3714 7896 1 SM
3714 7896 1 SM
Jurnal MIPA
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JM
E Isnaeni NA Habibah
Alamat korespondensi: ISSN 0215-9945
Gedung D6 Lantai 1, Kampus Unnes Sekaran,
Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: elyisnaeni@yahoo.com
105
E Isnaeni, NA Habibah / Jurnal MIPA 37 (2) (2014): 105-114
106
E Isnaeni, NA Habibah / Jurnal MIPA 37 (2) (2014): 105-110
107
E Isnaeni, NA Habibah / Jurnal MIPA 37 (2) (2014): 105-110
sebelumnya disterilisasi dengan sinar UV. Setiap masing-masing dilakukan sebanyak lima
botol kultur terdiri atas dua eksplan biji. ulangan. Perkecambahan biji kepel diukur
Eksplan ditanam di media kapas dengan posisi berdasarkan lima parameter perkecambahan
bagian biji yang disayat berada di bawah. Botol- yaitu waktu munculnya radikula, persentase
botol yang berisi eksplan diinkubasi di ruang perkecambahan, panjang radikula, jumlah
inkubasi dan diletakkan sesuai dengan cabang akar, dan morfologi akar. Analisis data
rancangan percobaan yang dibuat dengan suhu menggunakan ANAVA tiga jalan, dan jika data
dan cahaya yang terkontrol. Biji ditanam di signifikan dilakukan uji jarak ganda Duncan
polibag dengan masing-masing polibag terdiri (UJGD).
dari dua biji. Posisi biji agak ditenggelamkan ke
dalam media tanam. Bagian biji yang disayat HASIL DAN PEMBAHASAN
berada di bawah. Polibag yang berisi biji
diletakkan sesuai dengan rancangan percobaan Hasil penelitian efektivitas skarifikasi,
yang dibuat dengan suhu dan cahaya yang tidak suhu, teknik perkecambahan dan interaksi antar
terkontrol. Biji yang ditanam di polibag disiram ketiganya terhadap perkecambahan biji kepel
setiap dua hari sekali dengan volume 20 ml pada parameter waktu munculnya radikula,
untuk masing-masing polibag. persentase perkecambahan, panjang akar, dan
Pengamatan tiap perlakuan dilakukan jumlah cabang akar disajikan pada Tabel 1.
setiap hari selama lima bulan. Tiap percobaan
Tabel 1. Hasil skarifikasi dan suhu pada teknik perkecambahan terhadap keempat parameter
perkecambahan dengan waktu pengamatan lima bulan
Tidak disayat Disayat Rata-
Parameter
20oC 40oC 60oC 80oC 20oC 40oC 60oC 80oC rata
Waktu munculnya
8 9 10 - 11 11 - - 10
radikula (hst)
Persentase
70 100 10 0 50 30 0 0 32,5
perkecambahan (%)
Panjang radikula (cm) 11,9 16,1 1,6 0,0 6,2 3,8 0,0 0,0 4,95
Jumlah cabang akar 2,0 2,0 0,2 0,0 1,0 1,0 0,0 0,0 1,0
Keterangan: Data diperoleh dari rata-rata lima ulangan.
108
E Isnaeni, NA Habibah / Jurnal MIPA 37 (2) (2014): 105-110
Tabel 2. Hasil UJGD untuk keempat parameter perkecambahan yang diamati pada perlakuan suhu
Perlakuan Rerata persentase Rerata panjang Rerata jumlah
suhu perkecambahan (%) radikula (cm) cabang akar
T1 60 a 9,05 a 1,0a
T2 65a 9,95a 2,0a
T3 5 b 0,80 b 0,1b
T4 0b 0,00b 0,0c
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda signifikan pada
UJGD α = 0,05.
