Bab Ii
Bab Ii
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Menurut Darsinah dkk, kajian penelitian yang relevan adalah uraian secara
terdahulu. Penelitian tersebut harus ada hubungannya dengan penelitian yang akan
pengemis dan pengamen ini tentu sangat erat kaitannya dengan kemiskinan dan
dan pengemis melalui pendidikan kecakapan hidup, Panti Sosial Bina Karya
kebutuhan yang dilakukan oleh pekerja sosial, dapat diuraiakan beberapa program
pendidikan pelatihan yang diberikan disini yaitu : (1) pelatihan pertanian Pelatihan
pertanian ini di ikuti oleh semua warga binaan untuk pelaksanaannya dilakukan di
panti. Untuk pelaksanaan dilaksanakan setiap hari senin dan rabu, proses
pelaksanaannya lebih menggunakan metode praktik, (2) pelatiahan las, pelatihan ini
adalah pelatihan pilihan yang dipilih warga binaan yang bertujuan dapat menambah
ilmu baru, untuk pelaksanaannya dilakukan setiap hari selasa dan kamis. Untuk
pelaksanaan program menggunakan dua cara yaitu praktik dan juga penempatan
magang, (3) pelatihan menjahit adalah pelatihan yang diikuti oleh warga binaan putri,
untuk pelaksanaan program setiap hari selasa dan kamis, pelaksanaan pelatihan
ini adalah pelatihan pilihan dari warga binaan, untuk pelaksanaannya setiap hari
selasa dan kamis metode yang digunakan adalah praktik, (5) pelatihan pertukangan
kayu pelatihan ini dilakukan setiap selasa dan kamis, untuk proses pelaksanaannya
Ambon dengan memfokuskan penelitian dengan cara mengamati dan meneliti bahwa
faktor apa saja yang menyebabkan adanya pengemis jalanan di jalan Pasar Mardika
Ambon dan bagaimana perilaku religiusitas pengemis jalanan di jalan Pasar Mardika
Ambon.
10
B. Tinjauan Teori
Religiusitas dari kata asal Religi yang berasal dari bahasa Latin, yaitu
Relegere yang berarti mengumpulkan , membaca, dan juga berasal dari kata religare
yang bermakna mengikat. Atau dalam bahasa indonesia sama dengan pengertian
Agama yakni memuat aturan-aturan dan cara-cara mengabdi kepada Tuhan yang
terkumpul dalam kitab suci yang harus dipahami dan mempunyai sifat mengikat
Kata dasar agama mempunyai beberapa arti baik dari segi bahasa maupun dari
segi istilah. Secara etimologi agama berasal dari bahasa sansekerta terdiri atas a =
tidak, gama = kacau. Jadi agama berarti “tidak kacau”, berarti juga tetap ditempat,
diwarisi turun temurun, karena agama mempunyai sifat yang demikian. Agama juga
berarti teks atau kitab suci, tuntunan, karena setiap agama mempunyai kitab suci yang
ajarannya menjadi tuntunan bagi penganutnya. Jadi arti religusitas sama dengan arti
yaitu al-din, religi (relegere, religare) dan agama. Al-din berarti undang- undang
hukum. Kemudian dalam bahasa arab, kata ini mengandung arti menguasai, tunduk,
patuh. Sedangkan dari kata religi berarti mengumpulkan atau membaca. Kemudian
religare berarti mengikat. Religiusitas berarti menunjukkan aspek religi yang telah
1
Dadang Hawari, Al Quran Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Jiwa, Solo: PT. Amanah Bunda
Sejahtera, 1996, hlm. 63
11
dihayati individu dalam hati, diartikan seberapa jauh pengetahuan seberapa kokoh
keyakinan, dan seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah, serta penghayatan atas
agama yang dianutnya dalam bentuk sosial dan aktivitas yang merupakan perwujudan
sebagai perilaku yang tahu dan mau dengan sadar menerima dan menyetujui gambar-
gambar yang diwariskan kepadanya oleh masyarakat dan yang dijadikan miliknya
hari.2
seseorang yang mempunyai akal, dengan kehendak dan pilihannya sendiri mengikuti
meliputi berbagai macam sisi atau dimensi yang bukan hanya terjadi ketika seseorang
melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang
2
Nikko Syukur Dister, Psikologi Agama, Yogyakarta:Kanisius 1989. hlm 10.
