Anda di halaman 1dari 30

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teoritis
1. Manajemen Pembelajaran
a. Pengertian Manajemen
Manajemen umumnya diartikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan atas usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan
sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Inti dari manajemen adalah pengaturan.1
Manajemen dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata manage yang berarti
mengatur, mengurus, melaksanakan dan mengelola, sedangkan dalam bahasa Indonesia
manajemen diartikan sebagai cara mengelola suatu perusahaan besar. Pengelolaan atau
pengaturan dilaksanakan oleh seorang manajer (pemimpin) berdasarkan urutan
manajemen. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber
daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai
suatu tujuan tertentu.2
Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan salah satu bidang dari manajemen
umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi atau bidang produksi, pemasaran,
keuangan, maupun kepegawaian. Karena sumber daya manusia dianggap semakin
penting perannya dalam pencapaian tujuan perusahaan , maka berbagai pengalaman dan
hasil penelitian dalam bidang SDM dikumpulkan secara sistematis dalam apa yang
disebut manajemen sumber daya manusia. Istilah “manajemen” mempunyai arti sebagai
kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya memanage (mengelola) sumber
daya manusia.3

Manajemen merupakan serangkaian kegiatan, merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan,


mengendalikan dan mengembangkan segala upaya di dalam mengatur dan mendayagunakan sumber
daya manusia,sarana dan prasarana, untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan secara

1
Jejen Musfah, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2015) h. 2
2
Adi Ansari, “Manajemen Supervisor: Rekayasa Islami”. Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI
Kalimantan Volume 12 No. 22 Oktober 2014,h.14
3
Ibid,h.10
9
10

efektif dan effesien.4 ( Koswara dan Ade Yeti Nuryantini, Manajemen Lembaga Pendidikan,( Jakarta:
PATRAGADING,2002), h. 2)
Istilah manajemen memiliki banyak arti, tergantung pada orang yang
mengartikannya, istilah manajemen madrasah acapkali disandingkan dengan istilah
administrasi madrasah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda;
pertama, mengartikan administrasi lebih luas dari pada manajemen (manajemen
merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada
administrasi dan ketiga, pandangan yang menggangap bahwa manajemen identik
dengan administrasi. Berdasarkan fungsi pokoknya istilah manajemen dan
administrasi mempunyai fungsi yang sama. Karena itu, perbedaan kedua istilah
tersebut tidak konsisten dan tidak signifikan.
Manajemen merupakan proses yang khas bertujuan untuk mencapai suatu tujuan
dengan efektif dan efisien menggunakan semua sumber daya yang ada. Menurut Terry
dan Rue menjelaskan bahwa manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja yang
melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan-
tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. (G.A. Ticoalu Dasar-dasar
Manajemen, alih bahasa: (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), h. 1

Hal yang sama juga dikemukakan oleh para pakar menajemen menurut Parker seperti
dikutip oleh Usman bahwa manajemen adalah seni untuk melaksanakan pekerjaan melalui
orang- orang (the art of getting things done through people).5( Husaini Usman, Manajemen, Teori,
Praktek, dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), edisi 3, h. 5

Berdasarkan konsep teori yang dikemukakan para pakar manajemen dapat


disimpulkan bahwa manajemen secara umum adalah suatu proses yang terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, kepemimpinan, pengendalian dan
pengawasan melalui pemanfaatan sumber daya dan sumber-sumber lainnya secara
efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Bila dikaitkan
dengan guru maka manejemen tersebut bermakna bagaimana guru mempersiapkan,
melaksanakan dan mengevaluasi hasil pekerjaan siswa apakah sudah tercapai atau
belum, sedangka bila dikaitkan dengan kepala sekolah bagaimana ia mengelola sumber
daya yang ada di sekolah dalam rangkan mencapai tujuan pendidikan.

b. Fungsi Manajemen
4

5
Husaini Usman, Manajemen, Teori, Praktek, dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), edisi 3,
h. 5
11

Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat
di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam
melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen dapat dikatakan
sebagai tugas-tugas yang harus dilakukan oleh seorang manajer. Fungsi manajemen
pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol
pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu
merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat
ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi empat, yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengevaluasian. 6 Selanjutnya dapat dijelaskan
masing- masing fungsi tersebut sebagai berikut:
Perencanaan adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumberyang
dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara
keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi
berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah
rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan.
Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa
perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
Fungsi kedua adalah pengorganisasian atau organizing. Pengorganisasian
dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang
lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan
dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah
dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas
apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas
tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut,
padatingkatan mana keputusan harus diambil. Pengarahan atau directing adalah suatu
tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai
sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi
actuating artinya adalah menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan
sendirinya atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah kepemimpinan
(leadership).7

6
Sufyarma, Kapita Selekta Manajemen Pendidikan. (Bandung: CV. Alfabeta, 2004), h.188-189.

7
W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta: PT Grasindo, 2008) h.35
12

Pengevaluasian atau evaluating dalah proses pengawasan danpengendalian


performa perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya perusahaansesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan. Seorang manajer dituntut untuk menemukan masalah
yang ada dalam operasional perusahaan, kemudian memecahkannya sebelum masalah
itu menjadi semakin besar.

c. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru
dengan siswa, baik interaksi secara langsung maupun seperti kegiatan tatap muka
maupun secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media
pembelajaran, dengan adanya interaksi pembelajaran diharapkan akan terjadi perubahan
sikap, pengetahuan dan keterampilan dari diri siswa, perubahan itu relatif stabil disadari
oleh adanya perbedaan interaksi tersebut, maka kegiatan pembelajaran dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai pola pembelajaran.8. Pembelajaran dalam konsep Islam
sudah lama terjadi, misalnya interaksi antara nabi Muhammad dengan malaikat, ketika
menyampaikan wahyu pertama dengan Iqra (bacalah).
Manusia adalah makhluk Allah yang diberi kewajiban dalam mencari ilmu
(belajar). Yang mana ilmu tersebut berguna untuk bekal kehidupannya di dunia maupun
di akhirat, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

َ ‫طَلَبُ ْال ِع ْل ِم فَ ِري‬


‫ْضةٌ َعلَى ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم‬
( ‫)روه ابن مجح‬

Artinya: “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim 9

Disanadkan oleh: Telah menceritakan kepada kami [Hisyam bin Ammar] berkata, telah
menceritakan kepada kami [Hafsh bin Sulaiman] berkata, telah menceritakan kepada
kami [Katsir bin Syinzhir] dari [Muhammad bin Sirin] dari [Anas bin Malik] ia berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Menuntut ilmu adalah kewajiban
bagi setiap muslim. Dan orang yang meletakkan ilmu bukan pada pada ahlinya, seperti
seorang yang mengalungkan mutiara, intan dan emas ke leher babi."
Sementara perawinya adalah At-Tarmizi dari riwayat Kaab bin Malik.
Al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11 yang berbunyi

8
Rusman, Model-model Pembelajaran (Jakarta: RajaGrafindo Persada,2016), h. 134
9
HR Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah bab 17 hadits ke 224,h. 18
13

ٍ ‫يَرْ فَ ِع هللاُ الَّ ِذينَ َءا َمنُوا ِمن ُك ْم َوالَّ ِذينَ أُوتُوا ْال ِع ْل َم َد َر َجا‬
‫ت َوهللاُ بِ َما تَ ْع َملُونَ خَ بِي ُر‬

(11:‫)المجادلة‬ 

Artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (QS. Al-Mujadalah: 11)

Pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah usaha


mempengaruhi emosi, intelektual, dan spiritual seseorang agar mau belajar dengan
kehendaknya sendiri. Melalui pembelajaran akan terjadi proses pengembangan moral
keagamaan, aktivitas, dan kreativitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan
pengalaman belajar. Pembelajaran berbeda dengan mengajar yang pada prinsipnya
menggambarkan aktivitas guru, sedangkan pembelajaran menggambarkan aktivitas
peserta didik.10
Pembelajaran harus menghasilkan belajar pada peserta didik dan harus dilakukan
suatu perencanaan yang sistematis, sedangkan mengajar hanya salah satu penerapan
strategi pembelajaran diantara strategi-strategi pembelajaran yang lain dengan tujuan
utamanya menyampaikan informasi kepada peserta didik. Kalau diperhatikan,
perbedaan kedua istilah ini bukanlah hal yang sepele, tetapi telah menggeser paradigma
pendidikan, pendidikan yang semula lebih berorientasi pada “mengajar” (guru yang
lebih banyak berperan) telah berpindah kepada konsep “pembelajaran” (merencanakan
kegiatan-kegiatan yang orientasinya kepada siswa agar terjadi belajar dalam dirinya).11
Menurut Gagne sebagaimana yang dikemukakan oleh Margaret E. Bell Gredler
bahwa istilah pembelajaran dapat diartikan sebagai “seperangkat acara peristiwa
eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya proses belajar yang sifatnya
internal”. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa pembelajaran merupakan proses yang
sengaja direncanakan dan dirancang sedemikian rupa dalam rangka memberikan
bantuan bagi terjadinya proses belajar.12
Menurut Syaiful Sagala dalam buku Ilmu Pendidikan Islam mengemukakan
bahwa pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan azaz pendidikan

