Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Assallamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Dengan selesainya makalah ini, tidak lepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan
banyak masukan kepada kami. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Nina
Shabrina, SE. MM. selaku dosen mata kuliah “Bank dan Lemabaga Keungan Lainnya” yang
telah bersedia memeriksa dan mengoreksi makalah kami.Serta terimakasih kepada seluruh
anggota kelompok 1 Ruang 546 Manajemen Reguler B Universitas Pamulang, atas kerjasama,
waktu dan kontribusinya dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Maka dari itu,
kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari
makalah ini.

Wassallamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pamulang, 11 Maret 2019

Penulis

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 1


DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... 1

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 2

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 7

2.1 Kajian Teori ......................................................................................................... 7

2.2 Studi Kasus .......................................................................................................... 8

2.3 A. Sistem Moneter .............................................................................................. 9

B. Pengendalian Moneter ................................................................................... 10

C. Kerangka Kebijakan Moneter di Indonesia ................................................... 11

D. Persaingan Global dan Kebijakan Moneter ................................................... 11

E. Kebijakan Moneter ......................................................................................... 13

F. Fungsi Kebijakan Moneter ............................................................................ 14

G. Tujuan Kebijakan Moneter ........................................................................... 14

H. Pemulihan Ekonomi Melalui Kebijakan Moneter di Indonesia ................... 16

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 2


I. Sistem Moneter Internasional ........................................................................ 17

J. Dana Moneter Internasioanl .......................................................................... 17

K. Fenomena Aktual Ekonomi Internasional .................................................... 18

L. Kelemahan Sistem Moneter Internasional .................................................... 22

M. Sumber-Sumber Ekspansi Moneter .............................................................. 25

N. Defisit Fiskal ................................................................................................. 25

O. Penciptaan Kredit Bank Komersial .............................................................. 25

P. Peranan Kebijakan Moneter di Negara Berkembang .................................... 27

BAB II PENUTUP .......................................................................................................... 29

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 29

3.2 Saran .................................................................................................................... 29

3.3 Daftar Pustaka .................................................................................................... 30

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 3


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak
kebijakan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi merupakam laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai
macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat
pertumbuhan ekonomi yang terjadi.
Kuznets dan Sirojuzilam mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai
“Kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu Negara untuk menyediakan
semakin banyak barang kepada penduduknya, kemampuan ini bertambah sesuai
dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang
diperlukan”.
Untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi stabil tidaklah
pekerjaan yang mudah untuk dilaksanakan, ini ibaratnya mata uang 2 sisi, kadang
dicapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tapi tidak stabil. Untuk mencapai inilah
diperlukan kebijakan moneter.
Kebijakan moneter bertujuan mengarahkan perekonomian makro ke kondisi
yang lebih baik dan atau diinginkan. Kondisi-kondisi tersebut diukur dengan
menggunakan indicator-indikator makro utama seperti terpeliharanya pertumbuhan
ekonomi yang baik, stabilitas harga umum yang terkendali, dan menurunnya tingkat
pengangguran.
Sesuai dengan kondisi perekonomian masyarakat Indonesia yang kegiatannya
bertumpu pada aset keuangan kredit perbankan, maka pemerintah perlu melaksanakan
kebijakan moneter melalui pengelolaan atau pengaturan system perkreditan secara
dinamis, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi struktur potensi ekonomi masyarakat
daerah (resource base) yang akan digerakkan.
Kebijakan moneter tujuannya untuk mencapai stabilisasi ekonomi. Berhasilnya
tujuan dari kebijakan moneter tersebut dipengaruhi oleh dua faktor, pertama: kuat
tidaknya hubungan kebijakan moneter dengan kegiatan ekonomi tersebut, kedua:
jangka waktu perubahan kebijakan moneter terhadap kegiatan ekonomi.

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 4


Pada saat kita berbicara tentang moneter maka masalah utama yang sering kita
bicarakan adalah berkaitan dengan uang. Setiap negara mempunyai mata uang sendiri
dan mata uang itu menunjukkan nilai barangnya. Begitu juga dengan sistem moneter
internasional ini mengacu pada institusi-institusi dimana pembayaran atas transaksi
lintas negara dilaksanakan. Sistem ini menentukan bagaiman kurs tukar asing
ditentukan dan bagaimana pemerintah dapat mempengaruhi kurs tukar.
Sistem moneter internasional merupakan sistem keuangan yang berlaku untuk
semua negara di dunia yang membahas tentang pembayaran atas transaksi lintas
negara. Sistem moneter internasional yang berfungsi dengan baik akan memfasilitasi
perdagangan internasional dan investasi, serta mempermudah adaptasi terhadap
perubahan. Pembahasan inti dari sistem moneter internasional adalah menentukan
pengaturan sistem kurs tukar.
Semenjak dimulainya sistem standar emas hingga abad ke 20, sistem moneter
internasional telah mengalami pasang surut. Perubahan dari sistem ke sistem yang lain
diakibatkan oleh gejolak ekonomi pada saat itu. Sampai saat ini pun sistem moneter
internasional masih menjadi perhatian semua negara dan masih ingin merubah
sistemnya menjadi lebih berfungsi optimal. Untuk itu penulis akan membahas terkait
dengan“Sistem Moneter Internasional”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan sistem moneter ?
2. Bagaimana bentuk pengendalian moneter ?
3. Bagaimana bentuk kerangka kebijakan moneter di Indonesia ?
4. Bagaimana persaingan global dan krisis moneter ?
5. Apa pengertian kebijakan moneter ?
6. Apa fungsi dari kebijakan moneter ?
7. Apa tujuan dari kebijakan moneter ?
8. Bagaimana Pemulihan Ekonomi Melalui Kebijakan Moneter di Indonesia

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 5


1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian sistem moneter.
2. Untuk mengetahui bentuk pengendalian moneter.
3. Untuk mengetahui bentuk kerangka kebijakan moneter di Indonesia.
4. Untuk mengetahui persaingan global dan krisis moneter.
5. Untuk mengetahui pengertian kebijakan moneter.
6. Untuk mengetahui fungsi kebijakan moneter.
7. Untuk mengetahui tujuan kebijakan moneter.
8. Untuk mengetahui pemulihan ekonomi melalui kebijakan moneter di Indonesia

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 6


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kajian Teori

Rentang masa pada tahun 1945 – 1949, dimana Indonesia baru saja
memproklamasikan kemerdekaannya dari penjajahan Belanda merupakan masa teramat
buruknya kondisi perekonomian yang dialami. Meskipun Belanda saat itu telah
mengakui secara de jure kedaulatan Republik Indonesia, tetapi usaha-usaha mengontrol
dan mengintervensi ekonomi Indonesia masih menjadi tujuan strategis mereka ketika
berada di wilayah kedaulatan. Ini terbukti dari langkah-langkah mereka dalam
menguasai sebagian wilayah Indonesia dan Indonesia beberapa kali mengalami
pergantian penguasa dan pusat Negara (Ibukota) yang disebabkan penculikan yang
dilakukan kepada penguasa saat itu (Soekarno).

Selama masa itu (1945 – 1949) perkembangan perekonomian Indonesia amat


sangat menyedihkan. Seluruh indikator makro ekonomi dengan tiada kecualinya dengan
jelas bahwa kondisi jatuhnya ekonomi teramat dalam. Penurunan produksi yang
penyebab utamanya adalah hancurnya faktor-faktor produksi akibat perang. Deficit
neraca perdagangan terjadi beberapa tahun, deficit anggaran belanja Republik Indonesia
dan Pemerintahan Hindia Belanda (pemeintahan buatan Belanda yang dibentuk di
Indonesia) juga terjadi karena sebagian besar dipergunakan untuk bidang militer yang
masing-masing kepentingannya untuk berperang diantara keduanya.

