Anda di halaman 1dari 13

TUGAS INDIVIDU

MERIVIEW 5 JURNAL TERKAIT DENGAN TRAUMATIK

Disusun guna memenuhi persyaratan mata kuliah

KONSELING TRAUMATIK

DOSEN PENGAMPU :

RINNA YUANITA KASENDA, S,Th.,M.Teol.,M.Pd

SUEHARTONO SYAM, S.Sos., M.Pd

Disusun Oleh:

Kartini Aprilia Hutagalung (19102006)

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

BIMBINGAN KONSELING

2021
Jurnal 1.

Judul : DUKUNGAN SOSIAL DAN POST-TRAUMA GANGGUAN STRES TIC PADA


REMAJA PENYINTAS GUNUNG MERAPI.

Volume dan Halaman : Undip Vol.13 No.2, 133-1 38 133

Rilis : Oktober 2014

Penulis : Fatwa Tentama

Link Jurnal :

https://www.researchgate.net/publication/298432255_DUKUNGAN_SOSIAL_DAN_POST-
TRAUMATIC_STRESS_DISORDER_PADA_REMAJA_PENYINTAS_GUNUNG_MERAPI

Kata Kunci : DUKUNGAN SOSIAL, POST-TRAUMATIC, REMAJA, GUNUNG MERAPI

Intisari :

Pada tanggal 25 Oktober 2010 terjadi bencana alam letusan atau meletusnya gunung Merapi
yang lokasinya dipikir antara Jawa Tengah dan Yogyakarta yang menyebabkan ratusan orang
meninggal dunia. Berbagai masalah muncul pasca terjadinya letusan gunung berapi pada para
penyintas bencana, baik masalah ekonomi, sosial, kesehatan bahkan sampai untuk masalah
psikologi. Namun pengaruh yang tampak dari pasca meletusnya gunung berapi ini dapat terlihat
pada masalah psikologis kepada para penyintas akan sangat rentan mengalami gangguan-
gangguan tersebut.

Inilah yang kemudian dapat memicu datang nya berbagai macam gangguan psikologis seperti
cemas, trauma, bahkan tingkat yang lebih parah seperti gangguan menekankan pasca trauma atau
gangguan stres pasca-traumader (PTSD).

Parkinson (2000) menjelaskan bahwa acara dermatitis dapat terjadi pada saat bencana terjadi
hingga bencana berlalu, dalam kondisi terakhir ini yang disebut dengan PTSD, yang artinya
bahwa acara panjang yang dialami dari bencana meletusnya gunung Merapi dan dampak yang
diakibatkan saat ini dirasakan tentunya terdapat kesan yang mendalam pada kenangan-kenangan
yang menimbulkan masalah-masalah baru dengan munculnya berbagai macam gangguan
psikologis.

PTSD (Post Traumatik Stress Disorder) merupakan kelainan psikologis yang umum setelah
terjadinya bencana. PTSD dicirikan dengan adanya gangguan ingatan secara permanen terkait
dengan kejadian traumatik, perilaku menghindar dari serangan tangan lalu lintas dan mengalami
gangguan meningkat terus-menerus.

Salah satu penyimpangan yang mengalami ptsd adalah remaja, dimana mereka secara langsung
lami dan merasakan peristiwa tersebut. Remaja pada kasus ini merupakan yang harus
menghadapi acara kematian keluarga, jaringan, ancaman, kehilangan harta benda (pakaian,
rumah, fasilitas hidup, dll) lbdan kehilangan lingkungan sosialnya. Kondisi tersebut dapat
menimbulkan rasa cemas, kebingungan, bahkan gangguan-gangguan jiwa lainnya yang lebih
berat.
Jurnal 2.

Judul : Analisis Koping dan Pertumbuhan Pasca-trauma pada Masyarakat Terpapar Konflik.

