Anda di halaman 1dari 8

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Gigi berjejal, tidak teratur dan protrusif adalah kondisi yang paling sering

terjadi dan memotivasi individu untuk melakukan perawatan ortodontik. Motivasi

pasien dalam perawatan ortodontik pada umumnya adalah karena ingin

memperbaiki keserasian dentofasial, yaitu keserasian antara gigi-gigi dengan

wajah atau proporsi antara gigi-gigi dengan jaringan lunak wajah (Waldman,

1982). Perawatan ortodontik bertujuan untuk mendapatkan hasil perawatan sebaik

mungkin pada setiap individu yang meliputi banyak aspek antara lain perbaikan

susunan gigi geligi, estetika, hubungan oklusi dan fungsi oklusi yang baik serta

mempertahankan kesehatan jaringan pendukung gigi sehingga dapat

menghasilkan kedudukan gigi geligi yang stabil setelah perawatan (Proffit dan

Fields, 2007). Menurut Jacobson (1995), profil wajah yang harmonis pada

seseorang dapat ditunjukkan dengan adanya oklusi normal, otot-otot mulut dan

wajah dalam keseimbangan yang baik, dan bibir pada saat menutup tidak

mengalami ketegangan.

Koreksi maloklusi membutuhkan ruang untuk menggerakkan gigi ke

posisi yang lebih ideal. Pencarian ruang merupakan hal yang penting dalam

menyusun rencana perawatan. Ruang diperlukan untuk melakukan koreksi gigi

berjejal (crowding), retraksi gigi-gigi yang proklinasi, koreksi curve of Spee yang

curam, koreksi rotasi gigi-gigi, dan koreksi relasi gigi molar yang tidak stabil.

Ada beberapa cara dalam pencarian ruang yaitu: proximal stripping atau grinding,

1
2

ekspansi, proklinasi gigi-gigi anterior, distalisasi dan pencabutan (Bhalajhi, 2004)

Menurut Proffit dan Fields, (2007), ada dua alasan melakukan pencabutan gigi-

gigi yaitu: 1) untuk menyediakan ruang bagi penyusunan gigi-gigi yang berjejal,

2) untuk memberikan kemungkinan gigi-gigi anterior diretraksi. Tujuan retraksi

untuk mengurangi protrusif ataupun perawatan kamulflase pada kasus skeletal

klas II atau klas III. Pencabutan gigi premolar diperlukan untuk retraksi gigi-gigi

anterior atas dan bawah. Retraksi gigi anterior atas dan bawah akan diikuti retraksi

bibir baik atas maupun bawah sehingga kecembungan wajah berkurang (Leonardi,

dkk., 2010). Tweed sit Hambleton (1964) menyatakan selain posisi gigi anterior

atas, estetika wajah juga ditentukan oleh posisi gigi anterior bawah. Adanya

perubahan posisi gigi anterior ini dapat mempengaruhi perubahan profil dan

penampilan wajah oleh perawatan ortodontik (Perkins dan Stanley, 1993).

Perawatan ortodontik secara umum dibedakan dengan menggunakan dua

alat yaitu alat ortodontik lepasan dan alat ortodontik cekat. Beberapa macam

teknik ortodontik cekat yang sering digunakan antara lain teknik Begg, teknik

edgewise dan teknik straightwire. Teknik edgewise dan teknik straightwire

menggunakan gaya yang besar, sedangkan teknik Begg menggunakan gaya yang

ringan (Proffit dan Fields, 2007). Teknik Begg paling spesifik untuk merawat

kasus maloklusi klas II divisi I, meskipun teknik Begg juga dapat digunakan

untuk perawatan berbagai tipe maloklusi baik klas I, klas II maupun klas III (Begg

dan Kesling, 1977). Perawatan ortodontik pada maloklusi Angle klas II divisi 1

terutama bertujuan untuk mengurangi overjet dengan melakukan retraksi gigi

anterior (Wiliam dkk., 1995). Perawatan ortodontik dengan teknik Begg ini juga
3

dilakukan di Klinik Ortodonsi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah

Mada Yogyakarta.

Alat cekat teknik Begg dirancang secara khusus dengan menggunakan

ribbon arch bracket dan kawat busur berpenampang bulat. Perlekatan kedua alat

ini menghasilkan titik kontak tunggal sehingga kawat busur tersebut dapat

bergerak secara bebas dan mengakibatkan mahkota gigi akan bergerak secara

tipping. Retraksi gigi anterior diawali dengan gaya tipping untuk menggerakkan

gigi anterior ke palatal dan diikuti dengan gerakan ujung akar ke labial, namun

hasil ini akan dikoreksi pada tahap III dengan torquing (Cadman, 1975; Begg dan

Kesling, 1977).