Sehingga saat itu penambahan volume peradaran uang yang berlebihan akibat
pencetakan yang dilakukan oleh pemerintah menyebabkan excess demand (permintaan
berelebih) dari jumlah penawaran yang tetap dan terjadi inflasi yang sangat tinggi.
Data saat itu menunjukkan bahwa volume peredaran uang telah mencapai Rp. 6 miliar
untuk wilayah yang dikuasai Indonesia, sedangkan pada wilayah penguasaan Belanda
jumlahnya mencapai Rp. 3,7 miliar (tahun 1949).

Pada tahun yang sama terdapat berbagai jenis mata uang yang beradar dalam
masyarakat yang berbeda-beda nilai tukarnya mengakibatkan situasi moneter menjadi
teramat kacau (chaos) dan membigungkan. Kebijakan-kebijakan keuangan Negara di

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 7


daerah tidak banyak perbedaan dengan kebijakan daerah pendudukan Belanda.
Anggaran belanja kedua pemerintahan terus-menerus deficit hanya untuk memenuhi
kebutuhan perang dengan tanpa memperbaiki kondisi perekonomian yang saat itu inflasi
terlampau tinggi. Kendati demikian, pada tahun itu, Amerika Serikat dalam rangka
melaksanakan program „Marshal Plan‟ telah bersedia menyediakan dana bagi negara-
negara eropa untuk membantu memulihkan perkonomiannya. Nah, karena Indonesia
merupakan „dependent territory‟ dari Belanda (Nederland), maka berhak menerima baik
langsung atau pada kondisi tertentu. Yang menjadi syarat pemberian bantuan tersebut
adalah bahwa nilai lawan dalam mata uang Indonesia (pendudukan Belanda) harus
disetor ke dalam sebuah rekening „E.C.A. Counterpart Fund‟, yang mulai diberlakukan
untuk tujuan selektif. Akibat hal itu, lalu lintas pembayaran antara Indonesia dengan luar
negeri berlangsung di bawah suatu „rezim devisa‟, yang telah diberlakukan pada
pertengahan 1940.

Pangkal pokoknya dari „rezim devisa‟ tersebut adalah bahwa devisa dan emas
pada prinsipnya hanya diperkenankan dimiliki oleh negara. Dampak selanjutnya adalah
valuta asing yang telah diperoleh dari hasil ekspor harus diserahkan kepada dana devisa.
Ekonomi moneter daerah kekuasaan Indonesia dengan secara langsung mengalami
keadaan yang pasif, dimana hanya mampu memberikan akomodasi kepada keperluan-
keperluan polotik dan militer serta mengusahakan jaminal yang sangat minimal untuk
kehidupan rakyat.

2.2 Studi Kasus


Kemanakah Semua Uang Tunai Itu?Satu teka-teki yang membingungkan
mengenai persediaan uang dalam sistem perekonomian AS adalah tentang jumlah uang.
Pada 2001, ada sekitar $580 miliar uang yang beredar. Untuk menempatkan angka ini ke
dalam perspektif, kita dapat membaginya dengan 212 juta, jumlah orang dewasa
(berusia 16 tahun ke atas) di Amerika Serikat. Perhitungan ini menyimpulkan bahwa
rata-rata orang dewasa di AS memegang uang $2.734.

Kebanyakan orang terkejut mengetahui bahwa perekonomian AS memiliki


banyak uang yang beredar karena mereka memegang lebih sedikit uang dalam dompet
mereka. Siapa yang memegang semua uang tersebut? Tidak ada yang mengetahui
dengan pasti, namun ada dua penjelasan yang masuk akal.

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 8


Penjelasan peratama adalah bahwa kebanyakan uang di luar negeri. Di negara-
negara asing tanpa sistem moneter yang stabil, orang-orang lebih memilih untuk
menggunakan dolar AS untuk saet donestik. Kenyataan, tidak aneh untuk melihat dolar
AS digunakan di luarnegeri sebagai alat tukar, satuan hitung, dan menyimpan nilai.

Penjelasaan kedua adalah bahwa banyak uang yang di pegang oleh bandar
narkoba, penggelap pajak, dan perilaku kriminal lainnya. Bagi kebanyakan orang yang
ada dalam perekonomian AS, uang bukanlah cara yang bagus untuk memperoleh
kesejahteraan. Bukan saja karena uang dapat hilang atau di curi, tetapi uang juga tidak
mendatangkan bunga, sedangkan tabungan di bank dapat berbunga. Oleh karena itu,
kebanyakan orang memegang uang dalam jumlah yang sedikit. Sebaliknya, pas kriminal
mungkin menghindari untuk menyimpan kekayaan mereka di bank karena tabungan di
bank karena tabungan memungkinkan polisi untuk melacak transaksi ilegal mereka.
Bagi para kriminal, uang mungkin menjadi penyimpanan nilai terbaik yang tersedia.

2.3 Pembahasan

A. Sistem Moneter

Sistem Moneter yaitu sistem yang menetapkan kebijakan dantindakan-


tindakan yang mempengaruhi interaksi factor moneter dalam suatu negara,
termasuk pengawasan cadanganvaluta asing. Di Indonesia otoritas system moneter
terdiri atas Bank Indonesia, Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan.

Yang termasuk dalam sistem moneter adalah bank-bank atau lembaga-


lembaga yang ikut menciptakan uang giral. Di Indonesia yang dapat digolongkan ke
dalam sistem moneter adalah otoritas moneter yaitu Bank Indonesia dan bank-bank
pencipta uang giral. Oleh karena itu sistem perbankan merupakan bagian integral
dari suatu sistem moneter.

Otoritas Moneter, Pemerintah dan Bank Sentral/Bank Indonesia bertanggung


jawab menciptakan dan menawarkan uang primer berupa uang kartal (kertas dan
logam) bagi masyarakat umum dan bank reservesbagi perbankan dan lembaga
keuangan lainnya. Sedangkan perbankan dan lembaga keuangan lainnya berdasarkan
uang primer yang dimiliki menciptakan uang sekunder dalam bentuk giral, seperti
giro (demand deposits), deposito berjangka (time deposits), tabungan (saving

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 9


deposits), dan uang sekunder lainnya. Mereka yang terlibat dalam penciptaan dan
penawaran uang beredar merupakan satu kesatuan dalam suatu sistem moneter.

Uang-uang yang ditawarkan melalui monetary system digunakan oleh


masyarakat, baik pengusaha maupun masyarakat biasa untuk keperluan konsumsi
dan produksinya. Penciptaan uang bukan semata-mata kehendak otoritas moneter
(Bank Indonesia), melainkan juga harus ada permintaan dari masyarakat sehingga
jumlah uang beredar harus memenuhi tuntutan mekanisme pasar yaitu pertemuan
antara permintaan dan penawaran

B. Pengendalian Moneter

Jumlah uang beredar, baik dalam standar barang (commodity standard)


maupun standar kepercayaan (fiat standard) tidak boleh terlalu berlebihan atau
kurang. Kontrol jumlah uang beredar perlu dilakukan untuk menciptakan iklim yang
baik bagi stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi, serta kontrol terhadap kegiatan
kredit.

Kontribusi kebijakan moneter terhadap stabilitas harga sangat penting artinya


untuk mengurangi/menekan tingkat inflasi. Pertumbuhan jumlah uang yang beredar
sebaiknya mengikuti pertumbuhan ekonomi, sehingga secara tidak langsung dapat
menekan tingkat pengangguran. Bank Sentral selaku pelaksana kebijakan moneter,
menjalankan kebijakannya yang bersifat kuantitatif (quantitative control policy) dan
kualitatif (qualitative control policy).

