Anda di halaman 1dari 73

genetika populasi

Sub Pokok Bahasan :

10.1. Frekuensi Genotipe dan


Frekuensi Alel
10.2. Keseimbangan Hardy-
Weinberg
10.3. Perubahan Frekuensi Alel
10.4. Populasi dengan Konstitusi
Genetik Khusus
10.1. Frekuensi genotipe dan
frekuensi alel
Populasi adalah kumpulan individu
sejenis yang menempati habitat
tertentu. Dalam konteks genetika,
populasi adalah kumpulan individu
yang membentuk kumpulan gen
(gene pool) yang merupakan
kumpulan gamet reproduktif dari
suatu generasi dan dapat
digunakan untuk membentuk
generasi selanjutnya.
Populasi padi di pembibitan
Populasi padi di lapangan
Individu-individu dalam populasi
datang dan pergi, tetapi gen-gennya
tetap ada sepanjang waktu.
Frekuensi genotipe dan frekuensi alel
(atau frekuensi gen) merupakan
karakteristik genetik suatu populasi.
Frekuensi genotipe adalah nisbah
individu bergenotipe tertentu
terhadap keseluruhan individu dalam
populasi. Frekuensi alel adalah
nisbah alel tertentu terhadap
keseluruhan alel dalam populasi.
Dengan mengambil model diploid,
frekuensi genotipe homozigot dominan
dan homozigot resesif serta
heterozigot berturut-turut dapat
dilambangkan dengan P, Q, dan H.
Frekuensi suatu alel dengan model
diploid tersebut dilambangkan sebagai
p, sedangkan frekuensi alel
pasangannya dilambangkan sebagai q.
Contoh 1
Suatu populasi yang terdiri atas 1000
individu diploid memiliki konstitusi genetik
sbb:
Genotipe ………… AA Aa aa
Jumlah individu … 300 500 200
Maka frekuensi tiap genotipe dalam
populasi tersebut adalah:
Frekuensi genotipe AA (P)
= 300 / 1000 = 0.3
Frekuensi genotipe Aa (H)
= 500 / 1000 = 0.5
Frekuensi genotipe aa (Q)
= 200 / 1000 = 0.2
Terlihat bahwa:
P+H+Q = 0.3+0.5+0.2 = 1
Dalam populasi tersebut terdapat
(2 x 1000) = 2000 alel A dan a.
Frekuensi alel A (p)
= {(2x300)+(1x500)} / 2000
= {600+500} / 2000 = 1100 / 2000 = 0.55
Frekuensi alel a (q)
= {(2x200)+(1x500)} / 2000
= {400+500} / 2000 = 900 / 2000 = 0.45
Frekuensi alel total dalam
populasi adalah 1, sebagaimana
frekuensi genotipenya.

Dari hitungan di atas:


p+q = 0.55+0.45 = 1
Penghitungan frekuensi alel selain
menggunakan cara sebelumnya, dapat
dilakukan dengan memanfaatkan informasi
frekuensi genotipe yang sudah diketahui
menggunakan formulasi berikut:
p=P+½H
q=Q+½H
Dari contoh sebelumnya,
diketahui bahwa P = 0.3,
H = 0.5, dan Q = 0.2.
Maka :
p=P+½H
= 0.3 + (½ x 0.5)
= 0.55
q=Q+½H
= 0.2 + (½ x 0.5)
= 0.45
10.2. Keseimbangan Hardy-Weinberg
Dalam populasi besar alami yang
tiap individunya memiliki peluang
yang sama untuk kawin antar
individu dalam populasi tersebut
(suatu kondisi yang disebut kawin
acak) dan tidak ada faktor-faktor
yang dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan frekuensi
genotipe ataupun frekuensi alelnya,
maka frekuensi genotipe dan
frekuensi alel populasi tersebut
akan tetap sepanjang generasi.
Populasi dalam keadaan tersebut
dinamakan dalam keseimbangan Hardy-
Weinberg (dilambangkan sebagai
populasi HWeq).
Faktor-faktor pengubah frekuensi
alel adalah:
1. Mutasi, yaitu perubahan genetik suatu
alel menjadi alel ‘baru’. Mutasi yang
lazim terjadi adalah dari alel dominan
ke alel resesif
2. Seleksi, yaitu kondisi atau tindakan yang
mengakibatkan genotipe tertentu bertahan
dalam populasi sedangkan genotipe
lainnya tersingkirkan.

