Anda di halaman 1dari 82

MAKALAH

TUJUAN AUDIT INVESTIGATIF

DOSEN PENGAMPU :

HARISWANTO,SE.,M.Si.,Ak.,CA.,CPA

DISUSUN OLEH :

FIRMAN HIDAYAT (185310891)

LASRI NURMAIDA HUTAGAOL (185310968)

VOVI KUMALA OKTAPIANA (185310974)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

T.A 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan karunia-Nya, kami
dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Akuntansi Forensik dan Audit
Investigatif pada tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW
yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Penulisan makalah berjudul “Tujuan Audit Investigatif”dapat diselesaikan karena bantuan


banyak pihak.Kami berharap makalah tentang laporan laba rugi dan komprehensif lainnya kami
berharap agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah tujuan audit investigatif ini masih memerlukan
penyempurnaan, terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran
pembaca demi penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini,
kami memohon maaf.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah tujuan audit investigatif ini
dapat bermanfaat.

Pekanbaru,2 maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

BAB 11 TUJUAN AUDIT INVESTIGATIF

KATA PENGANTAR .....................................................................................................i

DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ...................................................................................................... 1


1.2 Rumusan pembahasan .......................................................................................... 1
1.3 Tujuan pembahasan .............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Contoh dari tujuan investigatif .............................................................................2-8

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 9


3.2 Saran .................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA

BAB 26ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN

Sengketa

Pengantar ...................................................................................................................... 11-14

Arbitrase ....................................................................................................................... 14-16

Alternatif penyelesaian sengketa ................................................................................... 16-18

Mediasi ......................................................................................................................... 18-19

Dading ............................................................................................................................ 19

ii
Perbandingan antara Arbitrase,Mediasi,dading,dengan litigasi ...................................... 19-20

Badan Arbitrase Nasional Indonesia(BANI) .................................................................. 20-22

Arbitrase Luar Negeri...................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA

iii
ii
BAB I

PEMBAHASAN

1.1 Latar Belakang


Sebelum memulai sesuatu investigasi,pimpinan perusahaan atau lembaga perlu
menetapkan apa yang sesungguh nya ingin di capai dari investigasi itu.Investigasi
merupakan proses yang panjang,mahal dan bisa berdampak negatif terhadap
perusahaan atau stakeholders-nya.
Proses yang panjang dan lama ,diikuti dengan banyak nya pihak (baik internal
maupun eksternal) yang terlibat atau dilibatkan,menyebabkan investigasi itu
menjadi mahal.Perusahaan juga harus menyediakan banyak sumber daya atau
harus mengcommit sumber daya yanga akan disediakan.
Reputasi perusahaan juga bisa hancur kalau pengungkapan investigasi ini
tidak dikomunikasikan dengan baik.contoh nya : obat yang sudah kadaluarsa dan
seharus nya dihancurkan,justru di jual oleh pegawai bagian gudang.Kecurangan
ini dapat menjadi bencana bagi konsumen.Namun kalau hasil investigasi
dikomunikasikan dengan baik,maka hubungan antara perusahaan dan
konsumen(atau stakeholders lainnya) justru dapat mencegah hancur nya reputasi
perusahaan.
Oleh karean itu,tujuan dari suatu investigasi harus di sesuaikan dengan
keadaan khusus yang di hadapi,dan di tentukan sebalum investigasi dimulai.

1.2 Rumusan masalah


1. Jelaskan apa saja contoh dari tujuan investigasi?

1.3 Tujuan pembahasan


1. Untuk mengetahui contoh dari tujuan investigasi

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Contoh dari tujuan investigasi

Di bawah ini di sajikan bermacam-macam alternatif mengenai tujuan investigasi


yang diambil dari K.H,Spencer pickett dan Jennifer picklet,financial investigation and
control (2002)

1. Memberhentikan manajemen.
Tujuan utamanya adalah sebagai teguran karena maanajemen tidak
mampu mempertanggungjawab kan kewajiban fidusianya.Kewajiban
fidusia ini termasuk mengawasi dan mengubah terjadinya kecurangan oleh
karyawannya.

2. Memeriksa,mengumpulkan,dan menilai cukup nya yang relevannya bukti.Tujuan


ini akan menekan kan bisa di terima nya bukti-bukti sebagai laat bukti untuk
untuk meyakinkan hakim di pengadilan.Konsepnya adalah forensic evidence,dan
bukan sekedar bukti audit.

3. Melindungi reputasi dari karyawan yang tidak bersalah.Misal nya dalam


pemberitaaan di media massa bahwa karyawan di bagian produksi menerima uang
suap.Tanpa investigasi,reputasi dari semua karyawan di bagian produksi akan
tercemar.Investigasi mengungkapkan siapa siapa yang bersalah.Mereka yang
tidak bersalah terbebas dari tuduhan (meskipun perguncingan sering kali tetap
tidak terhindari).

4. Menemukan dan mengamankan dokumen yang relavan untuk investigasi.Banyak


bukti dalam kejahatan keuangan berupa dokumen.Kalau bnayak dokumen

2
disususun untuk menyembunyikan kejahatan,atau kalau dokumen ini dapat
memberi petunjuk kepada pelaku dan penanggungjawab kecurangan maka tujuan
drai investigasi ini adalah menjaga kebutuhan dokumen.Ruangan kerja harus di
amankan,tidak boleh ada orang keluar masuk tanpa izin,dekumen harus di indeks
dan di catat.

5. Menemukan aset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian


yang terajadi.Ini meliputi penelusuran rekening bank,pembukuan rekening,izin-
izin untuk proses penyitaan dan atau penjuaklan aset,dan penentuan kerugian
yang terjadi.

6. Memastikan bahwa semua orang,terutama mereka yang di duga menjadi pelaku


kejahatan,mengenai kerangka acuan dari investigasi tersebut: harapan nyaadalah
bahwa mereka bersedia bersikap kooperatif dalam investigasi itu.Teknik
pelaksaaan nya adalah dengan “dengar pendapat terbuka” yang menghadirkan
orang luar sebagai penulis.Orang luar ini biasanya orang terkemuka dan
terpandang.Hal ini umumnya di lakukan apabila “operasi tertutup dan rahasia
“(convert operations) gagal mengungkapkan kecurangan yang berdampak luas.

7. Memastiakan bahwa pelaku kejahatan tidak bisa lolos dari perbuatannya.Ada dua
versi daripendekatan ini.Pertama,Lakukan penuntutan tanpa pandang
bulu,bearapa pun besar biayanya,siapa pun pelakunya(penjahat besar maupun
kecil).Hal ini akan mengirimkan pesan kepada seluruh karyawan pun pihak luar
bahwa perusahaan atau lembaga itu serius dalam mengejar si penjahat.Kedua,
kejar si penjshst untuk mengembalikan dana atau aset yang di curinya,dan
kemudian minta dis mengundurkan diri atau diberhentikan.Pendekataan kedua
lebih “tenang” tidaak ada gembar-gembar.

8. Menyapu bersih semua karyawan pelaku kejahatan.Seperti pada pada butir di atas
tujuan utamanya adalah menyingkirkan “buah busuk” agar “bah segar”tidak ikut

3
busuk.Pendekatannya adalah pendekatan disiplin perusahaan.pembuktian
terhadap tindakan kejahatan ini mungkin tidak akan lolos disidang
pengadilan.Akan tetapi pembuktian di sini di arahkan kepada penerapan peraturan
intern perusahaan.

9. Memastikan bahwa perusahaan tidak lagi menjadi sasaran penjarahan.Kecurangan


menggerogoti sumber daya perusahaan,dan umum nya pemulihan kerugian ini
tidak ada atau sangat sedikit.Pendekatan ini menghentikan kerugian lebih lanjutb
dan menutup celah-celah peluang (loopholes) terjadinya kejahatan.

10. Menentukan bagaiman investigasi akan dilanjutkan.Apakah investigasi akan di


perluas atau di perdalam,atau justru di batasi lingkupnya.Kadang-kadang suatu
investigasi di lakukan secara tentatif atau eksploratif dn bertahap.Dalam
investigasi ini laporan kemajuan memungkinkan evaluasi,apakah kita akan
melanjutkannya.Kalau “iya”,bagaimana lingkupnya.

11. Melaksanakan investigasi standar,sesuai dengan peraturan perusahaan,sesuai


dengan buku pedoman.Tujuan semacam ini biasanya di dasarkan atas pengalaman
buruk.DI masa lalu,misalnya,tujuan daripada investigasi adalah untuk menangkap
pelakunya.Ketika investigasi di lakukan secara gencar,investigasinya
“kebablasan” dan pelaksanaan nya melanggar ketentuan.

12. Menyediakan laporan kemajuan secara teratur untuk membantu pengambilan


keputusan mengenai investigasi di tahap berikut nya.Banyak investigasi bersifat
iterative,artinya suatu investigasi atas dugaaan kejahatan menghasilkan temuan
baru yang melahirkan dugaan tambahan atau suatu dugaan baru.investigasi
pertama di ikuti dengan investigasi berikut nya,dan seterusnya.Secara iterative
memperluas pehaman investigator mengenai beberapa dalam nya masalah yang di

4
hadapi.Konsultasi,diskusi,dan presentasi dari temuan-temuan secara berkla
(mingguan misalnya) merupakan ciri khas dari pendekatan ini.

13. Memastikan pelakunya tidak melarikan diri atau menghilang sebelum tindak
lanjut yang tepat dapat di ambil.Ini biasanya merupakan tujuan investigasi dalam
hal pelaku tertangkap tangan,seperti dalam kasus pencurian di
supermarket.Umumnya kejahatan di tempat kerja tidak memiliki ciri kasus ini
karena karyawan di kenal atau mempunyai identitas yang di simpan fdalam
catatanperusahaan.Akan tetapi dalam kejahatan tertentu,misal nya penggelapan
uang yang melibatkan pihak-pihak di luar perusahaan,pendekatan ini sangat tepat.

14. Mengumpulkan cukup bukti yang dapat di terima pebgadilan,dengan sumber daya
dan terhentinya kegiatan perusaahaan semenimal mungkin.Pendekatan ini
berupaya mencari pemecahan yang optimal dalam kasus yang terjadi.

15. Memperoleh gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi dan membuat
keputusan yang tapat mengenai tindakan yang harus di ambil,alhasil investigasi
seribgkali di tindak lanjuti secara emosional,kalau karyawan itu di sukai oleh
atasan atau rekan kerja nya,pimpinnan cenderung “maafkan” perbuatannya dan
tidak memanfaatkan pekuang untuk memperbaiki sistem ysng berasil “dijebol
nya”sebaliknya,kalo pemimpin atau rekan sekerja nya tidak menyukai sipelaku
kecurangan,pimpinan cenderung menghukum seberat-berat nya.Kedua sikap tadi
akan merugikan perusahaan.Dengan memperoleh gambaran yang layak(fair)
maka pimpinan secara sadar membuat keputusan tentang siapa yang melakukan
investigasi (harus orang profesional) dan bagimana tindak lanjut nya.

16. Mendalami tuduhan(baik orang dalam atau luar perusahaan,baik lisan maupun
tertulis,baik dengan nama terang atau dalam bentuk surat kaleng)untuk
menanggapinya secara tepat,investigasi yang di dasarkan pada tujuan ini tidak

5
akan menelan mentah-mentah “fakta”yang di ajukan dalam tuduhan itu.Fokusnya
dalah dalam konteks tuduhan itu dan apakah tuduhan itu akan di anggap serius.

17. Memastikan bahwa hubungan dan suasana kerja tetap baik.Hal ini sangat penting
ketika moral kerja merupakan kunci keberhasilan dalam perusahaan atau tim
kerja.

18. Melindungi nama baik perusahaan atau lembaga.Tujuan dari investigasi ini
tentunnya bukan untuk melindungi lembaga yang sebagian besar memang sudah
korup.Kalau tujuan ini di tetapkan dalam kondisi semacam ini,maka yang terjadi
adalah persekongkolan jahat atau kolusi.Tujuan investigasi dia atas sangat tepat
apabila kejahatan di lakukan oleh segelintir orang,padahal reputasi seluruh
perusahaan terancam.

19. Mengikuti seluruh kewajiban hukum dan mematuhi semua ketentuan mengenai
due diligence dan klain kepada pihak ketiga (misal nya klaim asuransi).

20. Melaksanakan investigasi dalam koridor kode etik.Kita umum nya menyadari
akan perlunya ketentuan perundang-undangan di patuhi, dan konsekuensi
terhadap pelanggarn nya.Namun,lebih sulit mengikuti kewajiban etika.Dalam
situasi dimana pelaku kecurangan “pasrah”,ia seringkali mengikuti kehendak sang
investigator.Dalam kondisi seperti ini,si investigaror lupa akan kode etik
nya,sekedar karena pada saat itu si “terduga” tidak mempertanyakan sikap dan
tingkah investigator.Seringkali kepasrahan si”terduga” di ikuti dengab arogansi si
investigator, menyebarkan praktik-praktik pelanggran kode etik.Dengan
menetapkan tujuan investigasi ini,perusahaan ingin memastikan bahwa
investigator senantiasa mengikuti kode etik yang sudah di terapkan.

21. Menentukan siapa pelaku dan mengumpulkan bukti mengenai niat nya.Prakarsa
ini bermasuk untuk menyeret pelaku ke pengadilan pidana,misal nya pengadilan

6
tindak pidana korupsi.Oleh karena itu,perlu pengumpulan bukti yang cukup untu
proses penyidikan yang diikuti dengan penuntutan dan selnjutnya proses
pengadilan.Dengan demikian seluruh daya di kerahkan disertai publisitas penuh
yang sagat sejalan dengan kebijakan “tanpa ampun”(zero-tolerans policy).

22. Mengumpulkan bukti yang cukup untuk menindak pelaku dalam perbuatan yang
tidak terpuji.ini serupa dengan tujuan dalam butir 21 di atas, dengan perbedaaan
bahwa butir ini di peroses melalui ketentuan administratif atau perdata.