Salah satu keistimewaan teknik Begg adalah mengurangi overbite dan

overjet yang berlebihan secara efektif dan cepat dengan menggunakan elastik

intermaksiler klas II dan anchorage bend pada kawat busur dengan gerakan tiping

sederhana dan intrusi. Gaya horizontal dari elastik intermaksiler klas II meretraksi

gigi anterior atas dan membawa maju gigi posterior mandibula ke ruang bekas

pencabutan, sedangkan adanya anchorage bend pada kawat busur menyebabkan

terjadinya pembukaan gigitan yaitu terjadinya intrusi gigi insisivus dan terjadinya

ekstrusi gigi molar mandibula. Adanya pembukaan gigitan mengakibatkan

terjadinya perubahan dimensi vertikal muka bagian bawah yang ditandai dengan

perubahan besar sudut bidang oklusal, sudut bidang Frankfort mandibula (FMA),

sudut Y-Axis dan tinggi muka anterior dan posterior (Begg dan Kesling, 1977;

Fletcher, 1981). Retraksi gigi insisivus bawah ke arah posterior akan


4

mengakibatkan posisi mandibula dapat bergerak rotasi berlawanan arah jarum jam

(Wylie, 1955).

Hasil penelitian Thompson (1974) tentang evaluasi sefalometri posisi gigi

insisivus dengan perawatan teknik Begg disebutkan bahwa terjadi pengurangan

besar sudut IMPA. Barton (1973) menyebutkan bahwa terjadi retraksi gigi

insisivus bawah baik pada perawatan dengan teknik Begg maupun edgewise

dengan pencabutan empat premolar pertama, namun posisi gigi insisivus bawah

lebih rendah pada perawatan dengan teknik Begg dibandingkan edgewise.

Perawatan teknik Begg murni pada kasus klas II divisi 1 dengan pencabutan

empat premolar pertama diperoleh hasil terdapat kecenderungan menggerakkan

gigi molar bawah ke arah mesial lebih besar dan meretraksi gigi bawah lebih kecil

dibandingkan edgewise (Vanezia, 1973).

Salah satu hasil perawatan ortodontik adalah terjadinya perubahan skeletal

dalam arah anteroposterior. Perubahan profil dentofasial dapat diketahui dengan

pengukuran superimposisi sefalogram lateral antara sebelum, selama dan sesudah

perawatan. Pengukuran dapat dilakukan melalui pengukuran angular dan

pengukuran linier (Graber dkk, 2012). Salah satu metode analisis sefalometri

untuk mengevaluasi hubungan dentoskeletal adalah analisis Tweed.

Metode analisis Tweed diperkenalkan tahun 1946, dengan menggunakan

cephalostat dari Margolis. Analisis ini terdiri atas sebuah segitiga yang kemudian

disebut dengan segitiga Tweed, yang dibentuk oleh Frankfort Horizontal Line

(FHL), garis mandibula, dan perpanjangan aksis dari gigi insisivus bawah. Tiga

sudut yang terbentuk adalah Frankfort-mandibular line angle (FMA), lower


5

incisor to mandibular angle (IMPA) dan lower incisor to Frankfort horizontal

angle (FMIA), basisnya adalah sudut FMA. (Kusnoto, 1977; Singh, 2008;

Bhalajhi, 2004).

Tweed mengembangkan analisis ini sebagai alat bantu untuk menentukan

rencana perawatan, persiapan anchorage dan menggambarkan prognosis kasus-

kasus ortodontik. Penekanan terutama pada saat penempatan gigi insisivus bawah

untuk kestabilan hasil perawatan yang telah dicapai (Singh, 2008). Hasil

perawatan yang optimum dan stabil dan estetika wajah bergantung besar pada

posisi dan inklinasi gigi anterior bawah (Kuftinec dan Glass, 1971). Tweed (1945)

sit Graber dkk (2012) menyatakan bahwa apabila gigi insisivus bawah di dalam

hubungannya dengan tulang basal setelah perawatan tidak stabil maka akan terjadi

relaps. Semua perawatan ortodontik baik maloklusi klas I, klas II dan tipe

protrusif bimaksiler, dengan pertumbuhan bagian wajah lebih dari normal maka

gigi insisivus bawah harus ditempatkan tegak pada tulang prosesus alveolaris

(Tweed, 1946). Analis Tweed ini merupakan salah satu analisis sefalogram lateral

yang sederhana dan mudah dilakukan, namun jarang dilakukan di klinik

Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi UGM sebagai salah satu alat untuk

menentukan rencana perawatan dan prognosis kasus ortodontik maupun evaluasi

hasil perawatan ortodontik.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diajukan perumusan

permasalahan sebagai berikut:


6

1. Apakah terdapat perubahan posisi gigi insisivus bawah dan molar bawah pada

perawatan maloklusi Angle klas II divisi 1 dengan alat ortodontik cekat teknik

Begg antara sebelum dan sesudah perawatan?