3. Migrasi, yaitu perpindahan individu keluar


atau masuk ke dalam populasi.
Dalam populasi HWeq, kawin acak
berjalan sempurna, sehingga sesuai
dengan teori peluang, maka frekuensi
genotipe pada generasi berikutnya akan
merupakan hasil penggandaan frekuensi
alel yang membentuknya.
Oleh karena itu bila diketahui
frekuensi alel suatu populasi
dengan model diploid adalah p
dan q, maka frekuensi genotipe
homozigot dominan (P),
homozigot resesif (Q) dan
heterozigot (H) pada generasi
berikutnya adalah :
P = p2
Q = q2
H = 2 pq
Contoh 2

Populasi dengan frekuensi genotipe


seperti Contoh 1, yaitu :
AA (P) = 0.3
Aa (H) = 0.5
aa (Q) = 0.2
sehingga frekuensi alelnya adalah :
A (p) = 0.55 a (q) = 0.45
Banyaknya jantan dan betina
seimbang pada tiap genotipe. Maka
dugaan frekuensi genotipe generasi
selanjutnya adalah :
P’ = p2 = (0.55)2 = 0.3025
Q’ = q2 = (0.45)2 = 0.2025
H’ = 2 pq = 2(0.55)(0.45) = 0.495
Perhatikan :
P’+Q’+H’ = 0.3025+0.2025+0.495 = 1
Bila tidak ada keterpautan (linkage),
kondisi HWeq akan tercapai setelah
satu kali kawin acak.

Oleh karena itu bila suatu


populasi frekuensi genotipenya
tidak berubah setelah satu kali
kawin acak, maka konstitusi
genetik awal populasi sudah
HWeq.
Bila frekuensi genotipe setelah satu
kali kawin acak berubah, maka
populasi awalnya belum HWeq dan
frekuensi genotipe sesudah kawin
acak merupakan konstitusi genetik
populasi setelah HWeq.
Konstitusi genetik populasi setelah
HWeq tercapai tidak akan berubah
sepanjang generasi selama faktor-
faktor pengubah frekuensi alel tidak
bekerja, atau tidak ada migrasi,
mutasi, dan seleksi.
Contoh 3
(dari Contoh 1 dan 2)
AA (P) = 0.3
Aa (H) = 0.5
aa (Q) = 0.2

 A (p) = P+ ½ H = 0.55
a (q) = Q+ ½ H = 0.45
P’ = p2 = (0.55)2 = 0.3025
Q’ = q2 = (0.45)2 = 0.2025
H’ = 2 pq = 2(0.55)(0.45) = 0.495
• P-H-Q ≠ P’-H’-Q’  populasi belum
HWeq
• P’-H’-Q’ adalah frekuensi genotipe
setelah HWeq tercapai.
Contoh 4
(dari Contoh 1 dan 2)
AA (P) = 0.3
Aa (H) = 0.5
aa (Q) = 0.2
A (p) = P+ ½ H = 0.55
a (q) = Q+ ½ H = 0.45

 P’ = p2 = (0.55)2 = 0.3025
Q’ = q2 = (0.45)2 = 0.2025 HWeq
H’ = 2 pq = 2(0.55)(0.45)
= 0.495
Setelah HWeq :
p’ = P’+ ½ H’ = 0.3025+(½)(0.495)
= 0.55
q’ = Q’+ ½ H’ = 0.2025+(½)(0.495)
= 0.45
P” = p2 = (0.55)2 = 0.3025
Q” = q2 = (0.45)2 = 0.2025
H” = 2 pq = 2(0.55)(0.45) = 0.495
 Konstitusi genetik populasi tetap
setelah HWeq tercapai
Contoh 5