Tabel 3. Hasil UJGD untuk ketiga parameter perkecambahan yang diamati pada interaksi perlakuan skarifikasi
dengan suhu
Rerata persentase perkecambahan
Taraf perlakuan Rerata panjang radikula (cm)
(%)
T1S1 70ab 11,9a
T2S1 100a 16,1a
T3S1 10 d 1,6c
T4S1 0d 0,0c
T1S2 50 bc 6,2b
T2S2 30c 3,8bc
T3S2 0 d 0,0c
T4S2 0d 0,0c
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda signifikan pada
UJGD α = 0,05.
Tabel 4. Hasil UJGD untuk persentase perkecambahan pada interaksi perlakuan teknik perkecambahan dengan
suhu
Taraf Perlakuan Rerata persentase perkecambahan (%) Rerata panjang radikula (cm)
T1K1 0b 0,00b
T2K1 0 b 0,00b
T3K1 0b 0,00b
T4K4 0 b 0,00b
T1K2 60a 9,05a
T2K2 65 a 9,95a
T3K2 5b 0,80b
T4K2 0 b 0,00b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda signifikan pada
UJGD α = 0,05.
109
E Isnaeni, NA Habibah / Jurnal MIPA 37 (2) (2014): 105-110
Tabel 5. Hasil UJGD untuk pada interaksi teknik perkecambahan dengan skarifikasi persentase perkecambahan
Rerata persentase Rerata panjang Rerata jumlah
Taraf Perlakuan
perkecambahan (%) radikula (cm) cabang akar
K1S1 0 c 0,0 b 0,0b
K1S2 0c 0,0b 0,0b
K2S1 45 a 7,4 a 1,0a
K2S2 20b 2,5b 0,4a
Keterangan: Angka yang dibuktikan oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda signifikan
pada UJGD α = 0,05.
Tabel 6. Hasil UJGD pada interaksi suhu, skarifikasi, dan teknik perkecambahan untuk persentase
perkecambahan
Rerata persentase perkecambahan Rerata panjang radikula
Taraf Perlakuan
(%) (cm)
T1S1K1 0 d 0,0c
T2S1K1 0d 0,0c
T3S1K1 0 d 0,0c
T4S1K1 0d 0,0c
T1S2K1 0 d 0,0c
T2S2K1 0d 0,0c
T3S2K1 0 d 0,0c
T4S2K1 0d 0,0c
T1S1K2 70 b 11,9b
T2S1K2 100a 16,1a
T3S1K2 10 cd 1,6c
T4S1K2 0d 0,0c
T1S2K2 50 bc 6,2b
T2S2K2 30c 3,8bc
T3S2K2 0 d 0,0c
T4S2K2 0d 0,0c
Keterangan: Angka yang dibuktikan oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda signifikan
pada UJGD α = 0,05.
Morfologi akar kepel termasuk akar tunggang bertindak sebagai penghambat mekanis dan mencegah
dengan akar cabang yang tidak banyak. Panjang adanya zat penghambat yang masuk ke embrio (Miao
akarnya dapat mencapai 25 cm dalam umur 5 bulan. et al. 2001).
Akar berwarna putih kecoklatan. Pada bagian ujung Skarifikasi adalah suatu perlakuan atau
akar membengkak seperti bentuk umbi. Dan dalam kegiatan melukai kulit biji dengan benda tajam yang
waktu 5 bulan, biji kepel masih belum membentuk bertujuan agar biji permeabel terhadap air dan gas
plumula. sehingga mempercepat proses perkecambahan
Biji kepel mempunyai sifat dormansi yang (Widyawati et al. 2008). Pemberian skarifikasi pada
disebabkan oleh kulit biji yang keras sehingga untuk biji kepel agar biji kepel yang keras tersebut dapat
mematahkannya diperlukan suatu perlakuan tertentu. dengan mudah menyerap air agar imbibisi dapat
Kulit biji kepel yang keras inilah yang menyebabkan berlangsung dan proses perkecambahan semakin
perkecambahannya lambat. Kulit biji adalah struktur cepat.
