Landasan Teori
Landasan Teori
1.1 Resetrukturisasi..................................................................................................................2
2.2.2.1 Merger.....................................................................................................................6
1.1 Resetrukturisasi
Restrukturisasi perusahaan merupakan salah satu strategi yang dapat membantu
perusahaan menghadapi kinerja yang menurun, mengadopsi strategis baru dan mencapai
kredibilitas di pasar modal, hal ini dapat berdampak besar pada nilai pasar perusahaan
(Bowman & Singh, 2013). Meningkatnya persaingan, kemajuan teknologi yang cepat,
pemegang saham yang menuntut dan meningkatnya kesulitan dalam bisnis sehingga
menjadikan meningkatnya beban manajer untuk memberikan kinerja terbaik bagi pemegang
saham (Lebans dan Euske, 2006).
Restrukturisasi merupakan penataan ulang struktur kepemilikan, operasional dan
struktur lainnya dengan tujuan agar perusahaan lebih menguntungkan dan kinerjanya lebih
baik (Norley et al.,2012). Restrukturisasi adalah perubahan yang signifikan pada strategi dan
kebijakan terkait dengan komposisi aset, kewajiban dan modal serta operasional perusahaan
(Weston et al., 2004). Restrukturisasi dapat merubah asset, kepemilikan dan penggabungan
perusahaan dengan melakukan aliansi dengan tujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan
dan memaksimalkan kesejahteraan pemilik saham (Sulaiman, 2012).
Perusahaan yang telah direstrukturisasi secara efektif akan lebih ramping, lebih
efisien, lebih terorganisir dan fokus pada bisnis intinya (Lebans dan Euske, 2006).
Restrukturisasi yang telah disesuaikan oleh para manajer di beberapa industri sehingga dapat
merampingkan biaya, meningkatkan produktivitas dan pendapatan, meningkatkan
kesejahteraan karyawan, meningkatkan kekayaan pemegang saham, meningkatkan efisiensi
dan meningkatkan kinerja (Lal et al., 2013).
Restrukturisasi bukan hanya untuk perusahaan bermasalah, tapi dapat juga digunakan
untuk mengkonversi perusahaan yang berkinerja kurang baik menjadi perusahaan yang lebih
baik. Sebagian besar perusahaan yang distress dapat diselamatkan jika tindakan yang
dilakukan tepat waktu. Tapi, manajemen sering mengindikasikan keengganan untuk melihat
kenyataan yang ada pada perusahan, sehingga sering menolak untuk fokus pada masalah
sebenarnya. Restrukturisasi melibatkan tiga tugas utama: (i) mengidentifikasi masalah, (ii)
mengidentifikasi dan melaksanakan solusi, dan, (iii) menemukan sumber daya untuk menjaga
agar perusahaan tetap berjalan sampai restrukturisasi berlangsung (Vance, 2009). 1
Restrukturisasi berarti adanya perubahan pada perusahaan dan terdapat
ketidaknyamanan yang dirasakan sebagian pegawai dengan perubahan, terutama adanya
perubahan dengan melakukan restrukturisasi (Wayhan & Werner, 2010). Perubahan akan
berjalan dengan baik apabila orang mengerti mengapa perusahaansedang direstrukturisasi dan
bagaimana hal itu direstrukturisasi (Tichacek, 2006). Sumber daya manusia yang baik bisa
mendorong perusahaan jauh lebih cepat baik, sedangkan sumber daya manusia yang tidak
baik dapat merusak perusahaan. Sumber daya manusia biasa-biasa saja dan bahkan rata-rata
bisa membuat kemajuan perusahaan lamban. Oleh karena itu restrukturisasi melibatkan
keseimbangan antara kumpulan orang-orang terbaik dan pengelolaan biaya (Vance, 2009).
(Bethel dan Liebeskind, 1993). Konsekuensi dari pengambilan kembali oleh pemegang
saham berarti bahwa manajer tidak memiliki free cash flow untuk ekspansi dan diversifikasi.
Oleh karena itu kewenangan yang tersisa untuk Manajer adalah melakukan dengan efisiensi
dan penjualan lini bisnis non-performing.
Hal ini didukung Bowman et al. (1999) yang memberikan tiga argumen mengapa
restrukturisasi keuangan menjadi terkenal. Argumen pertama mendukung bahwa manajer
memiliki insentif untuk memanfaatkan cash flow; yang didefinisikan sebagai uang ekstra
yang tersisa setelah semua proyek didanai, kemudian digunakan untuk ekspansi bisnis baru
yang tidak menghasilkan kekayaan bagi pemegang saham (Bethel & Liebeskind, 1993).
Dalam hal ini, restrukturisasi keuangan dilakukan untuk mengembalikan uang kembali ke
Restrukturisasi portofolio sebagai tindakan yang berisiko, mahal dan sulit dalam
implementasi (Bergh et al., 1998). Adapun bentuk restrukturisasi portofolio sebagai berikut:
sell asset, spin-off, akuisisi, merger, divestasi, penutupan lini bisnis dan pembukaan lini
bisnis baru (Bowman, et al, 1999; Bergh et al, 1998, Maria et al., 2015). Kinerja biasanya
menjadi pendorong utama untuk melakukan restrukturisasi portofolio (Gibbs, 1993).
