Anda di halaman 1dari 3

Musyarakah berasal dari akar kata syirkah yang dalam istilah fiqih sering dimaknai sebagai:

‫االجتماع في استحقاق أو تصرف‬, yaitu suatu bentuk jalinan kerja sama (partnership) dalam kepemilikan
dan tasharruf (pengelolaan). Akad ini diperbolehkan secara nash. Dalil nash yang menetapkan
adalah firman Allah

Artinya: “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian
mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini.” (QS Shâd: 24)

Makna lafadh khulatha’ pada ayat di atas, oleh Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni dimaknai
syuraka’, yaitu orang-orang yang berserikat (Ibnu Qudamah, al-Mughni, Daru al-Ihya al-Turats
al-Araby:  5/3). Adapun dalil hadits yang dipergunakan oleh para ulama adalah hadits riwayat
Abi Dawud, Nabi SAW bersabda:  Dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Allah SWT berfirman: ‘Aku
adalah pihak ketika dari dua orang yang bersekutu selagi tidak saling mengkhianati. Bila salah-
satunya telah berbuat khianat kepada sahabatnya, maka Aku keluar dari keduanya.”

Maksud dari hadits ini adalah bahwa di dalam serikat terdapat keberkahan dari Allah SWT selagi
masing-masing pihak tidak saling mengkhianati saudaranya. Pengkhianatan akan menyebabkan
hilangnya keberkahan. Jadi tunggu apalagi? Mari hidupi jam’iyah kita ini dengan semangat
membangun syirkah! Arus baru ekonomi umat dan khususnya Jam’iyah, tidak akan bangkit
tanpa ada yang menginisiasi. Sadar riba itu haram, berarti harus sadar berserikat. 

Apa Syirkah Itu?

Menurut Ibnu Qudamah, ada dua jenis syirkah, yaitu: syirkah milik dan syirkah uqud. Syirkah
milik merupakan suatu pernyataan tentang kepemilikan oleh dua orang atau lebih terhadap satu
barang “tanpa adanya” kontrak serikat atau persekutuan dalam kepemilikan aset.  Umumnya
syirkah ini terbentuk karena faktor alamiah seperti karena waris atau wasiat, atau kondisi lain
yang melatarbelakangi kepemilikan satu aset nyata secara bersama-sama, dan dikelola bersama-
sama, untung rugi ditanggung bersama, tanpa adanya syarat lain.  

Adapun syirkah uqud adalah suatu pernyataan yang diselenggarakan oleh dua pihak atau lebih
untuk bersama-sama mengusahakan terwujudnya aset, melakukan pengelolaan bersama, dan
untung-rugi ditanggung bersama. Contoh: koperasi, permodalan, saham, perseroan dan lain-
lain. 

Dengan demikian, perbedaan antara syirah milik dengan syirkah uqud adalah keberadaan
pernyataan antara dua pihak yang saling berserikat dalam aset. Syirkah uqud mensyaratkan
adanya ikatan kontrak. sementara syirkah milik, tidak mensyaratkan adanya ikatan. 
Karena syirkah ‘uqud memiliki titik tekan pada adanya kontrak, maka dalam literatur turats
Syafi’iyah, terdapat empat jenis syirkah ‘uqud yang dikenal, antara lain : syirkah ‘inan, syirkah
abdan, syirkah wujuuh dan syirkah mufawadlah. 

Menurut Syeikh Wahbah Al-Zuhaili, ada empat syarat umum yang berlaku untuk syirkah ‘uqud.
Syarat umum bagi syirkah ‘uqud ini adalahsebagai berikut:

1) Syirkah merupakan transaksi yang bisa diwakilkan. Artinya bahwa, dalam hal ini, orang yang
memiliki modal tidak harus menjalankan sendiri perseroan yang dibentuk. Ia bisa menyuruh
seorang wakil untuk menggantikan perannya selaku mushorrif al-syirkah, yang dia beri upah
mitsil. 