3
M Thaib Thohir Abdul Muin, Ilmu Kalam, Jakarta: Widjaya, 1986, hlm 121.
4
Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1973, hlm 13
5
Ancok, Suroso, Psikologi Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2001. hlm 77
12
Berbagai hal individu dan kelompok, beserta dinamika yang ada harus pula diteliti. 7
Religiusitas dapat disebut juga tingkah laku seseorang dalam mengaplikasikan apa
diartikan sebagai suatu keadaan yang ada di dalam diri seseorang yang
mendorongnya bertingkah laku, bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran agama
yang dianutnya. Fungsi aktif dari adanya religiusitas dalam kehidupan manusia yaitu:
dipatuhi. Dalam hal ini bersifat menyuruh dan melarang agar pribadi
penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu alam dunia
dan akhirat.
6
Yolanda Hani Putriani, Pola Perilaku Konsumsi Islami Mahasiswa Muslim Fakultas
Ekonomi Dan Bisnis Universitas Airlangga Ditinjau Dari Aspek Religiusitas, Jurnal JESTT Vol.2
No.7 Juli 2015. (Surabaya: Universitas Airlangga, 2015)
7
M.Amin Abdullah, Metodologi Studi Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.
Hlm,280
8
Musa Asyarie. Agama Kebudayaan dan Pembangunan menyongsong Era Industrialisasi.
Yogyakarta: Kalijaga Press ,1988. Hlm 107
13
sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai
kepada adat atau norma kehidupan yang dianutnya. Terdapat beberapa hal
religiusitas:
9
Musa Asyarie. Agama Kebudayaan dan Pembangunan menyongsong Era Industrialisasi.
Yogyakarta: Kalijaga Press ,1988. Hlm 108
14
Hal ini mencakup pemujaan atau ibadah, ketaatan, dan hal-hal yang
pelaksanaan shalat, puasa, zakat, haji. Praktik keagamaan ini terdiri dari
10
Yolanda Hani Putriani, Pola Perilaku Konsumsi Islami Mahasiswa Muslim Fakultas
Ekonomi Dan Bisnis Universitas Airlangga Ditinjau Dari Aspek Religiusitas, Jurnal JESTT Vol.2
No.7 Juli 2015. (Surabaya: Universitas Airlangga, 2015)
15
agama.
nilai ketauhidan. Dimana nilai tauhid tersebut tergambar pada kepercayaan atas
keesaan Allah, sebagai Pencipta Semesta, Yang Maha Mulia, Maha Perkasa,
11
Ancok, D Suroso, Psikologi Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2001. hlm,80.
16
Maha Abadi, dan seluruh sifat-Nya yang agung seperti termaktub dalam ayat-ayat
perintah yang diturunkannya akan berpengaruh besar bagi kehidupan para umat-
Nya. Pengaruh tersebut akan mengaliri seluruh sendi-sendi hidup manusia, dan
berbaur kedalam budaya yang khas atas masing-masing umat serta menjadi
dikarenakan atas Allah. Bukan hanya dalam bentuk ibadah melainkan juga dalam
segala kegiatan dunia. Memfokuskan kehidupan kita pada satu tujuan, yaitu
tauhid, akan membuat kita menjadi lebih efisien.12 Seluruh tindakan dan tujuan
kita menjadi koheren karena memiliki lebih dari satu tujuan akhir akan mencegah
kesuksesan. Kita tidak bisa berdoa dan beribadah kepada Allah, sementara kita
pun melakukan pola konsumsi yang mengakibatkan sikap boros. Beribadah pada
tiada Tuhan selain Allah, dan dengan keyakinan tersebut kita tidak membiarkan
tujuan dan segala tindakan kita terpecah menjadi dua tujuan yaitu kehidupan
12
Jabnour. Naceur, Islam and Manajemen, Riyadh: International Islamic Publishing House,
2005, hlm.39 : pada Thesis S2, Erike Anggraini, “Hubungan Religiusitas Terhadap etos Kerja dan
Produktifitas Karyawan”.