2. Apakah terdapat perubahan besar sudut FMA, FMIA dan IMPA pada

perawatan maloklusi Angle klas II divisi 1 dengan alat ortodontik cekat teknik

Begg antara sebelum dan sesudah perawatan?

3. Apakah terdapat hubungan antara retraksi gigi insisivus bawah dengan

perubahan sudut FMA, FMIA dan IMPA pada perawatan maloklusi Angle klas

II divisi 1 dengan alat ortodontik cekat teknik Begg?

4. Apakah terdapat hubungan antara mesialisasi gigi molar bawah dengan

perubahan sudut FMA, FMIA dan IMPA pada perawatan maloklusi Angle klas

II divisi 1 dengan alat ortodontik cekat teknik Begg?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan posisi gigi

insisivus bawah dan molar bawah antara sebelum dan sesudah perawatan,

perubahan besar sudut FMA, FMIA dan IMPA antara sebelum dan sesudah

perwatan dan mengetahui hubungan antara retraksi insisivus bawah dan

mesialisasi gigi molar bawah terhadap perubahan sudut FMA, FMIA dan IMPA

pada perawatan maloklusi Angle klas II divisi 1 dengan alat ortodontik cekat

teknik Begg.
7

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk:

1. Memberikan informasi tentang hubungan antara retraksi insisivus bawah dan

mesialisasi gigi molar bawah terhadap perubahan sudut segitiga Tweed (FMA,

FMIA dan IMPA) pada perawatan maloklusi Angle klas II divisi 1 dengan alat

ortodontik cekat teknik Begg.

2. Sebagai evaluasi perawatan ortodontik yang dilakukan di klinik Ortodonsia

FKG UGM dengan menggunakan analisis Tweed.

3. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan rencana perawatan ortodontik

dan prediksi hasil perawatan.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang perbandingan hasil perawatan antara teknik Begg murni

dan edgewise pada kasus klas II divisi 1 dengan pencabutan empat premolar

pertama dilakukan oleh Vanezia (1973), diperoleh hasil terdapat kecenderungan

alat dengan teknik Begg untuk menggerakkan gigi molar bawah ke arah mesial

lebih besar dan meretraksi gigi bawah lebih kecil dibandingkan edgewise.

Hasil penelitian Thompson (1974) tentang evaluasi sefalometri posisi

insisivus dengan perawatan teknik Begg disebutkan bahwa terjadi pengurangan

besar sudut IMPA sebesar 1,6o dengan rata-rata sebelum perawatan 93,5o dan

setelah perawatan 91,9o, namun dalam penelitian ini tidak membedakan antara

pencabutan dan tanpa pencabutan, pencabutan premolar pertama atau premolar

kedua.
8

Merrifield dkk. (1994) melakukan penelitian evaluasi sampel maloklusi

klas II yang berhasil dan gagal dalam perawatan diperoleh hasil FMA bertambah

kecil, FMIA bertambah besar dan IMPA juga bertambah kecil, namun dalam

penelitian ini tidak disebutkan teknik perawatan ortodontik yang dilakukan.

Kuftinec dan Glass (1971), melakukan penelitian tentang stabilisasi IMPA

pada perawatan teknik Begg dengan pencabutan empat premolar, dengan sampel

50 orang terdiri dari 22 laki-laki dan 28 perempuan dibandingkan dengan

kelompok yang tidak dilakukan perawatan (50 orang) dengan usia 11 sampai

dengan 14 tahun, diperoleh hasil terjadi penurunan sudut IMPA pada kedua

kelompok, namun tidak ada perbedaan signiffikan secara statistik.

Penelitian tentang hubungan antara retraksi insisivus bawah dan

mesialisasi gigi molar bawah dengan perubahan sudut segitiga Tweed pada

perawatan maloklusi Angle klas II divisi 1 dengan alat ortodontik cekat teknik

Begg, sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai