Anda di halaman 1dari 22

39

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A.Gambaran Umum Kota Ambon

1. Kondisi Geografis.

a. Luas, Letak dan Batas Wilayah

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979, luas Kota Ambon

adalah 377 Km2 atau 2/5 dari luas wilayah pulau Ambon.Berdasarkan hasil survey

Tata Guna Tanah Tahun 1980 luas daratan kota Ambon tercatat 359,45 Km2 dan

lautan seluas 17,55 Km2 dengan panjang garis pantai 98 Km. Sesuai Peraturan

Daerah (Perda) Kota Ambon Nomor 2 Tahun 2006 wilayah administratif Kota

Ambon dimekarkan menjadi 5 kecamatan dari sebelumnya 3 kecamatan, yang

membawahi 20 kelurahan dan 30 desa/negeri.

Secara Astronomis, wilayah administrasi Kota Ambon berada antara3º - 4°

Lintang Selatan dan 128° – 129° Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah sebagai

berikut :

Sebelah Utara : Petuanan Desa Hitu, Hila dan Kaitetu dari Kecamatan

Leihutu Kabupaten Maluku Tengah.

Sebelah Selatan : Laut Banda


40

Sebelah Timur : Petuanan Desa Suli dari Kecamatan Salahutu Kabupaten

Maluku Tengah.

Sebelah Barat : Maluku Tengah.

Kondisi topografi wilayah Kota Ambon, sebagian besar terdiri dari daerah

perbukitan yang berlereng terjal dan daerah dataran dengan kemiringan sekitar 10%

seluas ± 55 Km2 atau 15,30% dari luas daratannya.

2. Iklim

Iklim di Kota Ambon adalah iklim tropis dan iklim musim, karena letak Pulau

Ambon dikelilingi oleh laut. Sehubungan dengan itu iklim Kota Ambon sangat

dipengaruhi oleh lautan dan berlangsung bersamaan dengan iklim musim, yaitu

musim Barat atau Utara dan musim Timur atau Tenggara. Pergantian musim selalu

diselingi oleh musim Pancaroba yang merupakan transisi dari kedua musim tersebut.

Musim Barat umumnya berlangsung dari bulan Desember sampai dengan bulan

Maret, dimana bulan April merupakan masa transisi ke musim Timur. Sedangkan

musim Timur berlangsung dari bulan Oktober, dimana bulan Nopember merupakan

masa transisi ke musim Barat.

B. Latar Belakang Hadirnya Pengemis Jalanan di Kawasan Jalan Mardika

Ambon.
41

Faktor munculnya pengemis erat kaitannya dengan kemiskinan yang terjadi di

masyarakat. Kemiskinan secara sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan

dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan

peningkatan produktivitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai

kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah

atau merintangi seseorang dalam memanfaatkan kesempatankesempatan yang ada di

masyarakat. Faktor-faktor penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal

dan eksternal. Faktor internal datang dari dalam diri si pengemis itu sendiri, seperti

rendahnya pendidikan atau adanya hambatan budaya.

1. Faktor ekonomi Keluarga yang Rendah (kemiskinan)

Alasan dasar yang menjadi penyebab adanya pengemis yaitu faktor ekonomi.

Faktor ekonomi memengaruhi hampir seluruh bagian kehidupan masyarakat. Mereka

yang kekurangan dalam hal ekonomi akan mencari berbagai cara untuk memperbaiki

hidupnya, dana salah satu cara yang digunakan yaitu mengemis. Kondisi ekonomi

yang rendah inilah yang sering orang sebut kemiskinan, sebagian masyarakat yang

tidak dapat menerima kondisi kemiskinan ini merasa menderita dan membenci

kemiskinan.

Pengemis adalah suatu masalah sosial yang sudah lama ada dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara, salah satu penyebab timbulnya kesenjangan tersebut

adalah kemiskinan. Permasalahan sosial pengemis merupakan akumulasi dan


42

interaksi dari berbagai permasalahan seperti halnya kemiskinan, rendah pendidikan,

minimnya ketrampilan kerja, lingkungan, sosial budaya dan lainnya. Masalah ini

merupakan masalah sosial dan bersifat sebagai penyakit dalam masyarakat. Beberapa

permasalahan adalah faktor yang ada di internal individu dan keluarga, dan eksternal

masyarakat (tempat aktivitas pengemis). Faktor-faktor penyebab ini dapat terjadi

secara parsial ataupun bersama-sama.

