Anda di halaman 1dari 22

WADI’AH

Makalah ini dibuat untuk memenuhi


Salah satu tugas mata kuliah Fikih Muamalah Iqtishadiyah
Semester Ganjil 2021/2022

Dosen Pengampu:
Ahmad Badrut Tamam, M.H.I

Oleh:
Ismy Tsaniyah Nur Rohmawati (202003290018)
Mitha Fahni Sahira (202003290123)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM TARBIYATUT THOLABAH
KRANJI PACIRAN LAMONGAN
NOVEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis mampu merampungkan salah satu
tugas yang berbentuk makalah sebagai salah satu persyaratan untuk menempuh
mata kuliah Fikih Muamalah Iqtishadiyah.
Makalah ini bertujuan untuk menguji mendeskripisikan tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan Wadi’ah. Terselesaikannya makalah ini tidak
lepas dari sumbangsih para orang-orang terdekat penulis, karena itu dengan tulus
kami sampaikan banyak terima kasih kepada:
1. Dosen pengampu mata kuliah Fikih Muamalah Iqtishadiyah IAI TABAH
Kranji Paciran Lamongan yang telah membimbing kami dalam menjelaskan
gambaran tentang materi makalah yang kami tulis ini.
2. Para pegawai perpustakaan IAI TABAH Kranji Paciran Lamongan yang telah
memberikan kami kesempatan untuk berkunjung dan meminjam buku di
perpustakaan sebagai daftar buku rujukan.
3. Teman-teman prodi Ekonomi Syariah Semester III yang telah membantu
kami dalam menjalankan kegiatandiskusi tentang makalah ini.
Segala upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini, namun
tidak mustahil dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Hal
itu dikarenakan kelemahan dan keterbatasan kemampuan penulis semata. Saran
dan kritik yang konstruktif tetap kami harapkan dari peserta diskusi yang
budiman. Akhirnya semoga makalah ini membawa manfaat tidak hanya bagi
penulis, namun juga bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Kranji, 09 November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
A. Pengertian Dan Dasar Hukum Wadi’ah ................................................ 3
B. Rukun Dan Syarat Wadi’ah ................................................................... 5
C. Macam-Macam Wadi’ah ..................................................................... 6
D. Fatwa DSN Tentang Wadi’ah ...............................................................13
E. Implementasi Wadi’ah Dalam LKS ......................................................15
BAB III PENUTUP ........................................................................................17
A. Kesimpulan ...........................................................................................17
B. Saran .....................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di antara masalah-masalah yang banyak melibatkan anggota masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari adalah masalah muamalah (akad, transaksi) dalam
berbagai bidang. Karena masalah muamalah ini langsung melibatkan manusia
dalam masyarakat, maka pedoman dan tatanannya perlu dipelajari dan
diketahui dengan baik, sehingga tidak terjadi penyimpangan dan pelanggaran
yang merusak kehidupan ekonomi dan hubungan sesama manusia.

Kesadaran bermuamalah hendaknya tertanam lebih dahulu dalam diri


masing-masing, sebelum orang terjun dalam kegiatan muamalah itu.
Pemahaman agama, pengendalian diri, pengalaman, akhlaqul karimah dan
pengetahuan tentang seluk-beluk muamalah hendaknya dikuasai sehingga
menyatu dalam diri perilaku (pelaksana) muamalah itu.

Dari sekian banyak transaksi atau akad yang ada, diantaranya adalah
akad Al-Wadi'ah. Pengertian Al-Wadi’ah secara singkat adalah penitipan, yaitu
akad seseorang kepada yang lain dengan menitipkan suatu benda untuk
dijaganya secara layak (sebagaimana hal-hal kebiasaan).

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian dan dasar hukum wadi’ah?
2. Apa saja rukun dan syarat wadi’ah?
3. Apa saja macam-macam wadi’ah?
4. Bagaimana isi dari Fatwa DSN tentang wadi’ah?
5. Bagaimana implementasi wadi’ah dalam LKS?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan dasar hukum wadi’ah.
2. Untuk mengetahui rukun dan syarat wadi’ah.
3. Untuk mengetahui macam-macam wadi’ah.