Populasi Sebelum Frekuensi Sesudah


HWeq alel HWeq
P = 0.3 p = 0.55 P’ = 0.3025
1 H = 0.5 q = 0.45 H’ = 0.4950
Q = 0.2 Q’ = 0.2025
P = 0.4 p = 0.55 P’ = 0.3025
2 H = 0.3 q = 0.45 H’ = 0.4950
Q = 0.3 Q’ = 0.2025
P = 0.1 p = 0.55 P’ = 0.3025
3 H = 0.7 q = 0.45 H’ = 0.4950
Q = 0.2 Q’ = 0.2025
Contoh 5 memperlihatkan bahwa populasi
dengan frekuensi genotipe awal berbeda
akan mencapai HWeq pada frekuensi
genotipe yang sama bila frekuensi alelnya
sama.
Hal tersebut menunjukkan
bahwa yang menentukan
konstitusi genetik populasi
HWeq adalah frekuensi
alelnya, bukan frekuensi
genotipe tetua.
Dalam populasi HWeq, bila frekuensi
salah satu genotipenya diketahui
maka frekuensi genotipe yang
lainnya dapat diduga, karena pada
populasi HWeq frekuensi
genotipenya mencerminkan
frekuensi alelnya.
Sebagai contoh, P = p2
sehingga p dapat dihitung dari √p2,
dan frekuensi alel serta genotipe
lainnya dapat ditentukan .
Contoh 6
Dari suatu pertanaman padi diketahui
frekuensi tikus
non-agouti (aa) adalah 0.509%,
maka :
• frekuensi aa = q2 = 0.509
• frekuensi alel a
= √q2
= √0.509
= 0,713
Sehingga:
frekuensi alel A (p)
=1–q
= 1 – 0.713
= 0.287
dugaan frekuensi genotipe agouti (AA):
P = p2
= (0.287)2
= 0.0824
frekuensi genotipe heterozigot (Aa):
H = 2pq = 2(0.287)(0.713) = 0,409
10.3. Perubahan Frekuensi Alel
1. Mutasi
Mutasi yang dimaksudkan dalam konteks
ini adalah mutasi gen yang mengakibatkan
suatu alel berubah menjadi alel ‘baru’.
Mutasi terus-menerus dari suatu alel akan
mengubah frekuensi alel secara lambat ke
arah alel mutan.
Mutasi biasanya dari alel dominan
menjadi alel resesif (A → a).
Frekuensi alel A dalam populasi
berkurang sedikit demi sedikit dan
sebaliknya frekuensi a bertambah.
Mutasi di alam terjadi dalam
frekuensi yang sangat rendah,
sehingga pengaruh mutasi pada
perubahan frekuensi alel sangat
kecil.
Peran utama mutasi dalam
perubahan-perubahan evolusi
bukan mengubah frekuensi alel
tetapi menyediakan sumber
keragaman genetik secara terus
menerus.
2. Seleksi
Seleksi, kondisi atau tindakan yang
mengakibatkan genotipe tertentu bertahan
dalam populasi sedangkan genotipe
lainnya tersingkirkan, merupakan
kekuatan utama yang dapat menimbulkan
perubahan frekuensi alel dalam populasi.
Pengaruh seleksi dapat diukur dengan
membandingkan jumlah individu sebelum
dan sesudah seleksi, dan hal tersebut
merupakan ukuran fitness, atau daya hidup,
dari suatu genotipe dalam populasi.
Fitness menggambarkan
keberhasilan suatu genotipe
mewariskan gamet-gametnya ke
generasi berikutnya.
Banyak faktor yang mempengaruhi
fitness. Fertilitas relatif,
mekanisme penyerbukan, toleransi
terhadap kekeringan atau cekaman
abiotik lainnya, serangan penyakit
dan hama, merupakan contoh
faktor-faktor yang mempengaruhi
fitness.
Nilai fitness suatu genotipe ditentukan
berdasarkan banyaknya individu yang
hidup sebelum dan sesudah faktor yang
mempengaruhi fitness bekerja.
Contoh 7
Serangan hama penggerek daun
terhadap pertanaman padi
mengakibatkan kematian tanaman.
Jumlah tanaman tiga genotipe padi
sebelum dan sesudah serangan
hama adalah sbb:
Genotipe AA Aa aa
Sebelum 6.084 3.432 484
serangan
Sesudah 4.563 2.574 261
serangan
Fitness relatif (W) mengukur
keberhasilan relatif suatu genotipe
untuk hidup dibandingkan genotipe
lainnya dalam populasi yang sama.
Fitness relatif tiap genotipe
ditentukan dari rasio fitness suatu
genotipe terhadap fitness terbesar
dari genotipe dalam populasi. Istilah
fitness lazimnya menunjuk pada
fitness relatif, karena fitness lebih
sering ditentukan dalam populasi.
Selanjutnya yang dimaksud fitness
dalam bab ini adalah fitness relatif.
Koefisien seleksi (s) adalah ukuran
kekuatan yang bekerja pada masing-
masing genotipe untuk menurunkan
nilai adaptifnya.
Koefisien ini merupakan ukuran
tingkat kegagalan suatu genotipe
untuk hidup atau berkembangbiak.
Hubungan koefisien seleksi dengan
fitness (fitness relatif) suatu individu
dalam populasi ditunjukkan dalam
formulasi berikut : s = 1 – W.
Contoh 8
Dari Contoh 7, fitness (fitness relatif)
tiap genotipe adalah :
WAA = fitness AA
= 0.75/0.75 = 1.00
WAa = fitness Aa
= 0.75/0.75 = 1.00
Waa = fitness aa
= 0.54/0.75 = 0.72
Dengan demikian genotipe aa kurang
kuat dibandingkan AA atau Aa.
Koefisien seleksi tiap genotipe
tersebut adalah :
sAA = 1 – 1.00 = 0.00
sAa = 1 – 1.00 = 0.00
saa = 1 – 0.72 = 0.28