Sebagian besar pengemis jalanan berasal dari golongan kurang mampu,

mereka mencari nafkah di jalan agar dapat memenuhi kebutuhannya, mulai dari

kebutuhan akan makanan sampai pakaian yang mereka pakai sehari-hari. Banyak hal

yang melatar belakangi seorang pengemis menjadi pengemis jalanan. Salah satunya

faktor ekonomi yakni kemiskinan.

Menurut BPS Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi

kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak. Selanjutnya dilukiskan sebagai

kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok, seperti:

sandang, pangan, papan sebagai tempat berteduh.

Seseorang dikatakan miskin di tetapkan dengan menggunakan tolok ukur

sebagai berikut:

a. Tingkat pendapatan

Masyarakat yang bekerja itu memiliki pendapatan Rp. 300.000; / bulan

atau lebih rendah.


43

b. Kebutuhan relatif

Tolok ukur ini adalah kebutuhan yang biasanya berkenaan sewa rumah,

biaya untuk kesehatan, biaya menyekolahkan anak, biaya untuk sandang pangan.

Berdasarkan klasifikasi di atas, dapat disimpulkan bahwa umumnya pengemis

jalanan di Pasar Mardika Kota Ambon termasuk dalam golongan keluarga miskin.

Hal ini disebabkan oleh rata-rata penghasilan mereka yang rendah dan serba

kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Selain itu tempat tinggal atau

rumah tinggal mereka bukan milik pribadi. Ada beberapa pengemis jalanan yang

mengontrak rumah akibat tidak memiliki dana yang cukup untuk membeli atau

membangun rumah sendiri. Fasilitas rumah kontrakan dari pengemis-pengemis

jalanan di Jalan Pasar Mardika Kota Ambon juga tidak lengkap.

Pernyataan di atas sesuai dengan ciri-ciri kemiskinan yang di ungkapkan oleh

Amin Rais yaitu: Kemiskinan Absolut adalah absolut adalah suatu kondisi dimana

tingkat pendapatan seseorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya

seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan.

Kehidupan ekonomi keluarga bagi mereka yang mencari nafkah di kawasan

Jalan Mardika Ambon dapat dikategorikan dalam kehidupan ekonomi kebawah.

Penghasilan mereka tidak menentu yang rata-rata hanya Rp.200.000 sampai

Rp.300.000 perbulan tidak dapat untuk memenuhi kebutuhan keluarga, ditambah


44

dengan jumlah tanggungan keluarga yang relatif banyak. Seperti yang ditegaskan

oleh Bapak Kamil yang mengatakan bahwa:

“Pekerjaan saya itu hanya penarik becak jadi penghasilanya ya tidak tentu
kadang sehari Rp.30.000 kalau ada rejeki yah kadang sampai Rp.50.000 per
hari, itu pun kalau banyak penumpang yang naik becak apalagi sekarang kan
banyak angkot jadi sudah jarang penumpang yang naik becak. Uang segitu
zaman sekarang ya tidak cukup sama sekali untuk keperluan seluruhnya yah
bisa buat makan sehari-hari”. Jadi kira-kira penghasilan saya selama sebulan
sekitar Rp.200.000 sampai Rp.300.000
Bapak Kamil ialah salah seorang penarik becak yang telah menceritakan

penghasilannya untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Sebagai warga yang mencari

nafkah di kota Ambon lebih tepatnya di Pasar Mardika dan memilih untuk menjadi

penarik becak karena bagi bapak Kamil tidak memiliki pekerjaan lain selain sebagai

penarik becak. Dengan demikian sebagai warga biasa yang berpenghasilan rendah

akan menimbulkan pengaruh kesenjangan ekonomi bagi keluarga itu sendiri sehingga

orang lain yang tidak memiliki pekerjaan sama sekali seperti pengemis, mereka lebih

memilih untuk menjadi pengemis jalanan demi menghidupi dirinya sendiri maupun

keluarganya yang disebabkan karena masalah atau faktor ekonomi.

Aktivitas mengemis masih menjadi masalah dari tahun ke tahunnya.