Volume dan Halaman : Vol 3, No 2 (2018): 211–222

Rilis : 2018

Penulis : Marty Mawarpury

Link Jurnal :

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://journal.walisongo.ac.id/index.php/Psikohumaniora/article/
download/2818/1862&ved=2ahUKEwiowf7Jl7z0AhXt4nMBHb-
UC64QFnoECA4QAQ&usg=AOvVaw3fsQ9NCevazXvWXzgYjYbZ

Kata kunci: Aceh; masyarakat; konflik; mengatasi; post-traumatic growth

Intisari:

Pertumbuhan pasca-trauma adalah transformasi positif yang dihasilkan dari penyesuaian


terhadap peristiwa traumatik dalam hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
koping dengan pertumbuhan pascatrauma. Selain itu, jenis koping yang berkorelasi dengan
pertumbuhan pasca-trauma adalah mencari dukungan sosial (r = 0,545), diikuti oleh jarak (r =
0,315), pengendalian diri dan penerimaan (r = 0,274), sedangkan menghadapi dan melarikan diri
tidak berhubungan dengan pertumbuhan pasca-trauma. Dugaan pelanggaran yang dimaksud di
antaranya adalah hak sipil, hak sosial budaya, dugaan pembunuhan dan pelanggaran di luar
hukum yang terjadi selama periode konflik. Konflik selama tiga dekade di Aceh, sedikitnya telah
menunjukkan adanya dampak pada peningkatan jumlah gangguan mental pada korban konflik,
dan gangguan traumatik yang dominan muncul seperti PTSD (post traumatic syndrome disorder)
dan trauma komplek yang menjadikan masyarakat rentan dalam menjalani kehidupan lebih.

Hasil penelitian Good, Grayman, dan Lakoma (2006) mencatat sebanyak 5.389 penduduk di tiga
kabupaten yakni: Pidie, Aceh Utara, dan Bireuen terindikasi mengalami gangguan jiwa akibat
konflik tersebut. Ketiga daerah tersebut mengalami eskalasi konflik tertinggi dibandingkan
daerah lainnya. Laki-laki mengalami kekerasan fisik yang lebih tinggi dibandingkan perempuan,
sedangkan perempuan mengalami kekerasan seksual (meskipun pelaporan rendah disebabkan
stigma) dan kekerasan gender; terdapat perbedaan antar daerah terhadap peristiwa traumatik dan
gejala psikologis.

Terkait konflik dan proses perdamaian, Aceh menjadi salah satu tempat di Indonesia untuk
mempelajari masalah kemanusiaan seperti pelanggaran HAM, ekonomi sosial politik, serta
kesehatan fisik dan mental. Salah satu yang menjadi peneliti ketertarikan adalah pengalaman
yang dialami masyarakat (khususnya yang berada di area eskalasi konflik tinggi) yang dilihat
dari sisi positif yaitu pertumbuhan psikologis akibat konflik atau disebut post-traumatic growth.
Memahami proses ini menjadi penting dalam upaya penanganan kesehatan secara individu
maupun kolektif pada masyarakat yang menghadapi konflik.

Post-traumatic growth (PTG) didefinisikan sebagai perubahan positif yang dialami setelah
berjuang dengan kondisi kehidupan yang traumatik. PTG dalam penelitian ini disebut
pertumbuhan pasca-trauma. Peristiwa traumatik membutuhkan usaha individu untuk memahami
dan memaknai dirinya dan kehidupannya yang berubah akibat peristiwa yang dialami.

Pada penelitian ini, koping dipilih oleh peneliti untuk menjelaskan pertumbuhan pascatrauma
pada masyarakat yang terpapar konflik koping didefinisikan sebagai upaya yang dilakukan
secara kontinu dalam menghadapi tantangan internal dan eksternal yang dinilai melebihi
kemampuannya untuk menghadapi tantangan tersebut (Lazarus, 1993).
Jurnal 3.

Judul : Resiliensi Trauma dan Gejala Posttraumatic Stress Disorder (PTSD) pada Dewasa Muda
yang Pernah Terpapar Kekerasan.

