Anda di halaman 1dari 8

CHAPTER MODUL MATA KULIAH

MANAJEMEN PERPAJAKAN
9

MANAJEMEN
PERPAJAKAN

9
Revisi: 00/2019
Hal. 1 dari 8
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

MANAJEMEN PERPAJAKAN
9
CHAPTER 9
PERENCANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami tentang
perencanaan pajak pertambahan nilai.

Perencanaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan

jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi

Pengusaha Kena Pajak (PKP).

PPN adalah Pajak tidak langsung yang dikenakan atas konsumsi BKP / JKP di dalam daerah

Pabean, dimana beban pembayaran pajaknya dipikul oleh konsumen, namun penanggung jawab

atas penyetoran PPN ke Kas Negara dibebankan kepada penjual.

PPN juga sebagai Pajak Objektif yaitu timbulnya kewajiban pajak dibidang PPN sangat ditentukan

oleh adanya Objek Pajak (Pasal 4 ayat 1, Pasal 16C dan Pasal 16D UU PPN No.42 Tahun 2009).

Mekanisme Pengkreditan PPN

Mekanisme pemungutan PPN menggunakan mekanisme Indirect Subtraction Method / Invoice

Method, yaitu PPN dihitung dengan skema: Pajak Keluaran (PK) – Pajak Masukan (PM).

Jika PK > PM , maka selisihnya adalah PPN yang harus dibayar

Jika PK < PM , maka selisihnya merupakan PPN lebih bayar (dapat di kompensasi atau restitusi)

Mekanisme Pajak Masukan diatur dalam Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2009.

Pajak Masukan dapat dikreditkan apabila:

a. Memenuhi ketentuan formal, yaitu

1) Harus berbentuk Faktur Pajak atau dokumen yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak,

Hal. 2 dari 8
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

MANAJEMEN PERPAJAKAN
9
diisi selengkapnya dan tidak cacat

2) Harus memperhatikan ketentuan Pasal 9 ayat (8) UU PPN

b. Memenuhi ketentuan material

1) Pajak Masukan yang dibayarkan atas Perolehan BKP atau JKP yang berhubungan

langsung dengan kegiatan usaha,

2) Mesti didukung bukti pengeluaran berupa invoice dan kuitansi pembayaran yang

menyatakan bahwa transaksi sudah dipungut PPN.

Pengkreditan faktur pajak masukan memiliki prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:

1. Pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran untuk

masa pajak yang sama.

2. Pajak masukan atas perolehan barang modal sebelum berproduksi (sehingga belum

melakukan penyerahan kena pajak) dapat dikreditkan.

3. Pajak masukan dapat dikreditkan sepanjang BKP atau JKP terkait berhubungan

langsung dengan kegiatan usaha melakukan penyerahan kena pajak.

Kegiatan mengkreditkan pajak masukan ini akan menghasilkan tiga kemungkinan, yakni:

1. Nominal pajak masukan dalam suatu masa pajak lebih kecil ketimbang jumlah pajak

keluaran yang dipungut. Konsekuensinya, selisih kelebihan pajak keluaran wajib

disetorkan ke kas negara.

2. Nominal pajak masukan dalam suatu masa pajak lebih besar dibandingkan nominal

pajak keluaran yang dipungut. Atas hal ini, selisih kelebihan pajak masukan tersebut

dapat dikompensasi ke masa pajak berikutnya atau bisa dimintakan pengembalian

(restitusi).

3. Nominal pajak masukan dan keluaran sama besar.

Sentralisasi Pengenaan PPN

Hal. 3 dari 8
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

MANAJEMEN PERPAJAKAN
9
Perusahaan sebaiknya melakukan penelitian dan pertimbangan dalam memilih sistem sentralisasi

atau desentralisasi dalam pelaporan pajaknya (PPN).

Wajib pajak dengan kriteria tertentu yang memiliki lebih dari satu tempat untuk melakukan

penyerahan BKP/JKP dapat mengajukan permohonan Pemusatan / Sentralisasi Tempat PPN

Terutang kepada Kanwil DPJ setempat dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang terdaftar di KPP Wajib Pajak besar dapat melakukan

setralisasi otomatis sesuai dengan KEP-335/PJ./2002.

2. PKP yang memiliki lebih dari satu tempat PPN terutang (selain butir a) dapat memilih 1

tempat atau lebih sebagai Tempat Pemusatan PPN Terutang.

Syarat-syarat pengajuan sentralisasi bagi Pengusaha Kena Pajak yang memiliki lebih sari satu

tempat Pajak Pertambahan Nilai (PER-19/PJ. /2010) :

1. Harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah

dengan tembusan kepada Kepala KPP

2. Tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha Pengusaha Kena Pajak

yang berada di Kawasan Berikat; berada di Kawasan Ekonomi Khusus; mendapat

fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor, tidak dapat dipilih sebagai Tempat Pemusatan

PPN Terutang atau tempat PPN Terutang yang akan dipusatkan.

3. Pemberitahuan secara tertulis harus memenuhi persyaratan:

a. Memuat nama, alamat, dan NPWP tempat PPN terutang yang dipilih sebagai Tempat

Pemusatan PPN Terutang.

b. Memuat nama, alamat, dan NPWP tempat PPN terutang yang akan dipusatkan.

c. Surat pernyataan bahwa administrasi penjualan diselenggarakan secara terpusat pada

tempat PPN terutang

Maksimalisasi Restitusi PPN

Hal. 4 dari 8
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

MANAJEMEN PERPAJAKAN
9
Restitusi dalam dunia perpajakan mengacu pada permohonan pengembalian pembayaran

pajak yang diajukan wajib pajak ke negara. Dasar pengajuan restitusi adalah kelebihan bayar

yang dialami wajib pajak. Sedangkan restitusi PPN adalah pengajuan pengembalian pembayaran

pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Sesuai dengan Undang Undang No. 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai, salah satu

hak bagi PKP adalah mengkreditkan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan. Dalam mekanisme

indirect substraction method, PKP hanya membayarkan PPN ke Kas Negara sebesar selisih

antara Pajak Keluaran (PK) dikurangi dengan Pajak Masukan (PM).