1
4. Untuk mengetahui isi dari Fatwa DSN tentang wadi’ah.
5. Untuk mengetahui implementasi wadi’ah dalam LKS.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Dasar Hukum Wadi’ah

Secara etimologis, kata wadi’ah berasal dari kata wada'a asy-syai'a ialah
meninggalkan sesuatu. Wadi’ah adalah sesuatu yang seseorang tinggalkan
kepada orang lain agar dijaga atau kepada orang yang sanggup menjaganya. 1
Menurut bahasa al-wad’ artinya meninggalkan. Sedangkan menurut istilah al-
wadi’ah adalah sesuatu yang diletakkan di tempat orang lain untuk dijaga. 2
Menurut Sudarsono wadi’ah menurut istilah fiqih adalah menitipkan sesuatu
barang kepada orang lain agar dipelihara sebagaimana mestinya. 3 Wadiah
merupakan sesuatu yang dititipkan (dipercayakan) oleh pemiliknya kepada
orang lain.4 Dengan kata lain menitipkan sesuatu kepada orang lain dengan
perasaan percaya. Wadi'ah adalah suatu amanah yang ada pada orang yang
dititipkan dan dia berkewajiban mengembalikannya pada saat pemiliknya
meminta.5

Pasal 20 ayat 17 kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)


mendefinisikan wadi’ah: wadi’ah adalah peniupan dana antara pihak pemilik
dana dengan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk dana tersebut.6

wadi’ah adalah suatu akad yang dibolehkan oleh syariat berdasarkan Al-
Qur’an, sunnah, dan ijma. Al-Qur'an dalam surah al-Baqarah (2) ayat 283.
Allah berfirman:7

ٗ‫ َؤ ِّد الَّ ِذى ۡاؤتُ ِمنَ اَ َمانَـتَه‬Fُ‫ا فَ ۡلي‬F‫ض‬


ً ‫ ُكمۡ بَ ۡع‬F‫ض‬ ُ ‫ضةٌ ‌ ؕ فَا ِ ۡن اَ ِمنَ بَ ۡع‬ َ ‫َواِ ۡن ُك ۡنتُمۡ ع َٰلى َسفَ ٍر َّولَمۡ تَ ِجد ُۡوا َكاتِبًا فَ ِر ٰه ٌن َّم ۡقب ُۡو‬
‫ق هّٰللا َ َربَّهٗ‌ؕ َواَل ت َۡكتُ ُموا ال َّشهَا َدةَ ‌ ؕ َو َم ۡن ي َّۡكتُمۡ هَا فَاِنَّهٗۤ ٰاثِ ٌم قَ ۡلبُهٗ‌ؕ َو هّٰللا ُ بِ َما ت َۡع َملُ ۡونَ َعلِ ۡي ٌم‬ ۡ
ِ َّ‫َوليَت‬
1
Veithzal Rivai, dkk, Islamic Financial Management, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), 497.
2
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh lslam Wa Adillatuhu, Abdul Hayyie al-Kattani, Jilid 5, (Jakarta:
Gema Insani, 2011), 556.
3
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), 492.
4
Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi, Kifayatul Akhyar Terjemahan Ringkas Fiqih Islam
Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 179.
5
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 13, (Bandung: PT Alma’arif, 1987), 74.
6
Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persad, 2016), 180.
7
Ahmad Wardi Musbeh, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2013), 457.

3
Artinya: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara
tunai) sedang kamu udak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berutang) akan tetapi jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan
persaksian dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka Sesungguhnya ia
adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan.

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa wadi’ah: merupakan amanah yang


ada ditangan orang yang dititipi (muda’) yang harus dijaga dan dipelihara, dan
apabila diminta oleh pemiliknya maka ia wajib mengembalikannya.

Al-Qur'an . al-Maidah (5) ayat 18

‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اَوْ فُوْ ا بِ ْال ُعقُوْ ِد‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.

Di samping dalam Al-Qur'an, dasar hukum wadi’ah juga terdapat dalam


hadis Nabi: Orang yang menerima barang titipan tidak berkewajiban
menjamin, kecuali bila ia tidak melakukan kerja dengan sebagai mana
mestinya atau jinayah terhadap barang titipan. Berdasarkan sabda Nabi yang
diriwayatkan oleh Imam Dar al-Quthni dan riwayat Arar bin Syu'aib dari
bapaknya, dari kakeknya bahwa Nabi SWA bersabda,

)‫ض َما نَ َعلَى ُم ْؤتَ َم ٍن (رواه البيهقى‬


َ ‫لَا‬

Artinya: Tidak ada kewajiban menjamin untuk orang yang diberi amanat
(Riwayat al-Baihaqi)

Dijelaskan oleh Sulaiman Rasyid bahwa hukum menerima benda-benda


titipan ada empat macam, yaitu:

8
Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raya Grafindo Persada  2015), 254.

