Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Nikel merupakan salah satu bahan penting yang banyak dibutuhkan dalam

bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai

bahan baku pembuatan baja anti karat (stainless steel) yaitu sebanyak 62% dari

total konsumsinya. Konsumsi nikel lain adalah sebagai bahan baku pembuatan

alloy steels dan non-ferrous alloy sebanyak 18% (Barkas, 2010). Pertumbuhan

penduduk dunia yang terus meningkat setiap tahunnya berefek pada meningkatnya

kebutuhan-kebutuhan manusia dalam berbagai hal, termasuk kebutuhan akan

barang barang metal berbahan baku nikel.

Stainless Steel (62%)


Alloy Steels (5%)
Non-ferrous Alloys (13%)
Elecroplating (8%)
Batteries (3%)
Other (5%)

Gambar 1. Konsumsi Nikel Dunia Tahun 2009 (Barkas, 2010)

1
Sumber nikel pada dasarnya berasal dari dua sumber, yaitu batuan sulfida

dan baruan batuan laterit. Selama ini, sebanyak 60% kebutuhan akan nikel secara

komersial dipasok dari batuan sulfida. Padahal, sekitar 70% cadangan nikel dunia

terperangkap dalam bentuk laterit. Satu-satunya alasan mengapa batuan laterit

tidak diminati sebagai sumber utama nikel adalah karena kadar nikelnya yang

rendah sehingga dibutuhkan treatment khusus untuk meningkatkan kadar nikel di

dalam batuan laterit. Meningkatnya kebutuhan akan nikel dan menipisnya

cadangan batuan sulfida memaksa industri untuk mulai mempertimbangkan

sumber cadangan batuan laterit sebagai salah satu sumber utama nikel di masa

depan. Namun, kadar nikel yang terkandung dalam laterit kadarnya sangat rendah,

yakni sekitar 0.5-1.0 % (Kyle, 2010). Oleh karena itu dibutuhkan perlakuan

khusus untuk meningkatkan kadar nikel di dalam batuan laterit.

Deposit batuan nikel laterit secara mudah dapat ditemukan di area tropis

seperti Indonesia dan Filipina (Purwanto et al. 2010), khususnya di Pomalaa

(Sulawesi Tenggara) dan Halmahera (Maluku Utara). Indonesia memiliki

cadangan nikel sebesar 13.000.000 ton dari 140.000.000 ton nikel dunia

(Mapsofworld, 2008), yang berarti sekitar 10% cadangan nikel tersimpan di

Indonesia. Oleh karena itu Indonesia berpotensi menjadi eksportir utama

kebutuhan nikel di dunia. Namun, pemerintah Indonesia melalui Kementrian

Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), telah kebijakan baru nomor 20 tahun

2013 yang mewajibkan bawa kadar minimal nikel yang diekspor harus melebih

70% untuk nikel matte, 10% untuk FeNi dan 6% untuk nickel pig iron

(Kementrian ESDM, 2013). Kondisi ini memaksa para ahli dan industri nikel di

2
Indonesia untuk memikirkan sebuah proses baru yang efektif dan efisien untuk

memproduksi produk-produk nikel dengan kadar tersebut.

Batuan laterit pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua lapisan, yaitu

lapisan limonite dan saprolite. Nikel yang terkandung dalam lapisan-lapisan

tersebut terkandung jenis mineral yang bermacam-macam. Mineral utama

penyusun lapisan limonite adalah goethite [FeO(OH)] dan hematite (Fe2O3),

sedangkan pada lapisan saprolite disusun oleh mineral serpentine

[(Ni,Mg)SiO3.nH2O)] (Widi, 2010). Pada dasarnya terdapat dua metode

pengolahan utama batuan laterit untuk memperoleh berbagai produk nikel, yakni

proses hidrometalurgi dan proses pirometalurgi. Hidrometalurgi adalah proses

pemurnian logam dengan menggunakan pelarut kimia untuk melarutkan bahan

logam tertentu sehingga kemurnian logam yang diinginkan meningkat (leaching).

Hidrometarlurgi merupakan metode yang cukup menjanjikan karena mampu

menghasilkan nikel dengan kadar kemurnian tinggi. Selain itu, pelarut dapat

diregenerasi dan digunakan kembali sehingga dapat mengurangi biaya produksi.

Akan tetapi, proses ini masih meninggalkan residu dari pelarut kimia tersebut

yang dapat membahayakan lingkungan dan kesehatan (Kyle, 2010).

Sedangkan proses pirometalurgi adalah proses reduksi dan peleburan

logam dengan menggunakan bahan kaya akan karbon sebagai reduktor. Bahan

reduktor yang biasa digunakan adalah batubara. Kekurangan dari proses

pirometalurgi ini adalah prosesnya kotor dan membutuhkan energi yang sangat

besar (Kyle, 2010). Proses ini dapat mencemari udara karena digunakannya batu

bara yang berasal dari fosil sehingga melepas karbon dioksida ke udara.