Volume dan Halaman : Volume 6, No.2,

Rilis : Desember, 2018

Penulis : Renada Gita Paramitha1, Chandradewi Kusristanti2

Link Jurnal :

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://academicjournal.yarsi.ac.id/index.php/Jurnal-Online-
Psikogenesis/article/view/701&ved=2ahUKEwjhs57Gk7z0AhUC5nMBHW2AA_wQFnoECAQ
QAQ&usg=AOvVaw0bC6Vhmh3_db2tckx9ucZl

Kata kunci: YANG, KEKERASAN, PTSD, TRAUMA, INDIVIDU, DAN, PERISTIWA, gejala
PTSD, MENGALAMUS

Intisari:

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara gejala PTSD dengan resiliensi
terhadap trauma pada individu dewasa yang pernah terpapar kekerasan. Krakteristik penelitian
ini adalah individu dewasa awal yang pernah terpapar paparan dan terindikasi mengalami gejala
PTSD.

Hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya bagi institusi ataupun praktisi yang berminat dalam
pemulihan trauma untuk mulai mengembangkan program intervensi yang berfokus pada
peningkatan resiliensi trauma bagi penyintas kekerasan. Kekerasan keluarga merupakan
kekerasan yang dilakukan oleh orang terdekat, seperti oleh keluarga, sedangkan kekerasan
komunitas merupakan kekerasan yang dilakukan oleh orang di luar keluarga atau orang yang
tidak dikenal. Di usia dewasa awal, individu yang pernah mengalami atau mengalami langsung
peristiwa kekerasan mengalami banyak efek negatif dari peristiwa tersebut. Walaupun peristiwa
traumatis seperti kekerasan dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami gangguan
kejiwaan seperti PTSD, nyatanya-penelitian yang ada menemukan bahwa banyak individu yang
dapat diadaptasi secara positif meskipun mereka pernah bertanya tentang peri-stiwa traumatis.
Berdasarkan literatur yang peneliti lakukan, belum banyak penelitian yang menginvestigasi
tentang resiliensi trauma dan gejala PTSD pada konteks kekerasan, baik sebagai penyintas
maupun saksi peristiwa kekerasan. Penelitian tersebut mengungkap-kan bahwa reaksi emosional
yang negatif, seperti rasa bersalah, rasa malu, keputusasaan, pembukaan, dan kesedi-han
berkaitan dengan reaksi menya-lahkan diri sendiri yang pada akhirnya dapat menyebabkan
tingkat gejala PTSD pada individu meningkat.

Mengacu pada kembali angka mengejar saat ini dan risiko bagi individu dewasa awal untuk
mengalami peristiwa kekerasan yang pernah mereka alami atau saksikan, jika penelitian ini
membuktikan bahwa gejala PTSD berhubungan signifikan dengan resili-ensi trauma, maka hasil
ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi para praktisi maupun institusi terkait untuk merancang
suatu program yang dapat meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya melakukan
pencegahan serta penanganan terhadap peristiwa kekerasan di indonesia.

METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara gejala
PTSD dan resiliensi terhadap trauma pada individu dewasa awal yang pernah terpapar kekerasan
Jurnal 4.

Judul : Peran Konselor Terhadap Klien Yang Mengalami Trauma Melalui Teknik Rational
Emotif Behaviour Theraphy (REBT)

Halaman : 67

Rilis : 2018

Penulis : Dini Fitriani1, Ifdil2

Link Jurnal :

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://jurnal.iicet.org/index.php/schoulid/article/download/403/p
df&ved=2ahUKEwi--
pf4g730AhVqFLcAHV45Ays4FBAWegQIFxAB&usg=AOvVaw1TO7g6nCM1GytLE1rli3By

Kata kunci:

YANG, TRAUMA, PERAN KONSELOR, DALAM, SUATU, SESEORING, ATAU,


DENGAN, INDIVIDU

Intisari:

REBT adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk merasionalkan pemikiran seseornag agra
mamu menajdi pemikiran yang rasional dan dapat menajlani kehidupan dengan layan dan norma.
Seeorang yang mengalami trauma dalam kehidupannya akan banyak menghadapi berbagai
kesulitan.