4
1. Sunnah, disunnahkan menerima titipan bagi orang yang percaya kepada
dirinya bahwa dia sanggup menjaga benda-benda yang dititipkan
kepadanya. Al-wadi’ah adalah salah satu bentuk tolong menolong yang
diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur'an, tolong menolong secara umum
hukumnya sunnah. Hal ini dianggap Sunnah menerima benda titipan ketika
ada orang lain yang pantas pula untuk menerima titipan.
2. Wajib, diwajibkan menerima benda-benda titipan bagi seseorang yang
percaya bahwa dirinya sanggup menerima dan menjaga benda-benda
tersebut, sementara orang lain tidak ada seorang pun yang dapat dipercaya
untuk memelihara benda-benda tersebut.
3. Haram, apabila seseorang tidak kuasa dan tidak sanggup memelihara benda-
benda titipan. Bagi orang seperti ini diharamkan menerima benda-benda
titipan sebab dengan menerima benda-benda titipan, berarti memberikan
kesempatan kepada kerusakan atau hilangnya benda-benda titipan sehingga
akan menyulitkan pihak yang menitipkan.
4. Makruh, bagi orang yang percaya kepada dirinya sendiri bahwa dia mampu
menjaga benda-benda titipan, tetapi dia kurang yakin (ragu) pada
kemampuannya, maka bagi orang seperti ini dimakruhkan menerima benda-
benda titipan sebab dikhawatirkan dia akan berkhianat terhadap yang
menitipkan dengan cara merusak benda-benda titipan atau
menghilangkannya.9
B. Rukun Dan Syarat Wadi’ah
Rukun Wadi’ah antara lain:

1. Muwaddi'/ Orang yang menitipkan.


2. Mustauda'/ Orang yang menerima titipan.
3. Obyek wadi’ah / Barang yang dititipkan.
4. Ijab dan qabul.10

Syarat yang terdapat dalam wadi’ah, yaitu:

9
Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah, (Jakarta : Kencana. 2012), 284.
10
Nasroen Harun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 246.

5
a. Orang yang menitipkan syaratnya baligh, berakal, dapat dipercaya dan
syarat syarat lain yang berkaitan dengan kesepakatan bersama.
b. Orang yang menerima titipan syaratnya baligh, berakal, dapat dipercaya dan
syarat-syarat lain yang berkaitan dengan kesepakatan bersama.
c. Barang yang dititipkan syarat barang yang dititipkan adalah barang atau
benda itu merupakan sesuatu yang berwujud, dimiliki oleh orang yang
menitipkan, dan dapat diserahkan ketika perjanjian berlangsung.
d. Ijab dan qabul wadi’ah syaratnya pada ijab dan qabul dimengerti oleh kedua
belah pihak. Ijab merupakan ucapan dari penitip dan qabul adalah ucapan
dari penerima titipan.11
C. Macam-Macam Wadi’ah
Dalam dunia perbankan akad wadi’ah bisa terjadi pada giro dan juga
tabungan. Pada perbankan syariah akad wadi’ah dibagi menjadi dua macam:

1. Wadi’ah Yad Amanah


Wadi’ah Yad Amanah merupakan akad penitipan uang atau barang
dimana penerima titipan tidak boleh menggunakan uang atau barang yang
dititipkan serta tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan
uang atau barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian
penerima titipan. Penerima titipan akan mengembalikan barang titipan
dengan utuh kepada pihak yang menitipkan setiap saat barang itu
dibutuhkan. Dalam aplikasi perbankan syari’ah, produk yang dapat
ditawarkan dengan menggunakan akad al-wadi’ah yad al-amanah adalah
save deposit box.
Pada akad ini aset yang dititipkan merupakan aset yang berharga.
Dapat berupa uang, barang, dokumen, surat berharga, atau barang lainnya.
Dalam konteks ini, pada dasar pesta penyimpanan sebagai penerima
kepercayaan adalah yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Artinya
bahwa ia tidak diharuskan bertanggung jawab jika sewaktu dalam penitipan
terjadi kehilangan atau kerusakan pada barang atau aset titipan, selama hal

11
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 183.