Instrumen-instrumen yang biasa digunakan dalam menjalankan kebijakan


kuantitatif adalah Pengaturan Tingkat Bunga dan Tingkat Diskonto (rediscount rate
policy), Pengatuan Operasi Pasar Terbuka (open market operation), dan Pengaturan
Tingkat Cadangan Minimal dan Tingkat Kelebihan Cadangan (reserves requirement
policy). Dalam melaksanakan kebijakan kualitatif pemerintah mengadakan
pendekatan langsung (direct approach) kepada bank-bank umum, dengan turut
mengawasi kebijakan bank-bank umum dalam memberikan pinjaman kepada para
nasabahnya secara selektif.

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 10


C. Kerangka Kebijakan Moneter di Indonesia

Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut sebuah


kerangka kerja yang dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka
kerja ini diterapkan secara formal sejak Juli 2005, setelah sebelumnya menggunakan
kebijakan moneter yang menerapkan uang primer (base money) sebagai sasaran
kebijakan moneter.Dengan kerangka ini, Bank Indonesia secara eksplisit
mengumumkan sasaran inflasi kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan
untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah tersebut. Untuk
mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara forward looking,
artinya perubahan stance kebijakan moneter dilakukan melalui evaluasi apakah
perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah
dicanangkan.

Dalam kerangka kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh transparansi
dan akuntabilitas kebijakan kepada publik. Secara operasional, stance kebijakan
moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI Rate) yang
diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan
suku bunga kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan
memengaruhi output dan inflasi.

D. Persaingan Global dan Krisis Moneter

Sebagai antisipasi terhadap persaingan global sejalan dengan era perdagangan


bebas, dunia perbankan harus menyesuaikan diri dengan ketentuan yang berlaku
secara internasional. Dalam hubungan ini telah dikeluarkan SE BI No. 23/11/BPPP
tanggal 28 Februari 1991, yang antara lain menyatakan bahwa kewajiban penyertaan
modal minimum tertentu terhadap aktiva tertimbang menurut resiko sesuai dengan
standar Bank for International Settlements (BIS) sebesar 8 %. Namun apabila
terdapat faktor lain yang menambah resiko, maka perlu penyertaan modal minimum
lebih dari 8 %.

Sebagai akibat adanya krisis moneter dan diikuti dengan krisis ekonomi,
hampir semua bank mempunyai masalah, seperti kredit macet, diragukan, dan
kurang lancer. Karena itu, persyaratan modal minimum ditingkatkan lagi untuk
terciptanya system perbankan yang sehat sesuai dengan PP No. 38/1998, 9 Maret

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 11


1998. Modal disetor untuk mendirikan BU adalah Rp. 3 trilyun. BU yang telah
berdiri wajib menyesuaikan modal setornya menjadi Rp. 1 trilyun pada akhir tahun
1998, Rp. 2 trilyun pada akhir tahun 2000, dan Rp. 3 trilyun pada akhir tahun 2003.

Kondisi perbankan yang mulai tidak sehat ini menyebabkan pemerintah dan BI
terpaksa mengambil kebijakan melikuidasi 16 bank umum swasta terhitung mulai 1
November 1997. Selang beberapa waktu kemudian, yaitu mulai 4 April 1998,
pemerintah menghentikan operasi tujuh bank swasta nasional (biasa disebut Bank
Beku Operasi atau BBO). Pada tanggal 21 Agustus 1998 pemerintah membekukan
lagi tiga buah bank, sehingga statusnya menjadi BBO.

Proses penyehatan terus dilakukan, pada tanggal 13 Maret 1999 kembali


pemerintah melikuidasi 38 buah bank swasta nasional, ditambah dengan 7 buah
bank diambil-alih pemerintah, dan 9 bank harus mengikuti program rekapitulasi.
Sampai pada akhirya UU No. 13/1968 diganti dengan UU No. 23/1999. Namun
demikian segala peraturan perundang-undangan sepanjang belum diperbaharui dan
tidak bertentangan dengan undang-undang ini masih tetap berlaku.

Sebagai otoritas moneter untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan


moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan
mengawasi bank, Bank Indonesia bersifat independen. Dengan demikian pihak mana
pun termasuk eksekutif, tidak lagi boleh ikut campur tangan atau intervensi. Bahkan
Bank Indonesia wajib menolak atau mengabaikan campur tangan itu. Dalam bagan
ini tidak tampak “pemerintah”, berbeda dengan bagan sebelumnya. Itu tidak berarti
bahwa sama sekali tidak ada hubungan.
Hubungan itu tampak dalam:
(1) BI adalah pemegang kas pemerintah;
(2) BI untuk dan atas nama pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri,
menatausahakannya, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan
pemerintah terhadap luar negeri;
(3) pemerintah wajin meminta pendapat BI dalam siding cabinet yang membahas
masalah ekonomi, perbankan, dan keuangan yang berkaitan dengan tugas BI;
(4) BI memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah mengenai
APBN serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang BI; (5)
dalam hal pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara, pemerintah

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 12


wajib berkonsultasi dengan BI; (6) BI dapat membantu penerbitan surat-surat
utang negara, tetapi BI dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang
negara, kecuali di pasar sekunder.
E. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah melalui bank sentral untuk
menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar dalam rangka mengendalikan
perekonomian. Di Indonesia kedudukan bank sentral di wakilioleh BI (Bank
Indonesia).
Kebijakan moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan
ekonomi agar dapat berjalan sesui dengan yang diinginkan melalui pengaturan
jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar
terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output
keseimbangan.
Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu;

1. Kebijakan moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy


Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.
1. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar.
Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu).
Kebijakan moneter didefinisikan dengan rencana dan tindakan otoritas
moneter yang terkoordinasi untuk menjaga keseimbangan moneter, dan kestabilan
nilai uang, mendorong kelancaran produksi dan pembangunan, serta memperluas
kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Jadi dapat disimpulkan dari
pengertian di atas bahwa kebijakan moneter adalah semua upaya atau tindakan bank
sentral untuk mempengaruhi perkembangan moneter (uang beredar, suku bunga,
kredit dan nilai tukar) untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu.

Sebagai bagian dari kebijakan ekonomi makro, maka tujuan kebijakan


moneter adalah untuk membantu mencapai sasaran-sasaran makroekonomi antara
lain: pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja, stabilitas harga dan
keseimbangan neraca pembayaran. Keempat sasaran tersebut merupakan
tujuan/sasaran akhir kebijakan moneter (final target).

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 13


F. Fungsi Kebijakan Moneter

Dari pengertian kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang diambil oleh
pemerintah (Bank Sentral) untuk menambah dan mengurangi jumlah uang yang
beredar.Sejak tahun 1945, kebijakan moneter hanya digunakan sebagai kebijakan
ekonomi untuk mencapai stabilitas ekonomi jangka pendek. Adapun kebijakan fiscal
digunakan dalam pengendalian ekonomi jangka panjang. Namun pada saat ini
kebijakan moneter merupakan kebijakan utama yang dipergunakan untuk
pengendalian ekonomi jangka pendek dan jangka panjang. Untuk mempengaruhi
jumlah uang yang beredar, pemerintah dapat melakukan kebijakan uang ketat dan
kebijakan uang longgar.

Fungsi Kebijakan Moneter, diantaranya :

a. Mempertahankan iklim Investasi


b. Memperluas kesempatan kerja
c. Menciptakan Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
d. Memperbaikikondisineracapembayaran
e. Menjagakesetabilannilaikursmatauang
f. Menjagakesetabilanhargabarangdanjasa
g. Menurunkanlajuinflasi

G. Tujuan Kebijakan Moneter

Kebijakan Moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moeneter


(Bank Indonesia) untuk mempengaruhi jumlah yang beredar dan kredit yang pada
akhirnya akan mempegaruhi kegiatan ekonomi masyarakat.
Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai stablisasi ekonomi yang dapat diukur
dengan:
1. Kesempatan Kerja
Semakin besar gairah untuk berusaha, maka akan mengakibatkan peningkatan
produksi. Peningkatan produksi ini akan diikuti dengan kebutuhan tenaga kerja.
Hal ini berarti akan terjadinya peningkatan kesempatan kerja dan kesehjateraan
karyawa.
2. Kestabilan harga
Apabila kestablian harga tercapai maka akan menimbulkan kepercyaan di

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 14


masyarakat. Masyarakat percaya bahwa barang yang mereka beli sekarang akan
sama dengan harga yang akan masa depan.
3. Neraca Pembayaran Internasional
Neraca pembayaran internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi
ekonomi di suatu Negara. Agar neraca pembayaran internasional seimbang, maka
pemerintah sering melakukan kebijakan-kebijakan moneter.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan moneter dapat
mencapai keberhasilan dalam pelaksanaannya. Prasyarat tersebut meliputi:
a. Indepensi Bank Sentral.
Sebenarnya tak ada Bank Sentral yang bisa bersifat benar-benar
independen tanpa campur tangan dari pemerintah. Namun demikian, ada instrumen
kebijakan yang tidak dipengaruhi oleh pemerintah, misalnya melalui kebijakan
fiscal.
b. Fokus terhadap sasaran.
Pengendalian inflasi hanyalah salah satu di antara beberapa sasaran lain
yang hendak dicapai oleh Bank Sentral. Sasaran-sasaran lain kadang-kadang
bertentangan dengan sasaran pengendalian inflasi,misalnya sasaran pertumbuhan
ekonomi, kesempatan kerja, neraca pembayaran, dan kurs. Oleh karena itu,
seharusnya bank Sentral tidak menetapkan sasaran lain dan berfokus pada sasaran
utama pengendalian inflasi.
c. Capacity to forecast inflation.
Bank Sentral mutlak harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi
inflasi secara akurat, sehingga dapat menetapkan target inflasi yang hendak
dicapai.
Ada beberapamacamkebijakanmoneter yang bisadilakukanpemerintah, yaitu :
1. Kebijakan pasar terbuka (open market policy).
2. Kebijakan diskonto (discount policy).
3. Kebijakan cadangan kas (cash ratio policy).
4. Kebijakan kredit selektif dan kredit longgar.
5. Kebijakan devaluasi dan revaluasi.
6. Kebijakan sanering (memotong nilai mata uang dalam negeri).
7. Kebijakan menarik atau memusnahkan uang lama.
8. Kebijakan dorongan moral.

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 15


Contoh Kebijakan Moneter
Berikut akan diberikan satu contoh kebijakan moneter yang digunakan pemerintah
untuk menjaga stabilitas harga terutama untuk mengatasi masalah inflasi. Untuk
mengatasi masalah inflasi pemerintah dapat menggunakan kebijakan diskonto.
Kebijakan diskonto adalah kebijakan bank sentral untuk menambah atau mengurangi
jumlah uang yang beredar dengan cara menaikkan atau menurunkan suku bunga bank.
Jika bank sentral menaikkan suku bunga bank, berarti bank sentral ingin mengurangi
jumlah uang yang beredar. Dengan menaikkan suku bunga, diharapkan masyarakat akan
menyimpan (menabung) uangnya di bank lebih banyak dari biasanya.
Dengan demikian, jumlah uang yang beredar akan berkurang. Bila jumlah uang yang
beredar berkurang maka harga-harga yang semula tinggi (inflasi) dapat diturunkan
kembali. Ini berarti inflasi dapat diatasi oleh pemerintah.
H. Pemulihan Ekonomi Melalui Kebijakan Moneter di Indonesia
Kestabilan harga dan nilai tukar merupakan prasyarat bagi pemulihan ekonomi
karena tanpa itu aktivitas ekonomi masyarakat, sektor usaha, dan sektor perbankan akan
terhambat. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kiranya jika fokus utama kebijakan
moneter Bank Indonesia selama krisis ekonomi ini adalah mencapai dan memelihara
kestabilan harga dan nilai tukar rupiah.
Apalagi Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia secara jelas
menyebutkan bahwatujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah yang di dalamnya mengandung pengertian kestabilan harga (laju inflasi) dan
kestabilan nilai tukar rupiah. Dengan perkataan lain, sesuai dengan UU No. 23 tahun
1999 sasaran kebijakan moneter Bank Indonesia hanya satu (single objective), yaitu
memelihara kestabilan nilai rupiah.
Hal ini berbeda dengan Undang-undang tentang Bank Sentral yang lama, yaitu
UU No. 13 tahun 1968, yang menuntut Bank Indonesia untuk memenuhi beberapa
sasaran sekaligus (multiple objectives), yakni mendorong kegiatan ekonomi, memperluas
kesempatan kerja, dan memelihara kestabilan nilai rupiah, yang pencapaiannya pada
hakekatnya dapat saling bertolak belakang, terutama dalam jangka pendek.
Adapun para ekonom sepakat ciri-ciri suatu Negara yang rentan terhadap krisis
moneter adalah apabila Negara tersebut:
a. Memiliki jumlah hutang luar negeri yang cukup besar
b. Mengalami inflasi yang tidak terkontrol

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 16


c. Defisit neraca pembayaran yang besar
d. Kurs pertukaran mata uang yang tidak seimbang
e. Tingkat suku bunga yang diatas kewajaran
Jika ciri-ciri di atas dimiliki oleh sebuah negara, maka dapat dipastikan Negara
tersebut hanya menunggu waktu mengalami krisis ekonomi.

I. Sistem Moneter Internasional


Dalam ekonomi internasional dikenal suatu sistem yang memungkinkan suatu
negara dapat saling berhubungan satu dangan yang lain. Sistem tersebut disebut
sebagai sistem moneter internasional. Sistem moneter internasional menunjukkan
seperangkat kebijakan, institusi, praktik, peraturan dan mekanisme yang menentukan
tingkat dimana suatu mata uang diitukarkan dengan mata uang lain.(Shapiro, 1992).
Sistem keuangan internasional dari sejarahnya telah mengalami begitu banyak
perkembangan dan transpormasi dari masa ke masa. Perkembangan ini disebabkan
oleh adanya perubahan ekonomi dan politik domestik serta internasional pada masing-
masing masa.
Jika dalam skala domestik atau nasional problema ketidakseimbangan
pembayaran antar daerah dapat disesuaikan melaui pergerakan modal ataupun
kebijakan fiskal dan moneter, dalam skala internasional akan sedikit lebih rumit.
Pembayaran yang tidak seimbang antar negara dapat diselesaikan melaluifinancing,
perubahan kebijakan domestik untuk menggeser pola perdagangan dan investasi,
melalui kontrol devisa untuk melakukan penjatahan pasokan devisa, atau dengan cara
membiarkan nilai tukar mata uang berubah sesuai situasi dan kondisi. Sehingga yang
terpenting dalam sistem moneter internasional adalah tersedianya alat atau cara untuk
menyesuaikan ketidak seimbangan pembayaran internasional.
J. Dana Moneter Internasional
Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) adalah
organisasi internasional yang bertanggungjawab dalam mengatur sistem finansial
global dan menyediakan pinjaman kepada negara anggotanya untuk membantu
masalah-masalah keseimbangan neraca keuangan masing-masing negara. Salah satu
misinya adalah membantu negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi yang
serius, dan sebagai imbalannya, negara tersebut diwajibkan melakukan kebijakan-
kebijakan tertentu, misalnya privatisasi badan usaha milik negara. Setelah melalui