10
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2009), h. 85.
11
Evelin Siregar & Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h.14
12
Mgs. Nazarudin, Manajemen Pembelajaran, (Yogyakarta: Teras, 2007), h. 162
14

maupun teori belajar yang merupakan proses komunikasi dua arah. Mengajar dilakukan
oleh pihak guru sebagai pendidika, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik.13
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi
dalam mencapai tujuan pembelajaran14
Menurut Oemar Hamalik dalam Wina Sanjaya, pembelajaran adalah suatu
kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material pasilitas,
perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.
Manusia yang terlibat dalam sistem pembelajaran adalah siswa, guru dan tenaga
lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Materil meliputi buku-buku, papan tulis
fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari
ruang kelas, perlengkapan audio visual juga computer. Prosedur meliputi jadwal dan
metode penyampaian informasi, praktek, belajar, ujian dan sebagainya.15
Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang diusahakan dalam rangka agar orang
dapat melakukan aktivitas belajar dengan harapan mewujudkan tujuan pembelajaran.

d. Tujuan dan Fungsi Pembelajaran


Tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada
siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tercapainya perubahan perilaku atau
kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran, tujuan tersebut
dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Hal ini mengandung
implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis
(written plan). Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat
tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata mengidentifikasi 4
(empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu:
a. Memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajarmengajar kepada
siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatanbelajarnya secara lebih mandiri;
b. Memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar;
c. Membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan mediapembelajaran;
d. Memudahkan guru mengadakan penilaian.16

13
Ramayulius, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), h. 338
14
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Pranada Media Grup, 2010). h. 231
15
Ibid., h. 339
15

Tujuan pembelajaran bisa melalui pendekatan masalah khusus dalam


pembelajaran, mengandung arti sebagai pengetahuan dan pengertian berdasarkan
informasi yang diterima. Pendekatan ini lebih mempertimbangkan apa yang harus
dipelajari tentang materi tersebut. Bahwa pendekatan ini akan menciptakan
pembelajaran yang spesifik sesuai dengan bidangnya. Pendekatan berikutnya yaitu
pendekatan penguraian isi pembelajaran. Pendekatan ini lebih menetapkan berdasarkan
fakta-fakta dari masalah yang ditampilkan. Pendekatan ini terjadi apabila ”tipe yang
benar dan sesuai dengan isi pembelajaran” sesuai denga isi standar kurikulum dan bagan
kerja, perangkat pembelajaran, pelatihan manual, dan lain sebagainya. Masalah pada
pendekatan ini, harus sesuai dengan standar isi dimana tidak banyak yang sesuai atau
tidak ada jalan keluar yang cukup mampu untuk organisasi atau kebutuhan social.
Tujuan khusus melalui pendekatan tugas akan tepat jika melalui perencanaan yang
tepat dan melalui latihan dengan petugas yang ahli dalam pelatihan tersebut atau jika
pendesain pembelajaran dapat melatih pemahaman dan kecakapan untuk
mengkonfirmasi atau mengubah tujuan pembelajaran setelah menemukan fakta.
Pendekatan yang keempat yaitu pendekatan pada teknologi penampilan, dimana dalam
tujuan pembelajaran disusun dalam menanggapimasalah atau kesempatan dalam sebuah
struktur.
Kegiatan menyusun rencana pembelajaran merupakan salah satu tugaspenting
guru dalam memproses pembelajaran siswa. Dalam perspektif kebijakanpendidikan
nasional yang dituangkan dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar
Proses disebutkan bahwa salah satu komponen dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yaitu adanya tujuan pembelajaran yangdi dalamnya
menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dapatdicapai oleh peserta
didik sesuai dengan kompetensi dasar.17
Agar proses pembelajaran dapat terkonsepsikan dengan baik, maka seorang guru
dituntut untuk mampu menyusun dan merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan
tegas. Dengan harapan dapat memberikan pemahaman kepada para guru agar dapat
merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas dari mata pelajaran yang
menjadi tanggung jawabnya. Salah satu sumbangan terbesar dari aliran psikologi
behaviorisme terhadap pembelajaran bahwa pembelajaran seyogyanya memiliki tujuan.
Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali dikemukakan oleh B.F.
16
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 2002), h. 10
17
Permendiknas RI No.52 Tahun 2008 tentang Standar Proses pasal 1 lampiran I
16

Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh Robert Mager pada tahun 1962
kemudiansejak pada tahun 1970 hingga sekarang penerapannya semakin meluas hampir
diseluruh lembaga pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia.
Robert F. Mager (1965), yang dikutip Wina Sanjaya dalam bukunya Perencanaan
dan Desain Sistem Pembelajaran, dikemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah
perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan
tingkat kompetensi tertentu.18 Dari uraian di atas menyebutkan bahwa tujuan
pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau
penampilan yang diwujudkan setelah mereka mempelajari bahasan tertentu dalam
bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil.

e. Manajemen Pembelajaran
Manajemen pembelajaran yaitu suatu usaha untuk mengelola sumber daya yang
digunakan dalam pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara
efektif dan efisien.
Manajemen pembelajaran juga merupakan suatu usaha dan kegiatan yang meliputi
pengaturan seperangkat program pengalaman belajar yang disusun untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan organisasi atau
sekolah. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen
pembelajaran adalah proses pengelolaan dalam kegiatan belajar mengajar yang dimulai
dari proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan penilaian
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Manajemen pembelajaran memiliki arti penting dalam sebuah proses pendidikan.,
dimana dengan adanya manajemen dalam sebuah proses pembelajaran diharapkan
tujuan pembelajaran akan terpenuhi, sehingga langkah-langkah dalam proses
pembelajaran yang dimulai dari perencanaan hingga evaluasi mampu mewujudkan
pencapaian tujuan pembelajaran pada umumnya dan efektivitas belajar bagi peserta
didik pada khususnya. Karena dengan manajemen pembelajaran yang baik tentunya
juga akan berdampak pada kegiatan pembelajaran yang terarah dan mampu
menciptakan kondisi pembelajaran yang optimal.
Dalam buku Intructional Design Theoris and Models, dijelaskan Reigeluth bahwa
manajemen pembelajaran adalah berkenaan dengan pemahaman, peningkatan dan
pelaksanaan dari pengelolaan program pengajaran yang dilaksanakan. Sedangkan
18
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 65
17

menurut Sue dab Glover bahwa manajemen pembelajaran adalah proses menolong
murid untuk mencapai pengetahuan, keterampilan, kemampuan serta pemahaman
terhadap dunia sekitar mereka.19
Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan manajemen pembelajaran
adalah menciptakan peluang bagaimana murid belajar dan apa yang dipelajari oleh
murid. Dengan kata lain, dalam manajemen pembelajaran memunculkan pertanyaa,
bagaimana mereka dapat belajar, apa yang mereka pelajari, dan di mana meraka
mempelajarinya. Untuk mencapai hal yang telah dimaksud, maka diperlukan strategi
manajemen efektif di dalam kelas yang secara organisasional pembelajaran atau
kegiatan belajar mengajar. Guru memiliki kesiapan mengajar, dan murid siap untuk
belajar.

f. Fungsi Manajemen Pembelajaran


Fungsi manajemen memang banyak macamnya dan selalu berkembang maju, baik
dalam bentuk penambahan maupun pengurangan sesuai dengan perkembangan teori
organisasi dari waktu ke waktu dan disesuaikan dengan kebutuhan organisasi pada
waktu bersangkutan. Untuk mencapai tujuannya, organisasi memerlukan dukungan
manajemen dengan berbagai fungsinya yang disesuaikan dengan kebutuhan organisasi
masing-masing. Beberapa fungsi manajemen yaitu;
a. Perencanaan (Planning)
Perencanaan atau planning adalah kegiatan awal dalam sebuah pekerjaan dalam
bentuk memikirkan hal-hal yang terkait dengan pekerjaan itu agar mendapat hasil
yang optimal. Bila dikaitkan dengan pembelajaran seperti yang diungkap oleh
Sanjaya20 bahwa dalam proses pembelajaran, perencanaan merupakan tahap awal
yang harus dipersiapkan oleh guru, di antaranya adalah:
1) Menentukan alokasi waktu dan kalender akademis Program ini berfungsi untuk
mengetahui proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dalam satu tahun pelajaran
guna mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar sesuai dengan rumusan
standar isi yang telah ditetapkan. Langkah-langkah yang harus ditempuh adalah
sebagai berikut: (a) Menentukan pada bulan apa KBM akan dimulai dan berakhir
pada semester pertama dan kedua (b) Menentukan berapa jumlah minggu efektif