Pada umumnya seseorang yang mengalami trauma itu terjadi karena pada saat individu tersebut
mengalami trauma, tidak ada yang mampu mendukung atau mendukung penderita trauma pada
saat awal kejadian, sehingga karena kegoncagan akibat peritiwa itu menjadi suatu permasalahan
atau penyakit mental dalam diri individu-individu yang mengalami trauma perlu perhatian
khusus dari berbagai pihak.

Bimbingan dan kosneling merupakan salah satu alternatif dalam membantu individu yang
mengalami masalah dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam hal ini adalah seorang yang
penderita trauma. Seseroang yang mengalami trauma dapat diberikan bantuan melalui layanan
dan pendekatan sesuai dengan tingkat dan permasalahan yang dialami individu itu sendiri.

Pendekatan ini dapat diberikan untuk mengubah pola pemikiran individu yang irasional karena
suatu peristiwa yang membuat mengalami gangguan mental atau pskinya mengalami gangguan,
menjdi pemikiran yang rasiobnal. Suatu peristiwa traumatis yang berawal dari keadaan stres
yang mendalam dan berkelanjutan yang tidak dapat diatasi sendiri oleh individu yang
mengalaminya.

Trauma adalah tekanan emosional dan pikologis pada umumnya kejadian yang tidak
menyenangkan atau pengalaman yang berkaitan dengan kekerasan. Trauma adalah suatu
ketidakseimbangan menahan iformasi yang diterima sehingga terkuni oleh peristiwa traumatis
yang dialami oleh seseorang. Trauma bisa saja dialami oleh siapa saja yang mengalami suatu
kejadian yang mengerikan seperti peperanngan, atau terjadinya pemerkosaaan.

Seseorang yang mengalami trauma akan merasakan kegelisahan didalam dirinya apabila suatu
periitiwa itu terus menerus terjadi selama hidupnya. Sorang penderita trauma akan memiliki
ingatan yang menggangu terhadap peristiwa yang membuat trauma tersebut. Kecenderungan
seseorang yang menderita trauma akan menceritakan kejadian-kejadian traumatis. Pola
pemikiran yang dialamai seseorang yang menderita trauma memiliki perasaan yang negatif.
Seseorang yang menderita trauma akan memiliki perubahan emosi yang sangat cepat, atau
memiliki kecenderungan badai perasaan.

TUJUAN KONSELING RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOU THERAPHY yang terpenting


dalam konseling yang memanfaatkan pendekatan REBT adalah membantu individu dalam
menyadari bahwa mereka dapat hidup lebih rasional dan lebih baik lagi dengan pemikiran yang
rasional.
Jurnal 5:

Judul : PERAN ORANGTUA DALAM PROSES PEMULIHAN TRAUMA ANAK

Volume & Halaman : Vol. 1, No. 2, & 18

Rilis : September 2015

Penulis : Kusmawati Hatta

Link :

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://jurnal.ar-
raniry.ac.id/index.php/equality/article/download/790/620&ved=2ahUKEwiox4WRr7_0AhUnSm
wGHRMXBy4QFnoECAQQAQ&usg=AOvVaw3_9Msd2f8U4NKMK4NkRxzu

Kata kunci:

TRAUMA, ANAK, ATAU, DALAM, PADA, TERJADI, TIDAK, KEJADIAN, MASA ANAK-
ANAK

Intisari:

Orang tua yang memainkan peran penting dalam proses pemulihan trauma. Antara elemen
penting adalah dukungan sosial orangtua.Antara dukungan sosial tersebut adalah dukungan
informasi, dukungan emosional, dukungan instrumental dan dukungan hubungan. Pengalaman
penulis menangani trauma manajemen bersama klien di Kota Banda Aceh dan Aceh Besardi
Provinsi Aceh telah diterapkan dalam penulisan ini.

Masa kanak-kanak adalah masa yang menyenangkan menurut kata orang-orang, dimana mereka
belum ada beban yang harus dipikul dalam kehidupan. Pernyataan ini dapat diterima bahwa itu
dulu, sekarang berbeda karena anak juga dapat merasakan apa yang dirasakan orang tuanya.
Sehingga sering dikatakan bahwa anak-anak juga dapat mengalami stres dan depresi sesuatu hal,
tetapi orangtua tidak dikaitkannya dengan trauma, karena mereka sendiri tidak mengetahui apa
itu trauma dan tanda-tanda serta gejalanya.

