Selama ini, penanganan masalah kemiskinan perkotaan di Indonesia, baik oleh pemerintah,
LSM, maupun lembaga internasional, lebih banyak dilakukan secara parsial atau sektoral.
Pengalaman menunjukkan bahwa penanganan secara sektoral saja tidak selalu efektif dan
berkelanjutan. Hal ini mengingat masalah kemiskinan perkotaan tidak hanya terkait dengan
masalah akses terhadap lahan dan rumah saja, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi
(McAuslan, 1985).
Faktor penghambat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah di tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota antara lain; Masalah fisik lahan yang tidak sesuai peruntukkannya, daya
dukung lingkungan, tingkat kepedulian aparat penegak hukum, dan keterbatasan SDM dan
budaya masyarakat yang masih kurang peduli terhadap lingkungan. Bertambahnya jumlah
pemukiman yang akan berdampak serius terhadap kelestarian dan keseimbangan wilayah ini.
Permasalahan yang terjadi pada pandangan saya pribadi,
Rencana pembangunan yang selalu di sandingkan dengan perencanaan tata
ruang.
Adanya pendekatan antara pemerintah dengan masyarakat yang bersentuhan
dengan ruang kegiatan.
Perbedaan pandangan antara masyarakat perkotaan dan pedesaan dengan
adanya kesenjangan; sosial, tingkat pendidikan, pengentahuan tentang informasi
yang berkembang.
Urbanisasi menjadi masalah yang timbul, karena daya tampung perkotaan yang
terbatas.
Dalam penetapan rencana pembangunan kota lebih banyak di dominasi oleh
keputusan politik, sehingga obyektifitas terhadap karakteristik wilayah menjadi tidak
dapat berjalan dengan baik.
Identitas sebuah kota diawali dari sejarah yang terawat, sehingga pembangunan
tetap berkembang dalam hal teknologi dan infomasi tetapi tidak melupakan sisi
sejarah yang menjadi karakter kota tersebut.