Keberadaan pengemis sering dikaitkan dengan masalah sosial karena selain

mengganggu kenyamanan masyarakat di tempat umum juga mengganggu ketertiban

sosial. Adanya Peraturan Daerah di Kota Ambon mengenai larangan mengemis,

merupakan salah satu upaya dalam penanggulangan masalah ini. Akan tetapi,

keberadaan serta aktivitas mengemis di Kota Ambon masih ada dan dilakukan salah
45

satunya di Pasar Mardika Ambon. Lokasi tersebut, merupakan tempat umum yang

biasa dikunjungi warga masyarakat, juga para pengemis yang berdatangan dari

berbagai lokasi yang biasa melakukan aktivitas di tempat lain. Penelitian ini

dilakukan dengan tujuan, untuk mengetahui keberadaan serta faktor penyebab

menjadi pengemis jalanan di Pasar Mardika Ambon. Kesejahteraan merupakan suatu

kondisi atau tata kehidupan yang terpenuhi baik secara material, spiritual dan sosial.

Tidak meratanya kesejahteraan sehingga menimbulkan masalah sosial seperti

pengemis, yang sering dikaitkan dengan kondisi kemiskinan. Hal tersebut terjadi

karena adanya hambatan individu dalam melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya.

2. Faktor budaya : kebiasaan, keinginan untuk berusaha.


Faktor budaya kebiasaan dan keinginan untuk berusaha dimaksudkan oleh

penulis bahwa kegiatan bekerja dijalanan yang mereka lakukan ini apakah ada unsur

kebiasaan, paksaan ataukah keinginan atau kesadran individu masing-masing untuk

membantu perekonomian keluarga minimal untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari

dan keinginan mereka. Walaupun dengan kondisi perekonomian yang sangat

memperihatinkan dan sebenarnya sulit sekali dijalani oleh para pengemis jalanan ini

tetapi mereka memiliki keinginan yang keras untuk tetap melakukan usaha-usaha

demi memenuhi kebutuhan mereka. Mereka rela duduk dipiggir jalan dengan

beralaskan koran ataupun karton untuk bekerja mencari uang. Sebagaimana hal ini

yang disampaikan oleh Bpk Labukara bahwa:


46

Setiap hari saya menggunakan tongkat sebagai alat gerak, saya harus keluar
dari tempat yang saya tinggal. Pagi-pagi sebelum orang-orang mulai
beraktivitas saya sudah mulai bergegas menuju tempat mengemis dan duduk
beralaskan Koran ataupun karton hingga orang-orang mulai beraktivitas saya
pun berharap semoga ada belas kasih dari orang-orang yang lalulalang
disekitarnya. Saya mulai mengemis dari jam 06.00 sampai jam 12.00. Hasil
mengemis yang saya dapat pun tidak menentu untuk keperluan sehari-hari
kadang saya dapat perhari Rp.50.000 itu pun kalau banyak yang kasih jadi
saya hanya berharap dan pasrah dengan apa yang Allah berikan saya tetap
mensyukurinya.1
Keberadaan pengemis jalanan di Pasar Mardika Ambon, mayoritas berasal

dari luar daerah dan sudah berusia lanjut. Untuk lokasi dan jam kerja dalam

melakukan aktivitasnya, pengemis dapat mengaturnya sesuai keinginan.

Penghasilannya yang didapatkan walaupun tidak menjanjikan dan menentu namun

dari aktivitasnya pengemis mendapatkan penghasilan setiap harinya. Sedangkan

dalam hal penampilan mayoritas pengemis mengkonstruksi penampilannya dengan

mengenakan pakaian yang sudah lusuh ada juga yang mengenakan pakaian yang

biasa-biasa saja. Mayoritas pengemis mengetahui akan adanya larangan dalam

melakukan aktivitasnya dengan adanya dan pengalaman terjaring razia.

Keberlangsungan aktivitas mengemis ini dikarenakan dilatarbelakangi oleh berbagai

faktor seperti biologis, psikologis, sosialisasi, ekonomi, sosial, Aturan/hukum, serta

lokasi yang dijadikan tempat untuk aktivitasnya.

Karakteristik pengemis yang terdapat di Pasar Mardika salah satunya adalah

orang yang menjadi pengemis sebagai pekerjaan, dan masih memiliki kondisi

kesehatan yang prima. Pengemis yang berada di Pasar Mardika dan depan Amplaz

1
Wawancara dengan bpk. Labukara (Pengemis jalanan), pada tanggal 25 Februari 2019.
47

(Ambon Plazza) dengan pakaian yang kumal, membawa tongkat dan mengadahkan

tangan kepada siapa saja yang mereka jumpai dengan raut muka yang minta

dikasihani, pekerjaan sebagai pengemis adalah pekerjaan utama bagi mereka.