23. Mengidentifikasi praktik manajemen yang tidak dapat dipertanggungjawabkan


atau perilaku melalaikan tanggung jawab.Seorang karyawan di bagian pengadaan
berkolusi dengan pemasok.Hal ini memungkin kan karyawan memperkaya
dirinya sebdiri,yang di pakainya untuk pembelian properti mewah.Investigasi di
lakukan dalam dua tahap.Tahap pertama di arahkan kepada pelaku.Sedangkan
tahap kedua kepada atasannya.Tahap kedua ingin menjawab pertanyaan:
Mengapa atasannya tidak melihat petunjuk awal(anak buah bertambah kekayaan
dalam jangka waktu pendek),ataukah sekurang-kurang nya mewawancarai anak
buah nya.tujuan investigasi dalam butir ini adalah untuk tahap kedua tadi.

24. Mempertahankan kerahasiaan dan memastikan bahwa perusahaan atau lembaga


ini tidak terperangkap dalam ancaman tuntutan pencemaran nama baik.Gaya kerja
“serbu dan tangkap” atau “tangkap dulu,jelaskan kemudian”sering kali rawan
terhapa kemungkinan perusahaan di tuntut.oleh karena itu,tujuan investigasi ini
harus jelas dan di tegaskan sebelum investigasi di lakukan.

25. Mengidentifikasi saksi yang melihat atau mengetahui terjadinya kecurangan dan
memsastikan bahwa mereka memberikan bukti yang mendukung tuduhan atau
dakwaan terhadap si pelaku.Tujuan ini berkaitan dengan petunjuk bahwa si
pelaku mebgidentifikasi orang-orang yang secara potensial bisa menjadi

7
saksi,baik dalam proses penyelidikan maupun dalam sidang
pengadilan.Perlindungan terhadap para saksi ini dapat mendorong mereka
memberikan mereka keterangan,petunjuk,atau bukti yang di perlukan.

26. Memberikan rekomendasi mengenai bagaimana mengelola resiko terjadinya


kecurangan ini dengan tepat.Dalam jangka panjang,manajemen resiko yang baik
yang kan mencegah atau mengurangi terjadinya kecurangan.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari contoh di atas terlihat adanya berbagai tujuan dalam melakukan suatu
investigasi.Istilah investigasi dalam penggunaan sehari-hari,memberikan
kesan seolah-olah hanya ada satu jenis-jenis yang kita kenal umumnya
adalah dalam konteks tindak pidana korupsi.Tujuan akhirnya
menjebloskan koruptor ke penjara dan atau mendapatkan kembali
sebagian atauseluruh hasil arahannya.
Pemilihan di antara berbagai alternatif tujuan
investigasi,tergantung dari organisasi atau lembaganya seta mandat yang
dipunyainya,jenis dan besarnya kecurangan,dan budaya di lembaga
tersebut.Tanggung jawb untuk meentukan tujuan yang ingin dicapai dalam
suatu investigasi terletak pada pimpinan.

3.2 Saran
Makalah ini diharapkan kepada pembaca dapat memahami dan mengerti
tentang tujuan audit investigatif serta dapat menambah wawasan mengenai ruang
lingkup tujuan audit investigatif.

9
DAFTAR PUSTAKA

Tuannakotta,Theodorus m.2018.Akuntansi Foreksik dan Audit


Investigatif.Jakarta:Salemba Empat

10
Bab 26

Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa

Pengantar

Bab 1 sudah menyinggung makna kata “forensik”, yaitu yang berkaitan dengan
pengadilan atau hukum. Berikut kasus yang diselesaikan melalui litigasi, kasus lainnya
secara nir litigasi.

H. priyatna Abdurrasyid memberikan gambaran umum mengenai prosedur penyelesaian


sengketa berikut.

1. Negosiasi
Negosiasi merupakan suatu cara dimana individu saling berkomunikasi untuk
mengatur hubungan mereka dalam bisnis dan kehidupan sehari-hari nya. Proses
untuk memenuhi kebutuhan kita ketika ada pihak lain yang menguasai keinginan
kita.
2. Keputusan terhadap sengketa
Proses penyelesaian sengketa dimana satu pihak netral dan independen diberi dan
melaksanakan wewenang yang di peroleh nya untuk mendengarkan masalah-
masalah yang diajukan oleh pihak yang bersengketa, kemudian memberikan
keputusan yang final dan mengikat. Usaha ini dapat dilakukan melalui beberapa
cara berikut.
a. Litigasi
b. Arbitrase
c. Pengadilan administrasi, proses nya melalui peraturan-peraturan administratif
berkaitan dengan sengketa, misalnya, sewa menyewa, perumahan,
perburuhan,dan lain-lain.

11
d. Keputusan ahli dimana para pihak mengangkat seorang ahli untuk meneliti
masalah yang mereka hadapi dan membutuhkan pendapat seorang ahli khusus.
e. Keputusan pribadi, dimana pengadilan menyerahkan penyelesaian suatu
sengketa kepada dewan atau komisi Yang dibentuk oleh para pihak untuk
gmemutuskan sebagian atau keseluruhan masalah yang mereka hadapi.
3. Mediasi atau perdamaian
Mediasi merupakan suatu proses penyelesaian sengketa dimana para pihak yang
berselisih memanfaatkan bantuan pihak ketiga yang independen untuk bertindak
sebagai mediator (penengah), tetapi tidak diberi wewenang untuk mengambil
keputusan yang mengikat.
Perdamaian merupakan istilah yang terkadang dipakai secara bergantian dengan
mediasi, dan terkadang dipakai untuk membedakan salah satu proses (sering kali
mediasi) yang melibatkan peran mediator yang aktif. Sementara itu pendamaian
melibatkan sistem mediasi yang membantu walaupun perbedaan didalam
praktiknya tidak tampak secara nyata.
Proses silang merupakan kombinasi dari unsur’unsur yang ada dalam
litigasi,abritase,dan mediase dimana pihak-pihak yang bersengka menyepakati
prosedur penyelesaian yang akan di tempuh.
a. Sidang kecil (mini trial), merupakan bentuk meditasi evaluasi atau arbitrase
singkat yang tidak mengikat diikuti dengan mediasi dan/atau mediasi.
b. Med-arb (mediation-arbitration), dimulai dengan mediasi. Jika tidak
menghasilkan penyelesaian, dilanjutkan dengan arbitrase yang putusannya
final dan mengikat.
c. Pencarian fakta independen, dan melibatkan investigasi oleh ahli netral
tentang masalah fakta khusus, teknis dan/atau hukum, dan setelah itu dapat
diteruskan ke pengadilan atau arbitrase jika perlu dilakukan mediasi dan jika
lebih diperlukan lagi.
d. Evaluasi netral secara dini, yang menugaskan penilai independen (“experts
determination” – “experts appraisal”) untuk menemui para pihak dalam suatu
sengketa pada tahap awal dan melakukan penilaian tertutup dengan tujuan

12
membantu mereka mempersempit dan mendefinisikan masalah yang
diarahkan pada usaha mencapai penyelesaian.
e. Arbitrase melalui pengadilan, yang mengharuskan dilakukan menurut hukum
yang berlaku di pengadilan, tergantung dari tata cra yang diarahkan oleh
pengadilan.

Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian


Sengketa Umum ( selanjutnya disingkat Undang-Undang 30/1999) mengatur dua hal:
pertama adalah arbitrase dan kedua adalah alternatif penyelesaian sengketa ( disingkat
APS, atau dalam bahasa inggris adalah Alternative Dispute Resulution {ADR}). Namun,
bab ini juga akan menyinggung lembaga lain yang dalam bahasa belanda disebut Dading
( atau dengan istilah lain seperti Schikking dan vergelijk yang diterjemahkan menjadi
perdamaian”).

Penjelasan Undang-Undang 30/1999 memberi sedikit perspektif sejarah dan menjelaskan


kelebihan lembaga arbitrase dibandingkan dengan lembaga peradilan. Teks Undang-
Undang 30/1999 beserta penjelasan nya disajikan dalam lampiran A bab ini. Hanya
beberapa pasal yang relevan dengan pembahasan dibawah yang akan dikutip.

Dalam banyak perjanjian bisnis, cara penyelesaian sengketa juga disebutkan. Pihak-pihak
yang berbisnis menfsirkan kontrak dengan sengaja dan karena kekhilafan atau kekeliruan
bisa bersengketa dikemudian hari.sengketa ini juga dapat berasal dari pada ]berasal dari
apa yang di artikan fraud oleh salah satu pihak.

Pasal 2 menjelaskan lingkup dari Undang-Undang 30/1999 berikut.

Undang-Undang ini mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antara


para pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan
perjanjian arbitrase yang secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa yang
secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul
atau yang mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan
dengan cara arbitrase atau melalui alternatif penyelesaian sengketa.

13
Pasal 3 Undang-Undang 30/1999 menegaskan:” pengadilan negri tidak
berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam
perjanjian arbitrase.”

Pasal 11 Undang-Undang 30/1999 juga menegaskan:

(1). Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk
mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam
perjanjiannya ke pengadilan negri.

(2). Pengadilan Negri wajib menolak dan tidak akan campur tangan didalam suatu
penyelesaian sengketa yang telah di tetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal-
hal tertentu yang telah di tetapkan dalam Undang-Undang ini.

Bab ini juga akan membandingkan berbagai alternatif tadi dengan litigasi,
mengapa cara-cara tertentu lebih disukai, termasuk oleh para partner bisnis asing.

ARBITRASE

Arbitrase adalah terjemahan dari bahasa Inggris, Arbitration (bukan Arbitrage


yang mempunyai makna lain) atau dari bahasa Belanda, Arbitrage.

Pasal 1 ayat 1 Undang-undang 30/1999 menjelaskan:

Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar


peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh pihak yang bersengketa.

Defenisi lain yang mudah-mudahan lebih memberi gambaran untuk orang


awam.

Arbitration – A process of dispute resolution in which a neutral third party


( Arbitrator ) renders a decision after a hearing at which both partise have
an apportunity to be heard. Where arbitration is voluntary, the disputing
parties select the arbitrator who has the power to render a binding
decision.

14
( arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa dimana pihak ketiga yang
netral [dinamakan arbitrator] memberikan keputusan sesudah mengadakan
dengar pendapat yang memberikan kesempatan kepada kedua blah pihak
untuk didengar. Meskipun arbitrase itu sukarela. Pihak yang bersengketa
memilih arbitrator yang mempunyai kuasa untuk memberikan keputusan
yang mengikat.)

Arbitrage dalam bahasa belanda diterjemahkan sebagai perwasitan. Dengan


demikian arbitrator dalam definisi bahasa inggris tadi dapat diterjemahkan
sebagai wasit atau penengah.

H.P Panggabean mengutip penulis lain (Felix O.S.) yang menjelaskan alasan-
alasan beberapa pihak memilih arbitrase.

1) Adanya kebebasan, kepercayaan, dan keamanan


Arbitrase umumnya menarik bagi para pengusaha,pedagang,dan
investor sebab memberikan kebebasan dan otonomi yang sangat
luas kepada mereka. Secara relatif, memberikan rasa aman
terhadap keadaan yang tidak menentu dan ketidak pastian
sehubungan dengan sistem hukum yang berbeda, juga menghindari
kemungkinan keputusan hakim yang berat sebelah yang
melingdungi kepentingan ( pihak) lokal dari mereka yang terlibat
dalam suatiu perkara.
2) Wasit/arbiter memiliki keahlian (expertise)
Para pihak sering kali memilih arbitrase karena mereka memilih
kepercayaan yang lebih besar terhadap kelebihan arbriter mengenai
persoalan yang di persengketakan dibanding kan jika mereka
menyelesaikan menyerahkan penyelesaian kepada pihak
pengadilan yang telah ditentukan.
3) Lebih cepat dan hemat biaya
Proses pengambilan keputusan arbitrase sering kali lebih
cepat,tidak terlalu formal, dan lebih murah dari pada prses litigasi
di pengadilan.dikatakan lebih cepat karena para pihak tidak harus

15
menunggu dalam antrean proses litigasi,seperti adanya
pemeriksaan pendahuluan. Sementara berlangsung, para pihak
masih tetap dapat menjalan kan usahanya dan tidak merasakan
kekecewaan dan ketidak puasan yang terjadi dalam proses litigasi.
Selain itu proses arbitrase tidak memungkinkan banding atau
kasasi, putusan bersifat final dan mengikat (final and binding).

4) Bersifat rahasia
Proses pengambilan keputusan dalam lingkungan arbitrase privat
dan bukan bersifat umum sehingga hanya para pihak yang
bersengketa yang tahu. Sifat rahasia arbitrase ini dapat melindungi
para pihak dari hal-hal yang tidak diinginkan atau merugikan
akibat penyingkapan informasi bisnis kepada umum.
5) Adanya kepekaan arbitrase/wasit
Dalam mengambil keputusan, pengadilan sering kali
memanfaatkan sengketa privat sebagai tempat untuk menonjolkan
nilai-nilai masyarakat. Akibat nya dalam penyelesaian sengketa
privat yang di tangani nya, pertimbangan hakim sering
mengutamakan kepentinagn umum, sedangkan kepentingan
privat/pribadi merupakan pertimbangan kedua, arbitrase umumnya
menerapkan pola nilai-niali secara terbalik, yaitu arbiter dalam
pengambilan keputusan lenih mempertimbangkan sengketa sebagai
bersifat privat dari pada bersifat publik/umum.
6) Bersifat non-preseden
Pada umumnya, putusan arbitrase tidak memiliki nilai atau sifat
preseden. Oleh karena itu, untuk perkara yang serupa mungkin saja
dihasilkan keputusan arbitrase yang berbeda.
7) Putusan lebih mudah dilaksanakan.

ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA


Pasal 1 ayat 10 Undang-Undang 30/1999 menjelaskan:

16
Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau
beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di
luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Black’s Law Dictionary mendefenisikannya sebagai berikut.