6
ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam
memelihara barang atau satu set titipan. Biaya penitipan boleh dibebankan
untuk penitip sebagai konpensasi atas tanggung jawab pemeliharaan.
Save deposit box merupakan jasa yang diberikan oleh bank dalam
penyewaan box atau kotak pengaman yang dapat digunakan untuk
menyimpan barang atau surat-surat berharga milik nasabah. Nasabah
memanfaatkan jasa tersebut untuk menyimpan surat berharga maupun
perhiasan untuk keamanan, karena bank wajib menyimpan save deposit box
di dalam ruangan dan dalam lemari besi yang tahan api. Atas pelayanan jasa
save deposit box, bank akan mendapat fee. Besar kecilnya fee tergantung
pada besar kecilnya ukuran box dan pada umumnya fee atas sewa box ini
diberikan setiap tahun.12
Dokumen yang dapat disimpan dalam save deposit box:
a. Sertifikat tanah.
b. Sertifikat deposito, bilyet deposito, surat bergarga.
c. Saham, obligasi.
d. Ijazah, paspor, surat nikah, dan surat-surat lainnya.
e. BPKB.
f. Perhiasan, emas, berlian, permata, dan perhiasan lainnya.
g. Uang rupiah maupun mata uang asing.
Keuntungan SBD, bagi bank syariah:
a. Fee atas penyimpanan.
b. Dapat menarik dana nasabah dengan memberikan pelayanan yang
memuaskan.
Keuntungan SBD bagi nasabah:
a. Jaminan atas kerahasiaan barang yang disimpan, karena bank tidak dapat
mengetahui isi save deposit box.
b. Jaminan keamanan barang yang disimpan.
c. Biasanya relatif murah.
12
Nelly Fauziah, Macam-Macam Wadhi’ah Dan Implementasi Wadhi’ah Dalam Lembaga
Keuangan Syariah Dan Manfaatnya, Jurusan Syariah Dan Ekonomi Islam Prodi S1 Perbankan
Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (Stain) Jurai Siwo Metro.

7
Bank bertindak sebagai trustee dan menjaga barang tersebut. Bank
tidak menjamin pengambilan barang tersebut dalam hal barang tersebut
hilang atau rusak karena pencurian, kebakaran, kebanjiran atau musibah
alam lainnya asalkan bank telah melakukan semua tindakan yang diperlukan
untuk menggambarkan barang tersebut. Kustodian atau bank wajib
melindungi barang titipan tersebut dengan cara:
a. Tidak mencampurkan atau menyatukan barang titipan tersebut dengan
barang lain yang berada dibawah titipan bank tersebut.
b. Tidak menggunakan barang tersebut.
c. Tidak membebankan apa pun untuk penyimpanan barang tersebut.
Barang titipan tersebut harus dijaga sedemikian rupa sehingga tidak akan
hilang atau rusak. Antara jenis barang yang dititipkan tidak boleh
dicampur, tetapi dipisahkan penyimpanannya. Misalnya, barang berupa
uang hendaknya terpisah dengan barang emas atau perak.
d. Penerimaan titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang
bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa
boleh memanfaatkannya.
e. Sebagai kompensasi, penerima titipan dikenakan untuk membebankan
biaya kepada yang menitipkan.
f. Mengingat barang atau harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan
oleh penerima titipan, aplikasi perbankan yang memungkinkan untuk
jenis ini adalah jasa penitipan atau safe defosit box.13
2. Wadi’ah Yad Dhamanah
Wadi’ah Yad Dhamanah merupakan akad penitipan uang atau barang
dimana pihak penerima titipan boleh memanfaatkan uang atau barang
meskipun dengan izin maupun tidak dari sang pemilik tetapi penerima
titipan harus bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan uang atau
barang titipan. Penerima titipan wajib mengembalikan barang yang
dititipkan dalam keadaan utuh. Penerima titipan diperbolehkan memberikan
imbalan dalam bentuk bonus yang tidak diperjanjikan sebelumnya.

