi. Pengurangan kekuasaan dipandang dan dihormati karena dipercaya
birokrasi itu pada umuntnya dilakukan memiliki hak ketuhanan, yakni hak yang
melalui kebijakan-kebijakan yang berasal dari Tuhan untuk mengurus
membatasi birokrasi, atau debirokratisasi. rakyatnya. Pangreh praja atau pamong praja
Di sinilah pentingnya proses demokratisasi yang dibentuk oleh kekuasaan kolonial
sebagai altematif bagi birokrasi yang Belanda terdiri atas para bupati dan jabatan-
kelewat batas (Smith, 1988). jabatan di bawahnya seperti wedana dan

257
UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008

asisten wedana serta bawahan-bawahan terpuruk saat itu. Kondisi ini hanya dapat
mereka. Para pejabat tersebut mempunyai dicapai jika birokrasi dijadikan sebagai
beberapa privilege (hak istimewa) tertentu struktur hirarkis tunggal yang komandonya
yang tidak dimiliki oleh rakyat kebanyakan tersentralisasi di bawah arahan politik rezim.
(Koesoemahatmadja, 1978). Struktur birokrasi yang tersentralisasi
Setelah Indonesia merdeka, peran dan dianggap sebagai prasyarat bagi stabilitas
kekuasaan birokrasi belum begitu menonjol politik nasional dan kelangsungan proses
hingga lahirnya pemerintahan rezim Orde pembangunan. Di dalam birokrasi kemudian
Baru. Hal ini karena pada masa Revolusi diterapkan monoloyalitas politik hanya
Fisik (1945-1949), energi pemerintah dan kepada rezim Orde baru) sebagai reaksi atas
rakyat habis digunakan untuk memper- pengalaman periode sebelumnya, di mana
tahankan kemerdekaan yang diproklamasi- birokrasi mengalami polarisasi secara
kan pada 17 Agustus 1945 dari rongrongan sosiologis dan politis (Legowo, t.t.).
Belanda yang ingin menjajah kembali Indo- Perkembangan birokrasi yang semakin
nesia. kuat dan mencengkeram negara dalam
Selama masa Demokrasi Liberal (1950- dekade pertama rezim Orde Baru ditempuh
1958), kekuasaan dan pengaruh birokrasi melalui tiga cara. Pertama, depolitisasi
belum begitu besar karena panggung masyarakat, antara lain lewat jalur KORPRI
kekuasaan politik didominasi oleh partai- di mana pegawai negeri wajib menjadi
partai yang berbeda aliran ideologi politiknya anggotanya. Kedua, stabilisasi keadaan.
dan kerap timbul persaingan serta konflik di Instrumen yang dipakai, misalnya melalui
antara partai-partai tersebut. Selain itu, juga pengangkatan perwira-perwira tinggi ABRI
karena banyaknya pergolakan daerah di kini TNI pada jabatan-jabatan birokrasi yang
mana-mana seperti Gerakan DI/TII di Jawa strategis, termasuk menteri dan eselon I
Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan; serta pada setiap departemen pemerintah.
PRRI di Sumatera Barat, dan Permesta di Ketiga, legitimasi kekuasaan, yaitu
Sulawesi Utara. menjadikan GOLKAR sebagai organisasi
politik (orpol) yang berfungsi sebagai alat
Demikian pula pada masa Demokrasi
untuk memobilisasi dukungan pada rezim
Terpimpin (1959-1965). birokrasi relatif
(Legowo, t.t.).
kurang berkembang peran dan kekuasa-
annya karena terlalu besarnya kekuasaan Hingga akhir tahun 1980an, birokrasi
pribadi Presiden Soekarno. Di samping itu, berperan sangat efektif dalam menjalankan
juga karena adanya persaingan berebut program-program administrasi dan ekonomi
pengaruh dan kekuasaan antara PKI dan TNI pemerintah. Dapat disebut contohnya
AD dalam mendekati Soekarno. sebagai berikut. Dalam sejumlah problem
sosial dan ekonomi, birokrasi mampu
Birokrasi selama masa Orde Baru
merespons terhadap kegagalan pasar,
(1966-1998) menunjukkan perkembangan
mengantarkan program KB, mempro-
dalam peran dan kekuasaan yang semakin
mosikan teknik-teknik baru di bidang
besar. Sejak awal tampaknya kepemim-
pertanian serta peningkatan varietas hasil
pinan rezim Orde Baru di bawah Jendral
panen. Di bidang politik, birokrasi tampil
Soeharto meyakini, bahwa birokrasi dapat
sukses menjadi mesin politik dalam
menjadi mesin yang efektif bagi
memobilisasi dukungan kepada rezim.
pertumbuhan ekonomi negara yang sedang
Pendeknya, birokrasi telah menjadi