C. Perilaku Religiusitas Pengemis Jalanan

1. Pandangan Pengemis Jalanan tentang Tuhan dan wujud ibadahnya.

Berbicara tentang Tuhan, tidak bisa lepas dari pembahasan arti sakral oleh

Nottingham dalam bukunya tentang Sosiologi Agama. Didalamnya menyebutkan

bahwasanya sesuatu yang sakral juga mempunyai aspek yang tidak kelihatan atau

Ghaib. Dan di dalamnya menyebutkan salah satu yang sakral dan disembah adalah

Tuhan. Tuhan itu sakral dan tidak bisa dilihat panca indera manusia.

Berbicara mengenai Tuhan tentu ada hubungannya ajaran-ajaranNya. Agama

adalah bentuk dari ajaran-ajaran Tuhan yang didalamnya terdapat aturan-aturan bagi

manusia untuk mengerjakan perintah Tuhan dan meninggalkan semua larangan.

Perintah-perintah Tuhan misalnya saja Sholat, Puasa dan lain sebagainya yang ada

dalam ajaran agama Islam.

Namun tidak semua umat Islam menjalankan ajaran-ajaran Tuhannya. Sholat,

Puasa dan sebagainya adalah bentuk peribadatan kepada Tuhan sebagai wujud

memujaNya dan mempercaiNya. Berikut adalah gambaran tentang wujud ibadah

yang dilakukan oleh Pengemis jalanan. Terdapat banyak pernyataan yang dilontarkan

oleh pengemis jalanan tentang perwujudan ibadah mereka. Seperti yang diutarakan
48

Ibu Ani, ketika peneliti menanyai tentang Ibadahnya Ibu Ani, Beliau mengatakan

bahwa dia terkadang menjalankan sholat dan kadang juga tidak disebabkan karena

ada anaknya yang masih Balita kalau misalnya pergi sholat tidak ada yang bisa

menjaga anak-anaknya karena ibu Ani memiliki 3 orang anak dan tidak mempunyai

tempat tinggal, tetapi kalau dalam menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadhan

Beliau tidak pernah putus dalam menjalankannya. Sebagaimana yang Beliau katakana

bahwa:

“kalau dulu sewaktu suami saya masih ada dan keluarga saya masih utuh, saya
selalu menjalankan ibadah sholat. Sebab dulu saya mempunyai tempat tinggal
yang menetap namun sekarang sudah tidak lagi ibadah itu saya jalankan tetapi
hanya sesekali saja. Karena anak-anak saya masih terlalu kecil tidak ada yang
menjaga mereka dan alas an lain juga saya sering duduk dipinggir jalan raya
bersama ke tiga anak saya untuk meminta-minta. Saya berfikir jika saya terus-
terusan meninggalkan tempat mengemis untuk mencari tempat ibadah maka
penghasilan dari mengemis mungkin akan susah untuk didapat jadi saya
putuskan untuk tetap hadir ditempat biasa saya mengemis agar orang-orang
yang lewat bisa mengasihani saya dan anak-anak.2
Bpk Darwis adalah salah satu informan yang menyatakan bahwa Beliau

jarang melaksanakan Sholat sebab kondisi beliau yang tidak sempurna sebab

mengalami penyakit struk sehingga dibagian kaki kanannya mengalami cacat dan hal

itu membuat beliau susah berjalan kesana kemari seperti pergi ke tempat ibadah tetapi

kalau sholat jum’at beliau selalu usahakan untuk pergi sholat jum’at dan puasa pun

beliau tidak pernah putus. Sebagaimana pernyataan yang beliau jelaskan bahwa:

“sekarang ini dengan kondisi saya yang cacat sangatlah sulit untuk pergi ke
tempat ibadah untuk sholat kalau sholat jum’at saya selalu berusaha untuk
menjalankannya. Sebab saya mengalami penyakit struk akibat darah tinggi
2
Wawancara dengan Ibu Ani (Pengemis Jalanan), pada tanggal 11 November 2018.
49

jadi membuat kaki saya dibagian kanan sudah tidak berfungsi lagi seakan-
akan terasa mati susah untuk digerakkan jadi sedikit sulit. Saya itu sering
ketika hari jum’at saya tidak mengemis saya selalu terlebih dulu pergi ke
masjid untuk melaksanakan sholat jum’at, itu pun saya usahakan untuk jalan
meskipun sedkit terasa sulit. Saya jarang sholat 5 waktu kadang magrib isya
atau subuh saja yang saya sering kerjakan tapi kalau dzuhur dan ashar jarang
sebab siang kan banyak orang-orang yang berkunjung ke pasar jadi saya tidak
kemana-mana hanya dipinggir jalan saya biasa mengemis. Kalau hal itu tidak
saya buat seperti itu saya tidak akan dapat sedikitpun hasil mengemis lalu
bagaimana saya makan. Kalau bulan puasa saya puasa supaya saya mengemis
hanya untuk membeli makanan untuk berbuka puasa saja.3
Dari hasil pengamatan peneliti selama melakukan penelitian, mereka

pengemis jalanan dalam menjalankan ibadah ada yang taat da nada juga yang kurang

taat beribadah. Hal ini disebabkan karena kondisi atau fisik yang cacat sehingga

membuat mereka merasa kesulitan untuk pergi ke tempat ibadah. Selain itu juga dapat

dilihat ketika waktunya menjalankan sholat hanya diwaktu malam seperti sholat

magrib dan isya dikarenakan disiang harinya mereka lebih banyak dijalanan untuk

meminta-minta pada setiap orang yang lewat.

Membahas tentang ibadah-ibadah yang diperintahkan oleh Allah tentu tidak

bisa lepas dari yang namanya Dosa. Dimana dalam Islam sendiri jika tidak

menjalankan perintah Allah maka akan mendapatkan dosa. Dari pertanyaan peneliti

tentang apakah mereka tidak takut akan mendapatkan dosa, mereka semua

menyatakan takut akan mendapatkan dosa namun ketakutan mereka akan

mendapatkan dosa ini tidak lantas membuat mereka untuk melakukan perintah Tuhan

dan mereka sendiri tidak tahu apa alasannya.

3
Wawancara dengan Bpk Darwis (Pengemis Jalanan), pada tanggal 11 November 2018.
50

Di dalam kegiatannya untuk mengemis mereka para pengemis jalanan juga

memiliki nilai religiusitas. Dalam agama Islam, setiap di antara manusia yang

mendapatkan rizki baik itu sedikit ataupun banyak maka diwajibkan untuk selalu

bersyukur. Dan inilah hal yang sudah dilakukan oleh pengemis jalanan. Dimana

setiap mereka mendapatkan rizki pasti tidak luput mengucapkan syukur kepada Allah

swt.

D. DINAS SOSIAL DALAM PEMBINAAN PENGEMIS

Informan yang beraktivitas pada petang hingga dinihari bekerja sebagai

tukang minta–minta/pengemis, pengamen di tempat– tempat keramaian masyarakat

kota pada malam hari. Mereka sudah terbiasa dengan kondisi yang seperti ini, tidak

ada sedikit pun dari mereka yang takut akan bahaya yang mengintai mereka. Yang

ada didalam pikiran mereka adalah bagaimana mereka semua bisa mendapatkan uang

yang banyak untuk mereka dan keluarga mereka. Mereka kadang tidak pulang

ketempat tinggal sampai menunggu penghasilan yang didapat bisa mencukupi makan

sehari-hari.

1. Tujuan Dan Fungsi Dinas Sosial

Sebagai sebuah lembaga sosial, Dinas Sosial bertujuan membangun

kesejahteraan sosial, yaitu terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang

memungkinkan bagi setiap masyarakat untuk mengadakan usaha dan memenuhi

kebutuhan hidup, baik perorangan, keluarga serta komunitas masyarakat dengan


51

menjunjung tinggi hak azasi manusia serta nilai sosial yang tercermin dalam

kehidupan realistis masyarakat.

Dinas Sosial merupakan unsur pelaksana tugas walikota, mempunyai tugas

pokok melaksanakan urusan pemerintah kota dibidang sosial berdasarkan asas

otonomi dan tugas pembantuan. Tugas Dinas Sosial yaitu Membantu Walikota

Melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang sosial. Untuk

menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Dinas Sosial

menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan kebijakan dan pelaksanaan teknis di bidang Sosial;

b. Menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelaksanaan pelayanan

umum di bidang Sosial berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan;

c. Pembinaan dan pelaksanaan teknis di bidang Sosial;

d. Pembinaan Unit Pelaksana Teknis Dinas;

e. Pelaksanaan Urusan Kesekretariatan Dinas; dan

f. Pelaksanaan tugas lain sesuai kebijakan yang ditetapkan Walikota di bidang

Sosial.