Alternative dispute resolution- Term refers to procedures for settling disputes
by means other than litigation; e,g., by arbitration,mediation,mini-trials. Such
procedures which are usually less costly and more expeditious, are increasingly
being used in commercial and labor disputes, divorce actions,in resolving motor
vehicle and medical malpractice tort claims, and in other disputes, that would
likely otherwise involve court litigation.
(Alternatif penyelesaian sengketa – istilah yang menunjukan pada prosedur-
prosedur penyelesaian sengketa dengan cara-cara nir litigasi; misalnya melalui
arbitrase,mediasi,peradilan kecil. Prosedur-prosedur semacam itu biasanya tidak
begitu mahal (dibandingkan dengan litigasi) dan lebih cepat, semakin banyak
digunakan dalam sengketa Komersial dan buruh/ tenaga kerja, Perceraian, klaim
yang berkenaan dengan kendaraan bermotor dan dan malpraktik, dan sengketa
lainnya yang tidak melibatkan Yang tidak melibatkan litigasi di pengadilan.)
dari defenisi ini, Terlihat bahwa pengertian “Alternatif “ Dalam alternatif
penyelesaian sengketa mengandung arti sebagai alternatif atau pengganti dari
penyelesaian sengketa melalui litigasi, didalamnya termasuk arbitrase. undang-
undang 30/ 1999 tidak mendefinisikan arbitrase sebagai bagian dari alternatif
penyelesaian sengketa. kesan ini juga penulis dapatkan dari pakar-pakar hukum
Indonesia.
dengan istilah lembaga arbitrase mediasi, seorang penulis Indonesia
membandingkannya Dengan penyelesaian Sengketa melalui pengadilan.
Penyelesaian sengketa melalui hakim pengadilan menganut prinsip “ keadilan
dan kebenaran setelah Proses persidangan oleh Hakim di pengadilan pada
akhirnya ditentukan berdasarkan pertimbangan dan keyakinan Hakim yang tidak
dapat diganggu gugat Dengan alasan hukum apapun” sedangkan penyelesaian
sengketa melalui lembaga arbitrase mediasi menganut prinsip “ keadilan dan

17
kebenaran adalah kesepakatan para pihak yang bersengketa berdasarkan
pertimbangan win-win Solution, bersifat menilai, mengikat, dan dapat di eksekusi
vonis pengadilan”.
Mediasi
Pakar pakar hukum Indonesia memasukkan mediasi sebagai bagian atau contoh dari
alternatif penyelesaian sengketa, seperti definisi Black’s law dictionary di atas, Panggabean,
mengutip sujud Margono menyebutkan pengertian dari unsur-unsur mediasi sebagai berikut.
a. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundangan.
b. mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundangan.
c. atur bertugas membantu para pihak yang bersengketa Untuk mencari penyelesaian.
d. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan
berlangsung.
e. tujuan Mediasi adalah mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima
pihak-pihak yang bersengketa Guna mengakhiri sengketa.
selanjutnya, Panggabean mengutip 7 fungsi mediator dari fuller, Yaitu sebagaic
atalyst,educator, translator, resource person ,beater of bad news dan scapegoat,
kemudian,ia menjelaskan Ketujuh fungsi Itu sebagai berikut.
a. Sebagai “ Katalisator “, Berarti kehadiran moderator dalam proses perundingan mampu
mendorong lahirnya nya Suasana yang konstruktif bagi diskusi.
b. sebagai” pendidik” berarti seseorang harus memahami aspirasi, prosedur kerja,
keterbatasan politis, dan kendala usaha dari para pihak. Oleh sebab itu, ia harus
berusaha melibatkan diri dalam dinamika perbedaan di antara para pihak.
c. sebagai “ penerjemah “ , berarti mediator harus berusaha menyampaikan dan
merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak lainnya melalui bahasa ungkapan yang baik
dengan tanpa mengurangi sasaran yang dicapai oleh pengusul.
d. sebagai “ narasumber “, berarti seseorang mediator Harus mendayagunakan sumber-
sumber informasi yang tersedia.
e. sebagai” penyandang berita jelek”, berarti seorang mediator harus menyadari bahwa
para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap emosional. untuk itu, mediator harus
mengadakan pertemuan berpisah dengan pihak-pihak terkait untuk menampung berbagai
usulan.

18
f. sebagai “ agen realita “, berarti mediator harus berusaha memberi pengertian secara
jelas kepada salah satu pihak bahwa sasarannya tidak mungkin/tidak masuk akal tercapai
melalui perundingan.
g. sebagai “ kambing hitam “, berarti seorang mediator harus siap disalahkan, misalnya
dalam membuat kesepakatan hasil perundingan.
mediasi terdiri atas lima tahapan ( dikutip panggabean dari riskim dan westbrook).”
a. sepakat untuk menempuh proses mediasi.
b. memahami masalah-masalah.
c. membangkitkan pilihan-pilihan pemecahan masalah.
d. mencapai kesepakatan.
e. melaksanakan kesepakatan.
DADING
Dading atau perdamaian adalah istilah yang dikutip dari khazanah
hukum belanda yang kemudian masuk dalam ketentuan perundang-undangan
indonesia, Dading diatur dalam kitab undang-undang Hukum perdata ,Bab XVIII,
pasal 1851 sampai pasal 1864 ( lihat lampiran bab ini).

PERBANDINGAN ANTARA ARBITRASE, MEDIASI, DADING,


DENGAN LITIGASI
Kotak 26.1 menyajikan perbandingan antara Arbitrass, Mediasi, Dading, dengan Litigasi

Kotak 26.1

1. Pengambil Arbiter(wasit) Para pihak Hakim majelis Hakim Majelis


putusan dan (Fasilitator) (Fasilitator/Wasit) (Wasit)
kedudukan Mediasi
2. Prosedur Agak Formal Informal Pre Trial ConferenceFormalistik
(PTC)
3. Pokok bahasan Aspek materil Aspek materiil Aspek materiil Aspek materiil
(pembuktian) (materi kasus + (materi kasus) (materi kasus ) + (judex facti)
Argumentasi) argumentasi Aspek formal
(penerapan
Hukum)
4. Jangka Waktu 3-6 bulan 3-6 minggu 1-12 bulan 1-9 tahun
5. Biaya Mahal Sangat murah Sangat murah Mahal
6. Prospek Manageable/ Manageable/ Manageable/ Unpredictable

19
penanganan prdeictable prdeictable prdeictable
7. Publikasi Sangat rahasia Sangat pribadi Terbuka untuk Terbuka untuk
umum umum
8. Cara pendekatan Konfrontatif Persuasif Persuasif Konfrontatif
/koperatif /koperatif
9. Fokus Fakta dimasa lalu Mencari solusi Mencari solusi Fakta dimasa
penyelesaian (lupakan yang lalu) lalu
10. Prinsip Win – lose Win – win Win – win Win – lose
penyelesaian Solution (kalah Solution (sama Solution (sama Solution (kalah
menang) menang) menang) menang)
11. Sikap para pihak Membela diri dan Sukarela/sepakat Sukarela/sepakat Membela diri dan
menuntut hak
(bebas emosi) (bebas emosi) menuntut hak
(emosional) (emosional)
12. Objek kegiatan Bidang perdagangan Segala bidang Segala bidang Segala bidang
(perniagaan, sengketa sengketa sengketa
perbankan,
keuangan,
penanaman –
modal, industri,
HAKi)
13. Status putusan Final dan Tidak dapat Setara putusan Final + binding
binding (fightering dipaksakan hakim
Ketua PN)
14. Pelaksana eksekusi Ketua Para pihak Ketua Ketua
Pengadilan Pengadilan Pengadilan
Negeri Negeri Negeri

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA (BANI)

Berikut ini disajikan kutipan dari peraturan prosedur Arbitrase yang di keluarkan BANI

Sengketa atau Bahan-bahan yang dapat Diarbitrasekan

Asuransi, Keuangan, Perbankan, Paten, Hak Cipta, Penerbangan, Telekomunikasi, Ruang


Angkasa, Kerja sama, Pertambangan, Angkutan laut dan udara, Lingkungan hidup,
Fabrikasi, Industri, Perdagangan, Lisensi, Keagenan, Hak milik intelektual, Desain,
Konsultasi, Distribusi, Maritim dan Perkapalan, Kontruksi, Penginderaan jauh.

Pendapat yang Mengikat

Tanpa adanya suatu sengketa, BANI dapat menerima permintaan yang diajukan oleh para
pihak dalam suatu perjanjian untuk memberikan suatu pendapat yang mengikat mengenai

20
suatu persoalan berkenaan dengan perjanjian tersebut. BANI dapat diminta memberikan
pendapat yang mengikat, misalnya mengenai penafsiran ketentuan-ketentuan yang
kurang jelas dalam kontrak penambahan atau perubahan pada ketentuan-ketentuan yang
berhubungan dengan timbulnya keadaan-keadaan baru, dan lain-lain. Dengan
diberikannya pendapat oleh BANI tersebut, kedua belah pihak terikat padanya dan siapa
saja dari mereka yang bertindak bertentangan dengan pendapat itu akan dia anggap
melanggar perjanjian.

BANI menyarankan kepada para pihak yang ingin menggunakan arbitrase BANI untuk
mencatumkan klausuda standar berikut dalam perjanjian-perjanjian mereka.

“Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini akan diselesaikan dan diputus oleh
Badan Arbitrase Nasional Inonesia(BANI) menurut peraturan-peraturan administrasi dan
peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikut kedua belah pihak
yang bersengketa sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir”.

Biaya Arbitrase

Biaya arbitrase terdiri atas :

a. Biaya Pendaftaran: Rp2.000.000


b. Biaya Administrasi Pemeriksaan masing-masing untuk kompensi dan Rekonpensi dan
Arbitrator
Tuntunan Besaran Biaya
(dalam jutaan rupiah) (dalam persentase nilai tuntunan)
Lebih kecil Rp 500 Juta 10,00%
Rp 500 Juta 8,00%
-s/d- Rp 1,000 Juta 7,00%
-s/d- Rp 2,500 Juta 6,00%
-s/d- Rp 5,000 Juta 4,70%
-s/d- Rp 7,500 Juta 3,90%
-s/d- Rp 10,000 Juta 3,00%
-s/d- Rp 15,000 Juta 2,50%
-s/d- Rp 20,000 Juta 2,20%

21
-s/d- Rp 25,000 Juta 1,80%
-s/d- Rp 30,000 Juta 1,50%
-s/d- Rp 35,000 Juta 1,40%
-s/d- Rp 40,000 Juta 1,30%
-s/d- Rp 45,000 Juta 1,20%
-s/d- Rp 50,000 Juta 1,10%
-s/d- Rp 60,000 Juta 1,05%
-s/d- Rp 70,000 Juta 0,95%
-s/d- Rp 80,000 Juta 0,80%
-s/d- Rp 90,000 Juta 0,85%
-s/d- Rp 100,000Juta 0,80%
-s/d- Rp 200,000Juta 0,60%
-s/d- Rp 300,000Juta 0,50%
-s/d- Rp 400,000Juta 0,40%
-s/d- Rp 500,000Juta 0,35%
Lebih dari Rp 0,35%
(berlaku Mulai, 2 januari 2001)

c. Biaya pemanggilam dan perjalanan saksi/ahli dipikul oleh pihak yang meminta dipanggilnya
saksi-saksi/ahli tersebut, biaya yang harus dibayar lebih dahulu kepada secretariat BANI. Jika
Arbiter/majelis Arbiter perlu melakukan perjalanan untuk melakukan penmeriksaan setempat,
maka kedua belah pihak masingb-masing separuh, biaya yang harus dibayar terlebih dahulu
kepada secretariat BANI
Apabila para pihak menunjuk Abriter asing, maka biaya hotel,pesawat, biaya harian
(perdiem), dan Additional Fee (bila ada) akan di tanggung oleh pihak yang menunjuk
Arbriter yang bersangkutan
d. Biaya untuk Pendapat yang Mengikat
Biaya ini ditetapkan oleh ketua BANI menurut berat ringannya persoalan yang
dimintakan pendapat
ARBITRASE DI LUAR NEGERI

Kasus-kasus besar yang diputuskan oleh lembaga arbitrase di luaar negeri sering
menimbulkan kekecewaan dipihak (mitra) Indonesia. Media sering mengomentari arbitrase

22
diluar negeri. Salah satunya di turunkan oleh hukumonline dan diringkaskan pada kotak 26.2 di
bawah.

Kotak 26.2

Tak Ada Salahnya Memilih Arbitrase di Singapura

Banyaknya permasalahan hokum di Indonesia diharapkan Dekan FH UI prof. Hikmahanto


Juwana tidak menjadikan investor mengurungkan nianya berinvestasi di Indonesia. “Banyak
investor khawatir berinvestasi di Indonesia Karena masalah hokum. Kalau mereka keberatan
dengan hokum di Indonesia,maka mereka bisa menyelesaikan sengketa dengan berabitrase di
luar negeri, jangan hanya karena masalah hukum di Indonesia, investor jadi mengurungkan
niatnya berinvestasi di Indonesia,” ujar hikmahanto saat ditemui hukumonline usai acara
pengukuhan guru besar emeritus untuk Ismail Suny, Sabtu (26/8).

Hal tersebut dinyatakan Dekan FH UI usai kunjungannya ke berbagai institusi hokum di


Singapura. Menurutnya, dalam banyak kontrak antara pengusaha atau pemerintah Indonesia
dengan investor asing, banyak pihak asing ingin menyelesaikan sengketa di luar Indonesia.
Sampai saat ini banyak investor asing lebih memilih jenewa dan New York.

Hikmahanto mencontohkan kekalahan Pertamina dengan Karaha Bodas hanya karena


hal-hal teknis. “Kalau berbicara soal hokum, kita tidak tahu banyak mengenai hukum Jenewa
dan arbitrase Jenewa. dari sisi jarak, Jenewa itu jauh sekali”.

Pertamina kalah arbitrasi di Jenewa bukan karena argumentasi atau posisi Pertamina yang
lemah, tetapi mungkin karena kekurangan seriusan Lawyers. mungkin juga karena Pertamina
proses arbitrase karena menganggap putusan arbitrase tidak bisa dieksekusi mengingat prosesnya
berlangsung di luar negeri. “Padahal putusan arbitrase bisa dieksekusi di beberapa negara
sepanjang mereka penandatanganan Konvensi New York 1958”.

Ditambahkannya. Indonesia dalam posisi yang kurang diuntungkan dengan arbitrase di


Jenewa. “Apalagi arbiter disama mungkin kurang sensitif terhadap keadaan Indonesia.”

23
Mengingat arbitrase Indonesia belum berkarakteristik internasional ia berharap jika
investor asing punya posisi tawar yang lebih kuat dan menginginkan penyelesaian sengketa
diluar Indonesia maka lebih baik arbitrase di Singapura dibandingkan di Jenewa,New York atau
di negara lain. Sebab lebih banyak pengacara Indonesia yang tahu hukum Singapura. Banyak
pengacara Indonesia yang berhubungan dengan lawyer Singapura dan lebih banyak pengacara
yang tahu hukum Singapura serta lebih murah perjalanan ke Singapura.

