Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Dosen Pembimbing: Ns. Thomas Ari W, M.Kep

DISUSUN OLEH

Hanny Anggraini

2111102412034

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

2021
Chronic Kidney Disease (CKD)
A. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal
kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan
fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana
kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)

B. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m 2 dengan rumus
Kockroft – Gault sebagai berikut :

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)


1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

C. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap
proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis
menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis
kronik atau nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%.
Penyebab yang tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan
lainnya sebesar 21 %. (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006).
Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000
menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi
dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan
infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65%
(Sudoyo, 2006).
D. Patofisiologi
Terlampirkan

E. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda
dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat
kerusakan ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien
gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema
periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai,
panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
F. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001)
serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan
kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal
pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem
pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim)
serta sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu
untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /
nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio
urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL
diduga
tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik

H. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan
fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah
atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi
konservatif tidak dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari
penyakit ini karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan
dialisis atau transplantasi ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol
proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan dan
obat-obatan) dan mengurangi intake protein (pembatasan protein, menjaga
intake protein sehari-hari dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme
(menyediakan kalori nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi
katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik, perubahan
hematologi, penyakit kardiovaskuler;
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;
4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga
(Black & Hawks, 2005)
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisi
tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis
juga diiperlukan bila :
 Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Overload cairan (edema paru)
 Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
 Efusi perikardial
 Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.

Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG nya, yaitu:
I. Pengkajian Fokus Keperawatan

Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat
terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting
sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri
yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum /
mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan
traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.

3. Pola nutrisi dan metabolik.


Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun
waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air
naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan
tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien
dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat
dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot
bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada
paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan
pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat
ulkus.

i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.

J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1. Hipervolemia b.d penurunan haluaran urin dan retensi asupan cairan dan natrium
(D.0022).
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi paru (D. 0005)
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai konsentrasi
hemoglobin(D0009).
K. Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)


(SDKI)
1. Hipervolemia b.d penurunan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … Manajemen Hipervolemia (I.15506)
haluaran urin dan Gangguan x24 jam Hipervolemia teratasi atau berkurang Observasi
mekanisme regulasi Kriteria Hasil: 1.1. Periksa tanda dan gejala
(D.0022) Keseimbangan Cairan (L.05020) hypervolemia (mis. Ortopnea, dyspnea,
1) Asupan Cairan turun dari skala 5 turun mnjadi edema, JVP/CVP meningkat
skala…. hepatojugular positif, suara napas
2) Keluaran urin turun dari skala 5 menjadi tambahan)
skala.... 1.2. Identifikasi penyebab
3) Edema turun dari skala 5 menjadi skala.... hypervolemia
Keterangan skala: 1.3. Monitor intake dan output cairan
1 = menurun Terapetik
2 = cukup menurun 1.4. Timbang berat badan setiap hari
3 = sedang pada waktu yang sama
4 = cukup meningkat 1.5. Batasi asupan cairan dan garam
5 = meningkat 1.6. Tinggikan kepala tempat tidur 30-
40oC
Edukasi
1.7. Anjurkan melapor jika BB
bertambah > 1 kg dalam sehari
1.8. Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran cariran
1.9. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
1.10. Kolaborasi pemberian diuretik
2 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ….x24 Manajemen jalan napas (I.01011)
berhubungan dengan jam pola napas menjadi adekuat .
hiperventilasi paru (D. 0005) Kriteria Hasil: Observasi

Pola Napas (L.01004) 2.1. Monitor pola napas (frekuensi,

1) Dipsnea menurun dari skala 5 menjadi skala…. kedalaman, usaha napas)

2) Penggunaan otot bantu napas menurun dari skala 5 2.2. Monitor bunyi napas tambahan

menjadi skala…. (mis. Gurgling, mengi, wheezhing, ronkhi

3) Frekuensi napas menurun dari skala 5 menjadi kering)

skala …. Terapiutik

Keterangan skala: 2.3. Posisikan semi-Fowler atau

1 = menurun Fowler

2 = cukup menurun 2.4. Berikan minum hangat

3 = sedang 2.5. Berikan oksigen jika perlu

4 = cukup meningkat Edukasi

5 = meningkat 2.6. Anjarkan teknik batuk efektif


Kolaborasi
2.7. Kolaboarsi pemberian
bronkodilator, ekspetoran, mukolitik, jika
perlu

3 Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 Perawatan Sirkulasi (I.02079)
berhubungan dengan jam perfusi perifer menjadi adekuat. Observasi
penurunan suplai Kriteria Hasil: 3.1. Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi
konsentrasi hemoglobin Perfusi Perifer (L.02011) perifer, edema pengisian kapiler, warna,
(D0009) 1) Pengisian kapiler membaik dari skala 1 menjadi suhu, angkle brachial index
skala … 3.2. Identifikasi faktor resiko gangguan
2) Akral membaik dari skala 1 menjadi skala…. sirkulasi (mis. diabetes, perokok, orang
3) Turgor kulit membaik dari skala 1 menjadi tua, hipertensi dan kadar koletsrol tinggi)
skala…. Terapeutik
Keterangan skala: 3.3. Hindari pemasangan infus atau
1 = memburuk pengambilan darah di area keterbatasan
2 = cukup memburuk perfusi
3 = sedang 3.4. Hindari pengukuran tekanan darah
4 = cukup membaik pada ektremitas dengan keterbatasan
5 = membaik perfusi
3.5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
Edukasi
3.6. Anjurkan hidari atau berhenti
merokok
3.7. Anjurkan berolahraga rutin
3.8. Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah secara teratur
PATHWAY
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Dialisis Pada Diabetes Melitus. http://internis.files.wordpress.com/2011/01/dialisis-


pada-diabetes-melitus.pdf diakses pada tanggal 23 Februari 2014
Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang Memakai Prinsip Ilmu
Fisika. http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html diakses pada tanggal 23
Februari 2014
Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.
1999
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management
for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc. 2005
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention
Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC. 2012.
Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2010
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi
8. Jakarta : EGC. 2001
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006

Anda mungkin juga menyukai