302 1517 1 PB
302 1517 1 PB
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Raden Fatah, Jl. KH Zainal Abidin Fikri, Km. 3,5 Palembang,
Telp. 081373000531Email : yenrizal_uin@radenfatah.ac.id
Abstract
The purpose of this study is to understand the interpretation of the environmental aspects during the Sriwijaya
kingdom in the 7th century. The interpretation is based on text written on the script of the Prasasti
Talang Tuwo (Talang Tuwo inscription), the one and only inscription talking about the environmental
arrangement. This study deploys a discourse analysis by Mangineau which discusses the discourse
from three aspects: content, process, and emergence. Data are analyzed by qualitative method using
environmental communication perspective. This study indicates that (a) the social situation in Sriwijaya’s
era had determined the environmental interpretation; (b) the process occurred shows social context playing
significant role, and (c) it shows how this process was taking place in certain stages.
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemaknaan aspek lingkungan hidup
yang dilakukan pada masa kerajaan Sriwijaya, abad ke-7 Masehi, termasuk makna-makna yang
diberikan. Pemaknaan ini didasarkan pada teks yang tercantum dalam naskah prasasti Talang Tuwo,
satu-satunya prasasti yang berbicara tentang penataan lingkungan. Metode penelitian ini dilakukan
menggunakan perangkat analisis wacana dari Mangineau, yang melihat wacana dari tiga aspek yaitu
isi, proses, dan emergence. Analisis data secara kualitatif dengan menggunakan perspektif komunikasi
lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) situasi sosial di masa Sriwijaya ikut menentukan
pemaknaan lingkungan yang dilakukanp; (b) proses yang terjadi menunjukkan konteks sosial yang
sangat berperan, dan (c) tampak pula bagaimana proses itu berlangsung dalam tahap-tahap tertentu.
833
834 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 5, Juli 2018, hlm 833-845
Terdapat beberapa prasasti utama aspek budaya dan kearifan masyarakat pada
yang ditemukan di Palembang, yaitu posisi tersebut.
Prasasti Kedukan Bukit (yang kemudian Callicot (2009:129) pernah menjelaskan
dianggap sebagai piagam pendirian kerajaan keterkaitan manusia dengan lingkungan dan
Sriwijaya), prasasti Boom Baru, prasasti aspek budaya ini yang disebutnya sebagai
Sabokingking, prasasti Telaga Batu, prasasti Teori Nilai. Teori Nilai Callicott bersifat
Talang Tuwo, dan prasasti Karang Anyar. antropogenik (manusia-dihasilkan) tanpa
Dari sekian banyak prasasti tersebut, antroposentris (human-centered). Sesuatu
yang khusus membicarakan soal penataan yang memberikan nilai dan stabilitas
ruang dan lingkungan adalah Talang moralitas atau bahkan universalitas,
Tuwo,sekaligus juga prasasti dengan teks menurutnya, adalah fakta kontinen bahwa
terpanjang yang pernah ada. manusia di masa dan budaya lalu, terhubung
Melihat pada naskah Prasasti Talang dengan kebutuhan dasar, perhatian, dan
Tuwo, akan tampak bahwa semangat penataan keengganan mereka. Manusia secara
lingkungan hidup sudah dilakukan sejak evolusioner dianugerahi disposisi untuk
zaman dulu. Di saat segalanya masih hijau, menghargai komunitas tempat mereka
hutan masih banyak, sungai masih terpelihara, berada, ketika mereka menyadari bahwa
ruang masih begitu longgar, tetapi tata ruang tanah ini miliknya (Yenrizal, 2018). Inilah
sudah dikaji dan diperhatikan oleh raja. yang disebut dengan gagasan land ethics
Kepemimpinan Sri Baginda Sri Jayanasa dari Leopold (1949) sebagai payung besar
sudah memperhitungkan semua hal dan sudah dalam membahas kajian ini. Land Ethics,
menunjukkan fenomena yang bakal terjadi. menurut Callicott adalah realisasi terakhir
Pesan-pesan pada naskah prasasti Talang dari disposisi komunitarian tersebut pada
Tuwo menjadi menarik karena tertulis secara manusia. Oleh karena itu etika lingkungan
sistematis, khusus bicara soal lingkungan yang terbaik dan memang dibutuhkan
hidup dan penataan ruang. Pada konteks saat ini adalah etika yang bersumber
ini, prasasti Talang Tuwo bisa dimaknai dari keyakinan bahwa bumi adalah milik
dan dikaji dengan menggunakan perspektif semua makhluk, termasuk bumi itu sendiri.