Hasil tersebut menunjukkan bahwa


28% dari genotipe aa tidak mampu
hidup atau tidak dapat menghasilkan
biji.
Bila koefisien seleksi diketahui
maka perubahan frekuensi alel yang
disebabkan oleh tekanan seleksi
terhadap genotipe dalam populasi
dapat diduga.
Sebagai contoh, frekuensi genotipe
sebelum dan sesudah seleksi
melawan genotipe homozigot
resesif aa sebesar s, yang
merupakan fitness genotipe dalam
populasi tersebut, digambarkan
dalam tabel berikut.
Genotipe AA Aa aa Total
Frekuensi p2 2pq q2 p2 + 2pq + q2 = 1
sebelum
seleksi
Fitness 1 1 1-s
Frekuensi (1) p2 (1) 2pq (1-s) q2 p2 + 2pq + q2 – sq2
setelah = 1 – sq2
seleksi
Seleksi melawan individu homozigot
resesif tidak dapat menghilangkan alel
resesif dari suatu populasi, karena individu
heterozigot akan bersilang dan
menghasilkan individu homozigot resesif
pada generasi berikutnya.
Walaupun demikian, seleksi dapat
menurunkan frekuensi alel resesif dalam
populasi.
Penghitungan frekuensi suatu genotipe
setelah seleksi diperoleh dengan
mengalikan frekuensi sebelum seleksi
dengan fitness genotipe tersebut.
Untuk seleksi lengkap melawan homozigot
resesif (aa), koefisien seleksi untuk
genotipe aa adalah 1 dengan nilai fitness 0.
Frekuensi aa sesudah seleksi adalah
q2(1-s) = q2(0) = 0,
jadi q2 dihilangkan, dan total populasi
menjadi p2 + 2pq.
Apabila individu heterozigot kawin
dengan individu heterozigot, maka akan
dihasilkan genotipe homozigot pada
generasi berikutnya.
Fomulasi berikut menggambarkan kondisi
populasi yang terhadapnya dilakukan seleksi
lengkap melawan genotipe homozigot resesif.
• Proporsi genotipe heterozigot dalam
populasi apabila genotipe homozigot
resesif dihilangkan adalah:
2 pq
p2 + 2pq
• Proporsi genotipe heterozigot yang
bersilang sesamanya pada generasi
berikutnya setelah seleksi melawan
homozigot resesif adalah :
[ 2 pq ] [ 2 pq ]
[p2 + 2 pq] [ p2 + 2 pq]