13
Fauziah, Macam-Macam.

8
Dalam aplikasi perbankan, akad wadi’ah yad dhamanah dapat
diterapkan dalam produk penghimpunan dana pihak ketiga antara lain giro
dan tabungan. Bank syariah akan memberikan bonus kepada nasabah atas
dana yang dititipkan di bank syariah. Besarnya bonus tidak boleh
diperjanjikan sebelumnya, akan tetapi tergantung pada kebijakan bank
syariah. Bila bank syariah memperoleh keuntungan, maka bank akan
memberikan bonus kepada pihak nasabah.
Bank sebagai kustodian menejemen bahwa barang yang dititipkan itu
tetap berada di dalam penyimpanan kustodian. Dalam hal ini, bank sebagai
kustodian menganti barang yang di titipkan itukepada pemilik nya itu
apabila barang tersebut hilang atau rusak. Berdasarkan perjanjian antara
bank dan nasabah, nasabah memperkenankan bank untuk menggunakan
barang yang dititipkan itu asalkan penggunaannya harus sesuai dengan
prinsip syariah.14
Dengan syarat bank harus mengganti keuntungan dan kerugian yang
terjadi berkaitan dengan dengan penggunaan barang tersebut dan
keuntungan dan kerugian yang merupakan akibat penggunaan barang itu
menjadi milik dan tanggung jawab bank. Bank dapat memberikan insentif
kepada nasabah dalam bentuk bonus asalkan jumlahnya tidak disetujui
sebelumnya dan harus diberikan oleh bank kepada nasabah secara suka rela.
Mengenai pemberian bonus tersebut di terangkan lebih lanjut di
dalam uraian selanjutnya. Pihak penyimpanan atau custodian adalah trustee
yang sekaligus guarantor “penjamin” keamanan barang atau aset yang
dititipkan. Ini juga berarti bahwa pihak penyimpanan telah mendapatkan izin
dari pihak penitip untuk mempergunakan barang atau aset yang dititipkan
tersebut untuk aktivitas perekonomian tertentu, dengan catatan bahwa pihak
penyimpanan akan mengembalikan barang atau aset yang dititipkan secara
utuh pada saat penyimpanan dikehendaki.
Hal ini sesuai dengan anjuran dalam islam agar asat selalu diusahakan
untuk tujuan produktif (tidak idle atau didiamkan saja). Dalam pemberian

14
Fauziah, Macam-Macam.

9
jasa bank syariah, wadi’ah yad dhamanah di gunakan oleh bank syariah
untuk menghimpun atau memobilisasi dana simpanan nasabah dalam bentuk
rekening giro (current account), rekening tabungan (saving account),dan
rekening deposito (investment account atau time deposit account). Wadi’ah
jenis ini memiliki karakteristik:
a. Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh yang
menerima titipan.
b. Karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu
dapat menghasilkan manfaat. Sekalipun demikian, tidak ada keharusan
bagi penerima titipan untuk memberikan hasil pemanfaatan kepada si
penitip.
c. Produk perbankan yang sesuai dengan akad ini. Prinsip wadi’ah yad
dhamanah inilah yang secara luas kemudian diaplikasikan dalam dunia
perbankan syari’ah dalam bentuk produk-produk pendanaan, yaitu: Giro
(Current Account) Wadi’ah, dan tabungan (Saving Account) Wadi’ah.
d. Bank konvensional memberikan jasa giro sebagai imbalan yang di hitung
berdasarkan presentase yang telah di tetapkan. Adapun pada bank syariah,
pemberian bonus (semacam jasa giro) tidak boleh di sebutkan dalam
kontrak ataupun dijanjikan dalam akad,tetapi benar benar pemberian
sepihak sebagai tanda trima kasih dari pihak bank.
e. Jumlah pemberian bonus sepenuh nya merupakan kewenangan
manajemen bank syariah karena pada prinsipnya dalam akad ini
penekanannya adalah titipan.
f. Produk tabungan juga dapat menggunakan akad wadi’ah karena pada
prinsipnya tabungan mirip dengan giro, yaitu simpanan yang bisa di
ambil setiap saat.perbedaan nya,tabungan tidak dapat di tarikdengan cek
atau alat lain yang dipersamakan.15
Dengan konsep wadi’ah yad dhamanah, pihak yang menerima titipan
boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan.