19
Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005). h. 78
20
Op.cit., h. 49
18

dalam setiap bulan setelah diambil untuk minggu-minggu libur dan ujian dan (c)
Menentukan hari belajar efektif dalam setiap minggu sesuai kebijakan sekolah.
2) Perencanaan Program Tahunan (Prota) adalah rencana kegiatan yang akan
dilakukan kepada siswa dan dikerjakan oleh guru dalam jangka waktu (satu tahun
ajaran) yang didalamnya harus memuat antara lain: Identitas Pelajaran,
Kompetensi Dasa (KD), Materi dan Alokasi Waktu.
3) Program Semester (Promes) adalah rencana kegiatan yang akan dilakukan,
disampaikan kepada siswa dan dikerjakan oleh guru dalam jangka waktu satu
semester dan merupakan penjabaran dari prota yang telah dibuat sebelumnya.
Didalamnya harus memuat antara lain: Identitas Pelajaran, Kompetensi Dasar,
Alokasi Waktu, Bulan dan Pekan Pelaksanaan.
4) Silabus sebagai garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi atau materi
pelajaran. Silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam pengembangan
pembelajaran.
5) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) RPP merupakan pegangan
bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium, atau
lapangan untuk kompetensi dasar. Oleh karena itu, apa yang tertuang di dalam
RPP memuat hal-hal yang langsung berkait dengan aktivitas pembelajaran dalam
upaya pencapaian penguasaan suatu Kompetensi Dasar.
b. Pelaksanaan (Actuating)
Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) Menurut Usman 21 bahwa Proses
Belajar Mengajar (PBM) adalah inti dari proses pendidikan secara keseluruhan
dengan guru sebagai pemegang peranan yang utama. Sedangkan Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM) merupakan suatu kegiatan interaksi antara guru dan murid dimana
akan diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar.
c. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi pembelajaran Tahapan setelah melakukan pembelajaran adalah evaluasi.
Evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh
mana, dalam hal apa, dan tujuan pendidikan sudah tercapai dengan kata lain untuk
melihat atau mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang
direncanakan.
Dari pengertian manajemen pembelajaran dan fungsi manajemen pembelajaran
dapat disimpulkan bahwa seorang guru dengan sengaja memproses dan menciptakan
21
Moh Uzer Usman. Menjadi Guru Profesional. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 4
19

suatu lingkungan belajar di dalam kelasnya dengan maksud untuk mewujudkan


pembelajaran yang sudah dirumuskan sebelumnya.

2. Pembelajaran Multikultural
a. Pengertian Pembelajaran Multikultural
Pembelajaran multikultural adalah kebijakan dalam praktik pendidikan dalam mengakui,
menerima dan menegaskan perbedaan dan persamaan manusia yang dikaitkan dengan
gender, ras, dan kelas22
Pembelajaran berbasis multikultural didasarkan pada gagasan filosofis tentang
kebebasan, keadilan, kesederajatan dan perlindungan terhadap hak-hak manusia. 23 Melalui
pembelajaran multikultural, subyek belajar dapat mencapai kesuksesan dalam mengurangi
prasangka dan diskriminasi24
Pembelajaran
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari
pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Belajar bukan hanya
sekedar menghafal, melainkan suatu proses mental yang terjadi dalam diri
seseorang.25
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru
dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun
secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran
maka kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai pola atau model
pembelajaran.26
Pembelajaran menurut Menurut Oemar Hamalik

Pembelajaran merupakan kombinasi yang tertata meliputi segala unsur manusiawi,


perlengkapan, fasilitas, prosedur yang saling mempengaruhi dalam mencapai
tujuan dari pembelajaran.27

22
Rini Parmila Yanti, Jurnal Basicedu Volume 2 Nomor 2 Tahun 2018,h.70
23
Ibid

24
ibid h.71
25
Rusman, Model Model Pembelajaran,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2016), h. 134
26
Ibid
27
https://www.dosenpendidikan.co.id/pengertian-pembelajaran-menurut-para-ahli/di unduh pada hari Rabu
tanggal 1 September tahun 2021 pukul 23.06 WIB
20

Sedangkan, menurut UU No. 20 tahun 2003 Tentang Sisdiknas


Pasal 1 Ayat 20 Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.28
Pembelajaran bukan sekedar memorasi dan recall, bukan pula sekedar penekanan pada penguasaan
apa yang diajarkan, tetapi lebih menekakankan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan
sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan Nurani dan dihayati serta dipraktikkan dalam
kehidupan oleh peserta didik.29

Multikultural
Multikultural adalah sekelompok yang merujuk pada suatu masyarakat yang
saling menerima realitas tentang keragaman jenis kelamin, ras, suku bangsa, agama,
atau etnik, agama, serta kebudayaan dalam satu kesederajatan yang sama rata dan
sama rasa.30
Multikultural adalah untuk pandangan mengesampingkan perbedaan dalam
kehidupan masyarakat yang mementingkan tujuan hidup bersama dalam
mendiciptakan kedamaian, ketentraman, dan membentuk persatuan serta kesatuan.
Pandangan multikultural ini mendsikripsikan bahwa perbedaan adalah hal yang
wajar dan harus diterima oleh semua golongan demi mengindari dampak dinamika
kelompok sosial dalam masyarakat.31
Menurut Azyumardi, secara sederhana multikulturalisme bisa dipahami
sebagai pengakuan, bahwa sebuah Negara atau masyarakat adalah beragam dan
majemuk. Atau dapat pula diartikan sebagai “kepercayaan” kepada normalitas dan
penerimaan keragaman.32
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa mutikulturalisme
sebenarnya merupakan konsep sebuah komunitas dalam konteks kebangsaan dapat
mengakui keberagaman, perbedaan, dan kemajemukan budaya baik ras, suku, etnis
dan agama. Konsep yang memberikan pemahaman bahwa sebuah bangsa yang
plural atau majemuk adalah bangsa yang dipenuhi dengan budaya-budaya yang
beragam. Bangsa yang muktikultur adalah bangsa yang kelompok-kelompok etnik
dan budaya yang ada dapat hidup berdampingan secara damai dalam prinsip co-
28
Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS (Bandung: Citra
Umbara. 2006), 72

29
Mulyasa, Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah, ( Jakarta: Bumi Aksara,2011),h.107
30
Diunggah dari Dosensosiologi.com, tagl 25 Feb 202 jam 19.30 Wib
31
Ibid.
32
Azyumardi Azra, Pendidikan Agama: Membangun Multikulturalisme Indonesia, dalam Pendidikan
Agama Berwawasan Multikultural. (Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 2005), vii.
existence yang ditandai dengan kesediaan untuk menghormati budaya lain. Adapun
masyarakat multikultur adalah masyarakat yang mampu menekankan dirinya sebagai
arbitrer yaitu sebagai penengah bagi proses rekonsiliasi ketika proses dialektika
tersebut menemui titik jenuh.33
Pembelajaran multikultural tidak diberikan secara tersendiri di dalam kelas, namun
dapat diintegrasikan pada berbagai macam mata pelajaran.
b. Tujuan Pembelajaran Multikultural
Keberagaman adalah hal yang tidak dapat dihindarkan di dalam kehidupan sosial, hal
ini adalah konsekuensi logis yang harus dialami di dalam kehidupan sosial, keberagaman ini
bisa dijadikan sebuah khasanah kekhasan di dalam sebuah daerah atau negara, tetapi hal ini
juga dapat menjadi sebuah permasalahan yang serius bila tidak ditangani dengan baik.
Konflik horisontal, konflik sosial dan disintegrasi bangsa akan menjadi hal yang sering
ditemukan di dalam negara yang majemuk dan tentunya akan menjadikan penghambat
dalam pembangunan di berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Multikulturalisme sebuah ideologi yang dianggap mampu menyelesaikan berbagai masalah
yang berkaitan dengan Multikulturalisme. Yaitu dengan asas-asas sebagai berikut:
a. Manusia yang tumbuh dan besar pada hubungan sosial di dalam sebuah tatanan
tertentu, dimana sistem nilai diterapkan dalam berbagai simbol-simbol budaya dan
ungkapan-ungkapan bangsa. Artinya bahwa simbol-simbol perbedaan ini harus diakui,
sehingga dapat dijadikan sebuah kekhasan dan pembeda dengan simbol-simbol yang
lain.
b. Keanekaragaman Budaya menunjukkan adanya visi dan sistem yang berbeda, sehingga
budaya yang satu memerlukan budaya lain. Dengan mempelajari kebudayaan lain, maka
akan memperluas cakrawala pemahaman akan dapat mengerti makna
multikulturalisme.
c. Setiap kebudayaan secara internal adalah majemuk, sehingga dialog berkelanjutan
sangat diperlukan demi terciptanya persatuan. Atau dengan kata lain, hal ini akan
menumbuhkan komunikasi lintas budaya dan akan membentuk rasa nasionalisme yang
tinggi di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga partisipasi yang pluralistik
akan terwujud dan akan mempercepat pembangunan di berbagai aspek. 34