penting sebagai suatu pelindung antara embrio Biji yang telah diberi perlakuan skarifikasi akan
dengan lingkungan di luar biji. Kulit biji juga berperan kehilangan lapisan lignin di kulit biji sehingga bagian
untuk mempengaruhi penyerapan air, pertukaran gas, endosperm biji akan terbuka, air dapat masuk dari
110
E Isnaeni, NA Habibah / Jurnal MIPA 37 (2) (2014): 105-110
bagian tersebut dengan mudah dan menuju embrio. perlakuan skarifikasi dengan disayat memungkinkan
Air pada embrio inilah yang akan memicu aktifnya masuknya air ke dalam biji lebih mudah sehingga
hormon dan enzim-enzim yang memicu terjadinya imbibisi sebagai proses awal perkecambahan biji
perkecambahan (Sutopo 2004). Biji yang diberi dapat terjadi.
Gambar 1. Hasil pengamatan perkecambahan biji kepel dengan berbagai kombinasi perlakuan skarifikasi, suhu
dan teknik perkecambahan. (a) T1S1K2. Bar = 2 cm. (b) T1S2K2. Bar = 3 cm. (c) T2S1K2. Bar = 2 cm. (d) T2S2K2.
Bar = 2 cm. (e) T3S1K2. Bar = 2 cm
.
Namun pada penelitian ini, biji kepel yang tanpa mudah tumbuh dan mengambil zat-zat yang
diskarifikasi menunjukkan hasil yang lebih optimal dibutuhkan embrio untuk hidup. Jamur-jamur
untuk semua parameter perkecambahan yang diamati tersebut tumbuh pada bagian biji yang telah disayat.
dibandingkan dengan biji yang diskarifikasi. Biji kepel Jamur endofit juga telah ditemukan pada daun kepel
yang tanpa diskarifikasi adalah biji kepel yang masih (Habibah 2013). Pertumbuhan jamur yang lebih cepat
utuh dan masih terlindungi oleh kulit bijinya. Data akan menghambat perkecambahan dari biji kepel. Hal
hasil pengamatan menunjukkan adanya perbedaan ini menyebabkan biji menjadi kering, busuk dan mati
nyata antara tanpa diskarifikasi dengan yang sehingga tidak berkecambah.
diskarifikasi. Selain itu, bagian biji kepel yang diskarifikasi
Biji kepel yang diskarifikasi sebagian besar mengalami perubahan warna mulai dari putih menjadi
bagian bijinya yang keras hilang. Hal ini coklat hingga akhirnya kehitaman. Hal ini dikarenakan
mengakibatkan endosperm semakin terbuka lebar pelukaan pada bagian biji kepel dapat menginduksi
sehingga semakin luas kontak dengan lingkungan terbentuknya fenol. Senyawa fenol tersebut dapat
sekitar. Endosperm banyak mengandung zat-zat yang mengganggu proses perkecambahan biji. Biji menjadi
penting untuk kelangsungan hidup embrio dalam biji kelihatan pucat dan mati akibatnya sulit untuk
agar dapat berkecambah. Endosperm yang terbuka berkecambah. Senyawa fenol pada tumbuhan dapat
lebar kemungkinan riskan terhadap patogen-patogen menimbulkan gangguan besar karena kemampuannya
yang dapat masuk ke dalam biji, terutama jamur yang membentuk kompleks dengan protein melalui ikatan
111
E Isnaeni, NA Habibah / Jurnal MIPA 37 (2) (2014): 105-110
hidrogen. Akibatnya, sering terjadi hambatan kerja struktur tanin dan lignin pada kulit biji kepel terurai
enzim pada tumbuhan (Kusuma 2011). Adanya maksimal pada suhu tersebut, sehingga banyak biji
senyawa fenol pada biji kepel yang diskarifikasi yang dapat berkecambah setelah direndam air pada
mengakibatkan kerja dari enzim-enzim hidrolase suhu 40oC.