= [ 2 pq ]2
[ p2 + 2 pq ]2
• Dari persilangan antar genotipe
heterozigot 1/4 akan dihasilkan
genotipe homozigot resesif pada
generasi berikutnya dengan
proporsi :

(1/4) [ 2 pq ]2
[ p2 + 2 pq ]2
karena p = 1 – q, maka :
(1/4) [ 2 (1 – q) q ]2
[ (1 – q)2 + 2 (1 – q)q ]2

= [ q / (1 + q)]2

Frekuensi tersebut merupakan


frekuensi genotipe homozigot
resesif dalam generasi keturunan
setelah seleksi melawan genotipe
homozigot resesif pada generasi
tetua.
Contoh 9
Seorang pemulia tanaman jagung
memperoleh 4% dari tanaman
dalam populasi batangnya rebah
dan hal tersebut menandakan
bahwa genotipenya homozigot
resesif (la la). Ia melakukan
seleksi melawan batang rebah
dengan mencabut dan membuang
tanaman tersebut.
- Maka frekuensi alel la (q) dalam
populasi tersebut adalah :
q2 = 0.04  √q2 = √0.04 = 0.2
- Sehingga frekuensi batang rebah
pada generasi berikutnya :
[q / (1+ q)]2 = [0.2 / (1 + 0.2)]2
= 0.0028 = 0.28%
Terlihat bahwa seleksi yang telah
dilakukan menurunkan tanaman
rebah dengan frekuensi yang
besar dibanding frekuensi semula
(4%  0.28%).
- Frekuensi alel resesif generasi
selanjutnya diperlihatkan oleh
persamaan :
q / (1 + q)
Pada contoh di atas, frekuensi
alel batang jagung rebah pada
generasi keturunannya adalah:
q / (1 + q) = 0.2 / (1 + 0.2) = 0.166.
Perubahan alel yang terjadi
adalah sebesar :
0.2-0.166 = 0.034
Populasi yang frekuensi genotipe
resesifnya rendah tidak berarti bahwa
alel resesifnya sedikit, karena sebagian
besar alel resesif tersebut terdapat
dalam genotipe carrier (heterozigot)
bukan dalam genotipe homozigot
resesif. Dalam keadaan ini, sangat
sukar untuk menurunkan frekuensi alel
resesif dengan membuang genotipe
homozigot resesif, atau dengan
mencegah persilangan antar individu
homozigot resesif.
Untuk seleksi lengkap melawan
homozigot resesif selama n
generasi, maka frekuensi genotipe
homozigot resesif pada generasi
ke-n dapat diperoleh dari
persamaan:
qn2 = [ q / (1 + nq)]2;
dan untuk frekuensi alel
qn = q / (1 + nq).
Apabila q besar, seleksi
melawan homozigot resesif
mengakibatkan penurunan
frekuensi alel dengan nyata.
Makin kecil q maka seleksi
menjadi kurang efektif dan
dicapai suatu titik dimana
seleksi terimbangi oleh laju
mutasi.
Contoh 10
Dari Contoh 9, pemulia jagung
tersebut ingin melakukan seleksi
melawan batang rebah selama
5 generasi.
- Maka frekuensi alel q setelah 5
generasi :
qn = q / (1 + nq) = 0.2 / (1 + 5 (0.2))
= 0.1
- Frekuensi genotipe batang rebah
setelah 5 generasi :
qn2 = [ q / (1 + nq)]2
= [0.2 / (1 + 5 (0.2)]2 = 0.01
Jadi setelah 5 generasi seleksi,
terjadi perubahan frekuensi alel dari
0.2 menjadi 0.1 dan perubahan
frekuensi genotipe dari 0.04
menjadi 0.01.
3. Migrasi
Migrasi merupakan perpindahan