33
Farida Hanum dan Sisca Rahmadonna, Artikel Multikultural Stranas 2009, h.11
34
Zainal Abidin, Jurnal Menanamkan Konsep Multikulturalisme di Indonesia Vol. 1 No.02 Tahun
2016, h.137-138 di unduh pada tanggal 02/09/2021 pukul 07.46
21
Pembelajaran multikultural adalah kebijakan dalam praktik pendidikan dalam
mengakui, menerima dan menegaskan perbedaan dan persamaan manusia yang
dikaitkan dengan gender, ras, dan kelas (Sleeter and Grant, 1988). 35

c. Nilai-nilai Pembelajaran Multikultural


Pemahaman Nilai-Nilai Multikultural Dalam Diri Siswa dapat dianalisa sebagai berikut:
1. Multikulturalisme adalah kondisi dimana masyarakat terdiri dari berbagai budaya yang
hidup berdampingan satu dengan yang lain,
2. Multikulturalisme adalah kehidupan yang berbeda-beda baik agama, ras, gender
maupun budaya,
3. Multikulturalisme adalah suatu hubungan yang berbeda antar budaya tetapi budaya itu
tetap dianggap sama
4. Multikulturalisme adalah adanya interaksi antar budaya dari berbagai daerah tetapi
tetap dapat hidup berdampingan dengan baik.
Menurut siswa pemahaman terhadap nilai-nilai multikultural sangat
penting,pemahaman tersebut sangat diperlukan dalam rangka menjaga keutuhan dan
kelangsungan hidup di dalam masyarakat. Individu yang memahami nilai-nilai
multikultural dalam kehidupannya akan berperilaku sesuai dengan pemahamannya
tersebut. Nilai-nilai multikultural yang yang harus dipahami oleh masyarakat menurut
para informan antara lain: nilai saling menghormati, nilai saling menghargai, nilai
toleransi, nilai persatuan, nilai kerjasama dan nilai solidaritas antar etnis. Sementara
dampak yang akan muncul jika masyarakat tidak memahami nilai-nilai multicultural
antara lain:
1. Pemersatu bangsa, bahwa melalui perbedaan tersebut masyarakat dapat membuat
satu kekuatan berlandaskan perbedaan, jika masyarakat atau individu tidak
memahaminya dan tidak melaksanakannya pastinya akan terjadi konflik antar
golongan, bentrok antara dua budaya, antar etnis akan saling bentrok. Dan itu akan
merusak persatuan bangsa kita, akan menyebabkan konflik berkepanjangan bahkan
akan meruntuhkan bangsa,
2. Apabila masyarakat tidak mau saling menghargai maka kelangsungan kehidupan
bangsa akan terancam, banyak pihak atau kelompok yang akan memberontak

35
Rini Parmila Yanti, Pembelajaran Berbasis Multikultural Pada Mata Pelajaran Sosiologi Jurnal
Basicedu Vol 2 No 2 Oktober 2018 h.71 diunduh pada tanggal 02/09/2021 pukul 07.44

22
23

kepada negara dan jika sampai terjadi perpecahan maka etnis minoritas akan
menjadi korban dari perpecahan tersebut,
3. Dengan memahami perbedaan maka individu akan mengetahui kelebihan dan
kekurangan dari etnis lain, dengan mengetahui perbedaan tersebut tujuannya agar
dapat mencontoh dan mengambil hal-hal yang baik dari masing-masing etnis.
Peran Sekolah dan Keluarga Dalam Membiasakan Peserta Didik Untuk Melaksanakan
Nilai Nilai Multikultural. Keberadaan Sekolah dan Keluarga sangat berperan dalam
membentuk para peserta didik untuk memahami nilai-nilai multikultural.36(
Wiyanto, Implementasi Nilai-nilai Multikultural Pada Sekolah Multi-etnik (studi
interaksi sosial di sma karangturi) Artikel 1 oktober 2018 h. 2-3 diunduh pada
tanggal 6/9/2021 pukul 21.35 WIB

d. Multikultural di Indonesia
Gagasan multikulturalisme di Indonesia kembali muncul ke permukaan pada
tahun 2002. Hal ini sejalan dengan bergulirnya reformasi 1998 dan diberlakukannya
otonomi daerah mulai tahun 1999. Pemerintahan orde baru cenderung dijalankan
secara sentralistik dengan menggunakan politik kebudayaan yang seragam dan
menggunakan tipe pendekatan monlitik dalam melihat masyarakat yang
multikultural. Pasca orde baru desentralisasi berkembang dan kedaerahan turut
meningkat, hal ini disadari dapat menimbulkan efek yang kontra produktif jika dilihat
dari perspektif kesatuan dan integrase nasional. Berkaitan dengan hal tersebut, maka
diperlukannya kembali gagasan diimplementasikannya multikulturalisme di
Indonesia. Pada dasarnya paham multikulturalisme yang tumbuh dan berkembang di
Amerika dan Kanada. Paham multkulturalisme sejalan dengan fakta sosial yang
sudah ada di Indonesia yakni Bhineka Tunggal Ika. Baik antara multikulturalisme
dan bhineka tunggal ika memilki semangat yang sama yakni: unity in diversity bukan
uniformity in diversity. Maka dari perlunya penanaman nilai-nilai Multikulturalisme
yang sejalan dengan Bhineka Tunggal Ika melalui pendidikan. Penanaman nilai-nilai
multikulturalisme juga kebhinekaan melalui jalur pendidikan37.
Di dunia sudah mengenal yang namanya pendidikan multukultural, dan penting
diberikan kepada anak atau peserta didik dengan harapan anak mampu memahami
36

37
Rahmawaty Rahim. “Signifikansi Pendidikan Multikultural terhadap Kelompok Minoritas”. Jurnal
Analisis, Volume XII, Nomor 1, Juni 2012. IAIN Raden Fatah Palembang.
24

bahwa di dalam lingkungan mereka dan juga lingkungan dirinya terdapat keragaman
budaya. Keragaman budaya tersebut berpengaruh kepada tingkah laku, sikap, pola pikir
manusia, sehingga manusia tersebut memiliki cara-cara (usage), kebiasaan (folk),
bahkan adat istiadat (customes) yang berbeda satu dengan yang lainnya38.
Parsudi Suparlan menyebutkan multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan
yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Multikultural mengulas
berbagai permasalahan seperti; politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum,
kesempatan kerja dan usaha, HAM, hak budaya komunitas dan golongan minoritas, prinsip-
prinsip etika dan moral dan tingkat serta mutu produktivitas. 39
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis multikulturalisme
dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran/paham). Dengan demikian
multikulturalisme dapat diartikan sebagai sebuah paham yang mengakui adanya banyak kultur.
Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuanakan martabat manusia yang hidup dalam
komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik. 40
Secara sederhana multikulturalisme adalah sebuah paham yang membenarkan dan
meyakini adanya relativisme kultur disebabkan adanya keragaman budaya, keragaman suku
dengan kebudayaan khasnya. Sehingga dasar kemunculan multikulturalisme bermuara pada
studi atas kebudayaan. Dari doktrin tersebut diharapkan akan munculnya semangat
penghargaan terhadap perbedaan budaya dan selanjutnya melahirkan perilaku toleransi dalam
kehidupan di tengah keanekaragaman budaya. 41 Dalam kehidupan bangsa yang multikultural
dituntut adanya kearifan untuk melihat keanekaragaman budaya sebagai realitas dalam
kehidupan bermasyarakat.42

3. Toleransi Beragama
a. Pengertian Toleransi Beragama
Secara bahasa atau etimologi toleransi berasal dari bahasa Arab tasyamuh yang
artinya ampun, ma‟af dan lapang dada.43 Dalam Webster‟s Wolrd Dictonary of
38
Farida Hanum dan Sisca Rahmadonna. “Implementasi Model Pembelajaran Multikultural di Sekolah
Dasar Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Jurnal Pendidikan Ilmu Pendidikan Vol 03, Nomor 1, Maret
2010.
39
Suparlan, Parsudi. Metode Penelitian Kwalitatif, (Jakarta: Program Kajian Wilayah Amerika, 1994),h.22
40
Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 75.
41
Ahmad Khairuddin, EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA(Jakarta: IJTIMAIYAH Vol.2
No.1 Januari-Juni 2018) di unduh pada tanggal 02/9/21 pukul 07.48 wib
42
Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 103
43
David G. Gilarnic, Webster‟s Wold Dictionary of America Language (New York: The World
Publishing Company, 1959), p. 799
25