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 17


pertimbangan panjang dan hati-hati, sebuah system moneter disepakati di Bretton
Woods. Negara-negara anggota sepakat untuk mengontrol batas kurs mereka dengan
cara yang sudah ditentukan. Menurut kesepakatan awal, kurs dibolehkan berfariasi
sampai satu persen dibawah atau diatas par. Bila kurs suatu Negara mencapai atau
mendekati salah satu batas, disebut ”titik pendukung arbitrase”, bank sentralnya
mengintervensi pasar untuk mencegah kurs melewati batas itu. Inntervensi pasar
mensyaratkan suatu Negara untuk mengakumulasi cadangan devisanya, yang terdiri
dari emas dan mata uang asing, diatas kebutuhan perdagangan normal. Sebuah
lembaga bernama Dana Moneter internasional IMF, didirikan di Bretton Woods untuk
mengawasi system moneter yang baru disepakati.
Ada beberapa hal yang telah dicapai dana moneter internasional. Misalnya :

a. Berhasil mempertahankan peningkatan yang cepat dari volume perdagangan


dan investasi.
b. Menunjukan flexibilitas dalam mengadaptasi perubahan-perubahan dalam
perdagangan internasional.
c. Semakin meningkatkan efisiensi (bahkan terjadi penurunan persentase
cadangan devisa)
d. Semakin tangguh (lembaga itu berhasil melewati masa krisis awal pada tahun
1971, mengatasi kegiatan spekulatif, dan bertahan dalam siklus bisnis yang
bergejolak).
e. Mendukung tumbuhnya kerja sama internasional.
f. Membangun kapasitas untuk mengakomodasi reformasi dan perbaikan.

K. Fenomena Aktual Ekonomi internasional

Fenomena yang terjadi saat ini khususnya di kawasan asean adalah penyatuan
mata uang di antara Negara asean, atau pencanangan mata uang tunggal. Hal tersebut
di lakukan kerena mengingat adanya keberhasilan kawasan ekonomi eropa
memberlakukan kebijakan mata uang bersama.Dari sisi ekonomi jika sekelompok
negara ternyata memiliki mata uang yang berkorelasi sangat erat, maka secara implisit
kelompok negara tersebut dapat menggabungkan mata uangnya.

Dengan kata lain negara tersebut dapat melepaskan kekuasaan moneternya dan
memberikan kepada suatu badan supra nasional (dalam wadah ekonomi

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 18


bersama).Salah satu contoh yang paling sukses dari proses penggabungan ini adalah
keberadaan European Monetary Union, (EMU) dan mata uang tunggal dengan
European Central Bank (ECB) sebagai bank sentralnya. Namun demikian proses
kearah penggabungan moneter sebenarnya telah berlangsung cukup lama. Treaty Of
Rome (1957) dapat dikatakan titik tolak yang meletakkan dasar atau fase yang harus
ditempuh dalam rangka pembentukan komunitas ekonomi Eopa.Salah satu studi
penting yang melakukan penelitian terhadap kesiapan prasyarat optimum current area
atau OCA di ASEAN dan perbandingan versus Uni Eropa dilakukan oleh Bayoumi
dan Mauro. Mereka berpendapat bahwa negara-negara ASEAN telah mencapai level
yang sama dengan Uni Eropa sebelum traktat Maastricth 1991 pada beberapa aspek.

Aspek tersebut adalah:

1. Perdagangan intra wilayah (yang diukur oleh share perdagangan internalterhadap


GDP).
2. Komposisi perdagangan berdasarkan type produk. Dengan berlangsungnyatransisi
ekonomi, negara-negara di wilayah ini (kecuali Singapura) memiliki tendensi
sebagai Negara manufaktur.
3. Pola goncangan ekonomi. Meskipun dampak goncangan adalah lebih besar di
ASEAN tetapi kecepatan pemulihan lebih tinggi di wilayah ini. Dengan demikian
dapat dikatakan hasil bersih dari pola goncangan ekonomi semacam ini adalah
cenderung netral.

Namun demikian mereka juga menemukan beberapa faktor yang dianggap


dapat mengurangi daya tarik penyatuan moneter bagi wilayah ASEAN. Faktor-faktor
ini adalah :

a. Diversifikasi budaya dan system politik di ASEAN cenderung lebih


tinggidibandingkan Uni Eropa
b. Diversifikasi perdagangan yang signifikan.
Meskipun US, Jepang dan Zona Eropa adalah rekan dagang utama, namun
proporsi masing-masing adalah heterogen. Hal ini berimplikasi Pergerakan
Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal
Currency Area Dengan Menggunakan Model Vector Error Correction bahwa
setiap negara ASEAN memiliki suatu goncangan spesifik pada level

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 19


tertentu. 3.OCA index (Eichengreen dan Bayoumi, 1996) menunjukkan kesiapan
negara ASEAN masih kalah dengan negara Eropa pra traktat Maastricth.
Disini ditunjukkan divergennya arah keterkaitan mata uang ASEAN
terhadap salah satu mata uang utama dunia. Singapura,Malaysia dan Philipina
misalnya, lebih cocok masuk sebagai blok USD. Sedangkan Indonesia dan
Thailand cenderung kepada blok JPY. Hasil ini mengkonfirmasi temuan empiris
Frankel dan Wei (1994), Kim dan Ryou (2001) dan Alesina et al (2002) bahwa
permasalahan yang dihadapi dalam penyatuan keuangan Negara-negara ASEAN
adalah tidak adanya suatu mata uang anchor yang tunggal bagi mata uang negara
ASEAN tersebut. Dari sisi institusi, aktivitas ditingkat ofisial tentang keberadaan
OCA dapat dikatakan langka. Beberapa lembaga kerjasama regional telah ada
diwilayah ini, misalnya ASEAN, AFTA dan SEACEN, ASEAN misalnya bahkan
telah berdiri sejak 1967.
Namun demikian diskursus mengenai suatu kerjasama regional yang lebih
erat melalui kerjasama moneter (dan mata uang bersama) baru terdengar pasca
krisis keuangan Asia 1997. Era sebelum ini suatu kerjasama moneter yang lebih
serius tampaknya terkendala oleh keberadaan rezim nilai tukar yang heterogen
diwilayah Asia (Wilson, 2002).
Tahun 1997, Jepang menawarkan ide Asian Monetary Fund (AMF). Hal ini
merupakan wujud dari kesadaran terhadap perlunya suatu dana emergency yang
siap digunakan ketika dibutuhkan. Tampaknya ini juga merupakan reaksi kecewa
terhadap sikap lamban IMF dalam mengatasi krisis Asia. Ide ini memperoleh
resistensi keras dari IMF (dan stake holder utamanya, sehingga akhirnya gagal
diwujudkan. Sebagai pengganti, dalam kerangka ASEAN+3 suatu kesepakatan
dalam hal penyediaan dana emergency diwujudkan dalam bentuk pejanjian swap.
Inisiatif ini dikenal sebagai Chiang Mai Initiatives. Dari forum ini tampaknya
terlihat adanya perkembangan kearah suatu instrument obligasi Asia. Dari sisi
upaya penyatuan mata uang, negara-negara diwilayah ini terlihat jauh lebih kaku
Meskipun dibawah Hanoi Plan Action dibulan Desember 1998, pemimpin wilayah
ASEAN sepakat untuk memulai suatu studi kelayakan atas adopsi mata uang
bersama. Namun baru Januari 2001, suatu proyek resmi untuk penelitian ini
dimulai (Wilson, 2002). Proyek ini dikenal dengan nama Kobe Research Project.
Meskipun ditingkat pengambil kebijakan arah penyatuan moneter adalah bergerak