17
Manusia dibekali oleh Allah beberapa potensi dasar yang sangat membantu
potensi ragawi atau fisik, potensi nalar atau akal, dan potensi hati nurani atau
dan moral. Dan apabila pengembangan potensi dasar tersebut tidak dilakukan
aspek kejiwaan dan rohani, seperti munculnya manusia pecah kepribadian dan
masyarakat mampu maupun tidak mampu dan juga kebutuhan sesuai kebutuhan
sifat dan kepribadian yang berbeda-beda, yang terpengaruh oleh berbagai sistem
nilai dan secara langsung ataupun tak langsung akan berpengaruh terhadap pola
konsumsi masyarakat. Salah satu sistem nilai itu adalah agama. Agama yang
dianggap sebagai suatu jalan hidup bagi manusia (way of life) menuntun manusia
agar hidupnya tidak kacau. Agama berfungsi untuk memelihara dan mengatur
sesama manusia dan dengan alam yang mengintarinya. Hal ini seperti yang
makhluk dengan pencipta, yang terwujud dalam sikap batinnya, tampak dalam
18
bahwa agama tidak hanya bersikap vertikal dalam artian hanya hubungan manusia
dengan tuhannya saja atau sebatas ritual ibadah saja. Akan tetapi, agama juga
berbeda, yaitu religiusitas menunjuk pada aspek religi yang telah dihayati oleh
individu didalam hati, sedangkan agama menunjuk pada aspek formal yang
saling mendukung.14
pelaksanaan ibadah, dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianut
oleh seseorang.15
keyakinan itu dalam sikap, tingkah laku, dan praktek keagamaan yang dianutnya.
13
Nashori Fuad, Agenda Psikologi Islami, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2002, hlm.68 : pada
Thesis S2, Erike Anggraini, “Hubungan Religiusitas Terhadap Etos Kerja dan Produktifitas
Karyawan”.
14
Thahir Andi, Hubungan Religiusitas dan Suasana Rumah Dengan Kecerdasan Emosional
Pada Remaja Akhir, Tesis S2, Yogyakarta: Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
2004, hlm.9
15
Ibid, hlm.71
19
terbentuk oleh teradisi keagamaan merupakan bagian dari pernyataan jati diri
individu tersebut dalam kaitan dengan agama yang dianutnya. Religiusitas ini
akan ikut mempengaruhi cara berfikir, cita rasa, ataupun penilaian seseorang
pandangan Robert C. Monk yang disitir kembali oleh Jalaludin, 16 memiliki dua
fungsi utama yang mempunyai peran ganda, yaitu bagi masyarakat maupun
individu. Fungsi yang pertama, adalah sebagai kekuatan yang mampu membuat
masyarakat atau diri individu bahkan dalam situasi terjadinya konflik sekalipun.
semakin dalam seseorang dalam beragama makin religius dan sebaliknya semakin
16
Jalaludin Rahmat, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, hlm.191
17
Japar.M, “Kebermaknaan Hidup dan religiusitas Pada Masa Lanjut Usia” refleksi No. 007
th IV, Yogyakarta, 1999,hlm.32
20
4. Aspek-aspek Religiusitas
secara terbuka. Individu yang memiliki sikap religiusitas tinggi yang mampu
b. Berkarakter Dinamis
c. Integral
18
Anggasari, “Hubungan Tingkat Religiusitas Dengan Sikap Konsumtif pada Ibu Rumah
Tangga” Jurnal Psikologi no.4 th II, Yogyakarta, 1997, hlm.17
19
Abdul Wahib, Psikologi Agama Pengantar Memahami Perilaku Agama, Semarang: Karya
Abadi Jaya, 2015, hlm 112
21
sosial, ekonomi.
tampak, namun juga sikap yang tidak tampak yang terjadi dalam hati
pemikiran.