American Languange,44 kata „‟toleransi‟‟ berasal dari bahasa Latin, tolerare yang
berarti “menahan, menaggung, membetahkan, membiarkan, dan tabah. Dalam bahasa
Inggris, toleransi berasal dari kata tolerance/ tolerantion yaitu Kesabaran, kelapangan
dada,3 atau suatu sikap membiarkan, mengakui dan menghormati terhadap perbedaan
orang lain, baik pada masalah pendapat (opinion), agama/kepercayaan maupun dalam
segi ekonomi, sosial dan politik. Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan, toleransi
adalah sifat atau sikap toleran, yaitu bersifat atau bersikap menenggang (menghargai,
membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan,
kelakuan) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri, misalnya toleransi
agama (ideologi, ras, dan sebagainya).45
Menurut Sullivian, Pierson, dan Marcus, sebagaimana dikutip Saiful Mujani,
toleransi didefinisika sebagai a willingness to „‟put upwith‟‟ those things one rejects
or opposes, yang memiliki arti, kesediaan untuk menghargai, menerima, atau
menghormati segala sesuatu yang ditolak atau ditentang oleh seseorang.46
Menurut Umar Hasyim, toleransi yaitu pemberian kebebasan kepada sesama
manusia atau kepada sesama warga masyarakat untuk menjalankan keykinannya atau
megatur hidupnya dan menentukan nasibnya masing-masing, selama dalam
menjalankan dan menentukan sikapnya itu tidak melanggar dan tidak bertentangan
dengan syarat-syarat atas terciptanya ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat.47
Penulis dapat menyimpulkan, dari beberapa pendapat di atas bahwa toleransi
adalah suatu sikap atau tingkah laku untuk dapat menghormati, memberikan kebebasan,
sikap lapang dada, dan memberikan kebenaran atas perbedaaan kepada orang lain.
Percakapan sehari-hari toleransi sering digunakan di samping kata toleransi juga dipakai
kata „‟tolere‟‟. Kata ini berasal dari bahasa Belanda berarti memebolehkan,
membiarkan; dengan pengertian membolehkan atau membiarkan yang pada prinsipnya
tidak perlu terjadi. Toleransi mengandung konsensi. Konsensi ialah pemberian yang
hanya didasarkan kepada kemurahan dan kebaikan hati, dan bukan didasarkan pada hak.
Toleransi terjadi dan berlaku karena terdapat perbedaan prinsip, dan menghormati
perbedaan atau prinsip orang lain itu tanpa mengorbankan prinsip sendiri.48

44
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia, 2007), h. 595
45
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 1204
46
Saiful Mujani, Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia
Pasca-Orde Baru (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 162
47
Umar Hasyim, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai Dasar Menuju Dialog
dan Kerukunan Antar Umat Beragama (Surabaya: Bina Ilmu, 1979), h. 22
48
Said Agil Husain Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), h. 13
26

Toleransi antar umat beragama adalah toleransi yang mencakup masalah-masalah


keyakinan pada diri manusia yang berhubungan dengan akidah atau yang berhubungan
dengan ke-Tuhan yang diyakininya. Seseorang harus diberikan kebebasan untuk
meyakini dan memeluk agama (mempunyai akidah) masing-masing yang dipilih serta
memberikan penghormatan atas pelaksanaan ajaran-ajaran yang dianut atau yang
diyakininya. Sebagaimana negara ini, telah mengaturnya dalam Ketentuan Bab XI Pasal
29 UUD 1945 berbunyi: (1) Negara berasas atas Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan
kepercayaannya itu.49
Toleransi beragama memepunyai arti sikap lapang pada seseorang untuk
menghormati dan membiarkan pemeluk agama untuk melaksanakan ibadah mereka
menurut ajaran dan ketentuan agama masing-masing yang diyakini tanpa ada yang
mengganggu atau mamaksakan baik dari orang lain maupun dari keluarga sekalipun. 50
Toleransi tidak dapat diartikan bahwa seseorang yang telah mempunyai suatu keyakinan
kemudian pindah/merubah keyakinannya (konversi) untuk mengikuti dan membaur
dengan keyakinan atau peribadatan agama-agama lain, serta tidak pula dimaksudkan
untuk mengakui kebenaran semua agama/kepercayaan, namun tetap suatu keyakinan
yang diyakini keberannya, serta memandang benar pada keyakinan orang lain, sehingga
pada dirinya terdapat kebenaran yang diyakini sendiri menurut suatu hati yang tidak
didapatkan pada paksaaan orang lain atau didapatkan dari pemberian orang lain.

b. Prinsip-prinsip Toleransi Beragama


Adapun prinsip-prinsip toleransi beragama tersebut adalah sebagai berikut:
1) Kebebasan Beragama
Hak asasi manusis yang paling esensial dalam hidup adalah hak kemerdekaan atau
kebebasan baik kebebasan untuk berfikir maupun kebebasan untuk berkehendak dan
kebebasan di dalam memilih kepercayaan atau agama. Kebebasan merupakan hak yang
fundamental bagi manusia sehingga hal ini dapat membedakan manusia dengan
makhluk yang lainya. Yang dimaksudkan kebebasan beragam di sini yaitu bebas
memilih suatu keparcayaan atau agama yang menurut mereka paling benar dan
membawa keselamatan tanpa ada yang memaksa dan menghalanginya, kemerdekaan

49
Nur Cholish Majid, dkk, Passing Over Melintasi Batas Agama (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2001), h. 138
50
Said Agil Husain Al-Munawar, op. cit., h. 16
27

atau kebebasan sudah menjadi salah satu pilar demokrasi dari tiga pilar di dunia. Ketiga
pilar tersebut adalah persamaan, persaudaraan, dan kebebasa.51
Kebebasan adalah landasan bagi semua nilai yang ada, baik yang berkaitan
dengan materi, intelektual, moral maupun kehormatan. 52 Kebebasan beragama atau
rohani diartikan sebagai suatu ungkapan yang menunjukkan hak setiap individu dalam
memilih keyakiana terhadap suatu agama.53 Dari penjelasan di atas penulis
menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kebebasan beragama adalah kebebasan
atau kemerdekaan dalam memilih dan menjalankan suatu ajaran keperayaan yang
diyakini. Artinya setiap manusi memiliki hak untuk memilih keperayaan atau agama
yang menurutnya baik bagi dirinya.

2) Penghormatan dan Eksistensi Agama lain


Etika yang harus dilaksanakan dari sikap toleransi setelah memberikan kebebasan
beragama adalah menghormati eksistensi agama lain dengan pengertian menghormati
keragaman dan perbedaan ajaran-ajaran yang terdapat pada setiap agama dan
kepercayaan yang ada baik yang diakui negara maupun belum diakui oleh negara.
Menghadapi realitas ini setiap pemeluk agama dituntut agar senantiasa mampu
menghayati sekaligus memposisikan diri dalam konteks pluralitas dengan didasari
semangat saling menghormati dan menghargai eksistensi agama lain. Dalam bentuk
tidak mencela atau memaksakan maupun bertindak sewenang-wenangnya dengan
pemeluk agama lain54.
3) Agree in Disagreement
“Agree in Disagreement“ (setuju di dalam perbedaan) adalah prinsip yang selalu
didengugkan oleh Mukti Ali. Perbedaan tidak harus ada permusuhan, karena perbedaan
selalu ada di dunia ini, dan perbedaan tidak harus menimbulkan pertentangan. Dari
sekian banyak pedoman atau prinsip yang telah disepakati bersama.

c. Cara Penanaman Nilai-nilai Toleransi Beragama


Penanaman berasal dari kata tanam yang berarti kegiatan tanam menanam.
Penanaman sendiri merupakan proses, cara, perbuatan menanam, menanami atau
51
Marcel A. Boisard, Humanisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan bintang, 1980), h. 22.
52
Adnan, Islam Sosialis Pemikiran Sistem Ekonomi Sosial Religius, (Yogyakarta: Menara Jogja, 2003),
h. 43
53
Abd, Al Mu’tal As Saidi, Kebebasan Berfikir dalam Islam, (Yogyakarta: Adi Wacana, 1999), h. 4
54
Ruslani, Masyarakat Dialoq Antar Agama, Studi atas Pemikiran Muhammad Arkoun (Yogyakarta:
Yayasan Bintang Budaya, 2010), h. 169.
28