Hikmahanto menilai arbiter di Singapura mempunyai sensitifitas tertentu terhadap


kondisi,keadaan dan budaya hukum di Indonesia yang seringkali tidak dimiliki oleh arbiter di
negara lain. “kalau misalnya orang Amerika jadi arbiter, kadang tidak bisa memahami bawah
suatu peraturan di Indonesia memang tidak dijalankan oleh pemerintah dan penegak hukum.
arbiter Singapura bisa atau kontek suatu peraturan di Indonesia dibuat.” Tambahnya.

Negara lain memandang arbitrase Singapura merupakan arbitrase dengan internasional


karakteristik “Meskipun orang tidak punya hubungan dengan Singapura, mereka mau saja
Berarbitrase di Singapura karena menganggap arbitrase Singapura solid. sistem hukum
Singapura yang mengatur arbitrase nya juga bagus.”

Untuk meningkatkan pemahaman mengenai hukum Singapura, Guru Besar Hukum


Internasional itu telah meminta kepada para pejabat hukum Singapura agar Hakim Agung
maupun lawyer Singapura berkenan datang ke Indonesia untuk memberikan pengetahuan
mengenai hukum Singapura

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan mahasiswa Fakultas Hukum Indonesia


mengenai hukum Singapura sudah ada kesepakatan bahwa itu si hukum di Singapura akan
mengundang 20-30 orang mahasiswa Indonesia setiap tahun untuk magang diSingapura. “saat ini
sudah ada dua orang yang di sana,” Ujar Hikmahanto.

Sumber. Hukumonline.com, 28 agustus 2006.

24
Contoh kasus perusahaan indonesia yang diselesaikan melalui arbitrase diluar negeri
dapat dilihat pada kampiran C bab ini.

Lampiran A
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Penyelesaian sengketa Umum


Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa,

Presiden Republik Indonesia

Menimbang :

a. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, penyelesaian sengketa perdata


di samping dapat diajukan ke peradilan umum juga terbuka kemungkinan diajukan melalui
arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa.
b. Bahwa peraturan perundang-undangan yang kini berlaku untuk penyelesaian sengketa melalui
arbitrase sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dunia usaha dan hukum pada umumnya,
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu
membentuk undang-undang tentang arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa.

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945


2. Undnag-undang nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman (Lembaran Negara RI tahun 1970 nomor 74, Tambahan Lembaga Negara nomor
2951);

Dengan Penertiban Dewan Perwakilan Rakyat

25
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Undang-undang tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa.
2. Para pihak adalah subyek hukum, baik menurut hukum perdata maupun hukum public
3. Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausa arbitrase yang tercantum dalam
suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum terjadi sengekta, atau suatu perjanjian
arbitrase tersedniri yang dibuat para pihak setelah terjadi sengketa;
4. Pengadilan Negeri adalah pengadilan negeri yang daerah hukunya meliputi tempat tinggal
termohon;
5. Pemohon adalah pihak yang menngajukan permohonan penyelesaian sengketa melalui Arbitrase;
6. Termohon adalah pihak lawan dari pemohon dalam penyelesaian sengketa melaluiarbitrase
7. Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilihg oleh para pihak yang bersengketa atau yang
ditunjuk oleh pengadilan negeri atau lemabag arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai
sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase;
8. Lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihakyang bersengketa untuk
memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembagatbut juga dapat memberikan pendapat
yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal sebelum timbul sengketa.
9. Peraturan arbitrase internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase
atau arbiter perorangan diluar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga
arbitrase atau arbiter perorangan menurut ketentuab hukum Repbulik Indonesia dianggap sebagai
suattu putusan arbitrase internasional;
10. Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengekta atau beda pendapat
melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara
konsultasi, negoisasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

26
Pasal 2
Undang-undang ini mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antara para pihak
dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang
secara tegas menyatakn bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbol atau yang
mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara arbitrase atau
melalui alternative penyelesaian sengketa.

Pasal 3
Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telqh terikat
dalam perjanjian sengekta.

Pasal 4

(1) Dalam hal para pihak telah menyetujui bahwa sengketa di antara mereka akan
diselesaikan
melaluiarbitraseparapihaktelahmemberikanwewenangmenentukandalamputusannyameng
enaihakdankewajibanparapihakjikahalinitidakdiaturdalamperjanjianmereka.
(2) Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dimuat dalam suatu dokumen yang ditandatangani olehparapihak.
(3) Dalam hal disepakati penyelesaian sengketa melalui arbitrase terjadi dalam bentuk
pertukaran surat, maka pengiriman teleks, telegram, facsimile, e-mail atau dalam bentuk
sarana komunikasi lainnya, wajib disertai dengan suatu catatan penerimaan oleh para
pihak.

Pasal 5

(1) Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang berdagang
andanmengenaihak yang menurut hokum dan peraturan perundang-undangan dikuasai
sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa
(2) Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrasi adalah sengketa yang menurut
peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian
(3)

27
BAB II
ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 6

(1) Sengketaataubedapendapatperdatadapatdiselesaikanolehparapihakmelalui alternative


penyelesaiansengketa yang
didasarkanpadaitikadbaikdenganmengesampingkanpenyelesaiansecaralitigasi di
pengadilannegeri
(2) Penyelesaiansengketaataubedapendapatmelaluiaktenatifpenyelesaiansengketasebagaiman
adimaksuddalamayat (1) diselesaikandalampertemuanlangsungolehparapihakdalamwaktu
paling lama 14 (empatbelas) haridanhasilnyatituangkandalamsuatukesepakatantertulis
(3) Dalamhalsengketaataubedapendapatsebagaimanadimaksuddalamayat (2)
tidakdapatdiselesaikan, makaataskesepakatantertulisparapihak,
sengketaataubedapendapatdiselesaikanmelaluibantuanseseoranfataulebihpenasehatahlima
upunmelaluiseorang mediator
(4) Apabilapadapihaktersebutdakamwaktu paling lama 14
haridenganbantuanseseorangataulebihpenasehatahlimaupunmelaluiseorang mediator
tidahberhasilmencapai kata sepakat, atau mediator
tidakberhasilmempertemukankeduabelahpihak,
makaparapihakdapatmenghubungisebuahlembagaarbitraseataulembaga alternative
penyelesaiansengketauntukmenujukseorang mediator
(5) Setelahpenunjukan mediator olehlembaga alternative penyelesaiansengketa, dalamwaktu
paling kama 7 (tujuh) hariusahamediasiharusdapatdimulai
(6) Usaha penyelesaiansangketaataubedapendapatmelaui mediator
sebagaimanadimaksuddalamayat (5) denganmemegangteguhkerahasiaan, dalamwaktu
paling lama 30 (tigapuluh) hariharustercapaikesepakatandalambentuktertulis yang
ditandatanganiolehsemuapihak yang terkait
(7) Kesepakatanpenyelesaiansengketaataubedapendapatsecaratertulisadalah final
danpengikatparapihakuntukdilaksanakandenganitikadbaiksertawajubdidaftarkan di
pengadilanNegeridalamwaktu paling lama 30 (tigapuluh) harisejakpanandatanganan

28
(8) Kesepakatanpenyelesaiansengketaataubedapendapatsebagaimanademaksuddalamayat (7)
wajibselesaidilaksanakandalamwaktu paling lama 30 (tigapuluh)
harisejakpenandatanganan
(9) Apabilausahaperdamaiansebagaimanadimaksuddalamayat (1) sampaidenganayat (6)
tidakdapatdicapai,
makaparapihakberdasarkankesepakatantertulisdapatmengajukanusahapenyelesaianmelalu
ilembagaarbitraseatauarbitrase ad-hoc

BAB III
SYARAT ARBITRASE, PENGANGKATAN ARBITER, DAN HAK INGKAR

BagianPertama
SyaratArbitrase

Pasal 7
Para pihakdapatmenyetujuisuatusengketa yang terjadiatau yang
akanterjadiantaramerekauntukdiselesaikanmelaluiarbitrase.

Pasal 8
(1) Dalamhaltimbulsengketa, pemohonharusmemberitahukandengansurattercatat,
telegram, facsimile, e-mail
ataudenganbukuekspedisikepadaatermohonbahwasyaratarbitrase yang
diadakanolehpemohonatautermohonberlaku
(2) Suratpemberitahuanuntukmengadakanarbitrasesebagaimanadimaksuddenganpasal (1)
memuatdenganjelas :
a. namadanalamatparapihak;
b. penunjukankepadaklausulaatauperjanjianarbitrase yang berlaku;
c. perjanjianataumasalah yang dijadikansengketa;
d. dasartuntutandanjumlah yang dituntut, apabilaada;
e. carapenyelesaian yang dikehendaki, dan

29
f. perjanjian yang diadakanolehparapihaktentangjumlah arbiter
atauapabilatidakpernahdiadakanperjanjiansemacamitu,
pemohondapatmengajukanusultentangjumlah arbiter yang
dikehendakidalamjumlahganjil.

Pasal 9

(1) DalamhalparapihakmemilihpenyelesaiansengketamelaluiarbitraseSetelahsengketat
erjadi, persetujuanmengenaihaltersebutharusdibuatdalamsuatuperjanjiantertulis
yang ditandatanganiolehparapihak.
(2) Dalamhalparapigaktidakdapatmenandatanganiperjanjiantertulissebagaimanadimak
suddalamayat (1), perjanjiantertulisharusdibuatdalambentukaktanotaris.
(3) Perjanjiantertulissebagaimanadimaksuddalamayat (1) harusmemuat :
a. masalah yang dipersengketakan;
b. namalengkapdantempattinggalparapihak;
c. namalengkapdantempattinggal arbiter ataumajelisarbitrase;
d. tempat arbiter ataumejelisarbitraseakanmengambilkeputusan;
e. namalengkapsekretaris;
f. jangkawaktupenyelesaiansengketa;
g. pernyataankesediaandari arbiter; dan
h. pernyataankesediaandaripihak yang bersengketauntukmenanggungsegalabiaya
yang diperlukanuntukmenyelesaikansengketamelaluiarbitrase.
(4) Perjanjiantertulis yang tidakmemuathalsebagaimana yang dimaksuddalamayat (3)
batal demi hokum.

30
Pasal 10

Suatuperjanjianarbitrasetidakmenjadibataldisebabkankeadaamtersebut di bawahini :

a. meninggalnyasalahsatupihak;
b. bangkrutsalahsatupihak;
c. novasi;
d. insolvensisalahsatupihak
e. pewarisan;
f. berlakunyasyarat-syarathapusnyaperikatanpokok;
g. bilamanapelaksanaanperjanjiantersebutdialihtugaskanpadapihakketigadenganpersetuj
uanpihak yang melakukanperjanjianarbitrasetersebut; dan
h. berakhirnyaataubatalperjanjianpokok.

Pasal 11

(1) Adanyasuatuperjanjianarbitrasetertulismenjadikanhakparapihakuntukmengajukan
penyelesaiansengketaataubedapendapat yang
termuatdalamperjanjiannyakepengadilannegeri.
(2) Pengadilannegeriwajibmenolakdantidakakancampurtangandidalamsuatupenyeles
aiansengketa yang telahditetapkanmelaluiarbitrase, kecualidalamhal-haltertentu
yang ditetapkandalamundang-undangini.

BagianKedua

SyaratPengangkatan Arbiter

Pasal 12

(1) Yang dapatditunjukanataudiangkatsetelah arbiter harusmemenuhisyarat :


a. cakapmelakukantindakan hokum;
b. berumur paling rendah 35 tahun;
c. tidakmempunyaihubungankeluargasedarahatausemendasampaidenganderajatk
eduadengansalahsatupihak yang bersengketa;

31
d. tidakmempunyaikepentinganfinansialataukepentingan lain
atasputusanarbitrase; dan
e. memilikipengalamansertamenguasaisecaeaaktif di bidangnya paling sedikit
15 tahun.
(2) Hakim, jaksa, panitera,
danpejabatperadilanlainnyatidakdapatditunjukanataudiangkatsebagai arbiter

Pasal 13

(1) Dalamhalparaopihaldapatmecapaikesepakatanmengenai arbiter


atautidakadaketentuan yang dibuatmengenaipengangkatan arbiter,
KetuaPengadilanNegerimenunjuk arbiter ataumajenisarbitrase.
(2) Dalamsuatuarbitrase ad-hoc
bagisetiapketidaksepakatandalampenunjukanseorangataubeberapa arbiter,
parapihakdapatmengajukanpermohonankepadaKetuaPengadilanNegeriuntukmen
unjukanseorang arbiter ataulebihdalamrangkapenyelesaiansengketaparapihak.

Pasal 14

(1) Dalamhalparapihaktelahbersepakatbahwasengketa yang


timbulakandiperiksadandiputuskanoleh arbiter tunggal,
parapihakwajibuntukmencapaisuatukesepakatantentangpengangkatan arbiter
tunggal.
(2) Pemohondengansurattercatat, teleks, telegram, facsimile, e-mail
ataudenganbukuekpedisiharusmengusukankepadapihaktermohonnama orang
yang dapatdiangkatsebagai arbiter tunggal.
(3) Apabiladalamwaktu paling lama 14 (empatbelas)
harisetelahtermohonmenerimausulpemohonsebagaimanadimaksuddalamayat (2)
parapihaktidakberhasilmenentukan arbiter tunggal,
ataspermohonandarisalahsatupihak,
ketuapengadilannegeridapatmengangkatarbiteltunggal.
(4) Ketuapengadilannegeriakanmengangkat arbiter tunggalberdasarkandaftarnama
yang disampaikanolehparapihak, atau yang

32
diperolehdariorganisasiataulembagaarbitrasesebagaimanadimaksuddalampasal
34, denganmemperhatikanbaikrekomendasimaupunkeberatan yang
diajukanolehparapihakterhadap orang yang bersangkutan.