3
Dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya, dengan mempertimbangkan

sisi ekonomi, untuk memproduksi high-carbon ferronickel (FeNi), low-carbon

FeNi, FeNi matte, atau nickel pig iron (NPI) dari batuan limonite cocok diolah

dengan menggunakan proses hidrometalurgi dan lapisan-lapisan lain yang kaya

akan magnesium (saprolite dan garnierit) cocok diolah menggunakan proses

pirometalurgi (Rubisov et al., 2000; Dalvi et al., 2004; McDonald and

Whittington, 2008).

Pada penelitian kali ini akan di lakukan reduksi batuan limonite dengan

metode pirometalurgi. Penelitian dilakukan untuk meningkatkan efektifitas dan

efisiensi dari proses pirometalurgi ini. Salah satu caranya adalah dengan

mengoptimasi proses reduksi, sehingga mampu mengurangi keperluan energi,

khususnya pada proses reduksi dan umumnya pada keseluruhan rangkaian proses.

Penelitian ini akan mengevaluasi beberapa aspek dari langkah-langkah diatas,

seperti jenis reduktor, dan suhu reduksi. Dari penelitian ini, kondisi operasi yang

paling sesuai untuk mereduksi nikel bisa dievaluasi. Hasil ini juga bisa digunakan

sebagai basis untuk perkembangan yang lebih efektif dan efisien, khususnya untuk

batuan nikel dari Pomalaa, Indonesia.

I.2 Keaslian Penelitian

Penelitian tentang reduksi bijih nikel laterit sudah pernah dilakukan. Beberapa

peneliti mereduksi bijih nikel laterit menggunakan berbagai gas seperti kombinasi

gas CO-CO2 (Purwanto, 2001), kombinasi gas H2-CO2 (Valix, 2002), dan gas

CH4 (Mohanty, 2008). Selain menggunakan reduktor gas, beberapa peneliti lain

4
juga mereduksi bijih nikel lateri menggunakan reduktor padat. Li Yan-jun (2009)

melakukan penelitan tentang reduksi campuran bijih nikel laterit dengan batubara

menggunakan muffle furnace untuk mengetahu mekanisme reduksi yang terjadi.

Li (2009) dan Ma (2013) meneliti efek reduksi bijih nikel laterit dengan batubara

terhadap proses leaching.

Penelitian mengenai pengeruh jenis reduktor padat pada proses reduksi bijih

nikel laterit masih cukup jarang dilakukan. Setiawan (2014) meneliti reduksi bijih

nikel laterit menggunakan 2 macam batubara, yaitu jenis lignite dan sub-

bituminous yang sudah diproses menjadi carbonation coal. Hasil penelitiannya

menyatakan jika batubara jenis lignite memliki kemampuan reduksi yang lebih

tinggi karena lignite memiliki volatile matter yang lebih tinggi jika dibandingkan

dengan carbonation coal.

Penelitian menggunakan reduktor selain batubara sudah pernah dilakukan

oleh Fruehan (1977) pada proses reduksi bijih besi. Penelitian dilakukan

menggunakan reduktor berupa arang tempurung kelapa, batubara, coke, dan

graphite. Fruehan menyatakan bahwa arang tempurung kelapa merupakan

reduktor yang memiliki reaktivitas paling tinggi.

Penelitian mengenai reduksi bijih nikel laterit menggunakan reduktor selain

batubara belum pernah dilakukan. Pada penelitian ini akan dilakukan reduksi

bijih nikel menggunakan beberapa bahan selain batubara. Biomassa merupakan

salah satu sumber daya yang terbarukan sehingga cukup berpotensi untuk

digunakan sebagai reduktor, salah satunya adalah kayu lamtoro. Selain itu pada

5
penelitian ini juga akan digunakan reduktor batubara dan carbon riser sebagai

pembanding.

I.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

pemanfaatan biomassa sebagai sumber gas CO pada proses reduksi batuan laterit.

Biomassa merupakan sumber daya alam terbarukan sehingga pemanfaatannya

diharapkan dapat lebih ramah lingkungan. Indonesia mempunyai sumber

biomassa yang sangat besar, dimana sebagian besar menjadi sampah setelah

berbagai macam pemanfaatannya. Pemanfaatan biomassa pada proses reduksi

batuan nikel laterit dapat mengurangi ketergantungan akan batubara yang

sejatinya adalah sumber daya alam yang tidak terbarukan. Pemanfaatan biomassa

juga dapat mengekstrak energi dari biomassa tersebut sehingga tidak terbuang

sia-sia. Keuntungan lain dari penggunaan biomassa adalah terjadinya siklus

karbon tertutup dalam proses pirometalurgi karena CO2 yang dihasilkan dalam

proses sejatinya adalah bahan utama fotosintesis tanaman yang akan

menghasilkan biomassa kembali.

6
I.4 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari pemanfaatan

biomassa sebagai sumber reduktor pada proses reduksi batuan laterit Pomalaa.

Tujuan khususnya adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan informasi mengenai pengaruh jenis reduktor (batu bara jenis

anthracite, carbon riser, dan arang kayu lamtoro) dan temperatur reduksi

terhadap proses reduksi.

2. Mencari parameter kinetika reaksi untuk model yang diterapkan.

Anda mungkin juga menyukai