individu baru ke dalam suatu populasi
atau keluarnya individu dari suatu
populasi. Dengan kata lain merupakan
aliran gen (gene flow) dari suatu
populasi ke populasi lain. Migrasi yang
besar dapat menimbulkan perubahan
dalam populasi resipien secara
evolusioner. Perubahan frekuensi alel
akibat migrasi ditentukan oleh proporsi
migran yang masuk ke dalam populasi
asli dan perbedaan frekuensi alel dari
kedua populasi itu.
Arti penting migrasi adalah dapat
memasukkan ragam genetik ke
dalam populasi sehingga dapat
dilakukan seleksi, mencegah isolasi
sempurna dari kedua populasi,
perpindahan migran terus menerus
dapat mengubah arah evolusi, dan
dapat meniadakan pengaruh
penghanyutan genetik dengan
introduksi alel baru ke dalam
populasi.
10.4. Populasi dengan Konstitusi
Genetik Khusus
Sebagai contoh populasi dengan
konstitusi genetik khusus adalah
populasi dengan karakter yang
dikendalikan oleh alel ganda. Misalkan
dalam populasi terdapat 3 alel, yaitu
A1, A2, dan A3, maka genotipe yang
mungkin terdapat dalam populasi
tersebut adalah :
A1A1 A2A2 A3A3
A1A2 A2A3
A1A3
Bila dari total N individu banyaknya
individu hasil observasi untuk tiap
genotipe adalah :
N11 N22 N33
N12 N23
N13
Maka frekuensi masing-masing alel
adalah :
Frekuensi
alel A1 (p) = N 1 1 + 0.5 (N 1 2 + N 1 3)
N
Frekuensi
alel A1 (q) = N 2 2 + 0.5 (N 1 2 + N 2 3)
N
Frekuensi
alel A1 (r) = N 3 3 + 0.5 (N 1 3 + N 2 3)
N
Dalam kondisi setimbang, frekuensi
tiap genotipe dapat ditetapkan dari
frekuensi alelnya menggunakan
formulasi berikut :
Frekuensi genotipe A1A1 = p2
Frekuensi genotipe A1A2 = 2 pq
Frekuensi genotipe A1A3 = 2 pr
Frekuensi genotipe A2A2 = q2
Frekuensi genotipe A2A3 = 2qr
Frekuensi genotipe A3A3 = r2
Bila terdapat hubungan dominan –
resesif diantara alel-alelnya, maka
frekuensi alel dapat diduga dengan
asumsi bahwa populasi dalam
kondisi HWeq. Contoh yang sangat
baik adalah golongan darah pada
manusia yang tersusun atas alel-alel
A, B, dan O. Alel A dan B dominan
terhadap alel O, sedangkan antara
alel A dan B tidak terdapat
kedominanan.
Pada sistem ini terdapat enam macam
genotipe yang merupakan kombinasi
dari alel-alel tersebut, dan secara
fenotipik terbagi ke dalam empat
golongan darah, yaitu :
Golongan darah A
 genotipe AA dan AO
Golongan darah B
 genotipe BB dan BO
Golongan darah AB
 genotipe AB
Golongan darah O
 genotipe OO
Misalkan frekuensi dari alel-alel
tersebut adalah pA, pB dan pO, maka
dalam kesetimbangan akan diperoleh :
Fenotipe A B AB O

Genotipe AA AO BB BO AB OO

Frekuensi pA2 2pA pO pB2 2pB pO 2 pA pB pO2


Jika X = A + O
Y = B + O
Z = O
Maka Frekuensi tiap alel dapat
dihitung dengan formulasi
berikut :
p A = √X - √Z
p B = √Y - √Z
p O = √Z

Anda mungkin juga menyukai