Pasal 15

(1) Penunjukandua orang arbiter olehparapihakmemberiwewenangkepadadua arbiter


tersebutuntukmemilihdanmenunjukanarbitel yang ketiga.
(2) Arbiter ketigasebagaimanadimaksuddalamayat (1) diangkatsebagaiketuamajelis arbitrase.
(3) Apabila dalam waktu paling lama 30(tiga puluh)hari setelah pemberitahuan telah di
terima oleh termohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1),dan salh satu pihak
ternyata tidak menunjuk seseorang yang akan menjasi anggot majelis arbitrase,arbiter
yang di tunjuk oleh pihak lainnya akan bertindak sebagai arbiter tunggal dan putusannya
mengikat kedua belah pihak.

(4) Dalam kedua rabiter yang telah ditunjuk masing-masing pihak sebagaimana dimksud
dalam ayat (1) tidak berhasil menunjukan arbiter ketiga dalam waktu paling lam
14(empat belas) hari setelah arbiter yang terakhir ditunjuk,atas permihinan salah satu
piha,ketua pengadilan negeri dapat mengangkat arbiter ketiga.

(5) Terhadap pengangkatan arbiter yang di lakukan oleh ketua pengadilan negeri
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4),tidak dapat diajukan upaya pembatalan.

Pasal 16

(1) Arbiter yang ditunjuk atau diangkat dapat menerima atau menolak penunjukkan atau
pengangkatan tersebut.
(2) Penerimaaan atau penolakan sebagaimana dimkasud dalam ayat (1),wajib diberitahukan
secaratertulis kepada para pihak dalam waktu paling lama 14(empat belas)hari terhitung
sejak tanggal penunjukkan atau pengangkatan.

33
Pasal 17

(1) Dengan ditunjuknya seorang atau beberapa arbiter oleh para pihak secara tertulis dan
diterimanya penunjukan tersebut oleh seorang atau beberapa arbiter secara tertulis,maka
natar pihak yang menunjuk dan arbiter yang menerima penunjukan terjadi suatu
perjanjian perdata.
(2) Penujukan sebagiaman dimaksud dalam ayat (1),mengakibatkan bahwa arbiter atau para
arbiter akan memberikan putusannya secara jujur,adil,dan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan para pihak akan menerima putusannya secara final dan mengikat seperti telah
di perjanjikan bersama.

Pasal 18

(1) Seorang calon arbiter yang diminta oleh salah satu pihak untuk duduk dlaam majelis
arbitrse,wajib memberitahukan kepada para oihak tentang hal yang mungkin akan
mempengaruhi kebebasannya atau menimbulkan keberpihakan putusan yang akan
diberikan.
(2) Seorang yang menerima penunjukan sebagai arbiter,sebagimana dimaksud dalam ayat (1)
harus memberitahukan kepada para pihak mengenai penunjukannya.

Pasal 19

(1) Dalam hal arbiter telah menyatakan menerima penunjukan atau pengangkatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 26, maka yang bersangkutan tidak dapat menarik
diri,kecuali atas persetujuan para pihak.
(2) Dalam hal arbiter sebagaimana di maksud dalam ayat(1) yang telah menerima
penunjukan atau pengangkatan,menyatakan menarik diri,maka yang bersangkutan wajib
mengajukan permohonan secara tertulis kepada para pihak.
(3) Dalam hal para pihak dapat menyetujui permohonan penarikan diri sebagaimana
dimaksud dalam ayat(2), maka yang bersangkutan,dapat dibebaskan dari tugas sebagai
arbiter.

34
(4) Dalam hal permohonan penarikan diri tidak mendapat persetujuan para
pihak,pembebasan tugas arbiter di tatapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri.

Pasal 20

Dalam hal arbiter atau majelis arbitrase tanpa alasan yang sah tidak memberikan putusan
dalam jangka waktu yang telah ditentukan,arbiter dapat di hukum untuk mengganti biaya
dan kerugian yang diakibatkan karena kelambatan tersebut para pihak.

Pasal 21

Arbiter atau majelis arbitrase tidak dapat dikenakan tanggungjawab hukum apapun ats
segala tindakan yang di ambil selama proses persidangan berlangsung untuk menjalankan
fungsi nya sebagai arbiter atau majekis arbitrase,kecuali dpaat di buktikan adanya itikad
tidak baik dari tindakan tersebut.

Bagian Ketiga
Hak Ingkar

Pasal 22

(1) Terhadap arbiter dapat ditunjukkan tuntukan ingkar apabila terdapat cukup alasan dan
bukti ontentik yang menimbulkan keraguan bahwa arbiter akan melakukan tugasnya tidak
secara bebas dan akan berpihak dalam mengambil keputusan.
(2) Tuntutan ingkar terhadap seorang arbiter dapat pula dilaksankan apabila terbukti danya
hubungan kekeluargaan,keuangan atau pekerjaan dengan salah satu pihak atau kuasanya.

Pasal 23

(1) Hak ingkar terhadap arbiter yang diangkat oleh Ketua Pengadilan Negeri diajukan kepada

35
Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
(2) Hak ingkar terhadap arbiter tunggal diajukan kepada arbiter yang bersangkutan.
(3) Hak ingkar terhadap anggota majelis arbitrase diajukan kepada majelis arbitrase yang
Bersangkutan.
Pasal 24

(1) Arbiter yang diangkat tidak dengan penetapan pengadilan,hanya dapat diingkari
berdasarkan alasan yang baru diketahui pihak yang mempergunakan hak ingkarnya setelah
pengangkatan arbiter yang bersangkutan.
(2) Arbiter yang diangkat dengan penetapan pengadilan hanya dapat diingkari berdasrkan
alasan yang diketahuinya setelah adanya penerimaan penetapan pengadilan tersebut.
(3) Pihak yang berkeberatan terhadap penunjukkan seorang arbiter yang dilakukan oleh pihak
lain,harus mengajukan tuntutan ingkar dalam waktu paling lama 14(empat belas) hari
sejak pengangkatan.
(4) Dalam hal alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat 1dan 2 diketahui
kemudian,tuntutan ingkar harus diajukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari
sejak diiketahuinya hal tersebut.
(5) Tuntutan ingkar harus diajukan secara tertulis baik kepada pihak lain maupun kepada
pihak arbiter yang bersangkutan dengan menyebutkan alasan tuntutannya.
(6) Dalam hal tuntutan ingkar diajukan oleh salah satu pihak disetujui oleh pihak lain,arbiter
yang bersangkutan harus mengundurkan diri dan seorang arbiter pengganti akan di tunjuk
sesuai dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.

Pasal 25

(1) Dalam hal tuntutan ingkar yang diajukan oleh salah satu pihak tidak disetujui oleh pihak
lain dan arbiter yang bersangkutan tidak bersedia mengundurkan diri,pihak yang
berkepentingan dapat mengajukan tuntutan kepada ketua pengadilan negeri yang
putusannya mengikat kedua pihak,dan tidak dapat diajukan perlawanan.

36
(2) Dalam hal ketua pengadilan negeri memutuskan bahwa tuntutan sebagimana dimaksud
dalam ayat 1 beralasn,seorang arbiter pengganti harus diangkat dengan cara sebagaimana
yang berlaku untuk pengangkatan arbiter yang di gantikan.
(3) Dalam hal ketua pengadilan negeri menolak tuntutan ingkar,arbiter melanjutkan tugas
nya.

Pasal 26

(1) Wewenang arbiter tidak dapat dibatalkan dengan meninggalnya arbiter dan wewenang
tersebut selanjutnya di lanjutkan oleh penggantinya yang kemudian diangkat sesuai
dengan Undang-undang ini.
(2) Arbiter dapat dibebastugaskan bilamana terbukti berpihak atau menunjukan sikap tercela
yang harus dibuktikan melalui jalur hukum.
(3) Dalam hal selama pemeriksaan sengketa berlangsung,arbiter meninggal dunia,tidak
mampu,atau mengundurkan diri,sehingga tidak dapat melaksanakan
kewajibannya,seorang arbiter pengganti akan diangkat dengan cara sebagaimana yang
belaku bagi pengangkatan arbiter yang bersangkutan.
(4) Dalam hal seorang arbiter tunggal atau ketua majelis arbitrase diganti,semua pemeriksaan
yang telah diadakan harus diulang kembali.
(5) Dalam hal anggota majelis yang diganti,pemeriksaan sengketa hanya diulang kembali
secara tertib antar arbiter.

BAB IV
ACARA YANG BERLAKU DIHADAPAN MAJELIS ARBITRASE

Bagian Pertama
Acara Arbitrase

37
Pasal 27

Semua pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara tertutup.

Pasal 28

Bahasa yang digunakan dalam semua proses arbitrase adalah bahsa Indonesia,kecuali atas
persetujuan arbiter atau majelis arbitrase para pihak dapat memilih bahasa lain yang akan
digunakan.

Pasal 29

(1) Para pihak bersangketa mempunyai hak dan kesempatan yang sama dlaam
mengemukakakan pendapat masing-masing.
(2) Para pihak bersangketa dapat diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa khusus.
Pasal 30

Pihak ketiga diluar perjanjian arbitrase dapat turut serta dan menggabungkan diri dalam
proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase apabila terdapat unsur kepentingan yang
terkait dan keturutsertaannya disepakati oleh para pihak yang bersengketa serta disetujui
oleh arbiter atau majelis arbitrase yang memeriksa sengketa yang bersangkutan.

Pasal 31

(1) Para pihak dalam suatu perjanjian yang tegas dan tertulis,bebas untuk menentukan acara
arbitrase yang digunakan dalam pemeriksaan sengketa sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan dlam undang-undang ini.

38
(2) Dalam hal para pihak tidak menentukan sendiri ketentuan mengenai acara arbitrase yang
akan digunakan dalam pemeriksaan,arbiter atau majelis arbitrase telah terbentuk dengan
pasal 12,pasal 13,dan pasal 14,semua sengketa penyelesaiannya diserahkan kepada arbiter
atau majelis arbitrase akan diperiksa dan diputus menurut ketentuan dalam undang-undang
ini.
(3) Dalam hal para pihak telah memilih acara arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat
1,harus ada kesepakatan mengenai ketentuan jangka waktu dan tempat diselenggarakan
arbitrase dan apabila jangka waktu dan tempat arbitrase tidak ditentukan,arbiter atau ,ajelis
arbitrase yang akan menentukan.

Pasal 32

(1) Atas permohonan salah satu pihak,arbiter atau majekis arbitrase dapat mengambil
keputusan provisionil atau putusan sela lainnya untuk mengatur ketertiban jalannya
pemeriksaan sengketa termasuk penetapan sita jaminan,memerintahkan penitipan barang
kepada pihak ketiga,atau menjual barang yang mudah rusak.
(2) Jangka waktu pelaksanaan putusan provisionil atu putusan sela lainnya sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 tidak dihitung dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
pasal 48.

Pasal 33

Arbiter atau majelis arbitrase berwenang untuk memperpanjang jangka waktu tugasnya
apabila:
a. Diajukan permohonan oleh salah satu pihak mengenai hal khuses tertentu.
b. Sebagai akibat ditetapkan putusan provisionil atau putusan sela lainnya
c. Dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase untuk kepentingan pemeriksaan.

Pasal 34

39
(1) Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan dengan menggunakan lembaga
arbitrase nasional maupun internasional berdasarkan kesepakatan para pihak;
(2) Penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
dilakukan menurut peraturan dan acara dari lembaga yang dipilih,kecuali ditetapkan lain
oleh para pihak.
Pasal 35

Arbiter atau majelis arbitrase dapat memerintahkan agar setiap dokumen atau bukti disertai
dengan terjemahan kedalam bahasa yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbitrase.

Pasal 36

(1) Pemeriksaan sengketa dalam arbitrase harus dilakukan secara tertulis.


(2) Pemeriksaan secara lisan dapat dilakukan apabila disetujui para pihak atau diangap perlu oleh
arbiter atu majelis arbitrase.
Pasal 37

(1) Tempat arbitrase ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase,kecuali ditentukan sendiri oleh
para pihak.
(2) Arbiter atau majelis arbitrase dapat mendengar keterangan saksi atau mengadakan pertemuan
yang dianggap perlu pada tempat tertentu diluar tempat arbitrase diadakan.
(3) Pemeriksaan saksi dan saksi ahli dihadapan arbiter atau majelis arbitrase diselanggaran
menurut ketentuan dalam hukum acara perdata.
(4) Arbiter atau majelis arbitrase dapat mengadakan pemeriksaan setempat atas barang yang
dipersengketakan atau hal lain yang berhubungan dengan sengketa yang sedang diperiksa,dan
dalam hal dianggap perlu,para pihak akan dipanggil secara sah agar dapat juga hadir dalam
pemeriksaan tersebut.

Pasal 38

40
(1) Dalam jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase,pemohon
harus menyampaikan surat tentunya kepada arbiter atau majelis arbitrase.
(2) Surat tuntutan tersebut harus memuat sekurang-kurangnya:
a. Nama lengkap dan tempat tinggal atau temapat kedudukan para pihak;
b. Uraian singkat tentang sengketa disertai dengan lampiran bukti-bukti; dan
c. Isi tuntutan yang jelas

Pasal 39

Setelah menerima tuntutan dari pemohon,arbiter atau ketua majelis arbitrase


menyampaikan satu salinan tuntutan tersebut kepada termohon dengan disertai
perintah bahwa termohon harus menanggapi dan memberikan jawabannya secara
tertulis dalam waktu paling lama 14(empat belas) hari sejak diterimanya salinan
tuntutan tersebut oleh termohon.

Pasal 40

(1) Segera setelah diterimanya jawaban dari termohon atas perintah perintah arbiter atau
ketua majelis arbitrase,salinan jawaban tersebut diserahkan kepada pemohon.
(2) Bersamaan dengan itu,arbiter atau ketua majelis arbitrase memerintahkan agar para pihak
atau kuasa mereka menghadap di muka sidang arbitrase yang ditetapkan paling lama 14
hari terhitung mulai dari dikeluarkan perintah itu.

Pasal 41
Dalam hal termohon setelah lewat 14 hari sebaagaimana dimaksudkan dalam pasal 39
tidak menyampaikan jawabannya,termohon akan dipanggil dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (2).

Pasal 42

41
(1) Dalam jawaban atau selambat-selambatnya pada sidang yang pertama,termohon dapat
mengajukan tuntutan balasan dan terhadap tuntutan balasan tersebut pemohon diberi
kesempatan untuk meninggapi.
(2) Tuntutan balasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,diperiksa dan diputus oleh arbiter
atau majelis arbitrase bersama bersama-sama dengan pokok sengketa.

