Anda di halaman 1dari 7

Menjadi komunikator yang baik.

Dalam kehidupan manusia tidak akan lepas dengan komunikasi. Selama proses
komunikasi, komunikator memiliki peranan yang sangat penting dalam menyampaikan
pesan. Seorang komunikator dituntut untuk dapat menyampaikan pesan dengan baik, diterima
oleh audience, menghasilkan umpan balik, dan memiliki efek persuasif. Terutama dalam
lingkup pendidikan. Guru yang menyampaikan pelajaran dengan baik, akan menjadi daya
tarik bagi siswa. Seorang pengajar harus pandai dalam menyampaikan pelajaran yang
diberikan, agar pelajaran dan pesan yang disampaikan dapat diterima dan dipahami oleh
siswa. Adapun keterampilan yang harus dikuasai untuk menjadi komunikator yang baik
adalah sebagai berikut.

1. Keterampilan berbicara.
Berbicara dapat diartikan sebagai suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi
hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga
maksud tersebut dapat dipahami orang lain. Keterampilan berbicara sendiri atau yang
disebut sebagai retorika merupakan seni berbicara yang bisa dimiliki seseorang yang
bertujuan untuk menyampaikan pesan lisan secara efektif, sebagai bentuk komunikasi
kepada orang lain.
Keterampilan berbicara adalah salah satu hal yang penting untuk menjadi
komunikator yang baik. Dalam hal ini, pengajar harus memiliki kecakapan dalam
berbicara, dapat menarik perhatian siswa dan membuat pengajaran menjadi interaktif.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pengajar/komunikator untuk menerapkan
keterampilan berbicara dengan baik.
a. Gunakan kosakata yang mudah dipahami.
Ini adalah hal mendasar yang harus diperhatikan pengajar/komunikator.
Pengajar/komunikator harus memilih kosakata yang mudah dipahami siswa/audiens,
agar pesan/materi yang disampaikan jelas dan dapat dipahami.
b. Kecepatan tetap.
Kecepatan berbicara juga penting untuk menjaga perhatian audience. Sekitar
2,5 kata per detik adalah jumlah yang harus diucapkan per detik jika penyampaian
materinya dalam Bahasa Indonesia, atau 3,5 kata per detik jika penyampaian
materinya dalam Bahasa Inggris, karena suku kata dalam satu kata Bahasa Indonesia
lebih panjang daripada Bahasa Inggris.
Menurut penelitian di Michigan, Amerika Serikat, berbicara dengan kecepatan
tersebut akan menunjukkan sikap otoritas, percaya diri, kompeten, dan 
menampilkan si pembicara sebagai seseorang yang paham apa yang ia sampaikan.
c. Terhubung dengan penonton.
Berhubungan dengan audiens adalah salah satu indikator apakah kita adalah
komunikator baik dan menarik atau tidak. Tetap terhubung dengan audiens akan
membuat presentasi/penyampaian materi yang kita berikan semakin menarik dan
nyaman.
Terdapat tekhnik yang dapat digunakan agar presentasi/penyampaian materi
yang diberikan menarik dan juga menghindari ketidakterhubungan dengan audiens
yaitu Audience Connecting Techniques (ACTs).
ACT diperkenalkan oleh Matt Abrahams yang merupakan seorang Professor
yang mengajar di Sekolah Pascasarjana Bisnis Universitas Stanford dimana dia
mengajar dua kelas yang sangat populer yang berhubungan dengan Komunikasi
Strategis dan Presentasi Virtual yang Efektif.
Meskipun ada banyak ACT, namun ada 8 teknik yang dapat kita gunakan.
1) Meminta audiens Anda untuk berpartisipasi.
Misalnya, “Dengan mengangkat tangan, Anda dapat mengatakan berapa
banyak dari Anda yang memiliki …” atau menanyakan “sisi mana dari slide Anda
yang paling mewakili pengalaman audiens Anda ?” Permintaan seperti ini
menunjukkan kepada audiens Anda bahwa Anda menginginkan mereka terlibat dalam
presentasi Anda.
2) Meminta audiens Anda untuk melihat situasi atau hasil.
Misalnya, Anda dapat meminta audiens untuk “membayangkan bagaimana
jadinya jika …” atau “mengingat kembali ke masa ketika …”. Karena audiens Anda
melihat sesuatu dalam benak mereka, bukan hanya mendengarkan saat Anda
menjelaskannya, tetapi juga mereka menjadi lebih terlibat dan poin Anda menjadi
lebih jelas dan bertahan lama bagi mereka.
3) Menyusun ulang informasi sebagai pertanyaan.
Banyak pembicara menyampaikan banyak informasi kepada audiens mereka
dengan cara yang deklaratif, sementara beberapa informasinya pasti akan menarik
minat mereka. Anda dapat membuat audiens Anda semakin penasaran dengan
membingkai ulang fakta sebagai pertanyaan.
4) Memfokuskan relevansi materi/topik Anda dengan audiens.

