Tugas Bu Sofia
Tugas Bu Sofia
Sasaran survailence epidemiologi jamaah haji tentang penyakit menular sesuai ketentuan
undang-undang karantina,dan undang-undang wabah penyakit menular
Terkait dengan surveilans penyelenggaraan ibadah haji ini, penting untuk dipahami sejak dini
epidemiologi dan pola penyakit yang dimungkinkan dapat timbul selama proses
penyelenggaraan ibadah ini. Beberapa jenis penyakit menular yang penting untuk diwaspadai
karena dapat ditularkan dalam perjalanan (ibadah haji), antara lain mengacu pada Undang-
undang No 2 tahun 1962 tentang karantina pelabuhan dan Undang-undang No 4 Tahun 1984
tentang wabah penyakit menular antara lain
Berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 424 tahun 2003 maka bagi
orang-orang yang menjadi tersangka SARS harus dikarantina. Hal ini juga merujuk pada
penerapan Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular. Mereka
yang bertanggung jawab dalam lingkungannya yang mengetahui adanya penderita atau
tersangka menderita, wajib melaporkan ke pelayanan kesehatan terdekat. Nahkoda ataupun
pilot wajib memberikan pertolongan serta mencegah penularan SARS ke penumpang lain.
Kemudian melaporkan ke Kesehatan Karantina Pelabuhan laut atau bandar udara bahwa alat
angkut yang dibawanya terdapat kasus tersangka SARS.
Meningitis:
Berdasarkan data yang ada, di Indonesia infeksi meningitis meningokokus sangat jarang
ditemukan. Namun demikian hasil penelitian menununjukkan (Lepow dkk, 1999), bahwa
pemberian vaksin serogroup A, B, dan C adalah yang paling virulen untuk terjadinya
meningokokus. Pemberian vaksinasi pada orang dewasa baru menimbulkan kekebalan setelah
2 minggu sejak pemberian. Pemberian 50 mg vaksin serogroup C pada orang dewasa
didapatkan antibodi dalam jangka waktu 2 tahun. Vaksin stabil pada suhu 40C dalam 2
minggu, suhu –200C dalam 6 bulan dan lebih dari 5 tahun pada penyimpanan – 700C.
Antibodi pada usia dewasa menetap 30% kadar antibodi setelah 4 tahun vaksinasi.
Dengan berkumpulnya berjuta jamaah termasuk dari Afrika yang merupakan daerah endemis
meningitis meningokokus, maka managemen dan kewaspadaan tinggi pada kemungkinan
penularan penyakit ini sangat penting dikelola. Jamaah Haji Indonesia yang pada umumnya
belum mempunyai kekebalan meningitis meningokokus akan beresiko terkena meningitis
meningokokus. Sejak tahun 1988, Pemerintah Saudi Arabia telah mewajibkan vaksinasi
meningitis meningokokus terhadap seluruh jamaah haji maupun TKHI. Vaksin yang
diberikan pada calon jamaah haji Indonesia adalah vaksin serogroup A dan C yang disuntikan
ke area deltoid atau glutea dengan dosis 0,5 ml subkutan. Vaksin diberikan paling lambat 2
minggu sebelum tiba di Tanah suci dan akan menimbulkan kekebalan selama 3 tahun.
Hepatitis:
Setidaknya 25 juta orang di Indonesia diperkirakan terjangkit hepatitis B dan hepatitis C.
Indonesia termasuk negara dengan prevalensi hepatitis B tinggi, di atas 8 persen. ”Jumlah
terinfeksi hepatitis B lebih tinggi daripada hepatitis C. Masa inkubasi penyakit berkisar antara
2-12 minggu. Cara penularan hepatitis ini melalui tinja, mulut, kontak erat yang pribai. Virus
hepatitis B tersebar diseluruh dunia. Ada kiras-kira 200 juta pembawa virus, dan 1 juta
diantaranya berada di Amerika serikat. Pencegahan sampai saat ini dilakukan dengan
vaksinasi untuk Hepatitis Virus Tipe B. Penyakit ini menjadi penting untuk diwaspadai
selama penyelenggaraan ibadah haji karena besarnya mobilitas orang dan sumber daya terkait
pengelolaan makanan yang terlibat di dalamnya.
Adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi dengan virus demam kuning. Demam kuning
adalah suatu penyakit demam akut yang ditularkan oleh nyamuk. Demam kuning disebabkan
oleh virus demam kuning yang disebut Flavivirus yang ditularkan oleh gigitan nyamuk yang
terinfeksi. Nyamuk demam kuning biasanya adalah nyamuk Aedes aegypti.