terhambat sehingga tidak tejadi proses perombakan Sesuai dengan penelitian Ani (2006) yang
cadangan makanan. Jika proses perombakan cadangan menyatakan bahwa perlakuan perendaman benih
makanan tidak berlangsung maka pertumbuhan dalam air panas berpengaruh sangat nyata terhadap
kecambah pun tidak terjadi. daya kecambah lamtoro (mencapai 75%), tinggi
Struktur kulit biji kepel keras sehingga jika tanaman, jumlah daun, dan panjang akar. Perlakuan
direndam dalam air dengan suhu tertentu akan perendaman dalam air panas 60oC selama 4 menit
berubah struktur kulitnya. Biji kepel direndam dalam dilanjutkan dengan perendaman air selama 12 jam
air pada suhu yang bervariasi memungkinkan memberikan hasil persentase perkecambahan
terurainya kandungan tanin dan lignin yang terdapat tertinggi pada benih sengon (Paraserianthes
pada biji sehingga biji menjadi semakin lunak dan falcataria) yaitu sebesar 100% (Marthen et al. 2013).
memudahkan biji dalam menyerap air pada proses Hal ini membuktikan bahwa suhu dapat membantu
imbibisi. Pada suhu yang tepat dan pada kondisi perkecambahan benih yang berkulit keras dalam
lingkungan yang memadai maka biji akan mudah waktu yang relatif lebih singkat sehingga bisa
memecahkan dormansi dan mulai tumbuh. Perlakuan membantu proses perbanyakan benih.
perendaman suhu berfungsi untuk melunakkan kulit Teknik yang digunakan dalam menge-
biji dan memudahkan proses penyerapan air oleh biji cambahkan biji kepel adalah teknik in vitro dan teknik
sehingga proses-proses fisiologi dalam biji dapat ex vitro. Kedua teknik ini bertujuan untuk mengetahui
berlangsung sehingga dapat terjadi perkecambahan. teknik mana yang paling optimal dalam proses
Suhu yang optimal mempengaruhi waktu perkecambahan biji kepel. Pada teknik in vitro, biji
munculnya kecambah, persentase perkecambahan, kepel dikecambahkan dalam media kapas yang steril
panjang radikula, dan jumlah akar cabang. Pemberian sedangkan teknik ex vitro, biji kepel dikecambahkan
perlakuan suhu yang tepat menyebabkan proses dalam media tanam.
perkecambahan akan cepat dan menghasilkan akar Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teknik
yang panjang. Hal ini dikarenakan panjang akar perkecambahan secara ex vitro merupakan teknik
dipengaruhi oleh kecepatan perkecambahan biji. yang paling optimal dalam mengecambahkan biji
Kondisi suhu yang baik dan optimal untuk biji kepel kepel. Hal ini dapat dilihat dari semua parameter
adalah perendaman pada suhu 20oC dan 40oC. perkecambahan yang diamati optimal pada teknik ex
Perkecambahan biji kepel dapat dilakukan dengan vitro. Hasil yang optimal diperoleh pada kondisi ex
menggunakan suhu 40oC, jika lebih dari itu maka vitro karena media yang digunakan untuk
enzim-enzim di dalam biji akan rusak dan embrionya perkecambahan tidak terlalu basah atau lembab. Hal
akan mati. Biji tumbuh optimal pada suhu 40oC, ini dikarenakan pengaturan intensitas penyiraman
sehingga suhu yang lebih tinggi dari 40oC media yang dilakukan setiap dua hari sekali. Selain itu,
menyebabkan kulit biji retak dan air mudah masuk ke kondisi pada teknik ex vitro suhu berkisar antara 29-
dalam. Pada suhu 40oC kemungkinan aktivitas enzim 36oC, kelembaban udara 45-70% dan intensitas
bekerja optimal dibanding pada suhu yang lain. cahaya 1600-1800 lux. Kondisi ini sesuai dengan
Sehingga kecepatan perkecambahan terjadi pada suhu lingkungan fisik yang berkaitan dengan kepel yaitu
40oC (Lambers et al.1998). Jika suhu lebih dari 60oC, suhu berkisar 26-30oC, kelembaban udara 50-85%,
maka biji tidak akan berkecambah dan mati. Hal ini kemiringan lahan 10-50% dan ketinggian tempat dari
dikarenakan biji kepel tahan terhadap suhu maksimal permukaan laut antara 10-210 m (Heriyanto &
60oC. Garsetiasih 2005).