menanamkan. Sedangkan nilai diartikan sebagai etika, berasal dari kata etik yang berarti
nilai yang berkenaan dengan akhlak. Jadi penanaman nilai-nilai merupakan proses
menanamkan akhlak.55 Profil guru PAI pada intinya terkait dengan aspek personal dan
profesional dari guru. Aspek personal menyangkut pribadi guru itu sendiri, yang
menurut para ulama selalu ditempatkan pada posisi yang utama. Aspek personal ini
diharapkan dapat memancar dalam dimensi sosialnya, dalam hubungan guru dengan
peserta didiknya, teman sejawat dan lingkungan masyarakatnya karena tugas mengajar
dan mendidik adalah tugas kemanusiaan. Dan aspek profesional menyangkut peran
profesi dari guru, dalam arti ia memiliki kualifikasi profesional sebagai seorang guru
Pendidikan Agama Islam.56 Dalam proses pendidikan, termasuk dalam pendidikan
karakter diperlukan metode-metode pendidikan yang mampu menanamkan nilai-nilai
karakter baik kepada siswa, sehingga siswa bukan hanya tahu tentang moral (karakter)
atau moral knowing, tetapi juga diharapkan mereka mampu melaksanakan moral atau
moral action yang menjadi tujuan utama pendidikan karakter. 57 Metode-metode yang
ditawarkan oleh Abdurrahman An-Nahlawi dirasa dapat menjadi pertimbangan para
pendidik dalam menginternalisasikan pendidikan karakter kepada semua peserta didik
sebagai berikut:
1) Metode Hiwar (Percakapan)
Metode hiwar ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih melalui
tanya jawab mengenai satu topik, dan dengan sengaja diarahkan kepada satu tujuan
yang dikehendaki. Metode ini digunakan untuk dapat mengasah otak, mendekatkan
kepada makna, dapat mengangkat kebenaran, dapat memberanikan terhadap dasar dasar,
dan ikut serta secara langsung dalam proses pembelajaran dan pendidikan.58
2) Metode Qishah (Kisah)
Kisah berasal dari kata qashsha-yuqushashu-qishashatan, mengandung arti
potongan berita yang diikuti dan pelacak jejak. Kisah merupakan penelusuran terhadap
kejadian masa lalu. Dalam pelaksanaan pendidikan karakter sekolah, kisah sebagai
metoe pendukung pelaksanaan pendidikan memiliki peranan yang sangat penting,
karenaa di dalam kisah-kisah terdapat berbagai keteladanan dan edukasi.59

55
Hasyim, op.cit. h. 23-25.
56
Muhaimin, Suti‟ah, and Nur Ali, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam Di Sekolah (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h. 97.
57
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Dan Konsep Implementasi (Bandung: Alfabeta, 2014), h. 88
58
Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014), h. 261.
59
Ibid. h. 89
29

3) Metode Amtsal (Perumpamaan)


Metode ini baik digunakan oleh para guru dalam mengajari peserta didiknya,
terutama dalam menanamkan karakter kepada mereka. Cara penggunaan metode ini
hampir sama dengan metode kisah, yaitu dengan berceramah (berkisah atau
membacakan kisah) atau membaca teks. Metode ini mempunyai tujuan pedagogis
pembelajaran diantaranya sebagai berikut:
a) mendekatkan makna dalam pemahaman;
b) merangsang pesan dan kesan yang berkaitan dengan makna yang tersirat dalam
perumpamaan tersebut, yang menggugah pelbagai perasaan ketuhanan;
c) mendidik akal supaya berpikir logis dan menggunakan qiyas (silogisme) yang logis
dan sehat;
d) perumpamaan merupakan motif yang menggerakkan perasaan menghidupkan naluri,
yang selanjutnya meggugah kehendak dan mendorong seseorang untuk melakukan
amal yanng baik dan menjauhi segala kemungkaran.60
4) Metode Uswah atau Keteladanan
Dalam penanaman karakter kepada peserta didik di sekolah, keteladanan
merupakan merupakan metode yang lebih efektif dan efisien. Karena secara psikologis
peserta didik memang senang meniru, tidak saja yang baik, bahkan teradang jelekpun
mereka tiru. Setiap anak mulamula mengagumi kedua orang tuanya. Akan tetapi, setelah
anak itu sekolah, maka ia mulai meneladani apapun yang dilakukan gurunya. Oleh
karena itu, guru perlu memberikan keteladanan yang baik kepada para peserta
didiknnya, agar dalam proses penanaman nalainilai karakter Islami menjadi lebih efektif
dan efisien.61
5) Metode Pembiasaan
Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang, agar
sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Metode pembiasaan (habituation) ini berintikan
pengalaman. Karena yang dibiasakan itu ialah sesuatu yang diamalkan. Dan inti dari
pembiasaan ini adalah pengulangan. Metode pembiasaan ini perlu dilakukan oleh guru
dalam rangka pembentukan karakter, untuk membiasakan peserta didik melakukan
perilaku terpuji (akhlak mulia).
6) Metode ‘Ibrah dan Mau’idhah

60
Ibid., h. 91
61
Ibid.,
30

Menurut An-Nahlawi kedua kata tersebut memiliki perbedaan dari segi makna.
„Ibrah berarti sesuatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari
sesuatu yang disaksikan, dihadapi dengan menggunakan nalar yang menyebabkan hati
mengakuinya. Adapun kata mau’idhah ialah nasehat yang lembut yang diterima oleh
hati dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya.
7) Metode Targhib dan Tarhib (Janji dan ancaman)
Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai dengan
bujukan (agar dapat melakukan kebaikan yang diperintahkan Allah). Tarhib ialah
ancaman karena dosa yang dilakukan (agar menjauhi perbuatan jelek yang dilarang
Allah). Targhib dan Tarhib bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah swt. Akan
tetapi keduanya memiliki titik tekan yang berbeda.
8) Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan
menuturkan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap peserta didik. Metode ini
merupakan metode pembelajaran yang sangat klasik. Akan tetapi walau termasuk dalam
kategori metode klasik (lama), sampai saat ini metode ceramah sering digunakan guru
atau instruktur dalam pembelajaran di kelas. Hal ini selain disebabkan beberapa
pertimbangan tertentu, juga adanya faktor kebiasaan dari guru ataupun siswa.62
Berikut beberapa penanaman nilai-nilai toleransi yang dapat dilakukan: 1) Saling
menghormati dan saling menghargai. yang mana di dalamnya mengajarkan untuk
berlaku lemah lembut, tidak bersikap kasar lagi keras. 2) Boleh berbeda keyakinan
(agama), sekalipun tuntunannya jelas. 3) Perbedaan itu rahmat, demikianlah Nabi SAW.
mengajarnya. Tegasnya perbedaan itu ada banyak gunanya dan tidak ada yang sia-sia.
4) Perbedaan itu diciptakan tidak lain agar kita saling mengenal satu sama lain. Selain
beberapa cara tersebut di atas, penanaman nilai-nilai toleransi dapat pula dilakukan
dengan berdasarkan prinsip-prinsip toleransi tersebut di atas.

4) Penerapan Toleransi antara Umat Beragama


Toleransi antar umat beragama merupakan sesuatu yang perlu dipelihara dan di
kembangkan. Namun demikian para penerus menegaskan bahwa toleransi tersebut
hanya dalam urusan-urusan hubungan antar sesama manusia dan tidak menyangkut
masalah teologis atau keyakinan, karena dalam aspek ini tidak ada toleransi.63
62
Ibid. h. 275
63
S. Truna, Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikulturalisme; Telaah Kritis Atas Muatan
Pendidikan Multikulturalisme Dalam Buku Ajar PAI Di Perguruan Tinggi Umum di Indonesia, h. 301.
31

Berdasarkan cara-cara penanaman nilai-nilai toleransi tersebut di atas, maka


seyogyanya kita tidak mempertentangkan perbedaan, tetapi kita wajib menjaga dan
membina persaudaraan dan persamaan yang kita miliki yang biasanya disebut ukhuwah
(persaudaraan/kerukunan).64 Baik dalam ukhuwah basyariyah (persaudaraan/ kerukunan
antar sesama manusia secara universal tanpa membedakan agama, suku, ras, dan aspek
khusus lainnya)65 , ukhuwah wathaniyah (persaudaraan/kerukunan sebangsa dan setanah
air) maupun ukhuwah Islamiyah (persaudaraan/kerukunan seagama Islam). Kalau perlu
juga ukhuwah hukuumiyyah (kerukunan dengan pemerintah). Dimensi-dimensi
keberagaman yang disebutkan di atas pada praktiknya tidak cukup hanya berada dalam
bentuk keyakinan, melainkan harus diaktualkan dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk-
bentuk aktualisinya antara lain berikut ini:
1) Silaturahmi (shilat ar-Rahm), yaitu pertalian rasa cinta kasih antara sesama manusia,
khususnya antara saudara, kerabat, sahabat, dan tetangga. Sifat utama Tuhan adalah
kasih sayang yang satu-satumya sifat Ilahi yang diwajibkan sendiri atas diri-Nya.
Maka manusia pun harus cinta pada sesamanya agar Allah cinta padanya.