Virus demam kuning ditemukan di daerah tropis dan subtropis di Amerika Selatan dan
Afrika, tetapi tidak di Asia. Manusia dan monyet merupakan binatang utama yang terinfeksi
oleh virus ini. Masa inkubasi antara 3-6 hari. Waktu penyakit timbul penderita mengalami
demam, menggigil, sakit kepala, dan sakit pinggang diikuti nausea, dan muntah-muntah.
Demam kuning dapat dicegah dengan vaksinasi. serta menghindari gigitan nyamuk ketika
bepergian di daerah tropis. Nyamuk demam kuning yang menyebar biasanya menggigit pada
siang hari,khususnya pada senja dan fajar.
Plague (Pes):
Pes merupakan penyakit Zoonosa terutama pada tikus dan rodent lain dan dapat ditularkan
kepada manusia. Pes juga merupakan penyakit yang bersifat akut disebabkan oleh
kuman/bakteri. Selain itu pes juga dikenal dengan nama Pesteurellosis atau
Yersiniosis/Plague. Penyakit ini semula merupakan penyakit pada tikus dan hewan penggerat
yang terinfeksi lewat gigitan pinjal, penularannya dapat juga melalui penderita. Penyakit in
terdapat di belahan dunia, daerah enzootik terutama adalah India, Asia Timur, Afrika selatan,
Amerika Selatan, dan Negara bagian barat Amerika utara dan Meksiko. Pinjal tikus
(Xenopsylla cheopsis) adalah vektor utama yang menularkan penyakit ke manusia. Segera
setelah pneumonia terjadi pada manusia, penularan langsung dari orang ke orang melalui
droplet. Pengawasan ketat dilakukan pada kasus pes dan observasi adanya pes pneumonia
Penularan pes dari tikus hutan komersial melalui pinjal .Pinjalyang efektif kemudian
menggigit manusia. Penularan pes dari orang ke orang dapat pula terjadi melalui gigitan
pinjal manusia Culex Irritans (Human flea). Sedangkan penularan pes dari orang yang
menderita pes paru-paru kepada orang lain melalui percikan ludah atau pernapasan.
Tifus:
Tifus epidemik disebabkan oleh Rickettsia prowazekii. Penyakit ini ditandai manifestasi
klinis tifus termasuk sakit kepala, menggigil, demam, dan mialgia. lemah, lesu, ruam kulit,
dan pembesaran limpa dan hati. Penyakit lebih berat dan lebih sering fatal pada usia diatas 40
tahun, selama epidemi angka kematian berkisar antara 6-30%. Penyakit ini mempunyai siklus
hidup yang terbatas pada manusia. Tuma memperoleh penyakit ini menggigit manusia yang
terinfeksi dan menyebarkannya dengan ekskresi tinja pada permukaan kulit orang.
Perjalanan jauh dengan kondisi menderita penyakit kronis atau risiko tinggi harus
memperhatikan tidak hanya ketersediaan obat yang selama ini digunakan, tetapi juga
kesanggupan kegiatan fisik yang dikerjakan. Data kematian haji tahun 2007 menunjukkan
bahwa sebagai besar kematian terjadi oleh karena penyakit kronis yang berhubungan dengan
peningkatan aktifitas fisik, seperti penyakit jantung dan obstruksi paru kronis. Risiko
meninggal pada kelompok umur di atas 70 tahun meningkat secara tajam (hampir 10 kali
kelompok usia 50-60 tahun). Kematian yang terjadi di luar sarana pelayanan kesehatan cukup
tinggi. Hampir 40% jemaah yang meninggal berada di luar sarana pelayanan kesehatan.
Selain itu, penyakit yang sering diderita jamaah haji: Sengatan Panas (Heat Stroke).
Penyakit ini disebabkan oleh:
b) Suhu lingkungan lebih tinggi dari suhu tubuh, dengan kelembaban udara rendah, maka
penguapan keringat sangat besar, diikuti timbulnya panas tubuh.
c) Jamaah terlalu lelah atau terkena sinar matahari secara langsung.