258
Birokrasi Indonesia Perspektif Teoritik dan...; Suwarno

instrumen yang efektif bagi pemerintah Hal ini karena birokrasi Indonesia tidak
rezim Orde baru dalam mengakselerasi mampu dikontrol oleh politisi, dan justeru
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu politisi
kesejahteraan sosial, dan mempertahankan yang dikontrol oleh birokrasi.
stabilitas politik nasional (Legowo, t.t.). Dominasi birokrasi pada hampir seluruh
Akan tetapi sejak awal tahun 1990an, arena percaturan politik sepanjang Orde
birokrasi yang tadinya efektif berubah Baru, terutama pada politisi, mengilhami
menjadi kurang efektif Hal ini barangkali para Indonesianis (pakar asing yang ahli
karena pola kekuasaan birokrasi yang lebih Indonesia) dan ilmuwan Indonesia sendiri
dominan dari otoritarian dalam jangka waktu untuk membuat model kepolitikan Indone-
yang lama, justru akan menimbulkan sia dengan fokus pada birokrasi. Sebagai
resistensi dari masyarakat. Akibatnya akan contoh, model Bureaucratic Polity
mempersulit program-program pem- (Masyarakat Politik Birokratik) yang dibuat
bangunan yang sebelumnya selalu dimotori oleh Karl D. Jackson (1978), dan model
oleh birokrasi (Pratikno, 1998). Bureaucratic Authoritarianism (Otori-
Paling tidak ada dua alasan mengapa tarianisme Birokratik) yang diajukan oleh
birokrasi rezin Orde baru pada dekade Dwigh Y. King (1982). Sementara itu, Arief
1990an tidak algi efektif. Pertama, peluang Budiman (1991) menyebut birokrasi Indone-
pare birokrat yang sangat tinggi bagi sia bermodel Birokratik Rente.
terjadinya penyalahgunaan wewenang, Model Bureaucratic Polity memusatkan
terutama korupsi, kolusi dan nepotisme perhatian pada pengambilan keputusan politik
(KKN). Kedua, berkembangnya budaya di harus didukung oleh minimal adanya
kalangan para birokrat yang hanya mau konsensus di kalangan elit militer dan
menang sendiri dan tidak menghargai pihak birokrasi. Model Bureaucratic Authoritarianism
lain (Pratikno, 1998). menekankan pada pembuatan keputusan oleh
Sebenamya birokrasi di Indonesia rezim secara efektif, efisien, tidak bertele-tele,
selama Orde Baru secara teoritis dapat dan tidak memungkinkan adanya proses
dikategorikan sebagai Birokrasi Weberian. tawar-menawar yang lama. Dalam pada itu,
Indikatornya antara lain terlihat pada struktur model Birokratik Rente mensinyalir bahwa
organisasi yang hirarkis dengan mekanisme birokrasi cenderung dimanfaatkan oleh para
yang terpusat atau sentralistik. Kemudian birokrat bagi keuntungan ekonomi dan politik
sistem karir yang bergantung pada prestasi, mereka sendiri.
dedikasi, dan loyalitas individu birokrat.
Namun dalam praktiknya, karena birokrasi Pembahasan
digunakan sebagai mesin politik untuk Penulis melihat ada dua aspek pokok
memobilisasi dukungan kepada rezim Orde birokrasi yang perlu dibenahi pada era
Baru, maka birokrasi tidak pernah netral dan reformasi agar selaras dengan proses
justru memperalat atau diperalat (?) secara demokratisasi yang ditengarai sedang
politis oleh Golkar. Dengan demikian, berlangsung, dan terlebih kini telah
birokrasi di Indonesia selama Orde Baru memasuki masa pemberlakuan UU otonomi
agak jauh dari ideal Birokrasi Weberian. daerah. Dua aspek tersebut adalah : (I)
Mengutip Pratikno (1999: 2), birokrasi kinerja birokrasi, dan (2) patologi birokrasi.
Indoesia selama Orde Baru dapat disebut Kinerja birokrasi Indonesia selama masa
sebagai birokrasi “Weberian Setengah Hati’.