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 20


lamban, pra kondisi bagi negara Asia sebenarnya telah ada. Eichengreen dan
Bayoumi (1996) dalam suatu studinya berkesimpulan bahwa wilayah Asia Timur
telah memenuhi persyaratan standar OCA serta telah memiliki kesiapan yang sama
dengan wilayah zona Eropa. Bayoumi dan Mauro
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010 (1999) juga
mengusulkan hal yang serupa, namun dengan mesyaratkan perlunya suatu
komitmen politik untuk memastikan bahwa proyek ini akan berhasil. Proposal
lainnya dapat dilihat misalnya Wilson (2002), Mundel (2003), dan Branson dan
Healy (2005). Syarat dan kondisi teoritis dimana penyatuan mata uang adalah
menguntungkan merupakan subyek dari teori Optimum Currency Area (OCA).
Teori OCA modern secara komprehensif diuraikan oleh Robert Mundell (1961)
dalam seminal paper nya yang berjudul A Theory Of Optimum Currency Areas.
Secara ringkas teori tersebut menguraikan bahwa sekelompok negara dapat
memperoleh manfaat yang lebih besar dengan melepaskan penggunaan mata uang
sendiri dan (secara bersama) mengadopsi mata uang lain atau menerapkan rezim
nilai tukar tetap (khususnya antar mata uang negara anggota OCA.
Manfaat yang lebih besar ini dapat terjadi karena berbagai hal misalnya
signifikannya transaksi perdagangan internal anggota OCA, mobilitas faktor
produksi yang tinggi, korelasi siklus bisnis. Dalam kondisi ini manfaat yang
diperoleh dengan tetap menggunakan mata uang sendiri (berupa seignorage dan
independensi kebijakan moneter) lebih kecil dari manfaat yang diperoleh dari
penyatuan mata uang (berupa biaya transaksi yang rendah, stabilitas dan
kredibilitas kebijakan). Untuk mencapai optimalitas wilayah mata uang bersama
perlu dipenuhi beberapa karakteristik tertentu. Karakteristik ini menunjukkan
kondisi yang diperlukan agar manfaat OCA yang diperoleh para anggotanya dapat
maksimal. dibawah ini merangkum karakteristik OCA dimaksud (Mongeli, 2002).
Pada satu dekade belakangan ini berkembang suatu pemikiran kontemporer
didalam teori OCA. Berbeda dengan pola pemikiran sebelumnya dimana wilayah
moneter bersama akan optimal jika negara-negara anggotanya memenuhi syarat
karakteristik OCA, Frankel dan Rose (1998), justru berpendapat sebaliknya:
karakteristik OCA adalah bersifat endogen. Dengan kata lain sekelompok negara
dapat saja tidak memenuhi satu-lebih karakteristik OCA.

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 21


Persyaratan Optimum Currency Area :
1. Fleksibilitas harga dan upah
2. Mobilitas faktor produksi
3. Integrasi pasar keuangan
4. Tingkat keterbukaan ekonomi
5. Diversifikasi produksi dan konsumsi
6. Kesamaan tingkat inflasi
7. Integrasi fiscal
8. Integrasi politis
Manfaat dan Biaya Integrasi Ekonomi :
a. Peningkatan efisiensi mikro karena penggunaan uang yang lebih luas.
b. Perbaikan stabilitas makro dan pertumbuhan karena stabilitas harga dan akses
dana yang lebih besar dari integrasi finansial.
c. Positive externality dari biaya transaksi dan cadangan devisa yang lebihrendah
serta koordinasi kebijakan yang lebih efektif.

L. Kelemahan Sistem Moneter Internasional

Ketika sistem moneter internasional dikaitkan dengan emas, yang pada


akhirnya menyebabkan saling ketergantungan di antara sistem mata uang sehingga
menjadi jangkar bagi nilai tukar yang tetap (fixed exchange rate) dan menstabilkan
inflasi. Ketika sistem Gold Standard hancur, fungsi yang bernilai ini tidak bertahan
lama dan dunia terjebak dalam rezim inflasi yang terus menerus. Sistem moneter
internasional saat ini tidak mengatur interdepensi (saling mengait) antara berbagai
mata uang dan juga tidak menstabilkan harga. Alih-alih mengandalkan keseimbangan
yang dihasilkan secara otomatis, AS terpaksa harus "menampar" mitra dagangnya
yang mengancam layaknya musuh. Setelah revolusi di Eropa Timur dan hancurnya
komunisme, kita tiba-tiba memiliki 10 negara baru yang masuk dalam sistem moneter
internasional, (pecahan Uni Soviet) seluruhnya dengan mata uang yang baru atau
kebutuhan baru terhadap kebijakan mata uangnya. Sistem moneter seperti apa yang
seharusnya Michel Camdessus (Managing Director IMF saat itu) rekomendasikan
kepada negeri-negeri baru itu? Jawabannya akan menjadi nyata sebelum tahun
1971 masing-masing negara itu mesti menstabilkan mata uangnya terhadap Dollar AS
atau terhadap salah satu mata uang yang stabil yang berhadapan dengan Dollar AS

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 22


yang dikaitkan dengan emas.

Memperbaiki nilai tukar terhadap blok Dollar yang meliputi hampir seluruh
ekonomi dunia, telah memberi negara-negara transisi baru yang relatif memiliki
tingkat harga yang stabil di antara negara-negara barat. Sekarang saya ingin
menunjukkan kontribusi amat penting oleh IMF di antara awal pendiriannya tahun
1946 dan 1971. Pada awal pendiriannya IMF memberi negara-negara sebuah filosofi
manajemen makro ekonomik yang logis berdasarkan nilai tukar tetap atau terkendali
(fixed exchange rate). Kesepakatan yang luar biasa ini sekarang diserahkan kepada
para pemimpin moneter domestik. Untuk meyakinkan, sebuah negara dapat
memperbaiki mata uangnya terhadap salah satu mata uang utama seperti Dollar AS.
Pada praktiknya, kebijakan seperti itu memerlukan aksi dari kepemimpinan yang kuat;
rencana stabilisasi (inflasi) melibatkan nilai tukar tetap yang diterapkan di Argentina
oleh Domingo Cavallo yang menggambarkan betapa jarang kualitas pemimpin
sepertinya.

Dalam periode nilai tukar tetap sebelum 1971, kepemimpinan yang kuat tidak
diperlukan sebab ada sebuah sistem dimana mayoritas negara mematuhinya dan IMF
memiliki seperangkat aspek teknis untuk menerapkannya. Namun setelah tahun 1971
IMF kehilangan sentuhan tersebut ketika beralih dari nilai tukar tetap (terhadap emas)
sebelum 1971 menjadi nilai tukar mengambang setelah 1971 dan khususnya setelah
1973, tahun dimana sistem moneter internasional membatalkan nilai tukar tetap
beralih ke nilai tukar mengambang.