komunikasi lingkungan. Mengacu pada Etika ini menempatkan pandangan bahwa
gagasan Florr (2004:12) bahwa landasan tidak ada yang boleh berlaku negatif
penting dalam komunikasi lingkungan terhadap bumi, karena itu adalah kunci
adalah kearifan lingkungan. Florr (2004:18) dari kesejahteraan dan kemakmuran yang
juga berkata bahwa komunikasi lingkungan dicita-citakan manusia (Yenrizal, 2018).
ditemukan dalam budaya masyarakat, Etika lingkungan ini berbeda dengan
khususnya budaya tradisional. Oleh karena varian lainnya yaitu Antroposentrisme dari
itu, komunikasi lingkungan haruslah Cartes yang titik tekan pada manusia, begitu
memperhatikan dan melibatkan intervensi juga dengan Biosentris yang menekankan
budaya. Talang Tuwo sangat kental dengan pada makhluk hidup. Ekosentris yang
Yenrizal. Makna Lingkungan Hidup... 835
terilhami dari etika bumi, terejawantahkan makna semiotika prasasti yang ada.
pada konteks komunikasi lingkungan, Sementara itu terdapat juga beberapa riset
terutama sudut pandang dan pemaknaan tentang lingkungan hidup yang berhubungan
masyarakat terhadap lingkungannya. dengan aspek pengetahuan lokal masyarakat
Di masa lalu dan masa kini sebenarnya setempat. Sukenti (2008) pernah mengkaji
memiliki kesamaan, perbedaan adalah pada tentang “Kearifan Lokal dan Perannya Ter
dinamika yang berlangsung. Bagaimana hadap upaya Pelestarian Lingkungan.”
makna terhadap lingkungan, sangat Kajian ini pada kesimpulannya berpendapat
tergantung pada bagaimana sudut pandang bahwa pelestarian lingkungan sebenarnya
pada manusianya. Makna lingkungan adalah sangat terkait dengan kearifan lokal yang
kunci penting pada kajian komunikasi dimiliki masyarakat. Kegiatan keseharian
lingkungan. masyarakat, pada dasarnya adalah kegiatan-
Kajian komunikasi lingkungan, dengan kegiatan yang terhubung kearifan dalam
mengacu pendapat Jurin, Florr, dan Cox memandang realitas lingkungan yang ada.
serta dari gagasan Callicot dan Leopold Masyarakat menyesuaikan diri, beradaptasi
sebagai payung berpikir akan membawa dan beraktiivitas sesuai keadaan lingkungan
pada bahasan tentang nilai lingkungan yang ada.
pada prasasti Talang Tuwo. Sampai saat Dalam kajian lain, Johan Iskandar (2012)
ini, berdasarkan penelusuran kepustakaan, membahas mengenai Ekologi Perladangan
belum ada yang mengkaji secara khusus Orang Baduy, berpendapat bahwa bahwa
naskah pada prasasti Talang Tuwo, masyarakat tradisional seperti Baduy di
khususnya lewat sudut pandang keilmuan Banten, melakukan banyak aktiivitas sebagai
komunikasi. bentuk kearifan tradisional mereka. Orang
Riset dari M. Santun (2013) yang Baduy beraktiivitas sebagaimana ritme
menelusuri tentang keberadaan prasasti- alam yang ada, menyesuaikan keadaan, dan
prasasti masa Sriwijaya, lebih banyak bertindak untuk melindungi lingkungan
berbicara tentang makna simbol-simbol alam yang ada.