2) Pembagian keuntungan di antara anggota yang harus jelas. Maksudnya adalah masing-masing
pihak antara yang menjalankan usaha dan yang hanya sekedar sebagai pemodal, harus jelas
dalam kesepakatan upah yang diterima. 

3) Pembagian keuntungan diambil dari laba perserikatan, bukan dari modal. Maksudnya adalah,
bahwa keuntungan dibagi dengan patokan utama kadar keuntungan berdasarkan nisbah modal
yang dimiliki sesuai dengan kesepakatan awal. Pembaca bisa menyimak kembali tulisan
sebelumnya tentang Ilustrasi produk Deposito dan Reksadana pada Perbankan Syariah. 

Menurut Syeikh Wahbah Al-Zuhaili, terkait dengan syarat ketentuan “rupa modal”, secara
umum disebutkan sebagai berikut:

1) Modal perseroan harus hadir, baik ketika akad maupun ketika akandilakukan pembelian
barang. Syarat ini merupakan kesepakatan jumhur fuqaha, sehingga tidakdiperkenankan yang
modalnya masih berupa hutang, maupun modalnyamasih belum bisa dihadirkan.

2) Modal perseroan berupa uang, ini adalah kesepakatan empat mazhab, makaperserikatan
yang modalnya berbentuk barang, baik barang yang bergerakmaupun yang tidak bergerak
maupun tidak bergerak,tidak diperkenankan. Solusinya bagaimana? Misalnya jika suatu rumah
dianggap sebagai aset perserikatan, maka keberadaan rumah ini harus diuangkan terlebih
dahulu, atau dijual kepada perserikatan dan diterima sebagai uang oleh pemiliknya, kemudian
baru diserahkan sebagai modal bagi pemilik tersebut dalam perserikatan.

Menurut Syeikh Al-Qadli Husain dalam kitab al-Lubab fil Fiqhil Imam asy-Syafi’i, beliau
menegaskan bahwa fuqaha’ madzhab Syafi’i sepakat bahwakeempat jenis syirkah ‘uqud adalah
bathil kecuali syirkah ‘inan. Beliau menyebutkan:

Artinya: “Semua jenis syirkah ini adalah bathil kecuali syirkah


‘inan.” (Syeikh Al-Qadli Husain, al-Lubab fil Fiqhil Imam asy-Syafi’i, Daru al-Fikr: 1/255)

Rukun dan Syarat

Syirkah Syeikh Wahbah Al-Zuhaili dalam kitabnya al-Fiqhul Islam wa-Adillatuhu, terbitan Daru al-
Fikr: 5/22, beliau menjelaskan bahwa Artinya: “Jumhur Ulama sepakat bahwa rukun syirkah ada
3, yaitu: 1) dua orang yang bertransaksi, 2) obyek transaksi (ma’qud ‘alaih) dan 3) shighah.”
(Wahbah Al-Zuhaili, al-Fiqhul Islam wa-Adillatuhu, Daru al-Fikr: 5/22)

Adapun syarat syirkah, dalam kitab Kifayatul Akhyar, Syeikh Taqiyuddin bin Abu Bakar bin
Muhammad menyebutkan adalima syarat yang harus dipenuhi untuk melangsungkan syirkah,
antara lain sebagai berikut Artinya: “Terdapat lima syarat dalam syirkah, yaitu: 1) benda (harta)
yang dinilai dengan uang yakni berupa dinar dirham, dinar, 2) kesepakatan jenis dan macam
modal (harta bisa diukur dan dihargakan), 3) harta-harta itu dicampur, 4) masing-masing pihak
memberi idzin kepada peserta yang lain untuk melakukan pengelolaan, dan 5) untung-rugi
ditanggung menurut kadar harta masing-masing.” (Syeikh Taqiyuddin bin Abu Bakar bin
Muhammad Al-Husainy Al-Hashany, Kifayatul Akhyar, Daru al-Minhaj: 378)

Anda mungkin juga menyukai