Pasal 43

Apabila pada hari yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat 2
pemohon tanpa suatu alasan yang sah tidak datang menghadap,sedangkan telah dipanggil
secara patut,surat tuntutannya dinyatakan gugur dan tugas arbiter atau majelis arbitrase
dianggap selesai.

Pasal 44

(1) Apabila pada hari yang telah ditentukan sebagaimana di maksud dalam pasal 40 ayat
2,termohon tanpa suatu alasan yang sah tidak menghadap,sedangkan termohon telah di
panggil secara patut,arbiter atau majelis arbitrase segera melakukan pemanggilan sekali
lagi.
(2) Paling lama 10 hari setelah pemanggilan kedua diterima pemohon dan tanpa alasan yang
sah termohon juga tidak datang menghadapi dimuka persidangan,pemeriksaan akan
diteruskan tanpa hadirnya termohon dan tuntutan pemohon dikabulkan seluruhnya,kecuali
jika tuntutan tidak beralasan atau tidak berdasarkan hukum.

Pasal 45

(1) Dalam hal para pihak datang mengahdap pada hari yang telah ditetapkan,arbiter atau
majelis arbitrase terlebih dahulu mengusahakan perdamaian antara para pihak yang
bersengketa.

42
(2) Dalam hal usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tercapai,maka arbiter
atau majelis arbitrase membuat suatu akta perdamaian yang final dan mengikat para pihak
dan memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan perdamaian tersebut.

Pasal 46

(1) Pemeriksaan terhadap pokok sengketa dilanjutkan apabila usaha perdamaian sebagaimana
dimaksud dalam pasal 45 ayat 1 tidak berhasil.
(2) Para pihak diberi kesempatan terakhir kali untuk menjelaskan secara tertulis pendirian
masing-masing serta mengajukan bukti yang dianggap perlu untuk mrnguatkan penirian
dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbitrase.
(3) Arbiter atau majelis arbitrase berhak meminta kepada para pihak untuk mengajukan
penjelasan tambahan secara tertulis,dokumen atau bukti lainnya yang dianggap perlu dalam
jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase.

Pasal 47

(1) Sebelum ada jawaban dari termohon,pemohon dapat mencabut surat permohonan untuk
menyelesaikan sengketa melalui arbitrase.
(2) Dalam hal sudah ada jawaban dari termohon,perubahan atau penambahan surat tuntutan
hanya diperbolehkan dengan persetujuan termohon sepanjang perubahan atau atau
penambahan itu menyangkut hal-hal yang bersifat fakta saja dan tidak menyangkut dasar-
dasar hukum yang menjadi dasar permohonan.
Pasal 48

(1) Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu oaling lama 180(seratus delapan
puluh)hari sejak arbiter atau majelis arbitrase terbentuk.
(2) Dengan persetujuan para pihak dan apabila diperlukan secara sesuai ketentuan pasal 33,jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat diperpanjang.

43
Bagian Kedua
Saksi dan Saksi ahli

Pasal 49

(1) Atas perintah arbiter atau majelis arbitrase atau atas permintaan para pihak dapat di panggil
seorang saksi atau lebih atau seorang saksi ahli atau lebih,untuk didengar keterangannya.
(2) Biaya pemanggilan dan perjalanan saksi atau saksi ahli dibebankan kepada pihak yang
meminta.
(3) Sebelum memberikan keterangan,para saksi atau saksi ahli wajib mengucapkan sumpah.

Pasal 50

(1) Arbiter atau majelis arbitrase dapat meminta bantuan seorang atau lebih saksi ahli untuk
memberikan keterangan tertulis mengenai suatu persoalan khusus yang berhubungan dengan
pokok sengketa.
(2) Para pihak wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan oleh para saksi ahli.
(3) Arbiter atau majelis arbitrase meneruskan salinan keterangan saksi ahli tersebut kepada para
pihak agar dapat ditanggapi secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
(4) Apabila terdapat hal yang kurang jelas,atas permintaaan para pihak yang
berkepentingan,saksi ahli yang bersangkutan dapat didengar keterangannya di muka sidang
arbitrase dengan dihindari oleh para pihak atau kuasanya.

Pasal 51

Terhadap kegiatan dalam pemeriksaan dan sidang arbitrase yang dibuat berita acara
pemeriksaan oleh sekretaris.

44
BAB V
PENDAPATAN DAN PUTUSAN ARBITRASE

Pasal 52

Para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat
darilembaga arbitrase atas hubungan hukumtertentu dari suatu perjanjian.

Pasal 53

Terhadap pendapat yang mengikat sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 tidak dapat
dilakukan perlawanan melalui upaya hukum apapun.

Pasal 54

(1) Putusan arbitrase memuat :


a. Kepala putusan yang berbunyi “ DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
b. Nama lengkap dan alamat para pihak;
c. Uraian singkat sengketa;
d. Pendirian para pihak;
e. Nama lengkap dan alamat arbiter;
f. Pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase mengenai
keseluruhan sengketa;
g. Pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam majelis
arbitrase;
h. Amar putusan;
i. Tempat dan tanggal putusan;dan
j. Tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase.

45
(2) Tidak ditandatanganinya putusan arbitrase oleh salah seorang arbiter dengan alasan sakit atau
meninggal dunia tidak mempengaruhi kekuatan berlakunya putusan.
(3) Alasan tentang tidak adanya tanda tangan sebagaimana di maksud dalam ayat 2 harus
dicantumkan dalam putusan.
(4) Dalam putusan ditetapkan suatu jangaka waktu putusan tersebut harus dilaksanakan.

Pasal 55

Apabila pemeriksaan sengketa telah selesai,pemeriksaan segera ditutup dan ditetapkan hari
sidang untuk mengucapkan putusan arbitrase.
Pasal 56

(1) Arbiter atau majelis arbitrase mengambil putusan berdasrkan ketentuan hukum,atau
berdasarkan keadilan dan kepatutan.
(2) Para pihak berhak atas menentukan pilihan yang akan berlaku terhadap penyelesaian
sengketa yang mungkin atau lebih timbul antara para pihak.

Pasal 57

Putusan diucap dalam waktu paling lama 30(tiga puluh) hari setelah pemeriksaan ditutup.

Pasal 58

Dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah penutupan diterima,para pihak
dapat mengajukan permohonan kepada arbiter atau majelis arbitrase untuk melakukan
koreksi terhadap kekeliruan administratif dan atau mengurangi suatu tuntutan putusan.

46
BAB VI
PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE

Bagian Pertama
Arbitrase Nasional

Pasal 59

(1) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan
diucapkan,lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh
arbiter atau kuasanya kepada panitera pengadilan pengadilan negeri.
(2) Penyerahan dan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,dilakukan dengan
pencatatan dan penandatanganan pada bagian akhir atau dipinggir putusan oleh panitera
pengadilan negeri atau arbiter atau kuasanya yang menyerahkan,dan catatan tersebut
merupakan akta pendaftaran.
(3) Arbiter atau kuasanya wajib menyerahkan putusan dan lembar asli pengangkatan sebagai
arbiter atau salinan otentiknya kepada panitera pengadilan negeri.
(4) Tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,berakibat putusan
arbitrase dapat di laksanakan.
(5) Semua biaya yang berhubungan dengan pembuatan akta pebdaftaran dibebankan kepada para
pihak.
Pasal 60

Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat pada
pihak.

Pasal 61

Dalam hal para puhak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela,putusan
dilaksanakan berdasarkan perintah ketua,pengadilan negeri ataas permohonan salah satu
pihak yang bersengketa.

47
Pasal 62

(1) Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 diberikan dalam waktu paling lama 30
(tiga puluh)hari setelah permohonan eksekusi didaftarkan kepada panitera pengadilan negeri.
(2) Ketua pengadilan negeri sebagaimana di maksud dalam ayat 1sebelum memberikan perintah
pelaksanaan,memeriksa terlebih dahulu apakah putusan arbitrase memenihi ketentuan pasal 4
dan pasal 5,serta tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
(3) Dalam hal putusan arbitrase tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
2,ketua pengadilan negeri menolak permohonan pelaksanaan eksekusi dan terhadap putusan
ketua pengadilan negeri tersebut tidak terbuka upaya hukum apapun.
(4) Ketua Pengadilan Negeri tidak memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase.

Pasal 63

Perintah Ketua Pengadilan Negeri ditulis pada lembar asli atau salinan otentik putusan
arbitrase yang dikeluarkan.

Pasal 64

Putusan arbitrase yang telah dibubuhi perintah ketua pengadilan negeri,dilaksanakan sesuai
ketentuan pelaksanaan putusan dalam perkara perdata yang putusannya telah mempunyai
ketentuan hukum tetap.
Bagian Kedua
Arbitrase Internasional

Pasal 65

Yang bewenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase


internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta pusat.

48
Pasal 66
Putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum
republik Indonesia,apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase disuatu
negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian,baik secara bilateral
maupun multilateral,mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase
Internasional.
b. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas pada
putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dlaam ruang lingkup
hukum perdagangan.
c. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat
dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan
ketertiban umum.
d. Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperolrh
eksekutor dari ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ; dan
e. Putusan Arbitrase Internasional sebagaiman dimaksud dalam huruf a yang
menyangkut negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam
sengketa,hanya dapat dilaksanakan setelah eksekuatur dari Mahkamah Agung
Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat.

Pasal 67

(1) Pemohonan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional dilakukan setelah putusan


tersebut diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada panitera
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat;
a. Penyampaian berkas permohonan pelaksanaan sebagaimana di maksud dalam
ayat 1 harus Lembar asli atau salinan otentik Putusan Arbitrase
Internasional,sesusi ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing,dan naskah
terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia;

49
b. Lembar asli atau salinan otentik perjanjian yang menjadi dasar Putusan arbitrase
Internasional sesuai ketentuan perihal otentifikasi dekumen asing,dan naskah
terjrmahan resminya dalam bahasa Indonesia; dan
c. Keterangan dari perwakilan diplomatik Republik Indonesia di negara tempat
Putusan Arbitrase Internasional tersebut ditetapkan,yang menyatakan bahwa
negara permohonan terikat pada perjanjian,baik secara bilateral maupun
multilateral dengan negara Republik Indonesia perihal pengakuan dan
pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional.

Pasal 68

(1) Terhadap putusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66 huruf d yang mengakui melaksanakan Putusan Arbitrase Internasional
tidak dapat diajukan banding atau kasasi.

(2) Terhadap putusan ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana dimaksud
dalam pasal 66 huruf d yang menolak untuk mengakui dan melaksanakan suatu
Putusan Arbitrase Internasional, dapat diajukan kasasi.

(3) Mahkamah Agung mempertimbangkan serta memutuskan setiap kasasi sebagaimana


dimaksud dalam ayat 2 dalam jangka waktu paling lama 90( sembilan puluh) hari
setelah permohonan kasasi tersebut diterima oleh Mahkamah Agung.

(4) Terhadap putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 huruf e
tidak dapat diajukan upaya perlawanan.

Pasal 69

(1) Setelah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan perintah eksekusi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64, maka pelaksanaan selanjutnya dilimpahkan
kepada ketua pengadilan negeri yang secara relatif berwenang melaksanakannya .

50
(2) Sita eksekusi dapat dilakukan atas harta kekayaan serta barang milik termohon
eksekusi.

(3) Tata cara penyitaan serta pelaksanaan putusan mengikuti tata cara sebagaimana
ditentukan dalam hukum acara perdata.

BAB VII

PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE

Pasal 70

Terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan


apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan,
diakui palsu atau dinyatakan palsu;
b.setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang
disembunyikan oleh pihak lawan;dan
c. putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam
pemeriksaan sengketa.

Pasal 71

Permohonan pembatalan putusan arbitase harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama
30(tiga puluh) hari terhitung sejak hari penyerahan dan pendaftaran putusan arbitase kepada
Panitera Pengadilan Negeri.

Pasal 72

(1) Permohonan pembatalan putusan arbitase harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
(2) Apabila permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dikabulkan. Ketua Pengadilan
Negeri menentukan lebih lanjut akibat pembatalan seluruhnya atau sebagian putusan arbitase.

51
(3) Putusan atas permohonan pembatan Ketua Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30
hari sejak permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diterima.
(4) Terhadap putusan Pengadilan Negeri dapat diajukan permohonan banding ke Mahkamah
Agung yang memutus dalam tingkat pertama dan terakhir.
(5) Mahkamah Agung mempertimbangkan serta memutuskan permohonan banding sebagaimana
dimaksud dalam ayat 4 dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan
banding tersebut diterima oleh Mahkamah Agung.

BAB VII
BERAKHIRNYA TUGAS ARBITER
Pasal 73

Tugas arbiter berakhir karena:


a. putusan mengenai sengketa telah diambil.
b. jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian arbitrase atau sesudah diperpanjang
oleh para pihak telah terlampau, atau
c. para pihak sepakat untuk menarik kembali penunjukan arbiter

Pasal 74
(1) Meninggalnya salah satu pihak tidak mengakibatkan tugas yang telah diberikan kepada
arbiter berakhir.
(2) Jangka waktu tugas arbiter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ditunda paling lama
60(enam puluh) hari sejak meninggalnya salah satu pihak.

Pasal 75
(1) Dalam hal arbiter meninggal dunia, dikabulkannya tuntutan ingkar atau penghentian seorang
atau lebih arbiter, para pihak harus mengangkat arbiter pengganti.
(2) Apabila para pihak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari tidak mencapai kesepakatan
mengenai pengangkatan arbiter pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, maka Ketua
Pengadilan Negeri atas permintaan dari pihak yang berkepentingan, mengangkat seorang
atau lebih arbiter pengganti.