IMF kemudian bergeser tugasnya sebagai pusat sistem moneter internasional


menjadi peran baru sebagai konsultan makroekonomi khusus dan pengawas utang
(bahkan broker utang-pent), fungsi yang sebenarnya bisa diperankan dengan baik oleh
konsultan swasta. Ketika tantangan dari negara-negara transisi muncul, IMF tidak
memiliki sistem yang saling mengait untuk stabilitas moneter untuk menawarkan
sistem yang baik dan hampir tanpa pengeculian seringkali konsep yang ditawarkan
serampangan. Kegagalan negara transisi dibuktikan dengan fakta bahwa tidak satupun
dari negara-negara tersebut di akhir 1996, mampu melampaui tingkat pendapatan sejak
masa transisi bermula, dan hanya dengan satu atau dua pengecualian, inflasi kembali
mencapai 2 digit. Perbaikan sejak akhir perang dingin sejauh ini lebih memburuk
dibanding perbaikan di akhir sebagian besar perang dunia (I dan II) yang amat

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 23


menghancurkan.
Sistem moneter internasional yang absolut di dunia saat ini tidaklah ada. Setiap
negara memiliki sistemnya sendiri. Kebanyakan orang tidak mengerti bagaimana tidak
biasanya (unusual) sistem ini. Selama ribuan tahun negara-negara telah mematok mata
uang mereka terhadap salah satu logam mulia (emas atau perak) atau terhadap mata
uang lain. Tetapi dalam seperempat abad terakhir sejak sistem moneter internasional
(bretton woods) hancur, negara-negara mengadopsi sistem moneternya sendiri,
fenomena yang tidak memiliki contoh sejarah dalam kerjasama antar negara yang
dikenal sebagai sistem moneter internasional. Para ekonom mengetahui bahwa
ketergantungan diantara sistem moneter internasional didukung oleh fakta bahwa
keseimbangan neraca pembayaran (suatu negara) saling berhubungan satu sama lain.
Apabila satu negara memiliki neraca perdagangan yang surplus maka negara-negara
lain memiliki neraca perdagangan yang defisit. Jadi suatu negara bergerak menuju
surplus atau defisit yang secara otomatis berpengaruh terhadap negara lain. Ini
memiliki pengaruh di dalam sistem nilai tukar mata uang. Di dalam sebuah dunia dari
n negara dengan n mata uang, ada n-1 nilai tukar yang independen. Setiap negara tidak
dapat menetapkan nilai tukarnya. Akan ada banyak nilai tukar tetap di antara negara-
negara. Ada satu derajat bebas (degree of freedom), yang membiarkan kenaikan
terhadap apa yang para ekonom menyebutnya dengan (redundancy problem) masalah
kelebihan . Aturan dimana tambahan derajat kebebasan untuk memelihara kestabilan
harga, atau dalam kasus standar emas (gold standard) adalah memelihara atau
menstabilkan harga emas.
Di atas kertas, pengumpulan data hampir 200 negara dengan mata uang
tunggal dan nilai tukar mengambang akan menunjukkan hasil berupa kebingungan
yang luar biasa. Dalam prakteknya, bagaimanapun juga, sistem ini tidaklah begitu
buruk. Ada hubungan yang penting dalam struktur finansial dunia berkenaan dengan
konfigurasi kekuatan dalam ekonomi dunia dan aturan khusus yang dijalankan oleh
mata uang negara AS. Ketika suatu negara memiliki supereconomy, mata uangnya
seringkali memenuhi banyak fungsi dari sebuah mata uang internasional, sebuah judul
yang kita coba berangkat dari sini.

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 24


M. Sumber-sumber ekspansi Moneter
Untuk menjamin bahwa pertumbuhan moneter mencukupi dan tidak berlebihan
perlu memonitor secara hati-hati tiga sumber utama ekspansi moneter yaitu :
1. Membiayai defisit anggaran pemerintah dengan meminjam dari bank sentral.
2. Ekspansi deposito melalui penciptaan kredit pada bank-bank komersial.
3. Bersifat eksternal, yaitu menguangkan suplai neraca pembayaran luar Negeri
N. Defisit Fiskal
Tak ada kontroversi di kalangan ekonomi mengenai apakah defisit fiskal dapat
dan memang telah di lakukan menjadi sumber penting bagi ekspansi moneter
"ekspansif". Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengambil sumber-
sumber riil pada laju yang lebih cepat dari yang berkesinambungan pada tingkat harga
yang stabil, dapat menimbulkan peningkatan defisit fiskal dan mempercepat
penawaran uang sehingga menambah laju inflasi. Bahkan di Negara-negara industri
uatama, defisit fiskal yang besar telah menjadi sebab uatam kegagalan memenuhi
target suplai uang.
Hal ini cenderung menggeser beban perjuangan dalam menghapuskan inflasi
pada kebijakan moneter. Akan tetapi, seperti yang secara sangat tepat dinyatakan oleh
para ekonom yang tergabung dalam Economists Advisory Group Bussiness Research
Study, "Makin besar ketergantungan sektor pemerintah kepada system perbankan,
makin sukar bagi bank sentral untuk melakukan suatu kebijakan moneter yang
konsisten. Karena itu, kalau tidak ingin kebijakan moneter menjadi kurang efektif atau
terlalu restriktif, harus ada koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal untuk
merealisasikan tujuan-tujuan nasional. Ini menggaris bawahinya perlunya suatu
kebijakan fiskal yang noninflasioner dan realistis di Negara-negara muslim.
Dalam bukunya Chapra mengatakan bahwa, bank sentral harus menjadi pusat
sistem perbankan, ia harus menjadi sebuah institusi pemerintah yang otonom, yang
bertanggung jawab untuk merealisasikan sasaran-sasaran ekonomi Islam di bidang
keuangan bank. Dalam upaya untuk pencapaian tujuan tersebut bank harus dapat
menggunakan instrumen dan metode apapun yang diperlukan dan tidak bertentangan
dengan ajaran Islam. Bank sentral tidak dapat merealisasikan sasaran stabilitas
moneter tanpa bantuan pemerintah
Karena itu, suatu pemerintahan muslim yang bersungguh-sungguh komitmen
kepada pencarian sasaran ini harus melakukan suatu kebijakan fiskal yang konsisten

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 25


dengan sasarannya. Ini lebih penting karena pasar-pasar uang di Negara-negara
muslim relative terbelakang dan kebijakan moneter tidak dapat berperan efektif dalam
meregulasi suplai uang, seperti Perlunya mengeliminasi pengeluaran yang tidak
produktif dan mubazir merupakan kewajiban bagi setiap manusia.
Sesudah semua pengeluaran yang tidak perlu dan mubazir dieliminasi, neraca
pengeluaran pemerinatah dapat dibagi menjadi tiga bagian :
1. pengeluaran rutin,
2. pengeluaran proyek, dan
3. pengeluaran darurat.

O. Penciptaan Kredit Bank Komersial


Bank menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 adalah Badan Usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Salah satu Kegiatan Perbankan antara lain:
Menghimpun dana dari masyarakat, Menyalurkan kredit kepada masyarakat dan
Memberikan jasa-jasa kepada masyarakat.
Kesimpulannya, Simpanan bank komersial menyumbangkan bagian yang
cukup signifikan dalam keseluruhan persediaan uang. Simpanan tersebut dapat berupa
simpanan utama yang menyediakan sistem perbankan uang basis (uang kontan dalam
bank dan simpanan di bank sentral) atau simpanan derivatif (deposito derivative) yang
alam sistem cadangan yang popoional mewakili uang yang diciptakan oleh bank
komersial dalam proses perluasan kredit dan menyumbangkan ekspansi moneter.