Apabila dalam suatu Masa Pajak terdapat kelebihan pajak maka atas kelebihan pajak

tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya atau dapat di restitusi pada akhir tahun

buku. Jadi restitusi PPN hanya bisa diajukan jika jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak

terutang atau PKP melakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. Namun,

dengan catatan PKP tidak memiliki utang pajak lainnya.

Dasar hukum prosedur resititusi PPN adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa

dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara

Pengembalian Kelebihan PPN/PPnBM.

Dengan pertimbangan untuk membantu likuiditas perusahaan, untuk Wajib Pajak yang memiliki

resiko rendah dapat diberikan restitusi dengan pengembalian pendahuluan melalui pemeriksaan

terlebih dahulu. Sanksi yang dikenalan lebih rendah dari Undang-Undang KUP yaitu 2% per bulan.

Pemilihan restitusi atau kompensasi bergantung pada kondisi masing-masing WP. Pertimbangan

utama berkaitan dengan biaya pemeriksaan dan opportunity cost yang timbul dari kelebihan pajak,

yaitu jika opportunity cost lebih besar dibandingkn dengan biaya pemeriksaannya, maka Wajib

Hal. 5 dari 8
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

MANAJEMEN PERPAJAKAN
9
Pajak akan cenderung meminta restitusi.

Pengusaha yang belum berproduksi tetap dapat mengkreditkan PPN yang telah dibayar atas

pembelian barang modal.

Kriteria umum bagi manajemen dalam memutuskan perlu tidaknya mengajukan permohonan

restitusi PPN:

1. Bila besarnya PPN yang lebih bayar tersebut cukup signifikan / material jumlahnya

2. Bila kondisi keuangan perusahaan mengalami gangguan cash flow.

3. Bila sudah diyakini kesiapan perusahaan untuk diperiksa oleh fiskus.

4. Bila prediksi masa depan pembayaran PPN menunjukkan lebih bayar PPN.

Dalam kondisi tertentu perusahaan mungkin memiliki pertimbangan khusus utuk meminta meminta

pengembalian kelebihan bayar PPN. Misalnya, bagi wajib pajak yang melakukan kegitan tertentu

yaitu ekspor BKP atau yang melakukan peneyerahan BKP atau JKP kepada Pemungut PPN,

maka restitusi merupakan hal yang tidak terhindarkan, hanya masalah waktuya yang perlu ada

perencanaan yang baik.

Maksimalisasi Fasilitas PPN

Fasilitas PPN merupakan bentuk-bentuk perlakuan khusus terkait pungutan Pajak

Pertambangan Nilai (PPN) atas barang atau kegiatan tertentu. Pemberian fasilitas PPN

diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:

1. Memacu beberapa sektor ekonomi potensial

2. Mendorong perkembangan usaha

3. Meningkatkan daya saing produk dalam negeri

4. Mendukung pertahanan nasional

5. Mendukung kelancaran pembangunan nasional

Beberapa bentuk fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah kepaa Pengusaha Kena

Hal. 6 dari 8
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

MANAJEMEN PERPAJAKAN
9
Pajak adalah sebagai berikut:

1. Fasilitas PPN berupa pengenaan tarif 0%

2. Fasilitas PPN dalam bentuk tidak dikenakan pungutan PPN

3. Fasilitas PPN berupa pembebasan PPN

4. Fasilitas PPN dalam bentuk tidak dipungut PPN

PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri

PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri adalah pajak terutang bagi orang pribadi atau badan yang

melakukan kegiatan membangun sendiri.

Pengertian Kegiatan Membangun Sendiri adalah aktivitas membangun bangunan yang dilakukan

tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi maupun badan yang hasilnya

digunakan sendiri maupun pihak lainnya.

Membangun sendiri untuk tempat tinggal atau tempat usaha oleh pribadi atau Badan Usaha

dikenai PPN, dengan kondisi:

1. Luas bangunan 200 m persegi atau lebih.

2. Bangunan permanen

3. PPN = Tarif X DPP = 10% X (20% X Jumlah Biaya yang dikeluarkan / dibayarkan untuk

Membangun Bangunan)

Penjagaan Cash Flow

Cara yang aman dalam perencanaan pajak yang perlu diagendakan oleh manajemen

perusahaan untuk diaplikasikan dalam kerangka peningkatan efisiensi pajak dan keuangan

perusahaan, yaitu:

a. Menyegerakan pengajuan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) bagi

Perusahaan yang baru berdiri.

Hal. 7 dari 8
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

MANAJEMEN PERPAJAKAN
9
b. Memilih mendirikan perusahaan di lokasi yang mendapat fasilitas perpajakan PPN.

Contoh: untuk perusahaan berorientasi ekspor mendirikan perusahaan di Pulau Batam

(kawasan berikat), yang fasilitasnya:

• PPN Masukan atas bahan baku impor (ditanggung pemerintah)

• PPN Keluaran untuk ekspor sebesar 0%

c. Mengusahakan membeli bahan baku pada saat akan menjalankan proses produksi (just

in time).

d. Mengajukan permohonan sentralisasi PPN bagi perusahaan yang mempunyai Kantor

Cabang.

e. Penanganan faktur pajak dengan baik.

BAHAN REVIEW
Mahasiswa diharapkan melakukan review terkait modul chapter diatas!

Hal. 8 dari 8

Anda mungkin juga menyukai