15
Fauziah, Macam-Macam.

10
Tentu, pihak bank dalam hal ini mendapatkan hasil dari penggunaan dana.
Bank dapat memberikan insentif kepada penitip dalam bentuk bonus.
Atas kehendak bank syariah sendiri, tanpa ada persetujuan
sebelumnya dengan pemilik uang, bank dapat memberikan semacam bonus
kepada para nasabah wadi’ah. Bonus tersebut disebut pula dengan istilah
‘athaya, atau hibah, atau premium. Dalam hal ini, praktik wadi’ah di bank
syariah sejalan dengaan pendapat ulama mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki.
Ada dua jenis pendanaan dengan prinsip wadi’ah, yaitu giro wadi’ah dan
tabungan wadi’ah.16
a. Giro Wadi’ah
Giro wadi’ah adalah produk pendanan bank syariah berupa
simpanan dari nasabah dalam bentuk rekening giro (current account)
untuk keamanan dan kemudahan pemakainya. Karakteristik giro wadi’ah
ini mirip dengan giro pada bank konvensional, ketika kepada nasabah
penyimpanan diberi garansi untuk menarik dananya sewaktu-waktu
dengan menggunakan berbagai fasilitas yang disediakan bank, seperti
cek, bilyet giro, kartu ATM, atau dengan menggunakan sarana perintah
pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan tanpa biaya.
Giro wadi’ah merupakan simpanan berupa giro berdasarkan akad
wadi’ah, yakni wadi’at yad al-dhamanat. Pihak bank selaku penerima
titipan,dengan seizin pemilik dana dapat memanfaatkan dan menyalurkan
dana yang disimpan serta menjamin bahwa dana tersebut dapat ditarik
setiap saat oleh pemilik. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana
menjadi hak milik dan atau ditanggung oleh bank, sementara pemilik
dana tidak keuntungan atau menanggung risiko kerugian. Namun
demikian, bank atas kehendak sendiri, tanpa ada persetujuan sebelumnya
dengan pemilik dana dapat memberikan imbalan berupa bonus kepada
nasabah wadi’ah (pemilik dana).
Pemegang rekening giro wadi’ah dapat mencairkan dananya
berkali-kali dalam sehari dengan catatan dana yang tersedia masih

16
Fauziah, Macam-Macam.

11
mencukupi dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Simpanan giro
wadi’ah merupakan jenis produk yang dibutuhkan oleh masyarakat luas
trutama masyarakat pengusaha baik pengusaha perorangan maupun badan
usaha.
Mengingat wadiah yad dhamanah ini mempunyai implikasi hukum
yang sama dengan qardh, maka nasabah penitip dan bank tidak boleh
saling menjanjikan untuk membagihasilkan keuntungan harta tersebut.
Namun demikian, bank diperkenankan memberikan bonus kepada
pemilik harta titipan selama tidak disyaratkan di muka. Dengan kata lain,
bonus merupakan kebijakan bank syariah sementara yang bersifat
sukareala.
Pemberian bonus yang dipraktikkan oleh Bank Syariah bersesuaian
dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No:01/DSN-MUI/IV/2000
tentang giro. Menurut fatwa, dalam giro wadi’ah tidak disyariatkan
adanya imbalan kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat
suka rela dari pihak bank. Di samping itu, giro bentuk inipun bersifat
titipan dan dapat diambil kapan saja (on call).17
b. Tabungan wadi’ah
Tabungan wadi’ah adalah produk pendanaan bank syariah berupa
simpanan dari nasabah dalam bentuk rekening tabungan (saving account)
untuk keamanan dan kemudahan pemakainya, seperti giro wadi’ah, tetapi
fleksibel giro wadi’ah, karena nasabah tidak dapat menarik dananya
dengan cek. Karakteristik tabumgan wadi’ah ini juga mirip dengan
tabungan pada bank konvensional ketika nasabah penyimpan diberi
garansi untuk dapat menarik dananya sewaktu-waktunya dengan
menggunakan berbagai fasilitas yang disediakan bank, seperti kartu
ATM, dan sebagainya tanpa biaya.
Salah satu keuntungan tabungaan sesuai dengan SE dan SK, yaitu
adanya bunga tabungan yang tidak sejalan dengan prinsip syariah, dan
oleh karenanya, tabungan jenis ini tidak bisa dipraktikkan di perbankan