Tingkat lebih lanjut dari Heat Exhaustion, gejalanya: Suhu badan naik (sampai 38 –
39’ C), Kejang otot (otot extremilasi otot betis)
c) Heat Stroke
Stadium ketiga dari sengatan panas merupakan keadaan gawat namun reversible,
dengan gejala:
a) Tidak berada diterik matahari langsung, antara pukul 10.00 s/d 16.00
b) Keluar kemah/rumah terutama pada siang hari, harus memakai payung dan berbekal
minuman
c) Minum setiap hari paling sedikit 5 – 6 liter atau 1 gelas setiap jam. Jangan menunggu
sampai haus
f) Pakailah pakaian yang agak longgar dan sedapat mungkin berwarna putih
b.Penanganan keracunan
Kasus keracunan pada jamaah haji Indonesia terkadang terjadi. Akibat keracunan pun
berbeda-beda, dari yang efek ringan berupa muntah, hingga syok dan pingsan.
Kasus ini disebabkan berbagai hal, terutama makanan yang sudah basi. Makanan basi sangat
mudah membuat seseorang keracunan. Dalam makanan basi itu mengandung berbagai
mikroba yang menyerang pencernaan.
Akibatnya, seseorang yang mengonsumsi makanan basi itu mengalami gejala keracunan.
Pada musim haji tahun lalu, ada jamaah yang memakan nasi kotak basi sehingga merasa
pusing, mual, muntah, dan buang-buang air besar. Berikut tips agar jamaah terhindar dari
keracunan:
1. Kemasan makanan
Jangan memakan makanan yang sudah disimpan beberapa jam setelah dibuat atau dikemas.
Jangan pula membeli makanan yang sudah dipajang dan dikemas.
Makanan yang sudah disiapkan oleh katering, misalkan, pada saat Arafah dan Mina pun
harus diperhatikan. Jamaah harus tahu kapan makanan itu dibuat. Jangan pula makan
makanan yang sudah basi dan berlendir. Bila kemasan makanan sudah menggelembung,
artinya sudah ada gas yang diproduksi oleh mikroba pada makanan.
2. Suhu makanan
Pakar gizi di Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) Anna Ngatmin dan Lettu Novianti
menjelaskan soal makanan yang aman dikonsumsi jamaah. Menurutnya, jamaah lebih aman
makan yang disajikan pada saat itu juga dalam kondisi hangat.
3. Bentuk makanan
Makanan aman dikonsumsi bila tidak menimbulkan perubahan bentuk, warna, dan aroma.
Kalau makanan itu sudah berubah pada bentuk, warna, berlendir, dan bau, maka makanan itu
tak aman lagi. Jamaah tentu bisa membedakan hal ini.
4. Jamaah juga harus melihat tanggal kedaluarsanya. Perhatikan juga kemasan, apakah
menggelembung atau penyok. Sebab, jika itu terjadi, kemungkinan besar makanan itu tak
aman.
5.Higienis
Di sisi penyedia makanan, mereka yang bekerja membuat makanan harus bersih tangannya.
Namun, yang penting adalah konsumennya. Pada saat akan makan, seharusnya jamaah
mencuci tangannya terlebih dahulu. Hal tersebut untuk proteksi yang lebih baik lagi untuk
mencegah mikroba dan organisme berbahaya di tangan berpindah ke pencernaan.
6. Waktu makan
Jamaah sebaiknya mengonsumsi makanan yang didistribusikan itu pada saat itu juga. Jangan
menunda-nunda makan makanan yang sudah disediakan karena makanan akan rusak lebih
dari dua jam setelah dikemas. Terlebih, jamaah tak tahu bagaimana kebersihan mereka pada
saat masaknya. Tak hanya itu, faktor cuaca juga mempercepat proses pembusukan.
3.Kesehatan Lingkungan
Prioritas kegiatan adalah pengendalian vektor penular penyakit, penyediaan kamar tidur, air
mandi dan air minum baik di asrama embarkasi/debarkasi, pondokan di Arab Saudi maupun
di tempat-tempat pelayanan jamaah haji.
Sasaran kegiatan Penyehatan Lingkungan dan dan Sanitasi Makanan pada penyelenggaraan
ibadah haji ini secara garis besar sebagai berikut :
Obyek pemeriksaan dan penilaian awal asrama meliputi umum, ruang bangunan, kamar tidur
jamaah, penyediaan air bersih, dapur, pengelolaan limbah, dan pengendalian vektor.
Pemeriksaan dan penilaian asrama berdasarkan pada standard asrama, standar kualitas udara
dan pencahayaan di sarama, standar kepadatan ruang tidur, tempat sampah, dan lainnya
sesuai standar yang berlaku
Sedangkan kegiatan selama operasional antara lain :