52
(3) Arbiter pengganti bertugas melanjutkan penyelesaian sengketa yang bersangkutan
berdasarkan kesimpulan terakhir yang telah diadakan.
BAB IX
BIAYA ARBITRASE
Pasal 76
(1) Arbiter menentukan biaya arbitrase;
(2) Biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 meliputi:
a. honorium arbiter;
b. biaya perjalanan dan biaya lainnya yang dikeluarkan oleh arbiter;
c. biaya saksi dan atau saksi ahli yang diperlukan dalam pemeriksaan sengketa; dan
d. biaya administrasi
Pasal 77
(1) Biaya arbitrase dibebankan kepada pihak yang kalah;
(2) Dalam hal tuntutan hanya dikabulkan sebagian, biaya arbitrase dibebankan kepada para pihak
secara seimbang.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 78
Sengketa yang pada saat undang-undang ini mulai berlaku sudah diajukan kepada arbiter atau
lembaga arbitrase tetapi belum dilakukan pemeriksaan, proses penyelesaian dilakukan
berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 79
Sengketa yang ada pada saat Undang-undang ini mulai berlaku sudah diperiksa tetapi belum
diputus, tetap diperiksa dan diputus berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang lama.
Pasal 80
Sengketa yang ada pada saat Undang-undang ini mulai berlaku sudah diputus dan putusannya
telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pelaksaanannya dilakukan berdasarkan Undang-
undang ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 81

53
Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, ketentuan mengenai arbitrase sebagaimana
dimaksud dalam pasal 615 sampai dengan Pasal 651 Reglemen Acara Perdata(Reglement of
de Rechtsvordering, Staatblad 1847:52) dan pasal 377 Reglement Indonesia yang diperbarui
(Het Herziene Indonesia Reglement, Staatblad 1941:44) dan Pasal 705 Reglement Acara
Untuk Daerah Luas Jawa dan Madura(Rechtsreglement Buitengwesten, Staatblad 1927:227)
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 82
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Agustus 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Agustus 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA

ttd.
MULADI

PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 30 TAHUN 1999

TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UMUM

54
penyelenggaran kekuasaan kehakiman di diserahkan kepada badan peradilan dengan
berpedoman kepada undang-undang nomor 14 tahun 1970 Tentang yang ketentuan ketentuan
pokok kekuasaan kehakiman. hal tersebut merupakan induk dan kerangka umum yang
Meletakkan dasar dan asas peradilan serta pedoman bagi lingkungan peradilan umum, peradilan
agama, Peradilan Militer dan peradilan tata usaha negara yang masing-masing diatur dalam
undang-undang tersendiri.

di di dalam penjelasan pasal 3 ayat (1) undang-undang nomor 14 tahun 1970 disebutkan antara
lain bahwa penyelesaian perkara diluar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase
tetap diperbolehkan, akan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah
memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi (exccutoir) dari pengadilan.

selama ini yang dipakai sebagai dasar pemeriksaan arbitrase di Indonesia ada pasal 615
reglemen acara perdata ( reglement of the rechtvoordering, staatsblad) 1847: 52 dan pasal 377
reglemen Indonesia diperbaharui (het herziene indonesisch reglement,staatsblad 1941: 44 ) dan
pasal 705 reglement acara untuk daerah luar Jawa dan Madura ( rechtsreglement
buitengwesten.staatsblad 1927: 227)

pada umumnya lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dibanding dengan an lembaga


peradilan, kelebihan tersebut antara lain:

A. dijamin kerahasiaan sengketa para pihak


B. dapat kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif ;
C. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan,
pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan,
jujur dan adil;
D. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta
proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan
E. putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dengan melalui tata cara (
prosedur) sederhana saja atau langsung dapat dilaksanakan.

pada kenyataannya apa yang disebutkan di atas tidak semua benar, sebab di negara-negara
tertentu proses peradilan dapat lebih cepat dari pada proses arbitrase. satu-satunya kelebihan
arbitrase terhadap pengadilan adalah sifat kerahasiaan nya karena keputusannya tidak

55
dipublikasikan. Namun demikian penyelesaian sengketa melalui arbitrase masih lebih diminati
daripada litigasi, terutama untuk kontrak bisnis bersifat internasional. dengan perkembangan
dunia usaha dan perkembangan lalu lintas di bidang perdagangan baik nasional maupun
internasional serta perkembangan hukum pada umumnya, maka peraturan yang terdapat dalam
reglement acara perdata ( reglement op de rechtsvoordering) yang dipakai sebagai pedoman
arbitrase sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu disesuaikan karena pengaturan perdagangan
bersifat internasional sudah merupakan kebutuhan conditio sinequa non sedang hal tersebut
tidak diatur dalam reglement acara perdata (reglement op de rechtsvoordering). Bertolak dari
kondisi ini, perubahan yang mendasar terhadap reglemen acara perdata ( reglement op de
rechtsvoordering) Baik secara filosofis maupun substantif Sudah saatnya dilaksanakan.

arbitrase yang diatur dalam undang-undang ini merupakan cara penyelesaian suatu sengketa di
luar peradilan umum yang didasarkan atas perjanjian tertulis dari pihak yang bersengketa. tetapi
tidak semua sengketa dapat diselesaikan melalui arbitrase, melainkan hanya sengketa mengenai
hak yang menurut hukum dikuasai sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa atas dasar kata
sepakat mereka.

Disamping itu ketentuan yang melarang wanita sebagai arbiter sebagaimana dimaksud dalam
pasal 617 ayat (2)reglemen acara perdata (reglement op de rechtsvoordering)Sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan keadaan dewasa ini, dan tidak dapat dipertahankan lagi dalam iklim
kemerdekaan ini, yang sepenuhnya mengakui persamaan hak wanita dengan hak pria. oleh
karenanya dalam undang-undang ini tidak disebut lagi, bahwa wanita tidak dapat diangkat
sebagai arbiter. semua ini diatur dalam Bab 1 mengenai ketentuan umum.

dalam Bab II memberikan suatu ikhtisar khusus dan persyaratan an-nasr harus dipenuhi untuk
arbitrase dan syarat pengangkatan arbiter serta mengatur mengenai hak Ingkar dari para pihak
yang bersengketa. alternatif penyelesaian sengketa ( alternative dispute resolution atau ADR)
adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para
pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi
Konsiliasi atau penilaian ahli.

BAB III Memberikan suatu ikhtisar khusus dan persyaratan yang harus dipenuhi untuk
arbitrase dan syarat pengangkatan arbiter serta mengatur mengenai hak ingkar dari para pihak

56
yang bersengketa. sedangkan dalam Bab IV diatur tata cara untuk beracara dihadapan majelis
arbitrase dan dimungkinkannya arbiter dapat mengambil keputusan provisionil atau putusan
selainnya termasuk menetapkan Sita jaminan, memerintahkan penitipan barang, atau menjual
barang yang sudah rusak serta mendengarkan keterangan saksi dan saksi ahli.

seperti halnya dengan putusan pengadilan ,maka dalam putusan arbitrase sebagai kepala
keputusan harus juga mencantumkan “ Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”.

Disamping itu dalam bab V disebut pula syarat lain yang berlaku mengenai putusan arbitrase.
kemudian dalam bab ini diatur pula kemungkinan kan terjadi suatu persengketaan mengenai
wewenang arbiter, pelaksanaan putusan arbitrase nasional maupun internasional dan penolakan
permohonan perintah pelaksanaan putusan arbitrase oleh ketua pengadilan negeri dalam tingkat
pertama dan terakhir, dan ketua pengadilan negeri tidak memeriksa alasan atau pertimbangan
dari putusan arbitrase.

hal ini dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai penyelesaian sengketa melalui arbitrase
menjadi berlarut-larut. berbeda dengan proses pengadilan negeri di mana terhadap putusannya
para pihak masih dapat mengajukan banding dan kasasi, maka dalam proses penyelesaian
sengketa melalui arbitrase tidak terbuka upaya hukum banding kasasi maupun peninjauan
kembali. dalam rangka menyusun hukum formal yang utuh, maka undang-undang ini membuat
ketentuan tentang pelaksanaan tugas arbitrase nasional maupun internasional.

BAB VI mengatur mengenai pengaturan pelaksanaan putusan sekaligus dalam satu paket, agar
undang-undang ini dapat dioperasionalkan sampai pelaksanaan putusan, baik yang menyangkut
masalah arbitrase nasional maupun internasional dan hal ini ini secara hukum dibenarkan BAB
VII mengatur tentang pembatalan putusan arbitrase. hal ini dimungkinkan karena beberapa hal,
antara lain:

A. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan diakui
palsu atau dinyatakan palsu;
B. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang sengaja
disembunyikan pihak lawan; atau

57
C. putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam
pemeriksaan sengketa.

permohonan pembatalan putusan arbitrase diajukan kepada ketua pengadilan negeri dan
terhadap putusan pengadilan negeri tersebut hanya dapat diajukan permohonan banding ke
Mahkamah Agung yang memutus dalam tingkat pertama dan terakhir. selanjutnya pada bab
VIII diatur tentang berakhirnya tugas arbiter, telah lampau atau kedua belah pihak sepakat
untuk menarik kembali penunjukan arbiter, yang dinyatakan antara lain bahwa tugas arbiter
berakhir karena jangka waktu tugas arbiter telah lampau apa kedua belah pihak sepakat untuk
menarik kembali penunjukan arbiter. BAB IX Dari undang-undang ini mengatur mengenai
biaya arbitrase yang ditentukan oleh arbiter. BAB X dari undang-undang ini mengatur
mengenai ketentuan perihal terhadap sengketa yang sudah diajukan namun belum diproses,
sengketa yang sedang dalam proses atau yang sudah diputuskan dan mempunyai kekuatan
hukum tetap.

dalam Bab bab XI Disebutkan bahwa dengan berlakunya undang-undang ini maka Pasal 615
sampai dengan pasal 651 reglemen acara perdata ( reglement op de rechtsvoordering
staatblad 1847: 52) pasal 377 reglemen Indonesia yang diperbaharui ( het herziene indonesisch
reglement, staatblad 1941: 44) 705 reglemen acara untuk daerah luar Jawa dan Madura (
recthtsreglement buitengewesten, staatblad 1927:227 ) dinyatakan tidak berlaku.

PASAL DEMI PASAL

pasal 1

cukup jelas

pasal 2

Cukup jelas

pasal 3

cukup jelas

pasal 4

58
Cukup jelas

pasal 5

Cukup jelas

Pasal 6

Cukup jelas

pasal 7

Cukup jelas

pasal 8

Cukup jelas

pasal 9

Cukup jelas

pasal 10

huruf a

Cukup jelas

huruf b

Cukup jelas

huruf c

yang dimaksud dengan” inovasi” adalah pembaharuan utang.

huruf d

yang dimaksud dengan “ insolvensi” adalah keadaan tidak mampu membayar.

huruf e sampai huruf h

59
Cukup jelas

pasal 11

Cukup jelas

pasal 12

ayat (1)

Cukup jelas

ayat ( 2 )

tidak dibolehkannya pejabat yang disebut dalam ayat ini menjadi arbiter, dimaksudkan
agar terjamin adanya obyektivitas dalam pemeriksaan serta pemberian putusan oleh
arbiter atau majelis arbitrase.

pasal 13

ayat (1 )

dengan adanya ketentuan ini, maka dihindarkan bahwa dalam praktek akan terjadi jalan
buntu apabila para pihak di dalam syarat arbitrase tidak mengatur secara baik dan
seksama tentang acara yang harus ditempuh dalam pengangkatan arbiter.

ayat (2)

Cukup jelas

pasal 14

Cukup jelas

pasal 15

Cukup jelas

Pasar 16

60
Cukup jelas

pasal 17

Cukup jelas

pasal 18

Cukup jelas

pasal 19

Cukup jelas

pasal 20

Cukup jelas

pasal 21

Cukup jelas

pasal 22

Cukup jelas

pasal 23

Cukup jelas

pasal 24

ayat (1)

sebelum mengangkat arbiter para pihak tentu sudah memperhitungkan adanya


kemungkinan yang menjadi alasan untuk mempergunakan hak Ingkar. namun apabila
arbiter tersebut tetap diangkat oleh para pihak, maka para pihak Dianggap kelas sepakat
untuk tidak menggunakan hak Inter dasarkan kan faktor-faktor yang mereka ketahui
ketika mengangkat arbiter tersebut. namun tidak menutup kemungkinan fakta-fakta

61
baru yang tidak diketahui sebelumnya, nya sehingga memberikan hak kepada para pihak
untuk mempergunakan hak ingkar berdasarkan fakta baru tersebut.

ayat (2)

Cukup jelas

ayat (3)

dalam ayat ini diatur tentang pengajuan tuntutan ingkar dan jangka waktunya. jangka
waktu ini dipandang perlu agar tidak sewaktu waktu dan dapat tuntutan Ingkar.

ayat (4)

Cukup jelas

ayat (5)

cukup jelas

ayat (6)

Cukup jelas

pasal 25

ayat (1)

putusan ketua pengadilan negeri dalam tuntutan ingkar mengikat kedua belah pihak dan
putusan tersebut bersifat final dan tidak ada upaya perlawanan.

ayat (2)

Cukup jelas

ayat (3)

Cukup jelas

pasal 26

62
ayat (1)

cukup jelas

ayat (2)

Cukup jelas

ayat (3)

Cukup jelas

ayat (4)

Cukup jelas

ayat (5)

jika hanya seorang anggota arbiter saja yang diganti, pemeriksaan dapat diteruskan
berdasarkan berita acara dan surat yang ada, cukup oleh para arbiter yang ada.

pasal 27

ketentuan bahwa pemeriksaan dilakukan secara tertutup adalah penyimpangan dari


ketentuan acara perdata yang berlaku di pengadilan negeri yang pada prinsipnya terbuka
untuk umum. hal ini untuk menegaskan sifat ke rahasiaan penyelenggara arbitrase.

pasal 28

Cukup jelas

pasal 29

ayat (1)

Cukup jelas

ayat (2)

63
sesuai dengan ketentuan umum mengenai acara perdata, diberikan kesempatan kepada
para pihak untuk menunjukkan Kuasa dengan surat kuasa yang bersifat khusus.

pasal 30

cukup jelas

Pasal 31

ayat (1)

Cukup jelas

ayat (2)

Cukup jelas

ayat (3)

para pihak dapat menyetujui sendiri tempat dan jangka waktu yang dikehendaki mereka.
Apabila mereka tidak membuat sesuatu ketentuan tentang hal ini, arbiter atau majelis
arbitrase yang akan menentukan.