Membantu audiens Anda untuk melihat nilai topik Anda bagi mereka sangat
penting untuk melibatkan mereka. Pastikan untuk meluangkan waktu untuk merinci
hubungan spesifik antara topik Anda dan kehidupan audiens Anda. Anda dapat
menandakan relevansi ini dengan frasa kunci seperti “intinya untuk Anda adalah …”
atau “yang penting untuk diingat adalah …” Relevansi adalah penangkal terbaik
untuk sikap apatis, dan ini membawa serta tingkat partisipasi audiens yang tinggi.

Untuk membantu Anda mengingat untuk menyampaikan relevansi poin Anda,


fokuslah pada take away kunci untuk audiens Anda. Di akhir setiap poin utama yang
Anda buat, pikirkan bagaimana Anda akan mengakhiri kalimat: “Intinya untuk Anda
adalah …”. Meskipun Anda mungkin tidak benar-benar mengucapkan baris-baris ini
di akhir setiap poin Anda, Anda pasti akan fokus pada relevansi setiap poin dengan
audiens Anda, yang pada gilirannya akan membuat Anda lebih percaya diri karena
Anda akan tahu bahwa mereka semakin paham dengan apa yang mereka butuhkan
dari presentasi Anda.
5) Melakukan Think-Pair-Share.

Minta audiens Anda untuk meluangkan waktu sejenak untuk memikirkan


jawaban atas pertanyaan yang Anda ajukan atau untuk menemukan alternatif yang
potensial. Selanjutnya, dorong mereka untuk mendiskusikan tanggapan mereka
dengan seseorang yang dekat dengan mereka.

Setelah diskusi tersebut, mintalah mereka untuk menyampaikan idenya kepada


peserta presentasi. Think-Pair-Share adalah alat partisipasi yang kuat karena tidak
hanya meningkatkan kepercayaan audiens dalam menanggapi karena mereka telah
berkolaborasi dalam respons mereka, tetapi ide yang lebih baik biasanya muncul
sebagai hasil dari kerja sama banyak orang.
6) Melakukan interupsi cerita Anda.
Bangun ketegangan dan keingintahuan dengan mengambil jeda sebelum Anda
mengakhiri cerita Anda. Misalnya, Anda bisa mulai dengan memberi tahu audiens
Anda tentang peristiwa mengerikan dari masa kecil Anda, dan tepat sebelum bagian
dimana Anda harus memberi tahu audiens Anda bagaimana hasilnya, Anda dapat
berkata, “sebelum saya memberi tahu Anda bagaimana semuanya berakhir, izinkan
saya berbagi dulu dengan Anda … “. Jeda ini membuat audiens Anda semua terlibat
sepenuhnya dengan apa yang Anda katakan.
7) Membuat analogi.

Analogi dapat berfungsi sebagai ACT yang hebat. Dengan membandingkan


informasi baru dengan sesuatu yang sudah dikenal oleh audiens Anda, analogi dapat
mengaktifkan konstruksi mental audiens Anda yang memungkinkan pemrosesan dan
pemahaman informasi yang lebih cepat.

Misalnya, ketika Anda mengajarkan tujuan dan nilai dari menyelenggarakan


presentasi, Anda dapat mengatakan bahwa tugas seorang presenter adalah seperti
pemandu wisata. Analogi ini memungkinkan audiens Anda untuk memanfaatkan
semua pengalaman mereka dalam tur untuk memahami tidak hanya pentingnya
mengatur presentasi, tetapi juga ide-ide lain, seperti menetapkan ekspektasi, check-
in dari audiens, transisi antar ide, dan lain-lain.

8) Menciptakan pengalaman bersama yang Anda dan audiens Anda bagikan.