ۡ‫ضہُم‬ ْ ُ‫ك ِمن ُك ۚمۡ‌ َوأُوْ ل‬


ُ ‫وا ٱأۡل َ ۡر َح ِام بَ ۡع‬ َ •ِ‫وا َم َع ُكمۡ فَأُوْ لَ ٰـ ٓ ِٕٕٮ‬
ْ ‫ُوا َو َج ٰـهَ ُد‬
ْ ‫وا ِم ۢن بَ ۡع ُد َوهَا َجر‬
ْ ُ‫َوٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
٧٥: ‫ب ٱهَّلل ۗ‌ِ إِ َّن ٱهَّلل َ بِ ُك ِّل َش ۡى ٍء َعلِي ۢ ُم )األنفال‬ ِ ‫ض فِى ِكتَ ٰـ‬ ٍ ۬ ‫أَ ۡولَ ٰى بِبَ ۡع‬
Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad
bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu [juga]. Orang-orang yang
mempunyai hubungan itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya [daripada
yang kerabat] [3] di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu. (QS. Al Anfal:75)66
2) Persaudaraan (ukhuwah), yaitu semangat persaudaraan, lebih- lebih antar sesama
umat Islam (ukhuwah Islamiyah), seperti disebutkan dalam al-Qur‟an, yan intinya
adalah hendaknya kita tidak mudah merendahkan golongan yang lain, kalau-kalau
mereka itu lebih baik daripada kita sendiri, tidak saling menghina, saling mengejek,
banyak berprasangka, suka mencari-cari kesalahan orang lain, dan suka mengumpat.
ْ ُ‫ُوا بَ ۡينَ أَخَ َو ۡي ُك ۚمۡ‌ َوٱتَّق‬
‫ا‬. : ‫وا ٱهَّلل َ لَ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡر َح ُمونَ )الحجرة‬ ۡ َ ‫إِنَّ َما ۡٱل ُم ۡؤ ِمنُونَ إِ ۡخ َو ۬ةٌ فَأ‬
ْ ‫صلِح‬
Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara
kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (QS
Al Hujurat:10)
64
Dahri Tiam, Agama Islam Murni Di Nusantara (Sejuk Dan Damai), 124.
65
S. Truna, op cit. h. 275
66
Al Quran dan Terjemah, ( Solo: MA’SUM Tahun 20180),h. 186
32

3) Baik sangka (huznudzan), yaitu berbaik sangka kepada sesama manusia. Manusia itu
pada asal dan hakikat aslinya adalah baik karena diciptakan Allah dan dilahirkan atas
fitrah atau kejadian asal yang suci sehingga manusia pada hakikat aslinya adalah
makhluk yang berkecenderungan pada kebenaran dan kebaikan (hanif).

‫وا َواَل يَ ۡغتَب‬ ُ ‫ض ٱلظَّنِّ إِ ۡث ۬ ۖ ٌ‌م َواَل تَ َجس‬


ْ ••‫َّس‬ َ ‫ُوا َكثِي ۬ ًرا ِّمنَ ٱلظَّنِّ إِ َّن بَ ۡع‬
ْ ‫ٱجتَنِب‬ ْ ُ‫يَ ٰـٓأَيُّہَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ۡ ‫وا‬
ْ •ُ‫ڪ• َل لَ ۡح َم أَ ِخي • ِه َم ۡي ۬تً• ا فَ َك ِر ۡهتُ ُم••و ۚ‌هُ َوٱتَّق‬
َ ‫•وا ٱهَّلل ۚ‌َ إِ َّن ٱهَّلل‬ ُ ‫ڪمۡ أَن يَ ۡأ‬ ُ ‫ض ۚا‌ أَيُ ِحبُّ أَ َح ُد‬
ً ‫ض ُكم بَ ۡع‬
ُ ‫ب َّۡع‬
)١٢  : ‫َّحي ۬ ٌم (لحجرة‬ ِ ‫ابٌ ر‬ ۬ ‫تَ َّو‬

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya


sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan
orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain.
Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS Al
Hujuraat:12)
4) Rendah hati (tawadhu’), yaitu sikap yang tumbuh karena keinsafan bahwa segala
kemuliaan hanya milik Allah maka tidak sepantasnya manusia “mengklaim”
kemuliaan itu, kecuali dengan pikiran yang baik, yang itupun hanya Allah yang
menilainya.

‫ك‬
َ ••‫ض َجنَا َح‬ ۡ ‫ك إِلَ ٰى َم••ا َمتَّ ۡعنَ••ا بِ ِۤۦه أَ ۡز َوٲ ۬ ًج•• ا ِّم ۡنهُمۡ َواَل ت َۡح•• ز َۡن َعلَ ۡي ِہمۡ َو‬
ۡ ِ‫ٱخف‬ َ ••‫اَل تَ ُم•• َّد َّن ع َۡين َۡي‬
َ‫لِ ۡل ُم ۡؤ ِمنِين‬
(88: ‫) الهجر‬
Janganlah sekali-kali kamu menujukan pandanganmu kepada keni’matan hidup yang
telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka [orang-orang kafir
itu], dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu
terhadap orang-orang yang beriman. (QS Al Hijr:88)
Terhadap sesama kaum muslimin, sikap rendah hati adalah suatu kemestian.
Hanya kepada mereka yang jelas-jelas menentang kebenaran kita diperbolehkan untuk
bersikap tinggi hati. Masih banyak lagi nilai keberagamaan yang mengarah pada
pembentukan akhlak mulia. Namun, hal yang disebut di atas sedikitnya akan membantu
mengidentifikasi agenda kehidupan kita yang lebih nyata dalam upaya menghadirkan
33

kesadaran bahwa sesungguhnya itulah hakikat keberagamaan yang harus dijalani oleh
setiap individu muslim67.

B. Penelitian Relevan
Penelitian terdahulu bertujuan untuk mengetahui posisi penelitian yang hendak
dilaksanakan dari penelitian sebelumnya, maka peneliti akan memaparkan penelitian
penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini agar mengetahui persamaan dan
perbedaannya, diantaranya yaitu:
1. Penelitian yang dilakukan Muhammad Muchsin Afriyadi dalam tesisnya menuliskan
tentang Pendidikan Multikultural sebagai upaya dalam menghadapi kondisi peserta
didik yang beragam baik dari segi suku, agama dan budaya. Pendidikan karakter
beracuan kepada sikap dan tingkah laku peserta didik dalam hal pendidikan karakter,
untuk dapat membentuk karakter yang baik dalam diri peserta didik.68
2. Kajian lain yang terkait dengan penelitian di atas tentang Model pembelajaran berbasis
Multikultural. Hanum menjelaskan dalam penelitian ini dimaksud untuk meningkatkan
Apresiasi positif pada diri siswa terhadap perbedaan secara kultural, sebagai landasan
meningkatkan kualitas pembelajaran yang memberikan rasa aman, nyaman dan
bertujuan untuk menyempurnakan modul sebagai suplemen dalam bahan pembelajaran
multicultural bagi murid SMP Negeri dan swasta, di Indonesia. Yang menghasilkan
panduan pembelajaran multicultural bagi guru, dan meningkatkan kemampuan guru di
SMP Negeri dan swasta dalam pembelajaran multikultural, pendekatan yang digunakan
dalam keseluruhan penelitian ini adalah Research and Development.  penelitian ini lebih
menekankan pada pendidikan multikultural yang sifatnya, kepada peningkatan hasil
belajar siswa. Dan pengaruhnya di dalam lingkungan sekolah.69
3. Penelitian selanjutnya bahwa pendidikan multikultural juga diterapkan di Taman
Kanak-kanak Islam Tarbiyatul Athfal Al-Furqon Yogyakarta, di tengah-tengah
pendidikan dalam lingkup monokultural di sekolah khususnya. Artinya pendidikan yang
berbasis Multikultural tidak sekedar dibiasakan dan digunakan atau di terapkan dalam
lingkup multikultural akan tetapi dalam lingkup monokulturalpun bisa diterapkan. Dan
mampu memberikan pengaruh kepada peningkatan hasil belajar di sekolah.

67
Ibid., h. 192
68
M. Muchsin Afriyadi. Penerapan Pendidikan Multikultural dalam Membentuk Karakter Peserta
Didik di SDN 7 Metro Pusat Lampung. (Jakarta: Fak. Pendidikan UNJ Jakarta, 2018)
69
Farida Hanum dan Sisca Rahmadinna. Implementasi Model Pembelajaran Multikultural di Sekolah
Dasar Negeri Di Provinsi Istimewa Jogyakarta. (Jogyakarta: Staranas, 2009)
34