pasal 32

cukup Jelas

pasal 33

huruf a

yang dimaksud dengan “ hal khusus tertentu” misalnya karena adanya gugatan antara
atau gugatan insidentil di luar pokok sengketa seperti permohonan jaminan sebagaimana
dimaksud dalam hukum Acara perdata.

huruf b

Cukup jelas

huruf c

64
Cukup jelas

pasal 34

ayat (1)

Cukup jelas

ayat (2)

Ayat ini memberikan kebebasan kepada para pihak untuk memilih peraturan dan acara
yang yang akan di gunakan dalam penyelesaian sengketa antara mereka, tanpa harus
mempergunakan peraturan dan acara dari lembaga arbitrase yang dipilih.

pasal 35

Cukup jelas

pasal 36

ayat (1)

cukup jelas

ayat (2)

pada prinsip nya acara arbitrase dilakukan secara tertulis, jika ada persetujuan para pihak,
pemeriksaan dapat dilakukan secara lisan juga keterangan saksi ahli sebagaimana
dimaksud dalam pasal 50, dapat berlangsung secara lisan apabila dianggap perlu oleh
arbiter atau majelis arbitrase.

pasal 37

ayat (1)

ketentuan mengenai tempat arbitrase ini adalah penting terutama apabila terdapat unsur
hukum asing dan sengketa menjadi suatu sengketa hukum perdata internasional. seperti
lazimnya tempat arbitrase dilakukan dapat menentukan pula hukum yang harus di

65
pergunakan untuk memeriksa sengketa tersebut jika para pihak tidak menentukan sendiri
maka arbiter yang dapat menetukan tempat arbitrase.

ayat (2)

dalam ayat (2) pasal ini diberi kemungkinan untuk mendengar saksi di tempat lain dari
tempat diadakan arbitrase, antara lain berhubung dengan tempat tinggal saksi yang
bersangkutan.

ayat (3)

cukup jelas

ayat (4)

cukup jelas

pasal 38

ayat (1)

cukup jelas

ayat (2)

huruf a

cukup jelas

huruf b

salinan perjanjian arbitrase harus juga di ajukan sebagai lampiran.

huruf c

isi tuntutan harus jelas dan apabila isi tuntutan berupa uang, harus di sebutkan jumlahnya
yang pasti.

pasal 39

66
cukup jelas

pasal 40

cukup jelas

cukup 41

cukup jelas

pasal 42

ayat (1)

pasal ini pasal ini mengatur mengenai rekonvensi yang diajukan oleh pihak termohon

ayat (2)

cukup jelas

pasal 43

sesuai dengan hukum secara perdata sengketa menjadi gugur apabila permohonan tidak
datang menghadap pada hari pemeriksaan pertama.

pasal 44

cukup jelas

cukup 45

cukup jelas

pasal 46

cukup jelas

pasal 47

cukup jelas

67
pasal 48

ayat (1)

penentuan jangka waktu 180 ( seratus delapan puluh ) hari sebagai jangka waktu bagi
arbiter menyelesaikan sengketa bersangkutan melalui arbitrase adalah untuk menjamin
kepastian waktu penyelesaian pemeriksaan arbitrase.

ayat (2)

cukup jelas

pasal 49

cukup jelas

pasal 50

cukup jelas

Pasal 51

Cukup jelas

Pasal 52

Tanpa adanya suatu sengketapun, lembaga arbitrase dapat menerima permintaan yang
diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian, untuk memberikan suatu pendapat yang
mengikat (binding opinion) mengenai suatu persoalan bernaan dengan perjanjian tersebut.
Misalnya mengenai penaksiran ketentuan yang kurang jelas, penambahan atau perubahan pada
ketentruan yang berhubungan dengan timbulnya keadaan baru dan lain-lain. Dengan
diberikannya pendapat oleh lemabag arbitrase tersebut kedua belah pihak terikat padanya dan
salah satu pihak yang bertindas berteentangan dengan pendapat itu akan dianggap melanggar
perjanjian.

Pasal 53

Cukup jelas

Pasal 54

Cukup jelas

68
Pasal 55

Cukup jelas

Pasal 56

Ayat (1)

Pada dasarnya para pihak dapat mengadakan perjanjian utnuyk menentukan bahwa
arbiter dalam memutus perkara wajib berdasarkan ketentuan hukum atau sesuai dengan rasa
keadilan dan kepatutan (ex aequo et bono). Dalam hal arbiter diberi kebebasan untuk
memberikan putusan berdasarkan keadilan dan kepatutan, maka peraturan perundang-
undangan dapat dikesampingan. Akan tetapi dalam hal tertentu, hukum memaksa (dwigende
regel) harus di terapkan dan tidak dapat disampingi oleh arbiter. Dalam hal arbiter tidak
diberi kewenangan untuk memberikan putusan berdasarkan kaidah umum materill
sebagaimana dilakukan oleh hakim.

Ayat (2)

Para pihak yang bersengketa diberi keleluasaan untuk menentukan hukum mana yang
akan diterapkan dalam proses arbitrase. Apabila para pihgak tidak menentukan lain, maka
hukum yang diterapkan adalah hukum tempat arbitrase dilakukan.

Pasal 57

Cukup jelas

Pasal 58

Yang dimaksud dengan “koreksi terhadap kekeliruan administrasi” adalah koreksi terhadap
hal-hal seperti kesalahan pengetikan ataupun kekeliruan dalam penulisan nama,.alamat para
pihak atau arbiter dan lain-lain, yang tidak mengubahi substansi putusan.yang dimaksud
dengan “menambha atau mengurangi tuntunan” adalah salah satu pihak dapat
mengemukakan keberatan terhadap putusan apabila putusan,antara lain :

a. Telah mengabulkan sesuatu yang tidak dituntut oleh pihak lawan


b. Tidak memuat satu atau lebih hal yang diminta untuk diputus atau
c. Mengandungb ketentuan mengiksat yang bertentangan satu sama lainnya.
Pasal 59

Cukup jelas

Pasal 60

69
Putusan arbitrase merupakan putusan final dan dengan demikian tidak dapat diajukan
banding, kasasi atau peninjuan kembali

Pasal 61

Cukup jelas

Pasal 62

Ayat (!)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Tidak diperiksanya alas an atau pertimbangan putusan arbitrase oleh ketua pengadilan
negeri afar putusan arbitrase tersebut benar-benar mandiri,final, dan mengikat.

Pasal 63

Cukup jelas

Pasal 64

Cukup jelas

Pasal 65

Cukup jelas

Pasal 66

`Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Yang dimaksud dengan “ruang lingkup hukum perdagangan’ adalah kegiatan

70
Kegiatan antara lain dibidang :

Perniagaan;

Perbankan;

Keuangan;’

Perencanaan modal;

Industri;

Hak kekayaan intelektual;

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Suatu putusan arbitrase internasional hanya dapat dilaksanakan dengan putusan ketua

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam bentuk perintah pelaksanaan (eksekuator).

Huruf e

Cukup jelas

Pasal 67

Cukup jelas

Pasal 68

Cukup jelas

Pasal 69

Cukup jelas

Pasal 70

Permohonan pembatalan hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang sudah
didaftarkan di pengadilan. Alasan-alasan permohonan pembatalan disebut dalam pasal ini
harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. Apabila pengadilan menyatakan bahwa alasan-
alasan tersebut terbukti atau tidak terbukti, maka putusan pengadilan ini dapat digunakan
sebagai dasar pertimbangan bagi hakim untuk mengabulkan atau menolak permohonan.

Pasal 71

71
Cukup jelas

Pasal 72

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Ketua Pengadilan Negeri diberi wewenang untuk memeriksa tuntunan pembatalan jika
diminta oleh para pihak , dan mengatur akibat dari pembatalan seluruhnya atau sebagian
dari putusan arbitrase bersangkutan. Ketua pengadilan negeri dapat memutuskan bahwa
setelah diucapkan pembatalan , arbiter yang sama atau arbiter lain akan memeriksa
kembali sengketa bersangkutan atau menentukan bahwa suatu sengketa tidak mungkin
diselesaikan lagi melalui arbitrase.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “dibanding’ adalah hanya terhadap pembatalan putusan arbitrase
sebagaimana dimaksud dalam pasal 70.

Ayart (5)

Cukup jelas

Pasal 73

Cukup jelas

Pasal 74

Cukup jelas

Pasal 75

Cukup jelas

Pasal 76

Cukup jelas

Pasal 77

72
Cukup jelas

Pasal 78

Cukup jelas

Pasal 79

Cukup jelas

Pasal 80

Cukup jelas

Pasal 81

Cukup jelas

Pasal 82

Cukup jelas

Lampiran B

BAB XVIII

PERDAMAIAN

Pasal 1851

Perdamaian ialah suatu persetujuan yang berisi bahwa dengan menyerahkan, menjanjikan
atau menahan suatu barang, kedua belah pihak mengakhiri suatu perkara yang sedang
diperiksa pengadilan ataupun mencegah timbulnya suatu perkara.(s.d.u.dg.S1925-525.)
Persetujuan ini hanya mempunyai kekuatan hukum ,bila dibuat secara
tertulis.(KUHPerd.407,1117 dst.,1895;F.100;Rv.31,325,615.)

Pasal 1852

Untuk dapat mengadakan suatu perdamaian, an and1 seseorang harus berwenang untuk
melepaskan haknya atas hal-hal yang termasuk dalam perdamaian itu.

Para Wali dan pengampu tidak dapat mengadakan suatu perdamaian, kecuali jika mereka
bertindak menurut ketentuan ketentuan dari bab 15 dan XV II dalam buku ke 1 Kitab
Undang-Undang Hukum Pedata ini.

Kepala-kepala daerah yang bertindak demikian, begitu pula lembaga umum, tidak dapat
mengadakan suatu perdamaian selain dengan mengindahkan tata cara yang ditetapkan

73
dalam peraturan peraturan yang bersangkutan dengan jabatan atau
pekerjaannya(KUHPerd,407,412,452, 1795 dst:Rv,31)

Pasal 1853

Perdamaian dapat Diadakan mengenai kepentingan keperdataan yang timbul dari suatu
kejahatan atau pelanggaran.

Dalam hal ini,perdamaian sekali-kali tidak menghalangi kejaksaan untuk menuntut


kejahatan atau pelanggaran yang bersangkutan.(AB.23,25,28,30,KUHPerd.1356
dst.;Sv.10.)

Pasal 1854

Setiap perdamaian hanya menyangkut soal yang termaktub di dalamnya; pelepasan segala
hak dan tuntutan yang dituliskan di situ harus diartikan separdang hak-hak dan tuntutan-
tuntutan itu berhubungan dengan perselisihan yang menjadi sebab perdamaian
tersebut.(KUHPerd.1350 )

Pasal 1855

Setiap perdamaian hanya mengakhiri perselisihan perselisihan yang termasuk di dalamnya,


entah para pihak merumuskan maksud mereka secara khusus atau umum,entah maksud itu
dapat disimpulkan sebagai akibat mutlak dari apa yang tertulis itu.(KUHPerd.1257 ,1343
dst.)

Pasal 1856

Bila seseorang mengadakan suatu perdamaian mengenai suatu hak yang diperolehnya atas
usahanya sendiri, dan kemudian memperoleh hak yang sama dari orang lain, maka hak
yang baru ini tidak mempunyai ikatan dengan perdamaian itu.(KUHPerd.833,955)

Pasal 1857

Suatu perdamaian yang diadakan oleh salah seorang yang berkepentingan, tidak mengikat
orang-orang lain yang berkepentingan, dan tidak pula dapat diajukan oleh mereka untuk
memperoleh hak-hak daripadanya.(KUHPerd.1340,1937 dst)

Pasal 1858

Di antara pihak-pihak yang bersangkutan,suatu perdamaian mempunyai kekuatan seperti


suatu keputusan hakim pada tingkat akhir.

74
Perdamaian itu tidak dapat diubah dengan alasan bahwa terjadi kekeliruan mengenai
hukum atau dengan alasan bahwa salah satu pihak dirugikan.(KUHPerd.
1117,1338,1450;Rv.136-21.)

Pasal 1859

Namun perdamaian dapat dibatalkan bila telah terjadi suatu kekeliruan mengenai orang
yang bersangkutan atau pokok perselisihan.

Perdamaian dapat dibatalkan dalam segala hal, bila telah dilakukan penipuan atau paksaan
. (KUHP.1112,1117,1322 dst.,1328,1449,1862 dst.)

Pasal 1860

Begitupula pembatalan suatu perdamaian dapat diminta jika perdamaian itu diadakan
karena kekeliruan mengenai produknya perkara tentang suatu alas-hak yang batalkecuali
bila para pihak telah mengadakan perdamaian tentang kebatalan itu dengan pernyataan
tegas. (KUHPerd.1858 dst.,1892,1894)

Pasal 1861

Suatu perdamaian yang diadakan atas dasar surat-surat yang kemudian dinyatakan palsu,
batal sama sekali.(Rv148 dst.)

Pasal 1862

Perdamaian mengenai sengketa yang sudah diakhiri dengan keputusan hakim yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang pasti, tidak diketahui oleh kedua pihak atau salah satu,
adalah batal.

Jika keputusan yang tidak diketahui itu masih dapat dimintakan banding,maka perdamaian
mengenai sengketa yang bersangkutan adalah sah.(KUHPerd.1859;Rv.83dst.,327 dst,378
dst.,385.,402 dst)

Pasal 1863

Jika kedua pihak telah membuat perdamaian tentang segala sesuatu yang berlaku di antara
mereka, maka adanya surat-surat yang pada waktu itu tidak diketahui tetapi kemudian
ditemukan, tidak dapat menjadi alasan untuk membatalkan perdamaian itu, kecuali bila
surat-surat itu telah sengaja disembunyikan oleh salah satu pihak.

Akan tetapi perdamaian adalah batal bila perdamaian itu hanya mengenai satu urusan
sedangkan dari surat-surat yang ditemukan kemudian ternyata bahwa salah satu pihak
sama sekali tidak berhak atas hal itu. (KUHPerd.1851,1859,Rv.385)

75
Pasal 1864

Dalam salah satu perdamaian, suatu kekeliruan dalam hal menghitung harus diperbaiki. sendiri
apa

76
DAFTAR PUSTAKA

Tuannakotta,Theodorus m.2018.Akuntansi Foreksik dan Audit


Investigatif.Jakarta:Salemba Empat

77

Anda mungkin juga menyukai