20
Abdullah Abdul Husain at tariqi. Ekonomi Islam Prinsip,Dasar,Dan Tujuan. Yogyakarta:
Magistra Insania Press, 2004. Hlm 13
21
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam Edisi Ketiga. Jakarta: Pt RajaGrafindo Persada,
2008, hlm 34
22
sosial). Faktor sosial dalam agama terdiri dari berbagai pengaruh terhadap
keyakinan dan perilaku keagamaan, dari pendidikan yang kita terima pada
kita, dan berbagai tradisi yang kita terima dari masa lampau.
pengalaman-pengalaman mengenai:
menyadari bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah karena
ketika seseorang telah mencuri dia akan terus menyalahkan dirinya atas
d. Berbagai proses pemikiran verbal (faktor intelektual). Dalam hal ini berfikir
pendapatnya tentang yang benar dan yang salah menurut ajaran agamanya.
mengenalkan tentang agama, namun juga banyak faktor yang ada di luar
C. Pengemis
24
1. Pengertian Pengemis
dimuka umum dengan berbagai cara dan asalan untukmengharap belas kasihan orang
dan sekaligus mengemis. Pengemis kebanyakan adalah orang orang yang hidup
mengelandang. Istilah gelandangan berasal dari kata gelandangan, yang artinya selalu
berkeliaran atau tidak pernah mempunyai tempat kediaman tetap. Pada umumnya
para gelandangan adalah kaum urban yang berasal dari desa dan mencoba nasib dan
peruntungannya di kota, namun tidak didukung oleh tingkat pendidikan yang cukup,
akibatnya, mereka bekerja serabutan dan tidak tetap, terutama di sektor informal.22
meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alas an untuk mengharap
Pengemis pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu mereka yang masuk
dalam kategori menggelandang dan mengemis untuk bertahan hidup, dan mereka
22
Miftachul Huda, Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2009) h. 29
23
Tangdilintin, Paulus. Masalah-Masalah Sosial (Suatu Pendekatan Analisis Sosiologis).
(Jakarta :Pusat Penerbitan Universitas Terbuka ,2000), h.1-5
25
yang menggelandang dan mengemis karena malas dalam bekerja. pengemis pada
umumnya tidak memiliki kartu identitas karena takut atau malu dikembalikan ke
daerah asalnya, sementara pemerintah kota tidak mengakui dan tidak mentolerir
warga kota yang tidak mempunyai kartu identitas. Sebagai akibatnya perkawinan
dilakukan tanpa menggunakan aturan dari pemerintah, yang sering disebut dengan
istilah kumpul kebo (living together out of wedlock). Praktek ini mengakibatkan
anak-anak keturunan mereka menjadi generasi yang tidak jelas, karena tidak
mempunyai akte kelahiran. Sebagai generasi yang frustasi karena putus hubungan
2. Karakteristik Pengemis
24
Muhammad Suud, 3 Orientasi Kesejahteraan Sosial, (Surabaya: Presatsi Pustaka, 2008),
h. 8
26
menunjuk pada kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam
kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh adanya
penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor
internal datang dari dalam diri si miskin itu sendiri, seperti rendahnya pendidikan atau
Alasan dasar yang menjadi penyebab adanya pengemis yaitu faktor ekonomi.