2. Susunan Organisasi Dinas Sosial Kota, terdiri dari :

a. Kepala Dinas
52

b. Sekretariat ,membawahi : (1). Sub Bagian Umum dan Kepegawaian. (2).

Sub Bagian Perencanaan. (3). Sub Bagian Keuangan.

c. Bidang Organisasi dan Bantuan Sosial, membawahi : (1). Seksi Pembinaan

Organisasi Sosial. (2). Seksi Bantuan dan Jaminan Sosial.

d. Bidang Bina Swadaya Sosial, membawahi : (1) Seksi Penyuluhan dan

Bimbingan Sosial. (2). Seksi Pelayanan Keluarga dan Lanjut Usia.

e. Bidang Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial, membawahi : (1). Seksi

Rehabilitasi Penyandang Cacat. (2). Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial. (3).

Seksi Pelayanan Kesejahteraan Anak.

f. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).

g. Kelompok Jabatan Fungsional.

3. Usaha Pembinaan Pengemis

a. Usaha pencegahan

Usaha pencegahan dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat untuk

mencegah berkembang dan meluasnya jumlah penyebaran dan kompleksitas

permasalah penyebab adanya anak dijalanan, gelandangan dan pengmeis. Usaha

sebagaimana dimaksud dilakukan antara lain dengan:

1. Pendataan;
53

Pendataan dilakukan untuk memperoleh data yang benar tentang klasifikasi

antara anak jalan, gelandangan dan pengemis yang pelaksanaannya dilakukan

oleh Dinas Sosial dan atau bekerjasama dengan instansi terkait serta lembaga

swadaya masyarakat (LSM) dengan cara menyiapkan instrument pendataan yang

memuat tentang nama, alamat, daftar keluarga, kondisi tempat tinggal, latar

belakan kehidupan sosial ekonomi, asal daerah, pekerjaan, status kluarga dan

masalah pokok yang dihadapi.

2. Pemantauan, pengendalian dan pengawasan;

Pemantauan, pengendalian dain pengawasan terhadap sumber-sumber atau

penyebab munculnya anak jalanan, gelandangan dan pengemis dilakukan oleh

dinas sosial dan ata bekerja sama dengan instansi terkait serta unsure masyarakat

dengan cara: (1) Melakukan patroli ditempat umum yang dilakukan oleh Dinas

Sosial Kota Ambon; (2) Memberikan informasi tentang keberadaan anak jalanan,

gelandangan dan pengemis yang melakukan aktifitas ditempat umum secara

perseorangan, keluarga maupun secara berkelompok.

3. Sosialisasi;

Sosialisasi yang dilakukan oleh instansi terkait ditujukan kepada

perseorangan, keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat dan organisasi sosial,

yang meliputi: (1) Sosialisasi secara langsung, melalui kegiatan interaktif dan
54

ceramah; (2) Sosialisasi secara tidak langsung, melalui media cetak maupun

media elektronik.

4. Penyuluhan

Penyuluhan bertujuan untuk mengajak dan mempengaruhi seseorang atau

kelompok untuk ikut melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengendalian

terhadap anak jalanan, gelandangan dan pengemis yang dapat dilakukan melalui

kegiatan yang mengikut sertakan kelompok-kelompok masyarakat tertentu baik

dalam bentuk pertunjukan, pertandingan, lomba, orasi maupun pemasangan

rambu-rambu tentang memberi uang di jalan. Pelaksanaan usaha sebagaimana

dimaksud dilakukan oleh Dinas Sosial dan atau bekerja sama dengan instansi

terkait serta unsur masyarakat (perseorangan, keluarga), organisasi sosial dan

organisasi kemasyarakatan.

b. Usaha penanggulangan

Usaha penanggulangan merupakan usaha untuk meminimalisir atau untuk

membebaskan tempat-tempat umun dari anak jalanan, gelandangan dan pengemis

yang ditujukan kepada seseorang maupun kelompok. Usaha penanggulangan

sebagaimana dimaksud meliputi:

(a). Razia, yang dilakukan oleh petugas polisi pamong praja dan dibentuk oleh

tim gabungan yang dibentuk oleh Walikota. Mengenai kegiatan razia dari

pihak Dinas Sosial tidak memiliki kewenangan untuk melakukan itu, yang
55

berwenang untuk melakukannya adalah pihak Satuan Polisi Pamong Praja,

kadang-kadang mereka mengirim pengemis yang mereka jaring dari razia 3

sampai 7 orang, itu pun tidak pasti jadwalnya atau memang mereka tidak

memiliki jadwal pasti dalam kegiatan razia, tidak jarang dalam satu bulan

pihak Satuan Polisi Pamong Praja tidak mengirimkan kepada Dinas Sosial.

(b). Perlindungan yang dilakukan oleh Dinas Sosial bekerja sama dengan

unsur satuan Polisi Pamong Parja dan unsure POLRI dan atau unsure

masyarakat terkait, unsur mahasiswa dan Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM) untuk menghalang anak jalanan, gelandangan dan pengemis untuk

tidak turun kejalana dengan cara membuat posko yang berbasis dijalanan

yang dilakukan dengan kegiatan kampanye dan kegiatan kampanye dan

kegiatan sosialisasi tanpa dilakukannya penangkapan akan tetapi

dilakukan tindakan pengungkapan masalah berdasarkan situasi dan

kondisi pada saat dibentuknya posko tersebut.untuk kegiatan ini Dinas

Sosial juga tidak memiliki jadwal pasti kapan akan melakukan patroli

langsung, dan patroli ini tidak untuk menangkap atau menjaring karena

Dinas Sosial tidak memiliki kewenangan untuk menangkap, saat petugas

Dinas Sosial menjumpai pengemis maka diberi nasihat agar mereka

(pengemis) tidak lagi melanjutkan kegiatannya (kegiatan mengemis).

c). Pengendalian sewaktu-waktu, dilakukan secara koordinatif oleh instansi

terkait dan tim terpadu yang terdiri tari Dinas Sosial, unsure Satpol PP
56

dandapat juga dengan unsur POLRI, dalam rangka memberikan

perlindungan terhadap anak jalanan, gelandangan dan pengemis serta

kelompok atau perseorangan yang mengatas namakan lembaga sosial

dengan memperhatikan hak-hak asasi manusia, perlindungan anak dan

tujuan pembinaan.

(d). Penampungan sementara dilakukan dalam rangka pembinaan yang

dilakukan dengan system panti sosial pemerintah yang meliputi bimbingan

sosial, bimbingan mental spiritual, bimbingan hukum dan permainan

adaptasi sosial(outbond) dengan melindungi dan menjamin hak asasi

manusia, perlindungan anak dan tujuan pembinaan sesuai

perundangundangan yang berlaku.dalam penampungan ini dilakukan

pembinaan sementara karena keterbatasan Dinas Sosialyang tidak

memiliki tempat penampungan untuk jarak panjang, untuk menampung

pengemis yang di berikan dari Satpol PP hanya bisa di tampung satu

sampai dua hari saja.

(e). Pendekata awal, pendekatan awal melalui identifikasi terhadap anak

jalanan, gelandangan dan pengemis dilakukan untuk menyeleksi

berdasarkan indikator yang meliputi identitas diri, latar belakang

pendidikan, status sosial dan permasalahan lingkungan sosial anak yaang

bersangkutan sehingga dapat digunakan sebagai landasan untuk

menentukan tahapan proses selanjutnya.


57

(f). Pengungkapan dan pemahaman masalah(assessment) dilakukan dengan

dengan studi kasus berdasarkan data yang diperoleh dan temu bahas (case

conference) untuk memahami dan mendalami masalah yang dihadapi serta

untuk pemenuhan kebutuhan anak jalanan, gelandangan dan pengemis

sehingga dapat dijadikan file permanen bagi setiap anak anak jalanan

gelandangan dan pengemis agar dapat digunakan dalam pemantauan dan

pembinaan selanjutnya.

(g). Pendampingan sosial dilakukan melalui bimbingan individual terhadap

anak jalanan, gelandangan dan pengemis serta keluarganya secara rutin

dan berkesinambungan yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh pekerja

sosial pemerintah maupun pekerja sosial swasta dan atau lembaga sosial

masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap penerima layanan.