Ketidakpastian lingkungan bisnis dapat menyebabkan divestasi atau akuisisi. Penjelasan lebih
lanjut terkait dengan bentuk restrukturisasi portofolio sebagai berikut:
2.2.2.1 Merger
Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana
perusahaan yang menggabungkan diri mengambil atau membeli semua aset dan
kewajiban atau liabilities perusahaan yang menerima Merger tersebut. Dengan begitu
perusahaan yang melakukan Merger memiliki paling tidak 50% saham dan
perusahaan yang menerima Merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya
menerima sejumlah uang tunai atau saham di perusahaan yang baru .
Merger berasal dari bahasa latin “mergerer” yang berarti (1) bergabung,
bersama, menyatu, berkombinasi (2) menyebabkan hilangnya identitas karena terserap
atau tertelan sesuatu. Merge rmerupakan kombinasi dari dua perusahaan atau lebih
untuk membentuk sebuah perusahaan baru (Scott C. Whitaker, 2012). Merger
biasadigunakan dalam perusahaan sebagai proses penggabungan suatu usaha. Merger
dapat dilakukan baik secara internal maupun eksternal. Merger internal terjadi ketika
perusahaan sasaran berada dalam satu kepemilikan group yang sama sedangkan
Merger eksternal terjadi ketika perusahaan sasaran berada dalam group kepemilikan
yang berbeda.
Dalam strategi bisnis Merger didefinisikan oleh Hitt (2001, h. 295) sebagai
sebuah strategi dimana dua perusahaan setuju untuk menyatukan kegiatan
operasionalnya dengan basis yang relatif seimbang, karena mereka memiliki sumber
daya dan kapabilitas yang secara bersama-sama dapat menciptakan keunggulan
kompetetif yang lebih kuat. Lebih lanjut Sudarsanam (1999, h.1) mengatakan bahwa
dalam Merger perusahaan-perusahaan yang menggabungkan dan membagi sumber
daya yang mereka miliki untuk mencapai tujuan bersama, dan para pemegang saham
dari perusahaan-perusahaan yang bergabung tersebut seringkali tetap dalam posisi
pemilik bersama entitas yang digabungkan. Adapun jenis-jenis merger:
Merger Horizontal (horizontal merger) Suatu merger horizontal terjadi
apabila 2 (dua) perusahaan yangmemiliki lini usaha yang sama bergabung atau
apabila perusahaan-perusahaaan yang bersaing di industri yang sama melakukan
merger. Merger horizontal ini akan memfasilitasi integrasi karena kedua perusaahaan
yang merger pada dasarnya memahami problema usaha dan industri mereka, merger
ini lebih lanjut menurut Simanjuntak (dikutip dari Van Horn & M. Wachowichz) juga
akan menghasilkan suatu “economies (of scale)” yang hasil utamanya adalah
terjadinya penghapusan (elimination) fasilitas ganda (duplicate facility) dan adanya
penawaran lini produk yang lebih luas (broader product line) sesuai dengan harapan
peningkatan permintaan.
Merger Vertikal (Vertical Merger) Merger vertikal terjadi apabila suatu
perusahaan bergabung dengan penyalurnya ataupelanggannya, seperti merger antara
penjual (seller) dan pembelinya (buyer). Merger vertikal ini memberikan perusahaan
suatu pengawasan lebih luas atas distribusi danpembeliannya. Dan merger vertikal ini
jarang dihalangi (block).
Merger Konglomerat (Conglomerate Merger) Merupakan gabungan dari
perusahaan-perusahaan yang tidak mempunyai keterkaitan operasi. Missalnya,
perusahaan otomotif membeli perusahaan
2.2.2.2 Pengambilalihan (Akuisisi)
Pengambilalihan atau akusisi berasal dari kata “acquisition” (Latin) dan
“acquisition” (Inggris), makna harfiah akuisisi adalah membeli atau mendapatkan
sesuatu/obyek untuk ditambahkan pada sesuatu yang telah dimiliki sebelumnya.
Akuisisi dalam teminologi bisnis diartikan sebagai pengambilalihan kepemilikan atau
pengendalian atas saham atau asset suatu perusahaan oleh perusaahaan lain, dan
dalam peristiwa baik perusahaan pengambilalih atau yang diambil alih tetap eksis
sebagai badan hukum yang terpisah (Moin, 2003).
Melalui akuisisi perusahaan dapat menjadikan perusahaan targetnya
sebagai anak perusahaannya jadi dengan kata lain perusahaan baik pengakuisisi
ataupun perusahaan target tetap berdiri semua (Agus Sartono, 2001). Dalam proses
akuisisi kebanyakan pemegang saham perusahaan target akan mendapatkan banyak
manfaaat dibandingkan dengan pemegang saham perusahaan pengakuisisi. Hal ini
dapat terjadi bila dalam tender pengambilalihan banyak perusahaan berpartisipasi
sehingga penawaran saham perusahaan menjadi lebih tinggi.
Tipe akuisisi perusahaan menurut Hitt (2001) ada beberapa macam bentuk
kemiripan dengan bentuk merger, adalah akuisisi horizontal, vertikal, dan akuisisi
berkaitan untuk meningkatkan pasar.