yang kekurangan dalam hal ekonomi akan mencari berbagai cara untuk memperbaiki
hidupnya, dana salah satu cara yang digunakan yaitu mengemis. Kondisi ekonomi
yang rendah inilah yang sering orang sebut kemiskinan, sebagian masyarakat yang
tidak dapat menerima kondisi kemiskinan ini merasa menderita dan membenci
kemiskinan.
kemiskinan adalah kesadaran bahwa mereka telah gagal untuk memperoleh lebih dari
apa yang telah dimilikinya dan perasaan atas ketidakadilan. Pada masyarakat modern
yang rumit, kemiskinan menjadi suatu masalah sosial karena sikap yang membenci
kemiskinan tadi. Seseorang bukan merasa miskin karena kurang makan, pakaian atau
27
perumahan, tetapi karena harta miliknya dianggap tidak cukup untuk memenuhi taraf
sosial pada hakikatnya juga merupakan fungsi-fungsi struktural dari totalitas sistem
sosial, yaitu berupa produk atau konsekuensi yang tidak diharapkan dari satu sitem
sosio-kultural.
masyarakat, sikap hingga cara pandang mereka dalam menghadapi masalah yang ada,
karena kondisi seseorang yang tidak dapat mencari cara lain selain meminta tetapi
juga karena sikap mental yang ada dalam diri mereka adalah memintaminta, mereka
malas atau kurang dalam berusaha dengan cara lain selain meminta-minta, sehingga
sifat ini menjadi membudaya. Perilaku meminta-minta yang semakin lama menjadi
sebuah budaya yang dilakukan oleh mereka yang merasa miskin adalah suatu bentuk
kebudayaan kemiskinan.
suatu adaptasi atau penyesuaian dan sekaligus juga merupakan reaksi kaum miskin
suatu upaya mengatasi rasa putus asa dan tanpa harapan, yang merupakan
perwujudan dari kesadaran bahwa mustahil dapat meraih sukses di dalam kehidupan
terbiasa dengan mengemis. Sikap mengemis itu sendiri karena individu tersebut
Sistem kepribadian mengenai isi jiwa dan watak individu yang berinteraksi sebagai
beda satu sama lain, namun juga distimulasi dan dipengaruhi oleh nilai dan norma
dalam sistem budaya, serta oleh pola-pola bertindak dalam sistem sosial yang telah
sejak masa kecilnya. Dengan demikian, sistem kepribadian manusia berfungsi sebagai
Selain itu salah satu faktor penghambat yang datang dari dalam diri seseorang
atau karena adanya hambatan budaya. Kemiskinan ini dapat muncul sebagai akibat
nilai-nilai dan kebudayaan yang dianut oleh sekelompok orang itu sendiri. Menurut
hari. Karena mereka memang tidak memiki gaji tetap, santunan-santunan rutin
miskin.
yang tertimpa bangkrut, para pedagang yang rugi atau para petani yang gagal
Dari beberapa faktor di atas dapat disimpulkan bahwa adanya pengemis selain
disebabkan karena faktor ekonomi juga karena pola fikir mereka yang tidak mau
bekerja keras, ketidakberdayaan melakukan pekerjaan lain dan kebiasaan yang sudah
4. Komunitas Pengemis
dan di sisi lain memiliki pola hidup yang berbeda dengan masyarakat secara umum.
marginal, pengemis tidak jauh dari berbagai stigma yang melekat pada masarakat
ketertiban umum seperti kotor, sumber kriminal, tanpa norma, tidak dapat dipercaya,
tidak teratur, penipu, pencuri kecil-kecilan, malas, apatis, bahkan disebut sebagai
sampah masyarakat.25
kota. Hal ini berarti bahwa pengemis, tidak hanya menghadapi kesulitan hidup dalam
konteks ekonomi, tetapi juga dalam konteks hubungan sosial budaya dengan
memiliki potensi dan kemampuan untuk tetap mempertahankan hidup dan memenuhi
25
Edi Suharto, Membangun Masyarakat, Memberdayakan Rakyat, (Bandung :PT. Refika
Aditama, 2009), h. 12