Pengaruh suhu terhadap perkecambahan biji Sedangkan pada teknik in vitro biji kepel
kepel menunjukan bahwa suhu yang paling optimal memang lebih sulit berkecambah dikarenakan kondisi
adalah 40oC karena persentase perkecambahannya kelembaban pada media yang digunakan. Kondisi
100%. Hal ini membuktikan bahwa perubahan media kapas yang terlalu lembab dapat
112
E Isnaeni, NA Habibah / Jurnal MIPA 37 (2) (2014): 105-110
mengakibatkan biji kepel menjadi rusak dan busuk Habibah NA, Sumadi & Ambar S. 2013. Optimasi sterilisasi
sehingga biji tersebut tidak dapat berkecambah. Hal permukaan daun dan elminasi endofit pada burahol.
ini yang menyebabkan daya berkecambah dari biji Biosantifika J Biol Biol Edu 5(2): 70-75.
Heriyanto NM & Garsetiasih R. 2005. Kajian ekologi pohon
kepel rendah.
burahol (Stelechocarpus burahol) di Taman Nasional
Selain itu, kondisi pada teknik in vitro jauh dari
Meru Betiri, Jawa Timur. Buletin Plasma Nutfah
kondisi alamiah yang dibutuhkan biji kepel untuk 11(2): 65-73.
berkecambah. Biji kepel dapat tumbuh pada suhu yang IRRI. 2006. IRRI Rice Knowledge Bank. Bahan organik dan
berkisar 26-30oC. Sedangkan pada teknik in vitro pupuk kandang. Kerjasama Badan Litbang Pertanian
suhunya di bawah 26oC. Hal inilah yang dan IRRI. www.Knowledgebank.irri. org. Jakarta.
mempengaruhi kinerja enzim-enzim yang terdapat di Kosmiatin M, Husi A & Mariska I. 2005. Perkecambahan dan
dalam biji sehingga biji tidak mau berkecambah. perbanyakan gaharu secara in vitro. J AgroBiogen
Berdasarkan hasil penelitian, waktu munculnya 1(2): 62-67.
Kusuma R. 2011. Identifikasi senyawa bioaktif pada
kecambah, persentase perkecambahan, panjang
tumbuhan meranti merah (Shorea smithiana
radikula, dan jumlah akar cabang yang paling optimal
Symington). Mulawarman Scientifie 10(2): 199-206.
adalah interaksi antara suhu 40oC dengan tanpa Lambers H, Stuart FC, Thijs L & Pons. Plant Physiological-
skarifikasi pada teknik ex vitro. Keterbatasan Ecology. New York: Springer.
penelitian ini adalah keterbatasan tempat media Mariska I & Sukmadjaja D. 2003. Kultur Jaringan Abaka.
penanaman yang hanya berdiameter 15 cm sehingga Bogor: Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumber
akar kepel yang tumbuh menjadi berbelok-belok Daya Genetik Pertanian.
apalagi dalam satu polibag terdapat 2 biji kepel. Marthen, Kaya E & Rehatta H. 2013. Pengaruh perlakuan
Keterbatasan waktu penelitian dikarenakan penelitian pencelupan dan perendaman terhadap
perkecambahan benih sengon (Paraserianthes
hanya sampai muncul akar dan tidak sampai muncul
falcataria L.). J Ilmu Budidaya Tanaman 2(1): 1-85.
plumula. Penggunaan perendaman biji pada air
Maryani AT & Irfandri. 2008. Pengaruh skarifikasi dan
bersuhu 80oC biji kepel tidak tumbuh sama sekali. pemberian giberelin terhadap perkecambahan benih
tanaman aren [Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.].