(h). Rujukan berdasarkan seleksi meliputi pelayanan kesehatan secara gratis,

memfasilitasi untuk mengikuti pendidikan formal dan non formal,

pengembalian bersarat, pembinaan rehabilitasi sosial melalui system

dalam panti, rumahsakit jiwa bagi penyandang psikotik, pendampingan

hukum, perlindungan husus serta diproses secara hukum sesuai

perundang-undangan yang berlaku.


58

c. Usaha rehabilitasi sosial

Usaha rehabilitasi sosial merupakan proses refungsionalisasi dalam tata

kehidupan masyarakat dan peningkatan taraf kesejahteraan sosial terhadap anak

jalanan, gelandangan dan pengemis yang dilakukan melalui system panti dan luar

panti. Sasaran usaha rehabilitasi sosial adalah sebagai berikut:

1. Anak jalanan usia produktif, dengan jenis kegiatan seleksi, bimbingan mental

spiritual, bimbingan fisik, bimbingan sosial, bimbingan dan pelatihan

keterampilan, bantuan stimulan peralatan kerja, penempatan atau penyaluran.

2. Usaha rehabilitasi sosial bagi pengemis usia produktif, dilakukan untuk

memperoleh penghidupan dan kehidupan yang layak dan bermartabat dengan

cara bimbingan mental spiritual untuk menumbuhkan kesadaran, sikap bagi

pengemis usia produktif agar mereka tidak lagi melakukan kegiatan mengemis

ditempat umum, bimbingan sosial untuk memberikan motifasi dan menumbuh

kembangkan kesadaran motifasi dan kemandirian untuk membantu

memecahkan masalahnya sendiri, pelatihan keterampilan dan kewirausahaan

untuk member pengetahuan dan keterampilan yang sesuai kondisi lingkungan

sosial pengemis berdomisili, bantuan setimulan peralatan kerja atau modal

usaha yang disesuaikan jenis usaha ekonomis produktif dan keterampilan

yang di miliki untuk menumbuhkembamngkan kemandirian usaha sehingga

dapat hidup layak dan bermatabat, pengembalian dan pemulangan kedaerah

asal.
59

3. Usaha rehabilitasi sosial bagi pengemis yang mengatasnamakan lembaga

sosial atau panti asuhan dimaksudkan untuk melakkan pembinaan dan

pengendalian kelembagaan yang dilaksanakan berdasarkan standarisasi

system pelayanan panti asuhan, sebagai upaya: (1) penyadaran hukum

dilakukan oleh tim gabungan bersama pengurus lembaga sosial atau panti

sosial untuk memberikann kesadaran hukum sehingga dapat memahami,

mengerti dan mengetahui bahwa aktivitas yang mereka laukan merugikan dan

meresahkan masyarakat dan atau merupakan pelanggaran hukum berupa

tindak penipuan; (2) konfirmasi kelembagaan, dilakukan oleh tim gabungan

bersama pengurus lembaga sosial atau panti asuhan yang merasa dirugikan

untuk mengetahui keterlibatan lembaga sosial yang merekomendasikan

aktifitas lembaga sosial yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti

asuhan; (3) pembinaan keluarga, dimaksudkan sebagai upaya penguatan

keluarga agar dapat terlibat secara langsung untuk memmberikan pembinaan

dan pengarahan terhadap keluarganya agar tidak lagi melakukan kegiatan

mengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial dan sebagainya; (4)

pemulangan kedaerah asal. Dimaksudkan sebagai upaya untuk dapat kembali

pada lingkungan keluarga, masyarakat dan daerah asal.

Pembinaan pengemis adalah tugas sebagaimana yang dikembangkan oleh

pemerintah kota Ambon tentang pembinaan dan kesejahteraan masyarakat. Secara

fungsional Dinas Sosial adalah sebuah lembaga pemerintah yangmelaksanakan tugas


60

umum pemerintah daerah di bidang kesejahteraan sosial sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan

terhadap pengemis karena amanah peraturan daerah kota Ambon bahwa anak jalanan,

gelandangan dan pengemis merupakan warga yang memiliki hak dan kewajiban yang

sama serta perhatian yang sama sehingga perlu dilakukan pembinaan secara

komprehensif, terpadu, terarah dan berkesinambungan dengan melibatkan berbagai

unsur baik pemerintah maupun non pemerintah agar mendapat kehidupan dan

penghidupan yang layak.

Anda mungkin juga menyukai