259
UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008

Orde Baru boleh dikatakan kurang baik dan dari pemerintah (partai) yang sedang
optimal, sehingga berdampak pada berkuasa, sehingga setiap kali ada pergantian
timbulnya patologi birokrasi, terutama Presiden AS akan disusul oleh pergantian
penyalahgunaan wewenang berupa tingginya elit birokrasi.
angka korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) Kedua, memperbaiki mentalitas para
Untuk memperbaiki kinerja birokrasi birokrat Indonesia yang citranya terlanjur
sekaligus mengurangi patologi birokrasi dapat buruk dan dituding sebagai salah satu faktor
ditempuh beberapa langkah sebagai berikut. yang menyebabkan kinerja birokrasi Indo-
Pertama, memperjelas model birokrasi In- nesia jelek serta terjadinya patologi birokrasi
donesia melalui perangkat hukum (misal: (KKN) Perbaikan mentalitas birokrat
Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah). diarahkan agar mereka memilih etos kerja
Maksudnya, apakah birokrasi Indonesia yang mengutamakan kerja keras,
akan mengacu pada model Eropa yang menghargai waktu, hemat, dan berdisiplin
disebut Merit System, ataukah model tinggi (Tjokrowinoto, 1995). Akan tetapi, hal
Amerika Serikat (AS) yang dinamakan Spoil ini harus dibarengi dengan pemberian
System. Model Eropa (Merit System) -yang kesejahteraan yang semakin baik kepada
mendasarkan pada ideal Birokrasi Weberian- jajaran birokrasi.
menekankan netralitas birokrasi, sehingga Ketiga, meningkatkan kualitas kontrol
birokrasi berada pada posisi yang netral kepada birokrasi. Selama ini birokrasi Indo-
dengan siapapun (politisi) partai yang sedang nesia relatif kurang mendapat kontrol dari
berkuasa. Di sini birokrasi mempersyaratkan masyarakat, atau melalui mekanisme
pendidikan formal, pengalaman kerja, dan kontrol masyarakat kepada birokrasi tidak
berorientasi pada karier dengan actian berjalan optimal, meskipun ada WASKAT
kepada prestasi, dedikasi, dan loyalitas (Pengawasan melekat).
kepada negara. Sebaliknya model AS (Spoil
Mekanisme terhadap birokrasi, sebagai
System) memahami birokrasi sebagai bagian
contoh, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

FORMAL. INFORMAL
Arahan politik oleh para mentri Eksternal
Staf penasihat mentri - Media massa
Penelitian cermat oleh legislatif Opini publik
Penelitian cermat oleh lembaga - Kelompok-kelompok kepentingan
pengadilan Internal
Ombusemen - Standar-standar profesional
Keterlibatan warga negara - Reaksi-reaksi antisipatif
(bilamana perlu secara legal) Kelompok penekan sebaya
Kesadaran

Sumber: Wright, Vincent (ed.). 1992. Comparative Government and politics An Introduction.
London: The Macmillan Press Ltd., hlm. 354.