17
Fauziah, Macam-Macam.

12
syariah. Karena dalam hukum islam, seperti difatwakan DSN MUI,
tabungan dapat dibedakan menjadi dua macam: pertama, tabungan yang
tidak dibenarkaan secara syariah, yaitu tabungan yang berdasarkan
hitungan bunga dan kedua, tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan
yang berdasarkan prinsip wadi’ah dan mudharabah.
Tabungan wadi’ah yaitu simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau
investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah yang hanya dapat ditarik menurut
syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lain yang dipersamakan dengan itu.
Intinya, tabungan wadi’ah itu bersifat simpanan yang bisa diambil setiap
saat (on call) atau berdasarkan kesepakatan, dan tidak ada imbalan yang
disyaratkan kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat
sukarela dari pihak bank.18
D. Fatwa DSN Tentang Wadi’ah
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional NO: 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang
giro. Menetapkan bahwa, giro ada dua jenis: Pertama, giro yang tidak
dibenarkan secara syari’ah yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga.
Kedua, giro yang dibenarkan secara syari’ah yaitu giro yang berdasarkan
prinsip mudharabah dan wadi’ah. Selanjutnya ketentuan umum giro
berdasarkan mudharabah:

1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik
dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai
macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan
mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan
piutang.

18
Fauziah, Macam-Macam.

13
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan
dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional giro dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan yang bersangkutan.

Ketentuan umum giro berdasarkan wadi’ah:

1. Bersifat titipan.
2. Titipan bisa diambil kapan saja (on call).
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian
(‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.19

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional NO: 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang


tabungan. Menetapkan bahwa tabungan ada dua jenis yaitu tabungan yang
tidak dibenarkan secara syari’ah yaitu tabungan yang berdasarkan perhitungan
bunga, dan tabungan yang dibenarkan yaitu tabungan yang berdasarkan
prinsip mudharabah dan wadi’ah. Selanjutnya ketentuan umum tabungan
berdasarkan mudharabah:

1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau pemilik
dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai
macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan
mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan
piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan
dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
19
Fauziah, Macam-Macam.

14
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan yang bersangkutan.

Ketentuan umum tabungan berdasarkan Wadi’ah:

1. Bersifat simpanan.
2. Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasar-kan kesepakatan.
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian
(‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.20

E. Implementasi Wadi’ah Dalam LKS

1.Titipan Dana
NASABAH Bank
Muwaddi’ Muwadda’
(Penitip) (Penyimpan)
4.Beri Bonus

3.Bagi Hasil 2.Pemanfaatan Dana

USERS OF
FUND (Dunia
usaha)

Skema di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai
penitip dana.
2. Nasabah menitipkan sejumlah dana kepada LKS dengan akad wadi’ah
dengan menyepakati adanya biaya administrasi.
3. Setelah dana diterima oleh LKS kemudian diputar untuk kepentingan bisnis
atau produk pembiayaan dengan pihak ketiga menggunakan sistem bagi
hasil.

20
Fauziah, Macam-Macam.

15
4. Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus
kepada nasabah.
5. Pihak ketiga memberikan bagi hasil.
6. Pihak LKS memberikan bonus kepada nasabah yang menitipkan dananya.
7. Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah.
8. Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah.21

21
Fauziah, Macam-Macam.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Wadiah merupakan sesuatu yang dititipkan (dipercayakan) oleh


pemiliknya kepada orang lain. Dengan kata lain menitipkan sesuatu kepada
orang lain dengan perasaan percaya. Wadi'ah adalah suatu amanah yang ada
pada orang yang dititipkan dan dia berkewajiban mengembalikannya pada saat
pemiliknya meminta. Pasal 20 ayat 17 kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
(KHES) mendefinisikan wadi’ah: wadi’ah adalah peniupan dana antara pihak
pemilik dana dengan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk dana
tersebut.wadi’ah adalah suatu akad yang dibolehkan oleh syariat berdasarkan
Al-Qur’an, sunnah, dan ijma. Al-Qur'an dalam surah al-Baqarah (2) ayat 283.