Teknik yang bagus adalah memulai dengan klip video. Saat video berakhir,
Anda dan audiens Anda dapat mendiskusikannya. Dengan memfasilitasi percakapan
dan memberikan komentar, Anda dapat membuat audiens Anda terlibat.
d. Efektif dalam menyampaikan.
Penyampaian yang efektif akan membantu audiens dalam memahami materi
yang anda bawakan. Hindari perkataan seperti “hmm” atau “ehh” dalam penyampaian
materi. Ini dapat menandakan bahwa anda gugup atau lupa tentang materi yang anda
bawakan. Hal ini berpengaruh dengan perhatian audiens terhadap penyampaian materi
anda.
e. Gunakan media yang efektif.
Ini dapat membantu anda dalam penyampaian materi. Gunakan media yang
sesuai dengan materi anda dan dapat memperjelas penyampaian materi anda. Hal ini
juga dapat mempermudah audiens dalam memahami isi materi anda.
2. Keterampilan mendengar.
Mendengarkan merupakan salah satu bagian dari proses komunikasi.
Komunikasi dapat dikatakan sukses apabila komunikator dan komunikasi memiliki
persepsi yang sama terhadap suatu pesan. Hal tersebut hanya bisa terjadi apabila
kedua belah pihak memiliki kemampuan mendengar yang baik. Mendengarkan pada
proses komunikasi kerap disinggungkan dengan kesopanan atau etika. Padahal secara
lebih mendasar, jika anda dapat mendengarkan dengan baik, informasi yang
disampaikan oleh komunikator bisa anda cerna dengan baik pula. Kemudian anda
dapat memberi tanggapan yang sesuai. Dengan demikian, proses komunikasi akan
berjalan dengan seimbang. Hal ini dapat membantu anda untuk menjadi komunikator
yang baik. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mengembangkan
keterampilan mendengar.
a. Perhatikan dengan seksama dan pertahankan kontak mata.
Memperhatikan pemateri dengan seksama dapat memmabantu anda dalam
mencerna materi/informasi dengan baik. Pada tingkat lebih tinggi, anda dapat
menganalisa dengan baik materi yang disampaikan dan dapat mengevaluasi materi
tersebut.
Kontak mata dapat menjaga fokus anda dalam mendengarkan pembicara. Hal
ini juga berkaitan dengan kesopanan dan etika. Dengan melakukan kontak mata, anda
dianggap sudah menghargai pembicara dan juga menunjukkan ketertarikan anda
terhadap penyampaian materi dari pembicara.
b. Lakukan Parafrase.
Menurut OWL Purdue, sebuah website yang banyak memberikan ulasan tentang
menulis buku akademis, parafrase didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk
menulis ulang ide atau gagasan orang lain dengan kata-katanya sendiri dan ditampilkan
dalam bentuk baru. Sederhananya, parafrase merupakan tanggapan singkat dari pembicara
yang menyatakan inti dari materi atau topik dengan menggunakan kata-lata dari si
pendengarnya.
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menulis parafrase.
Pertama, parafrase yang baik itu singkat. Saat seseorangt menggunakan keterampilan
ini, mereka cenderung bertele-tele dan terkadang parafrase ini memiliki maksud lebih
dari satu orang pembicara. Saat parafrase tersebut tidak ringkas, maka rangkaian
pemikiran dari pembicara dapat keluar jalur. Kedua, parafrase yang efektif hanya
menggambarkan inti dari penyampaian materi pembicara. Anda dapat memotong
detai-detail dalam penyampaian materi pembicara dan menggambarkannya dengan
kata-kata.
c. Beri tanggapan secara kompeten.
Tanggapan adalah pendapat ataupun reaksi seseorang setelah melihat,
mendengar ataupun merasakan sesuatu. Tanggapan dapat berupa persetujuan,
sanggahan/ kritikan, pertanyaan, atau pendapat. Semua tanggapan harus disampaikan
dengan sopan. Hal ini dilakukan agar tidak menyinggung perasaan orang yang
ditanggapi. Selain itu harus disertai dengan alasan yang logis atau masuk akal. Alasan
adalah suatu hal yang diungkapkan untuk mengokohkan pendapat yang bersifat opini
yang dipakai untuk menguatkan pendapat.
Dalam hal ini anda dapat memberi tanggapan sesuai dengan topik/situasi dan
kondisi presentasi/proses pembelajaran dengan cara yang baik dan mudah dipahami.
3. Komunikasi non verbal.
Dijelaskan oleh ThoughtCo, istilah komunikasi nonverbal mulai diperkenalkan
oleh seorang psikiater bernama Jurgen Ruesch dan penulis Weldon Kees lewat
buku Nonverbal Communication: Notes on the Visual Perception of Human
Relations pada tahun 1956. Definisi dari  komunikasi nonverbal sendiri adalah
transfer informasi melalui penggunaan bahasa tubuh termasuk kontak mata, ekspresi
wajah, hingga gerakan tubuh.
Komunikasi non verbal sendiri sangat berpengaruh dalam penyampaian materi
atau juga dalam mendengarkan materi. Pembicara yang ekspresif akan lebih menarik
perhatian audiens. Dan untuk pendengar, dengan komunikasi non verbal, anda dapat
lebih memahami maksud/pesan/materi dari pembicara.
a. Ekspresi wajah.
Ekspresi wajah menjadi bagian penting dari komunikasi nonverbal karena kita
bisa memberikan banyak informasi ke audiens lewat ekspresi. Anda dapat memakai
ekspresi wajah untuk memberi pesan atau tanggapan kepada audiens sesuai dengan
penjelasan yang anda berikan. Hal ini dapat menarik perhatian audiens dan
mempermudah audiens dalam memahami maksud dan penjelasan dari pembicara.
b. Tatapan mata.
Sama seperti penjelasan diatas dalam keterampilan mendengar, Tidak hanya
untuk pendengar, pembicara harus menjaga kontak mata dengan audiens agar
pembicara dapat berinteraksi dengan baik dan menciptakan kondisi belajar/presentasi
lebih interaktif.

Anda mungkin juga menyukai