dari bentuk prasasti yang ada. Kajiannya Riset yang dilakukan di atas sebenarnya
menggunakan analisis semiotika yang berbicara mengenai makna yang diberikan
ditujukan pada tiga prasasti utama yaitu, dan makna yang diperlakukan oleh
Kedukan Bukit, Telaga Batu, dan Talang masyarakat setempat. Makna di sini mem
Tuwo. Hasil penelusuran Santun kemudian punyai hubungan penting dengan budaya
menunjukkan bahwa ketiga prasasti yang (Mulyana, 2001). Sebagaimana dipahami
ada, secara semiotika, merupakan simbol- pula bahwa budaya merupakan unsur
simbol tertentu yang menjadi ciri khas dan terpenting dalam proses komunikasi manusia.
karakteristik Palembang. Terdapat tiga Tidak ada komunikasi tanpa dipengaruhi
makna utama yaitu simbol kota pelajar, kota atau diwarnai oleh aspek budaya. Termasuk
dagang, dan kota agama. Ini dilihat dari pula di sini adalah makna-makna yang
836 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 5, Juli 2018, hlm 833-845
Selatan. Lokasi ditemukannya batu ini Pendapat seperti ini bisa ditelusuri
adalah di sebuah daerah yang kerap disebut dari catatan George Coedes, et.al, (2014:
warga sebagai Talang Tuwo. Batu yang 77), orang yang melakukan penerjemahan
seperti lempengan ini memiliki tulisan- terhadap naskah Prasasti Talang Tuwo.
tulisan yang tentu saja tidak dimengerti oleh Pada prasasti ini juga disebutkan bahwa
si petani. Batu tersebut kemudian dibawa ke wujud dari taman yang akan dibangun ini
Bukit Siguntang dan diserahkan ke penguasa dinamakannya Taman Sriksetra (Yenrizal,
saat itu, Resident Palembang, yang bernama 2018).
LC Westenenk, kala itu (Wijaya, 2016). Dalam analisis Muljana (2008;152),
Batu itulah yang kemudian disebut dengan prasasti Talang Tuwo adalah sebagai bentuk
Prasasti Talang Tuwo. hadiah dari Sang Raja kepada rakyatnya. Ini
Pada versi lain, penemu prasasti ini sebenarnya bukan amanah ataupun perintah,
disebutkan adalah LC Westenenk sendiri. lebih tepat dikatakan sebagai persembahan
Tetapi ini sedikit meragukan karena logika seorang Raja kepada rakyatnya, guna
yang paling tepat adalah ditemukan oleh mencapai level tertinggi dalam kehidupan
petani, sebab agak kurang logis seorang Budha yang dijalaninya atau pranidhana.
Residen masuk sampai ke tengah hutan. Hal ini tentu saja adalah analisis satu pihak,
Tempat penemuan prasasti itu sendiri karena analisis dalam bentuk lain justru
berada di dusun Talang Tuwo, sebelah barat menunjukkan makna yang berbeda, bahwa
Kota Palembang. Daerah tersebut saat ini prasasti adalah amanah atau perintah seorang
masuk wilayah Talang Kelapa. Prasasti raja (lihat Coedes et.al, 2014).
tersebut kemudian dibawa ke Jakarta Apapun itu motifnya (apakah bentuk
dimasukkan di Museum Arsip Nasional. pranidhana ataukah ini sebagai hadiah), yang
Kawasan Talang Tuwo sendiri, duluna jelas prasasti ini memiliki makna strategis
berupa hutan dan berada di pinggiran, bagi semua orang kala itu. Posisi Raja yang
sekarang justru daerah sudah berubah ingin menggapai status bodhi ataupun sebuah
menjadi kawasan permukiman dan sebagian hadiah, tidaklah bisa dilepaskan bahwa ini
perkebunan kelapa sawit. adalah amanat dari seorang pemimpin.