Rukun dalam wadi’ah antara lain: Muwaddi'/ Orang yang menitipkan,


Mustauda'/ Orang yang menerima titipan, Obyek wadi’ah / Barang yang
dititipkan, dan Ijab dan qabul. Sedangkan syarat yang terdapat dalam wadi’ah,
yaitu: Pertama, orang yang menitipkan syaratnya baligh, berakal, dapat
dipercaya dan syarat syarat lain yang berkaitan dengan kesepakatan bersama.
Kedua, orang yang menerima titipan syaratnya baligh, berakal, dapat dipercaya
dan syarat-syarat lain yang berkaitan dengan kesepakatan bersama. Ketiga,
barang yang dititipkan syarat barang yang dititipkan adalah barang atau benda
itu merupakan sesuatu yang berwujud, dimiliki oleh orang yang menitipkan,
dan dapat diserahkan ketika perjanjian berlangsung. Keempat, ijab dan qabul
wadi’ah syaratnya pada ijab dan qabul dimengerti oleh kedua belah pihak. Ijab
merupakan ucapan dari penitip dan qabul adalah ucapan dari penerima titipan.

Pada perbankan syariah akad wadi’ah dibagi menjadi dua macam yaitu
Wadi’ah Yad Amanah dan wadi’ah yad dhamanah.

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional NO: 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang


giro. Menetapkan bahwa, ketentuan umum giro berdasarkan wadi’ah yaitu

17
bersifat titipan, titipan bisa diambil kapan saja (on call), dan tidak ada imbalan
yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat
sukarela dari pihak bank. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional NO: 02/DSN-
MUI/IV/2000 tentang tabungan. Menetapkan bahwa ketentuan umum tabungan
berdasarkan wadi’ah yaitu bersifat simpanan, simpanan bisa diambil kapan saja
(on call) atau berdasar-kan kesepakatan, tidak ada imbalan yang disyaratkan
kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak
bank.

Implementasi wadi’ah dalam LKS yaitu bank bertindak sebagai


penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana, nasabah
menitipkan sejumlah dana kepada LKS dengan akad wadi’ah dengan
menyepakati adanya biaya administrasi, setelah dana diterima oleh LKS
kemudian diputar untuk kepentingan bisnis atau produk pembiayaan dengan
pihak ketiga menggunakan sistem bagi hasil, bank tidak diperkenankan
menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah, pihak ketiga
memberikan bagi hasil, pihak LKS memberikan bonus kepada nasabah yang
menitipkan dananya, bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah, dana
titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran dari penulis yakni kepada para
pembaca makalah ini pada umumnya, dari khususnya kepada para dosen dan
mahasiswa direkomendasikan untuk memberi saran dan kritik yang
membangun baik itu terhadap penulisan, isi, maupun pembahasan yang kurang
tepat atau kurang sesuai terhadap makalah ini. Saran dan kritik dari pembaca
akan sangat bermanfaat untuk penyempurnaan makalah ini selanjutnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abdul Fatah Idris dan Abu. 1990. Kifayatul Akhyar Terjemahan Ringkas
Fiqih Islam Lengkap. Jakarta: Rineka Cipta.

Az-Zuhaili, Wahbah. 2011. Fiqh lslam Wa Adillatuhu. Abdul Hayyie al-Kattani.


Jilid 5. akarta: Gema Insani.

Fauziah, Nelly. Macam-Macam Wadhi’ah Dan Implementasi Wadhi’ah Dalam


Lembaga Keuangan Syariah Dan Manfaatnya. Jurusan Syariah Dan
Ekonomi Islam Prodi S1 Perbankan Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (Stain) Jurai Siwo Metro.

Harun, Nasroen. 2000. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Mardani. 2012. Fiqih Ekonomi Syariah. Jakarta : Kencana.

Mardani. 2015. Hukum Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raya Grafindo


Persada.

Musbeh, Ahmad Wardi. 2013. Fiqih Muamalah. Jakarta: Amzah.

Mustofa, Imam. 2016. Fiqih Muamalah Kontemporer. Jakarta: PT RajaGrafindo


Persad.

Rivai, Veithzal. Dkk. 2010. Islamic Financial Management. Bogor: Ghalia


Indonesia.

Sabiq, Sayyid. 1987. Fikih Sunnah Jilid 13. Bandung: PT Alma’arif.

Sudarsono. 1992. Pokok-Pokok Hukum Islam. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Suhendi, Hendi. 2010. Fiqh Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers.

19

Anda mungkin juga menyukai