Baru belakangan ini, terutama setelah gempa dan tsunami dan beberapa kejadian bencana alam
lainnya telah membuat masyarakat dan keluarga mulai membicarakan tentang trauma dan
gejalanya sedikit demi sedikit munculdalam diri melalui media massa, penyuluhan-penyuluhan
dalam lingkungan pekerjaan.
B. Trauma Dalam Kehidupan Anak

Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM.IV-TR) dinyatakan bahwa
trauma meliputi salah satu atau dua dari berikut ini:

(1) Seseorang yang mengalami, menyaksikan, atau menghadapi kejadian buruk yang
menyebabkan kematian, cedera serius atau mengancam fisik diri atau orang lain,

(2) Reaksi individu terhadap jaringan, rasa tidak ada harapan, horor (anak mungkin mengalami
gangguan perilaku).

Definisi trauma yang beragam ini merujuk kepada kejadian dan penyebab kejadian yang
menimpa seseorang. Cara dan proses pemulihan juga tergantung pada penyebab kejadian dan
konsekuensi yang dihadapi. Ini juga tergantung pada kelompok yang mengalami trauma baik
secara individu, keluarga, masyarakat dan anak-anak (awal kanak-kanak atau remaja).

Ini adalah proses awal bagi si ibu dan anak membutuhkan bantuan untuk mengatasi dan
menyesuaikan diri sebagai ibu dan ketergantungan si anak terhadap ibu (bayi meminta perhatian
ibu). Tidak ada seorangpun di dunia ini dapat hidup (survive) sendirian, proaktif hubungan dan
ketergantungan.

Ketergantungan kadangkala berada dalam dua kondisi, apakah positif atau perasaan sedih.
Parkes (1972) mengacu pada penyebab penyebab tanggung jawab dimana kematian sebagai
kejadian trauma, menjadi rumit dan lebih sulit untuk diselesaikan.

● ELABORASIKAN 5 JURNAL TERKAIT TRAUMATIK

Dari 5 Jurnal terkait Traumatik dapat disimpulkan bahwa Penderita trauma akan selalu
terbayang-bayang peristiwa yang membuatnya menjadi ketakutan, apabila penderita trauma tidak
mendapatkan pelayanan terbaik, atau mendapatkan bantuan dalam menghadapi traumanya. Oleh
karena itu sebagai seorang konelor , jika klien kita mengalami suatu kejadiaan atau peritawa
traumatis, kita harus membantunya dengan penderita trauma akan selalu terbayang-bayang
peristiwa yang membuatnya menjadi ketakutan, apabila penderita trauma tidak mendapatkan
pelayanan terbaik, atau mendapatkan bantuan dalam menghadapi traumanya.

Oleh karena itu sebagai seorang konelor , jika klien kita mengalami suatu kejadiaan atau
peritawa traumatis, kita harus membantunya dengan keilmuan yang kita miliki dengan
menggunakan salah satu Terapi seperti REBT, REBT dapat membantu penderita trauma tersebut
merasional kembali pemikirannya. Proses pemulihan trauma dilakukan secara alami dan
berfokus. Ini dilaksanakan oleh anggota keluarga, konselor, psikolog dan keinginan survivor
sendiri yang ingin diri mereka menjadi pulih seperti sedia kala.
DAFTAR PUSTAKA

Good, Good, Grayman, dan Lakoma (2006). Stres, trauma, dan stres pasca trauma. Diambil dari
http://www.pulih.or.id/?lang=&page=self&id=115

Lazarus, R. (1993). Stress, Appraisal, and Coping. Springer Publishing Company, Inc.

Parkinson, F. (2000). Post trauma stress: A personal guide to reduce the long-term effects and
hidden damage caused by violence and disaster. Arizona: Fisher Book.

Parkes (1972), Stress and Trauma, Psychology Press, Taylor & Francis Group: Philadelphia
Routledge: New York

Anda mungkin juga menyukai