Prasasti Talang Tuwo adalah prasasti Amanat yang kemudian terhubung dengan
dengan teks terpanjang di Sriwijaya, bagaimana sebuah taman harus diciptakan dan
yang khusus bicara soal kemakmuran dan ditujukan untuk semua makhluk yang ada di
lingkungan hidup. Tidak diketahui secara bumi ini. Inilah makna strategis yang harus
pasti siapa yang menulis prasasti tersebut, dipatuhi dan diyakini oleh masyarakat kala itu
tetapi kata-kata dalam prasasti ini adalah (Yenrizal, 2018).
amanah Sang Raja. Artinya ide dan perintah Naskah teks Prasasti Talang Tuwo dalam
untuk mengukir batu dengan tulisan ini bentuk lengkap, setelah diterjemahkan oleh
adalah dari Sri Baginda Srijayanasa, Raja George Coedes bisa dilihat dari kutipan
dari Kerajaan Sriwijaya. berikut ini:
838 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 5, Juli 2018, hlm 833-845
Talang Tuwo adalah prasasti dari Sang Raja penyebutan “budak” dan “hamba mereka”,
yang secara otomatis menunjukkan bahwa yang bisa diidentikkan dengan kelompok
komitmen untuk kebaikan dan kelestarian masyarakat yang berada di lapisan bawah
lingkungan haruslah dimulai dari pemimpin dan bertugas melayani tuannya. Ini adalah
itu sendiri. (6) Keyakinan kepada Yang bentuk stratifikasi sosial yang terjalin dan
Maha Kuasa, dalam hal ini adalah keyakinan terbentuk kala itu. Tipikal sebagai sebuah
pada sosok Sang Budha. Yakin bahwa negara kerajaan, tentu tetap memiliki aspek
semua yang ada adalah milik dari Yang struktur dan pelapisan sosial.
Maha Kuasa dan setiap perlakuan manusia Prasasti Talang Tuwo dari sisi isi
harus ditempatkan pada konteks kekuasaan memperlihatkan adanya lapisan tersebut,
Sang Budha. (7) Hubungan sosial yang namun tetap dalam kerangka bahwa semua
baik dan harmonis. Persoalan lingkungan lapisan dan struktur sosial harus dalam
hidup diyakini memiliki korelasi dengan lingkup untuk mendatangkan kemaslahatan
bagaimana tananan sosial di masyarakat dan kemakmuran semua pihak (Yenrizal,
terjalin. Semakin baik kondisi lingkungan 2018). Konteks isi menyiratkan secara
maka akan semakin baik pula hubungan langsung tentang apa dan bagaimana kondisi
sosial yang akan terjalin. Sriwijaya kala itu. Realitas itu tampak, dan
Pola Struktur Pesan pada Prasasti Talang isinya menyebutkan secara jelas.
Tuwo Hal ini sebenarnya bisa dihubungkan
Struktur pesan yang dibahas dan dengan berbagai kajian para ilmuwan
digunakan pada konteks ini didasarkan sebelumnya, yang banyak membahas tentang
pada penjabaran yang dibahas dalam Sriwijaya. Terutama sekali adalah kajian
Bungin (2003) bahwa banyak variasi dalam dari para Antropolog, Arekolog, maupun
membicarakan isi sebuah teks. Salah satunya sejarawan. Yang paling menarik tentu saja
adalah yang dipakai dalam kajian ini, yaitu kajian dari Coedes et.al (2014), Munoz
melihat struktur pesan berdasarkan pada (2009), Wolters, maupun dari Muljana.
aspek isi, proses, dan emergence. Kajian lain oleh Ricklefs (2005: 27-
Isi Pesan 28) berpendapat bahwa dilihat dari aspek
kependudukan, sebenarnya masa Sriwijaya
Membicarakan tentang isi pada pesan
sudah sangat heterogen dan bervariasi. Saat
dalam Prasasti Talang Tuwo akan membahas
itu sudah terdapat komunitas Cina, Arab,
banyak hal terkait degan realitas prasasti itu
India, dan etnis lokal lainnya. Akibatnya
sendiri. Konteks isi pada prasasti Talang
situasi sosial masyarakat yang variatif
Tuwo adalah konteks situasi sosial budaya
tersebut ikut memengaruhi kebijakan yang
yang bervariasi dan heterogen. Jalinan
diambil oleh penguasa kala itu (Yenrizal,
hubungan sosial bisa dikatakan tercermin
2018).