PENUTUP SAGU 7(1): 1-6.
Mashud N, Rahman R & Maliangkay RB.1989. Pengaruh
Perlakuan yang optimal dalam perkecambahan berbagai perlakuan fisik dan kimia terhadap
biji kepel adalah kombinasi suhu 40oC tanpa perkecambahan dan pertumbuhan bibit aren. J
diskarifikasi pada teknik ex vitro. Sedangkan pada Penelitian Kelapa 4(1): 27-37.
Miao ZH, Fortune JA, Gallagher J. 2001. Anatomical structure
teknik in vitro, biji kepel tidak berkecambah dalam
and nutritive value of lupin seed coats. Aust J Agric.
waktu lima bulan.
Res 52:985-993.
Mistian D, Mariani & Purba E. 2012.Respons perkecambahan
DAFTAR PUSTAKA benih pinang (Areca cathecu L.) terhadap berbagai
skarifikasi dan konsentrasi asam giberelat (GA3). J
Ani N. 2006. Pengaruh perendaman benih dalam air panas Online Agroekoteknologi 1(1): 15-25.
terhadap daya kecambah dan pertumbuhan bibit Mogea JP, Gandawidjaja D, Wiriadinata H, Nasution RE &
lamtoro (Leucaena leucocephala). J Penelitian Bidang Irawati. 2001. LIPI-Seri Panduan Lapangan
Ilmu Pertanian 4(1): 24-28. Tumbuhan Langka Indonesia. Jakarta: Puslitbang
Anwar A, Renfiyeni & Jamsari. 2008. Metode perkecambahan Biologi-LIPI.
benih tanaman andalas (Morus macroura Miq.). Pipinis E, Milios E, Smiris P & Gioumousidis C. 2011. Effect of
Jerami 1(1): 1-5. acid scarification and cold moist stratification on the
Fitriyani SA. 2013. Pengaruh skarifikasi dan suhu terhadap germination of Cercis siliquastrum L. Seeds. Turky J
pemecahan dormansi biji aren [Arenga pinnata Forest 35: 259-264.
(Wurmb) Merr.]. (Skripsi). Semarang: Universitas Saleh MS, Adelina E, Murniati E & Budiarti T. 2008. Pengaruh
Negeri Semarang. skarifikasi dan media tumbuh terhadap viabilitas
George EF. 1993. Plant Propagation by Tissue Culture: The benih dan vigor kecambah aren. J Ilmu Pertanian
Technology, Part 1 2nd edition. London: Indonesia 13(1): 7-12.
113
E Isnaeni, NA Habibah / Jurnal MIPA 37 (2) (2014): 105-110
Sudomo A & Santosa HB. 2011. Pengaruh media organik dan kandungan senyawa antioksidan. Biodiversitas 7(2):
tanah mineral terhadap pertumbuhan dan indeks 199-202.
mutu bibit mindi (Melia azedarach L.). J Penelitian Widyawati N, Tohari, Prapto Y & Issirep S. 2008.
Hutan dan Konservasi Alam 8(3): 263-271. Permeabilitas dan perkecambahan biji aren (Arenga
Sutopo L. 2004. Teknologi Benih. Jakarta : PT Grafindo pinnata (Wurmb.) Merr.). J Agron Indonesia 37 (2):
Persada. 152-158.
Tisnadjaja D, Saliman E, Silvia & Simanjuntak P. 2006. Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Jakarta: Bumi
Pengkajian burahol [Stelechocarpus burahol (Blume) Aksara.
Hook & Thomson] sebagai buah yang memiliki
114