MAKALAH Budidaya Krapu Tikus - Rita Alawiyah - E1A020098
MAKALAH Budidaya Krapu Tikus - Rita Alawiyah - E1A020098
Disusun oleh :
Rita Alawiyah ( E1A020098 )
PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS MATARAM
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt Tuhan YME , karena atas berkat dan rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai “Pengembangan budidaya krapu tikus” ini.
Tujuan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan serta agar pembaca lebih memahami
arti mendalam dari pengembangan budidaya laut. Dan juga makalah ini kami susun guna
melengkapi tugas mata kuliah budidaya laut.
Kami sebagai mahasiswa yang sedang menuntut ilmu, harus banyak menambah refrensi kami
dengan buku-buku atau media yang mendukung kami dalam menuntut ilmu. Oleh karena itu,
kami berterima kasih kepada bapak/ibu dosen kami karena telah membimbing kami, memberi
ilmu yang bermanfaat bagi kami, sehingga kami tidak tahu harus dengan apa membalas jasa
mereka. Tetapi, dengan izin Allah SWT Tuhan YME kami hanya bisa memohon doa agar dosen
kami di berikan kemudahan dalam segala permasalahan yang mereka hadapi dan semoga mereka
diberikan rahmat Allah SWT Tuhan YME, surga di akhirat kelak, Aamiin.
Kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dalam
kesempatan ini pula kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang dan semoga makalah yang
kami susun dapat bermanfaat juga kita semua dapat mengambil hikmah dari makalah ini
sehingga dapat menjadi pelajaran berharga bagi kehidupan kita semua.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA
ii
Abstrak
Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) tersebar di perairan pantai tropis maupun sub tropis
dan termasuk jenis ikan yang hidup di perairan berkarang, sehingga sering dikenal sebagai ikan
karang (coral reef fish). Ikan kerapu bebek atau biasa disebut juga kerapu tikus memiliki bentuk
tubuh yang pipih dan warna dasar kulitnya abu-abu dengan bintik hitam yang tersebar di tubuh.
Spot hitam atau bintik hitam pada bagian permukaan tubuh kerapu tikus, merupakan gambaran
yang unik dan jumlahnya akan bertambah sejalan dengan bertambahnya umur ikan tersebut.
Bagian kepala yang kecil mirip dengan bebek yang menyebabkan ikan ini disebut ikan kerapu
bebek, namun ada juga yang menyebut dengan kerapu tikus. Secara morfologi bagian
punggungnya meninggi dan cembung. Tubuhnya memiliki ketebalan 2,6-3,0 inchi. Sirip dan
sisik berbentuk bulat (sikloid). Ikan ini dapat mencapai panjang hingga 70cm, namun untuk
ukuran konsumsi umumnya 30-50 cm.
Kunci : tropis dan sub tropis, bentuk tubuh
Abstract
The Rat Grouper (Cromileptes altivelis) is spread in tropical and sub-tropical coastal waters and
is a type of fish that lives in rocky waters, so it is often known as reef fish. Duck grouper or
commonly called mouse grouper has a flat body shape and the basic color of the skin is gray with
black spots scattered on the body. Black spots or black spots on the surface of the mouse grouper
body, is a unique picture and will increase with the age of the fish. The small head is similar to
that of a duck, which causes this fish to be called the duck grouper, but there are also those who
call it the mouse grouper. Morphologically, the back is elevated and convex. Its body has a
thickness of 2.6-3.0 inches. The fins and scales are round (cycloid). This fish can reach a length
of up to 70cm, but for consumption sizes are generally 30-50 cm.
Keyword : tropical and sub-tropical, body shape
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan perikanan budidaya di Indonesia belakangan ini telah dilakukan melalui
program-program inovatif yang dicanangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP) diantaranya minapolitan (Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35/
KEPMEN-KP/2013 tentang penetapan kawasan minapolitan di Indonesia), industrialisasi,
dan ekonomi biru (blue economy). Penerapan konsep pembangunan kelautan dan perikanan
yang berbasis blue economy (BE) merupakan langkah strategis dalam pelaksanaan
pembangunan kelautan dan perikanan. Konsepsi BE bertujuan untuk menciptakan suatu
industri yang ramah lingkungan, sehingga bisa tercipta pengelolaan sumberdaya alam yang
lestari dan berkelanjutan (KKP, 2014). Pengembangan konsep BE sangat sesuai dengan
konsepsi blue growth FAO yaitu pendekatan pengelolaan sumberdaya kelautan dan
perikanan yang berkelanjutan, terintegrasi, dan dapat meningkatkan sosial ekonomi
masyarakat.
Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) adalah salah satu jenis ikan Kerapu yang memiliki
prospek pemasaran yang baik untuk pasar ekspor. Akan tetapi, jumlah Kerapu Tikus yang
tertangkap lebih sedikit bila dibandingkan dengan jenis lainnya, sehingga menyebabkan ikan
Kerapu Tikus sulit dijumpai di pasaran. Padahal permintaan pasarnya meningkat, yang mana
menyebabkan usaha budidaya ikan Kerapu Tikus memiliki prospek yang cerah. Akan tetapi,
ketersediaan benih menjadi perhatian utama yang belum dapat terpenuhi. Sehingga
diperlukannya kegiatan budidaya yang dapat menunjang ketersediaan benih ikan Kerapu
Tikus. Untuk menghasilkan benih ikan yang berkualitas diperlukan indukan yang memiliki
kualitas yang baik. Induk dengan kualitas baik dapat melakukan pemijahan yang akan
menghasilkan telur-telur yang nantinya akan terbuahi dan menetas menjadi benih. Namun,
pemijahan hanya dapat dilakukan apabila induk tersebut sudah matang gonad, sehingga
pemijahan tidak bisa dilakukan kapan saja dan menunggu hingga induk sudah matang gonad
dan siap memijah.
Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altevalis) memiliki prospek yang sangat cerah untuk
dibudidayakan karena merupakan salah satu jenis yang memiliki nilai nilai ekonomis tinggi
serta memiliki peluang pasar dalam maupun luar negeri yang sangat baik. Permintaan pasar
1
nasional akan ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altevalis) yang cenderung terus meningkat
memberikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan hasil pengangkapannya.
Pengangkapan ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altevalis) terus-menerus dalam jumlah yang
cukup besar tanpa disertai usaha pengembangan Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan atau
pembudidayaan akan menyebabkan kelebihan tangkap (Over Fishing) dan bahkan kepunahan
spesies (Anonim, 1994), untuk itu perlu dilakukan pengembangan budidaya ikan Kerapu baik
secara kuantitas maupun kualitas.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui kajian teoritis mengenai krapu tikus
2. Untuk mengetahui klasifikasi krapu tikus
3. Untuk mengetahui faktor biologis pada krapu tikus dalam pembudidayaannya
4. Untuk mengetahui cara krapu tikus bereproduksi dalam pembudidayaannya
5. Untuk mengetahui kondisi ekologis atau lingkungan krapu tikus dalam
pembudidayaannya
6. Untuk mengetahui bahan makanan atau pakan yang menjadi makanan krapu tikus dalam
pembudidayaannya
1.4 Manfaat
1. Agar dapat mengetahui proses pembudidayaan ikan krapu tikus
2. Agar dapat membudidayakan ikan krapu dengan benar
3. Agar dapat mengetahui langkah – langkah dalam membudidayakan
2
dengan benar dan baik, seperti factor ekologis, bagaimana pengklarifikasiannya, serta
makanannya.
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
4
dapat mengadakan pembuahan sendiri dan dapat pula tidak. Ikan kerapu merupakan ikan
berukuran besar, yang dapat mencapai 450 kg atau lebih per ekor (Ghufran 2001). Kerapu
Macan dan Kerapu Bebek Dari 46 jenis kerapu atau grouper, yang tergolong dalam tujuh
genus dan hidup tersebar di laut dengan tipe habitat beragam, hanya ada enam jenis yang saat
ini dipandang memiliki nilai ekonomis penting yaitu kerapu bebek, kerapu sunu, kerapu
lumpur, kerapu macan, kerapu batik dan kerapu lodi (Ghufran 2001). Komoditas dalam
penelitian ini termasuk kedalam jenis ikan kerapu yang memiliki nilai ekonomis penting
tersebut yaitu kerapu macan dan kerapu bebek.
Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) adalah salah satu jenis ikan Kerapu yang memiliki
prospek pemasaran yang baik untuk pasar ekspor. Akan tetapi, jumlah Kerapu Tikus yang
tertangkap lebih sedikit bila dibandingkan dengan jenis lainnya, sehingga menyebabkan ikan
Kerapu Tikus sulit dijumpai di pasaran. Padahal permintaan pasarnya meningkat, yang mana
menyebabkan usaha budidaya ikan Kerapu Tikus memiliki prospek yang cerah. Akan tetapi,
ketersediaan benih menjadi perhatian utama yang belum dapat terpenuhi. Sehingga
diperlukannya kegiatan budidaya yang dapat menunjang ketersediaan benih ikan Kerapu
Tikus. Untuk menghasilkan benih ikan yang berkualitas diperlukan indukan yang memiliki
kualitas yang baik. Induk dengan kualitas baik dapat melakukan pemijahan yang akan
menghasilkan telur-telur yang nantinya akan terbuahi dan menetas menjadi benih. Namun,
pemijahan hanya dapat dilakukan apabila induk tersebut sudah matang gonad, sehingga
pemijahan tidak bisa dilakukan kapan saja dan menunggu hingga induk sudah matang gonad
dan siap memijah.
5
Famili : Serranidae
Genus : Cromileptes Spesies : Cromileptes altivelis
Ikan kerapu tikus mempunyai ciri-ciri morfologi sirip punggung dengan 10 duri keras dan
18-19 duri lunak, sirip perut dengan 2 duri keras dan 10 duri lunak, sirip ekor dengan 1 duri
keras dan 70 duri lunak. Panjang total 3,3 - 3,8 kali tingginya, panjang kepala satu perempat
dari panjang total, leher bagian atas cekung dan semakin tua semakin cekung, mata satu per
enam kepala, sirip punggung semakin melebar ke belakang, warna putih kadang kecokelatan
dengan totol hitam pada badan, kepala dan sirip (Evalawati et al., 2001).
Bentuk badan ikan kerapu tikus memanjang gepeng atau agak membulat, luasan antar pusat
(kepala) cenderung cekung. Kepala ikan dewasa terdapat lekukan mata yang cekung sampai
sirip punggung. Ketebalan tubuh sekitar 6,6-7,6 cm dari panjang spesifik. Panjang maksimal
tubuhnya mencapai 70 cm. Ikan ini tidak mempunyai gigi canine (gigi pada geraham ikan).
Lubang hidung besar berbentuk bulan sabit vertikal. Seluruh permukaan tubuh kerapu bebek
berwarna putih (terang) hijau keabuan, berbintik bulat hitam dilengkapi sirip renang
berbentuk melebar serta moncong kepala lancip menyerupai bebek atau tikus. Kerapu tikus
muda, bintik hitamnya lebih besar dengan jumlah sedikit (Akbar & Sudaryanto, 2002).
6
sedangkan untuk ikan kerapu tikus dewasa memangsa ikan – ikan kecil, krustasea dan
cephalopoda. Sebagai ikan karnivora, kerapu cenderung memangsa yang aktiv bergerak di
dalam kolam air. Kerapu mempunyai kebiasaan makan pada siang dan malam hari dan lebih
aktiv pada waktu fajar dan senja hari. Berdasarkan perilaku makannya, ikan kerapu
menempati struktur tropik teratas dalam piramida rantai makanan. Sebagai ikan karnivora
kerapu memiliki sifat buruk yaitu kanibalisme. Kanibalisme merupakan salah satu penyebab
kegagalan pemeliharaan dalam usaha pembenihan.
7
basah, ikan rucah, udang rebon, atau kombinasi semuanya (Rukert, dkk., 2009). Ketika
dewasa, ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) memakan makanan yang lebih besar
seperti ikan Teri, Selar, dan ikan kecil lainnya. 6 Terkadang dalam perut ikan Kerapu muda
ditemukan dari jenis crustacea seperti udang, kepiting, maupun cumi (Syamsul, 2000).
8
BAB III
KAJIAN EMPIRIS
Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altevalis) memiliki prospek yang sangat cerah untuk
dibudidayakan karena merupakan salah satu jenis yang memiliki nilai nilai ekonomis tinggi serta
memiliki peluang pasar dalam maupun luar negeri yang sangat baik. Permintaan pasar nasional
akan ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altevalis) yang cenderung terus meningkat memberikan
peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan hasil pengangkapannya. Pengangkapan ikan Kerapu
Tikus (Cromileptes altevalis) terus-menerus dalam jumlah yang cukup besar tanpa disertai usaha
pengembangan atau pembudidayaan akan menyebabkan kelebihan tangkap (Over Fishing) dan
bahkan kepunahan spesies (Anonim, 1994), untuk itu perlu dilakukan pengembangan budidaya
ikan Kerapu baik secara kuantitas maupun kualitas.