pada naskah teks yang tidak memberikan
Pada konteks ini bisa dikatakan bahwa
perbedaan antara etnis yang ada. Perbedaan
aspek isi pada naskah prasasti Talang Tuwo
sosial memang tetap muncul, seperti adalah
840 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 5, Juli 2018, hlm 833-845
pelindung bagi agama Budha (Soleh, 2017). ditanam, yaitu meliputi kelapa, pinang, aren,
Teks-teks pada naskah Prasasti Talang sagu, pohon buah-buahan, bambu haur, dan
Tuwo terlihat sangat kuat dengan fokus pattum. Apabila dikontekskan pada saat
pada penataan ruang dan keserasian hidup ini, jelas sekali relevansi terbesar adalah
di lingkungan alam setempat. Kondisi pada sistem pertanian monokultur versus
kerajaan saat itu, yang sedang dalam multikultur. Ini merupakan gagasan yang
masa jayanya, kondisi alam yang memang aktual dan memiliki relevansi kuat dengan
dominan perairan, hutan yang masih banyak kebijakan pertanian dan realitas yang
dan rapat, serta pertumbuhan penduduk, dilakukan banyak pihak.
memiliki relevansi kuat bagi pembuatan Nilai-nilai yang terkandung dalam
Prasasti Talang Tuwo. Begitu juga adanya Prasasti Talang Tuwo, terutama pada aspek
ajaran Budha yang menjiwai kerajaan keragaman jenis tanaman dan kewajiban
ini, membuat penghargaan dan perlakuan untuk menanam, menjadi sangat relevan.
terhadap alam semesta harus dilakukan. Tidak hanya pada konteks Sumatera Selatan,
Naskah Prasasti Talang Tuwo memang tetapi juga Indonesia secara keseluruhan.
sudah lama digagas, sekitar 1300 tahun lalu. Bencana kabut asap yang terjadi setiap
Pembuatannya juga tidak lepas dari konteks kemarau, menjadi relevan untuk diatasi
pada masa itu. Banyak pesan dan nilai-nilai dengan pola ini. Kalimantan Tengah, Selatan,
lingkungan hidup yang bermakna penting Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan,
pada masa itu. Hal terpenting kemudian adalah daerah-daerah yang rentan terhadap
adalah melihat relevansi pesan pada prasasti ini, dan indikasinya juga menunjukkan
tersebut dengan realitas sekarang. Talang bahwa daerah itu adalah daerah dengan jenis
Tuwo bisa dikatakan sebagai amanat dari tanaman monokultur paling banyak.
para leluhur. Hasil kajian dari Wahyudi dan Panjaitan
Relevansi nilai-nilai lingkungan (2013) memperlihatkan bahwa kebiasaan
hidup pada teks Prasasti Talang Tuwo yaitu: dan tradisi baru yang bersifat monokultur,
(a) Penanaman dan keragaman tanaman. menanam tanaman sejenis, berpotensi
(b) Penanaman tanaman ramah lingkungan menghilangkan bahkan mendegradasi
(bambu, waluh, pattum dan lain-lain). tanaman lokal yang sebelumnya dekat
(c) Pengaturan tata air (bendungan, kolam, dengan masyarakat Hal ini juga sangat
irigasi). (d) Pengaturan lingkungan untuk rawan terhadap serangan hama sehingga
semua makhluk hidup. (e) Komitmen butuh suntikan zat kimia. Model multikultur
pimpinan terhadap lingkungan hidup. atau agroforestri jelas bisa jadi pilihan yang
(f) Keyakinan kepada Yang Maha Kuasa. lebih baik.
(g) Keserasian hubungan sosial. Relevansi keragaman tanaman di
Penanaman dan keragaman tanaman Sumatera Selatan, sebagaimana amanat
Prasasti Talang Tuwo jelas menjadi vital.