260
Birokrasi Indonesia Perspektif Teoritik dan...; Suwarno

Keempat, memperbaiki hubungan antara Albrow, Martin, 1996, Birokrasi, tcrjcmahan


pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. M. Rusli Karim dan Totok Daryanto,
Perbaikan hubungan pusat-daerah itu meliputi Yogyakarta:Tiara Wacana.
pemberian otonomi yang luas kepada daerah
(terutama pada tingkat kabupaten-kotamadya), Halevy, Eva Etzioni, 1983, Bureaucracy and
perimbangan pembagian keuangan pusat- Democracy A Political Dilemma,
daerah yang adil, dan diberlakukannya UU No London:Routledge Kegan Paul.
22/1999 tentang pemerintah daerah dan UU
No 23/1999 tentang perimbangan keuangan Heilbroner, Robert L., 1982, Terbentublya
pusat-daerah sejak 1 Januari 2001 ini, penulis Masyarakat Ekoriorni, terjemahan
kira akan dapat memperbaiki hubungan pusat- Sutan Dianjung, Jakarta:Ghalia Indo-
daerah yang selama Orde Baru kurang nesia.
seimbang. Dalam hal ini, yang diperlukan
adalah komitmen pemerintah pusat untuk Hill, Larry B. (ed)., 1992, The State of Pub-
melaksanakan kedua UU yang mengatur lic Bureaucracy, New York:M. E.
otonomi daerah tersebut secara serius dan Sharpe Inc.
tidak setengah-setengah.
Koesoemohatmadja, Djenal Hoesen, 1978,
Penutup Perkembangan Fungsi dan Struktur
Pamong Praja Ditinjau dari Segi
Dalam era refonnasi yang mengarah Sejarah, Bandung:Alumni.
pada pembentukan ‘Masyarakat Madani?’
yang demokratis, birokrasi yang pada era Legowo, T. A., t.t., “The Bureaucracy and
sebelunmya terlalu dominan mutlak perlu Reform”, dalam Baker, Richard W.
untuk dikurangi peran dan kekuasaannya. (ed.), Indonesia The Challenge of
Birokrasi harus dijaga netralitas politiknya Change,Netherland: KITLV.
dan diawasi secara ketat oleh masyarakat
sendiri (misal, lewat LSM) atau melalui pers, Pratikno, 1998, “Urgensi Reformasi Basis
wakilnya yang dipilih lewat pemilu yang jurdil Kekuasaan Birokrasi di Indonesia”,
(politisi yang berada di DPR). Sementara dalam Arm’ Kebijakan dan
itu, kinerja. birokrasi yang sebelumnya Administrasi Publik No. 1, Vol. 2,
kurang dengan patologi birokrasi yang tinggi
(KKN) juga mutlak perlu dibenahi agar Smith, B. C., 1988, Bureaucracy and Political
selaras dengan kehidupan politik Indonesia Power, Wheatsheaf Books, Sussex.
yang semakin demokratis, terbuka, dan
transparan mengikuti semangat reformasi.l Tjokrowinoto, Moeljarto, 1995, Pollak-
Pembangunan Sebuak Analisas,
Daftar Pustaka Arah, dan Strategi,Yogyakarta: Tiara
wacana.
Abdullah, Syukri, 1991, “Budaya Birokrasi
di Indonesia”, dalam Allan dan
Wright, Vincent (ed.)., 1992, Comparative Gov-
Syamsuddin, Nazaruddin (paw.),
ernment and Politics An Introduction,
Profil Budaya Politik Indonesia,
London:The Macmillan Press Ltd.
Jakarta:Pustaka Utama Grafiti.

rrr

261

Anda mungkin juga menyukai