Karena deposit derivative cenderung menigkatkan penawaran uang dengan


cara yang sama seperti uang yang dikeluarkan pemerintah atau bank sentral. Akan
tetapi Deposito derivative mempunyai potensi inflasioner, sehingga ekspansi dalam
deposito derivative harus diatur jika ingin pertumbuhan moneter dapat dicapai.
Deposito bank komersial merupakan bagian penting dari penawaran uang
sebagai kemudahan untuk analisis, deposito ini dapat dibagi menjadi dua
bagian:Deposito primer yang menyediakan system perbankan dengan basis uang (uang
kontan dalam bank + deposito di bank sentral).
Deposito derivative yang dalam sebuah system cadangan proporsional

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 26


mewakili uang yang diciptakan oleh bank komersial dalam proses perluasan kredit dan
merupakan sumber utama ekspansi moneter dalam perekonomian dengan kebijakan
perbankan yang sudah maju.Kredit harus sesuai dengan target moneter dan
menciptakan kompetisi yang sehat antar bank komersial. Ini dapat dilakukan dengan
mengatur penyediaan uang pokok bagi bank-bank komersial dan membatasi bank
untuk membuat cadangan kas tidak efektif.
Dalam sistem kredit dan keuangan , bank-bank komersial yang memilki hak
istimewa untuk meminta deposito, harus beroperasi berdasarkan cadangan 100%.
Cadangan-cadangan ini kebanyakan didepositokan dalam sistem perbankan pusat atau
secara aktual ditarik dari peredaran. Bila tidak bank-bank itu menyediakan semua jasa
lain tanpa bunga.Dalam ekonomi Islam, kredit untuk kegiatan-kegiatan produktif baik
jangka panjang maupun jangka pendek adalah fungsi moneter. Kredit moneter itu
digunakan sebagai alat utama dalam kebijakan moneter melalui:
a. Tenggang waktu pinjaman
b. Persyaratan presentase pendanaan oleh peminjam
c. Persyaratan kelayakan untuk mendapatkan kredit
d. Perlindungan untuk kredit dalam jumlah besar

P. Peranan Kebijakan Moneter di Negara Berkembang

Tugas kebijakan moneter pada umumnya jauh lebih berat dan rumit jika
dibandingkan dengan di negara maju. Ada beberapa faktor menyebabkan hal ini.
Pertama, tugas untuk menciptakan penawaran uang yang cukup sehingga
pertambahannya dapat selalu selara dengan jalannya pembangunan yang memerlukan
disiplin kuat di kalangan penguasa moneter dan juga di pihak pemerintah. Kekurangan
modal, dan terbatasnya pendapatan pemerintah sering kali menimbulkan dorongan
yang sangat kuat bagi pemerintah untuk meminjam secaraberlebihan pada bank
Sentral. Jika ini, dilakukan laju pertambahan jumlah uang tunai danakan menjadi lebih
cepat dari yang diperlukan. Kedua, Bank sentral di negara berkembangharus lebih
teliti dan berhati-hati mengawasi perkembangan penerimaan valuta asing
danmengawasi kegiatan dalam sektor luar negeri (ekspor dan impor). Kegiatan di
sektor inisangat mudah menimbulkan inflasi negar tersebut, karena harga mentah yang
diekspor selalunaik turun. Maka, penerimaan dari kegiatan ekspor selalu mengalami

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 27


perubahan yang tidakteratur. Adakalanya tingkat kenikan yang besar sekali, dan ada
kalanya sangat merosot, akibatdari naik turunnya pendapatan ekspor kepada ketabilan
ekonomi dan kelancaranpembangunan.

Dengan meningkatkan ketelitian dari kebijakan moneter yang lebih berhati


terhadappengeluaran uang dalam negeri dan perdagangan luar negeri, ketabilan jumlah
uang beredarakan lebih terarah dan akan menjadi penyeimbang dalam kebijakan yang
dilakukan untukpengeluaran pemerintah yang dapat disebuut dengan kebijakan fiskal.
Efektifitas kebijakanmoneter yang dapat terlihat bagaimana mengembangkan sektor
pedesaan dengan baik untukmenyalurkan ke dalam unit yang membutuhkan. Berkaitan
dengan lembaga ekonomi,terkandung konsep mengenai pasar desa dan kemudian
konsep modern mengenai agropolitan,kota pertanian sebagai pusat perdagangan dan
pelayanan jasa masyarakat pertanian. Lembagapasar dan agropolitan ini memfasilitasi
proses terbentuknya pasar dan ekonomi pasar.Perdagangan dan jasa membutuhkan alat
pembayaran yaitu uang. Karena itu, perkembanganpasar ikut menumbuhkan proses
monetisasi pedesaan.

Di daerah pedesaan, bank akan memilikicorak tersendiri yang diwarnai oleh


perilaku masyarakat pedesaan. Karena itu, kemudian timbulkonsep, mengenai Bank
Pedesaan (rural bank) sebagai lembaga intermediasi untukmenghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkan kepada mereka yang membutuhkan. DiIndonesia, Bank
rakyat Indonesia (BRI) merupakan model bank pedesaaan dengan ciri BRIUnit
desanya yang berhasil memfasilitasi proses monetisasi pedesaan.Untuk negera
berkembang, diperlukan suatu kerjasama dengan setiap Bank Umum agarmampu
sebagai Bank yang dapat memberikan pinjaman selaras dengan kebijakan
pemerintahuntuk membantu permodalan pada UMKM. Namun prinsip penggunaan
modal yang diberikankepada UMKM, diperlukan perhatian yang selektif agar bisa
menjadi cara untuk peningkatanpertumbuhan ekonomi. Terhadap lembaga asing, juga
diperlukan sautu kehati-an dalammelakukan seleksi, agar terjadinya profesionalisme
dalam tindakan yang bersifat kebijakanmoneter.

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 28


PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem moneter adalah bank-bank atau lembaga-lembaga yang ikut


menciptakan uang giral. Di Indonesia yang dapat digolongkan ke dalam sistem
moneter adalah otoritas moneter yaitu Bank Indonesia dan bank-bank pencipta uang
giral. Oleh karena itu sistem perbankan merupakan bagian integral dari suatu sistem
moneter.

Kebijakan moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi


agar dapat berjalan sesui dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang
yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan
harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.

Pengertian kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang diambil oleh


pemerintah (Bank Sentral) untuk menambah dan mengurangi jumlah uang yang
beredar.

Sistem Moneter Internasional adalah satu perangkat kebijakan, institusi,


praktisi, regulasi, mekanisme yang menentukan tingkat dimana mata uang satu di
tukarkan dengan mata uang yang lain. Perubahan sistem moneter diakibatkan oleh
gejolak ekonomi. Dengan mempelajari pengalaman historis akan dapat diperoleh
gambaran timbulnya ketidakstabilan ekonomi serta proses penyesuaian neraca
pembayaran internasional.

3.2 Saran
Sistem dan kebijakan moneter yang baik akan dapat membuat perekonomian ,
pembangunan , serta arus moneter di Indonesia menjadi lebih baik pula. Maka itu,
lembaga keuangan harus paham mengenai kebijakan kebijakan moneter yang ada di
Indonesia.

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 29


DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, Sri. 2000. “Perkembangan Moneter Perbankan Indonesia“. PT. Gramedia,


Jakarta.
Boediono, “Merenungkan Kembali Mekanisme Transmisi Moneter di Indonesia”,Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Juli 1998.

Sarwono, Hartadi A., dan Perry Warjiyo,“Mencari Paradigma Baru ManajemenMoneter


dalam Sistem Nilai tukar Fleksibel: Suatu Pemikiran untuk

Penerapannya di Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan,BankIndonesia,


Volume 1, Nomor 1, Juli 1998.

Boediono, Ekonomi Internasional, BPFF, Yogyakarta,2000

Boediono, “Merenungkan Kembali Mekanisme Transmisi Moneter di Indonesia”,Buletin


Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Juli 1998.

Jain, Subhash C.,Manajemen Pemasaran Internasional, Jakarta: Erlangga, 1996.

http://didikurniawan.web.id di akses tgl 10Desember 2016

http://defiannadiana.blogspot.co.id/2013/05/sistem-moneter-internasional.html

http://diahayuastriniwebblog.blogspot.co.id/2013/02/sistem-moneter-internasional.html

http://alexandria05.blogspot.co.id/2014/10/makalah-sistem-moneter-internasional.html

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 30

Anda mungkin juga menyukai