4. Penelitian yang ditulis oleh saudara Erik Aditia Ismaya dalam tesisnya. Alasan memilih
lokasi penelitian di sekolah SMA Negeri 3 Yogyakarta, SMA 1 Bopkri Yogyakarta, dan
SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta karena sekolah-sekolah tersebut dianggap
mewakili dan menggambarkan: Keragaman potret pendidikan di Yogyakarta, Potensi
pluralitas dan multikulturalitas masyarakat pendidikan di Yogyakarta, Keberadaan
kelompok-kelompok social kemasyarakatan berdasarkan suku, agama, ras, etnis, dan
budaya di Yogyakarta.70
5. Skripsi yang dilakukan oleh Wulan Puspita Wati yang berjudul, Peran Guru PAI dalam
Penanaman Nilai Nilai Toleransi Antar Umat Beragama Siswa Untuk Mewujudkan
Kerukunan di SMP Negeri 4 Yogyakarta. Skripsi ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara,
dokumentasi, dan observasi, dengan sumber data Kepala Sekolah, Wakil Kepala
Sekolah, Guru PAI, Siswa dan Guru non muslim di SMP Negeri 4 Yogyakarta. Tujuan
dari penelitian skripsi ini adalah untuk menjelaskan tentang peran seorang guru
Pendidikan Agama Islam dalam penanaman nilai-nilai toleransi antar umat beragama
siswa untuk mewujudkan kerukunan di SMP Negeri 4 Yogyakarta, untuk mengetahui
faktor pendukung dan penghambat penanaman nilai-nilai toleransi antar umat beragama
siswa untuk mewujudkan kerukunan di SMP Negeri 4 Yogyakarta.
6. Skripsi yang dilakukan oleh Faridhatus Sholihah dari jurusan Pendidikan Agama Islam,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya 2016 yang berjudul, Implementasi
Pendidikan Islam Multikultural Dalam Sikap Toleransi Beragama Siswa di SMP Mardi
Sunu Surabaya. Skripsi ini memakai metode penelitian kualitatif dengan mengambil
latar SMP Mardi Sunu. Hasil yang diperoleh dari penelitian, menunjukkan bahwa
penerapan sikap toleransi beragama siswa telah sesuai dengan maksud dan tujuan
pendidikan multikultural. Hal ini berdasarkan seluruh kegiatan mulai dari belajar
mengajar kegiatan ekstra atau intrakurikuler secara umum sudah diterapkan. Dengan
melihat interaksi sosial antar teman sebaya atau guru serta kepada lingkungan sekolah,
serta sikap toleransi yang ditanamkan dalam diri siswa juga sudah terlaksana dengan
maksimal sebagai bukti ketika sekolah mengadakan kegiatan keagamaan, seluruh siswa
saling membantu tanpa memandang agama serta budaya dari setiap masing-masing
siswa.
7. Skripsi yang dilakukan oleh Hendri Gunawan dari Jurusan Perbandingan Agama,
Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015. Dengan judul Skripsi “Toleransi
70
Erik Aditia Ismaya. Pendidikan Multikultural di Yogyakarta (Yogyakarta: Sosiologi UGM, 2011)
35

Beragama Menurut Pandangan Buya Hamka dan Nurcholish Madjid”. Penelitian ini
mengguanakan metode dokumentasi dan kepustakaan termasuk jenis penelitian Library
Research. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Filosofis. Menurut peneliti
ada persamaan dan perbedaan pendapat antara Buya Hamka dan Nurcholish Madjid
tentang masalah toleransi beragama. Keduanya sama-sama menekankan tentang
pentingnya prinsip toleransi dalam kehidupan beragama yaitu dengan menghormati
kebebasan beragama. Karena dengan prinsip inilah semua pemeluk agama akan saling
menghormati terhadap pemeluk agama lain. Perbedaan antara keduanya terletak pada
batas-batas dalam toleransi beragama dimana Buya Hamka menyatakan bahwa toleransi
beragama dalam Islam hanya bisa dilakukan jika tidak menyangkut masalah keimanan
sedangkan Nurcholish Madjid dalam praktik toleransi beragamanya cenderung lebih
inklusif dan pluralism, seperti dengan mengikuti doa bersama antar umat beragama.
Berdasarkan dari penelitian terdahulu, penulis menemukan penelitian yang berkaitan
dengan judul penulis. Akan tetapi posisi penelitian penulis dengan penelitian terdahulu
terdapat perbedaan yang mendasar yaitu peneliti lebih terfokus kepada manajemen
pembelajaran berbasis multikultural dalam rangka meningkatkan toleransi antar umat
beragama di SMPN 30 Jakarta Utara.

C. Kerangka Berpikir
Manajemen atau pengelolaan kelas yang baik memastikan baik buruknya hasil
belajar yang diperoleh siswa, guru ketika mengajar memakai cara atau metode yang tepat,
didukung penyediaan perlengkapan belajar yang memadai, dan iklim kelas yang kondusif
dikala proses pembelajaran dapat diprediksi mempengaruhi keberhasilan siswa dalam
belajar. Untuk menghasilkan pembelajaran yang berkualitas, diperlukan manajemen yang
baik yang dapat mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Pembelajaran yang kurang
memperhatikan perbedaan keragaman siswa seperti suku, ras dan agama dan hanya
didasarkan pada keinginan guru, akan sulit untuk dapat mengantarkan siswa ke arah
pencapaian tujuan pembelajaran. Hal ini terlihat dari perhatian sebagian guru yang
menjadikan siswa sebagai objek, bukan sebagai subjek dalam belajar. Kondisi inilah yang
pada umumnya terjadi pada proses pembelajaran.
Indonesia dengan penduduk yang beragam agama, suku, ras, dan bahasa dapat
menyebabkan beragam pula budaya yang dihasilkan, fenomena tersebut sering pluralisme
atau multikultural (beragam budaya) sehingga dibutuhkan strategi khusus dalam proses
pembelajaran di kelas dengan menggunakan kurikulum berbasis multikultural sehinggn
36

dikenal dengan istilah pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural adalah sebuah


kebijakan sosial yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemeliharaan budaya dan saling
memilliki rasa hormat antara seluruh kelompok budaya di dalam masyarakat. Pembelajaran
multikultural pada dasarnya merupakan program pendidikan bangsa agar komunitas
multikultural dapat berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan demokrasi yang ideal bagi
bangsanya.
Pembelajaran Multikultural merupakan suatu proses belajar untuk mewujudkan
kehidupan demokrasi yang ideal bagi suatu bangsa, yaitu kebijakan-kebijakan sosial yang
dipakai berdasarkan prinsip-prinsip saling menghormati antar kelompok budaya yang ada
di masyarakat, dengan demikian pembelajaran multikultural merupakan proses yang dapat
diartikan sebagai proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses,
perbuatan, dan cara-cara mendidik yang memerhatikan keragaman budaya yang dimiliki
oleh setiap siswa.
Toleransi merupakan sikap menghargai, membiarkan, membolehkan, pendirian
(pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya) yang berbeda dan atau
yang bertentangan dengan pendiriannya. Toleransi juga berarti batas ukur untuk
penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan. Toleransi harus didasari sikap
lapang dada terhadap orang lain dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang dipegang
sendiri. Toleransi terjadi dan berlaku karena terdapat perbedaan prinsip dan menghormati
perbedaan atau prinsip orang lain tanpa mengorbankan prinsip sendiri. Dengan kata lain,
pelaksanaannya hanya pada aspek-aspek yang detail dan teknis bukan dalam persoalan
yang prinsipil.
Dengan demikian dapat dijelaskan pembelajaran berbasis multikultural memiliki
kemampuan menggunakan kurikulum berbasis mutikultural yang dapat memudahkan
siapapun siswanya baik berbeda suku, ras dan agama untuk dapat menerima perbedaan
tersebut, sehingga proses pembelajaran akan menjadi lancar. Dengan saling memahami dan
menghargai dari masing-masing pendapat atau keyakinan yang dianut tidak akan terjadi
konflik dan akan saling mendukung terhadap program sekolah, yang pada akhirnya hasil
akhir yaitu prestasi belajar siswa akan meningkat, baik prestasi akademik maupun prestasi
non-akademik.
Tabel Data 2.1. Ilustrasi Skema Pencapaian Prestasi Belajar Siswa
Nilai UN SMPN 30 Tahun
37

Hal ini tergambar dari ilustrasi yang ditampilkan pada gambar di bawah ini
INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME

Fakta
SMPempiris
Negeriyang
30 menggunakan
ada di 1. Hasil Belajar Siswa Tinggi,
lapangan
kurikulum,
sebagaiyaitu
berikut: indikasi dari pencapaian
1. 1.
Siswa
Kurikulum
yang masuk
Nasional
SMPN (K13) hasil UN Diterima di
2.
30 Kurikulum
memiliki nilai
berbasis
rata-rata 2. Prestasi akademis, juara SLTA
yang
multikultural
tinggi dengan dalam berbagai mapel baik Favorit
2. Siswa
memasukan
berasal dari
kegiatan
suku dan
mapel tingkat wilayah maupun
agama
agama
yanglain
berbeda,
denganyaitu
guru nasional
agama
agama
Islam,
masing-masing
Katholik, pada 3. Pretasi non-akademis,
Protestan,
jam pelajaran
Budha dan Hindu menjuarai berbagai turnamen
3. 3.
Lingkungan
Mengakomodir
budayakegaiatan-
yang tingkat wilayah dan nasional
beragam
kegaiatan menurut agamanya 4. Kesadaran Toleransi Tinggi,
masing-masing dengan indikasi saling
membantu, menghargai
dalam kegiatan perayaan
agama

Gambar 1.1. Ilustrasi Skema Pencapaian Prestasi Belajar Siswa

Anda mungkin juga menyukai