Prasasti Talang Tuwo secara jelas
Persoalan lingkungan hidup yang sudah di
menegaskan keragaman tanaman yang akan
842 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 5, Juli 2018, hlm 833-845
level darurat perlu diperbaiki. Beberapa ke nusantara, dan banyak yang kemudian
daerah yang sebenarnya masih menerapkan menghilangkan komoditas lokal.
hal itu, perlu terus dijaga, dan oleh karenanya Pengaturan tata air (bendungan, kolam, iri-
moratorium izin-izin perkebunan skala gasi)
besar perlu didorong. Ancamannya tidak Apa yang sudah dijelaskan dalam
hanya pada satu sisi dan satu generasi, tetapi Prasasti Talang Tuwo kemudian terlihat
berefek pada semua pihak. menemukan momentum dan relevansinya
Penanaman tanaman ramah lingkungan dengan kondisi saat ini. Persoalan air di
(bambu, waluh, pattum dll) lahan gambut, air untuk persawahan, banjir
Hal ini sangat berhubungan erat dengan perkotaan, termasuk kekeringan, adalah
model keragaman tanaman, dalam hal ini kondisi aktual yang dibutuhkan saat ini.
jenis tanaman yang ditanam. Amanat dalam Kunci dari gagasan ini adalah amanah
Prasasti Talang Tuwo sudah mengatakan dari seorang pimpinan yang kemudian
tentang tanaman-tanaman yang dianjurkan. dituangkan dalam bentuk kebijakan dan
Bambu adalah salah satu jenis tanaman praktek langsung. Persoalan tata kelola air
yang dianjurkan, begitu juga jenis lainnya. sangat penting dan relevan sekali dengan
Dapat dilihat bahwa jenis-jenis tanaman kondisi kekinian, tidak hanya di Sumatera
yang dianjurkan sebenarnya adalah endemik Selatan tapi juga di seluruh daerah di
di Sumatera Selatan, sebaliknya justru yang Indonesia dan bahkan dunia.
dikenal belakangan bukanlah jenis khas Kajian dari Lunt (2010) menunjukkan
daerah ini. Diasumsikan bahwa jenis-jenis bahwa soal tata kelola air sangat penting,
tersebut merupakan tanaman yang bagi apalagi di lahan gambut. Metode sekat kanal
masyarakat setempat sangat berguna dan (canal blocking), daerah tangkapan air,
bisa menunjang kehidupannya. menjaga wilayah resapan, adalah hal kunci.
Ini menunjukkan bahwa tanaman Di musim kemarau, hal inilah yang krusial
yang ditanam memang endemik dan dilakukan, karenanya tanpa kelola air yang
sesuai dengan kondisi tanah, tanpa harus baik dan benar, termasuk membuat irigasi
melakukan rekayasa ilmiah, prosesnya bisa dan bendungan akan menyebabkan masalah
dikatakan alami. Ini juga yang disebutkan baru. Relevansi soal ini sangat kuat sekali.
Kemas Ari Panji bahwa pada prasasti Talang Pengaturan lingkungan untuk semua makh-
Tuwo memang difokuskan pada aspek luk hidup
tanaman endemik lokal. Semua yang disebut Relevansi pandangan ini bisa dilihat dari
di prasasti adalah tanaman yang ada di bagaimana eksploitasi lingkungan hidup
daerah tersebut. Artinya penulisan prasasti selama ini yang terkesan membabibuta dan
ini didasarkan pada realitas dan pengamatan mengabaikan hak-hak makhluk lainnya.
situasi yang ada di daerah tersebut. Pembukaan areal perkebunan kelapa sawit
Perjalanan waktu kemudian menunjukkan dan hutan tanaman industri secara besar-
bahwa berbagai tanaman lain dimasukkan besaran adalah suatu bentuk pengabaian
Yenrizal. Makna Lingkungan Hidup... 843
hak-hak makhluk hidup lainnya seperti semua adalah makhluk ciptaan Tuhan, bisa
hewan dan ikan-ikan. Banyak spesies menjadi sarana untuk memperkuat perlakuan
hewan seperti burung, ikan, maupun satwa terhadap alam semesta. Sayangnya, ini pula
hutan lainnya yang hilang disebabkan oleh yang sekarang terabaikan. Karena itu, aspek
perluasan perkebunan. Kasus gajah yang ini menjadi sangat relevan dengan kondisi
masuk kampung penduduk atau harimau kekinian.
yang memangsa warga adalah bentuk hukum Keserasian hubungan sosial
alam yang terjadi karena perusakan habitat
Prasasti Talang Tuwo menemukan
makhluk hidup.