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober 2013. Pengambilan sampel dilakukan pada
lokasi Budidaya Keramba Jaring Apung di Desa Namlea, Kecamatan Namlea, Kabupaten Buru,
Propisi Maluku. Pengamatan dan Analisis Prevalensi Ektoparsit pada sampel Ikan Kerapu
dilkakukan di Laboratorium Balai Perikanan Budidaya Laut Waiheru – Ambon. Sampel Ikan
Kerapu diambil pada wadah budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) , di perairan teluk kayeli
Desa Namlea, sebanyak 10 % total penebaran yaitu ( 20 ekor ), dari dua petakan KJA ukuran 3m
x 3m dengan padat penebaran total 200 Ekor. Sampel diambil secara acak dan dilakukan
pengukuran panjang dan berat dan didapatkan berkisar antara 24 cm – 27 cm, dan berturut turut
beratnya 240 gr – 276 gr. Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian terhadap ikan Kerapu
Tikus (Cromileptes altevalis) maka diperoleh ukuran panjang total ikan Kerapu Tikus berkisar
antara 10,00 – 17,84 cm, sedangkan beratnya berkisar antara 21,98 – 112,27 gr. Hasil
pemeriksaan ektoparasit dari 20 ekor inang ternyata ditemukan 14 ekor yang terinfeksi berjumlah
31 individu. Dilihat dari data kualitas air, ternyata nilai rata-rata kualitas air menunjukkan angka
yang berada pada lokasi yang mendukung pertumbuhan organisme budidaya ikan Kerapu Tikus
(Cromileptes altevalis), yakni suhu dengan nilai rata-rata 29,89oC, salinitas 32,19 ppt, DO 4,89
ppm dan pH 8,09 (tabel 6). Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Brotohadikusumo, (1997) dan Anonim (2002), bahwa salinitas yang ideal untuk pembesaran
ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altevalis) adalah 30 – 33 ppt, suhu 27 – 29oC (Anonim, 2002),
Brotohadikusumo (1977) menyatakan bahwa parameter kualitas air khususnya suhu yang baik
9
untuk pembesaran ikan kerapu tikus berkisar antara 28 – 32oC sedangkan pH dan DO yang
cocok untuk pertumbuhan kerapu tikus adalah 7 – 8 untuk pH dan >5 ppm untuk parameter DO.
10
BAB IV
BIAYA INVESTASI
Tahap awal dalam pembangunan usaha pembenihan kerapu skala rumah tangga, diperlukan
pembangunan tangki untuk pembesaran larva, pakan alami,pengolahan air serta instalasi lainnya.
11
BAB V
BIAYA OPRASIONAL
Biaya operasional dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variable.
Biaya Variable
1. Biaya tenaga kerja tidak
langsung
a. Panen dan Per hari 4X3 50.000 3.600.000
packing (4 orang)
2. Biaya sarana produksi
a. Telur (200 pcs X Ekor 200.000 5 6.000.000
rp5)
b. Pupuk Paket 1 250.000 1.500.000
c. Obat-obatan dan Paket 1 500.000 3.000.000
bahan kimia
d. Makanan buatan Paket 1 6.000.000 36.000.000
dan artemia
e. Makanan hidup Paket 1 1.000.000 6.000.000
JUMLAH TOTAL 56.100.000
12
BAB VI
KEUNTUNGAN BUDIDAYA
Berdasarkan fasilitas produksi yang dimiliki, usaha dapat berproduksi secara optimal nulai tahun
pertama hingga akhir tahun ketiga (sesuai umur proyek).
13
DAFTAR PUSTAKA
Prakosa Dimas G & Wahyu Endra Kusuma, Sus Setyo Pramujo (2013) PEMBENIHAN IKAN
KERAPU TIKUS (Cromileptes altivelis) DI INSTALASI PEMBENIHAN BALAI BUDIDAYA
AIR PAYAU (BBAP) SITUBONDO, JAWA TIMUR.
Insan Muhammad tomi saiful dkk. (2016) Pengembangan Perikanan Budi Daya Kerapu Bebek
(Chromileptes altivelis) di Pulau Gebe, Halmahera Tengah, Maluku Utara.
14