momen tumnya terhadap hal pola hubungan
Komitmen pimpinan terhadap lingkungan sosial. Dapat dikatakan sebuah hipotesis bahwa
hidup
di masyarakat yang pola hubungan sosialnya
Prasasti Talang Tuwo adalah salah lebih dekat, maka aktivitas untuk merusak
satu bentuk komitmen pimpinan terhadap lingkungan juga akan berkurang. Sebaliknya
lingkungan hidup. Kendati sudah terjadi ribuan di masyarakat yang hubungan sosialnya
tahun lalu, tapi nilai-nilai ini masih relevan dan renggang, kegiatan merusak lingkungan sangat
tepat untuk dilakukan. Konsep Green Growth mungkin terjadi. Sebab utamanya adalah, rasa
Development yang pernah dicanangkan di memiliki bersama terhadap alam, bukan milik
Sumatera Selatan, bisa jadi salah satu contoh, individu-individu semata. Gagasan ini pula
kendati untuk tataran praktik masih harus terus yang sekarang sangat dibutuhkan bahwa alam
dimaksimalkan dan direalisasikan. Ini masalah adalah milik semua makhluk, bukan kuasa
besar yang harus dilakukan dan dicermati segelintir orang saja.
secara cermat. Analisis dari Rahardjo (2006) mengatakan
Keyakinan kepada Yang Maha Kuasa bahwa berbagai kepentingan individual dan
Satu hal yang harus dicermati di sini kelompok dengan latar belakang industri dan
adalah bahwa bumi, alam dan seluruh yang komersialis yang seringkali berlindung di
ada disekitarnya adalah anugerah Yang balik nama kepentingan masyarakat seperti
Maha Kuasa. Ajaran agama mana pun sudah sudah membutakan segalanya. Hal ini semakin
menegaskan dan mengakui hal itu. Tidak diperparah dengan ketidaktahuan banyak orang
ada satu pun kitab suci yang diakui oleh tentang lingkungan dan ketidakmaupedulian
masyarakat, yang membolehkan terjadinya tentang betapa pentingnya lingkungan yang
tindakan perusakan terhadap lingkungan sehat dan baik buat manusia itu sendiri. Pada
hidup. Prasasti Talang Tuwo secara jelas konteks kekinian, nafsu kapitalis ini yang
sudah mengatakan hal itu, yaitu kepercayaan merusak tatanan keserasian hubungan sosial,
pada Sang Budha. Ini sesuai dengan agama oleh karena itu amanat Talang Tuwo relevan
dan keyakinan yang dianut kala itu. untuk mengembalikan hal itu.
Hal ini kemudian menjadi relevan untuk Konteks kajian komunikasi lingkungan
diterapkan saat ini. Visi lingkungan untuk dengan mengadopsi dari pendapat Callicot
semua makhluk dengan percaya bahwa (2009) tentang aspek nilai, tampak bahwa
844 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 5, Juli 2018, hlm 833-845
Muljana, Slamet. (2008), Sriwijaya, LkiS, Wijaya, Taufik (2016), Lokasi Raja Sriwijaya
Yogyakarta Beramanat Ekologi Ini Dikepung Kebun
Sawit, diakses dari http://www.mongabay.
Munoz, Paul Michel, (2009), Kerajaan- co.id/2016/03/28/lokasi-raja-sriwijaya-
Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan beramanat-ekologi-ini-dikepung-kebun-
Semenanjung Malaysia, Penerbit Mitra sawit/, tanggal 22 Februari 2018
Abadi, Yogyakarta.
Wolters, OW., (2017), Kebangkitan dan
Rambo, A Terry dan Percy Sajise (ed.), 1984, An Kejayaan Sriwijaya Abad III-VII,
Introduction to Human Ecology Research Komunitas Bambu, Jakarta
on Agricultural Systems in Southeast Asia,
University of the Philippines, University Yenrizal., (2018), Nilai-Nilai Lingkungan Hidup
Publication Program, College, Laguna, pada Prasasti Talang Tuwo, Perspektif
Philippines Komunikasi Lingkungan, Palembang,
Noerfikri Offset
Rahardjo, Wahyu, (2006), Hubungan Manusia
dengan Lingkungan, Jurnal Penelitian
Psikologi, No. 2, Volume 11.