Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Bismillahirrahmanirrahim,
Shalawat dan salam kami sampaikan kepada Nabi seluruh alam Nabi
Muhammad SAW, dan semoga Allah berikan syafaat beliau kepada kita semua.
Kami berharap semoga hasil makalah kami ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.Dan tak lupa kami banyak berterima kasih kepada dosen yang telah
membimbing kami dalam menyelesaikam makalah kami ini yaitu Umi Mislaina
Panjaitan,S.Ag., MA.
Dan kami mohon kiranya jika terdapat kesalahan dalam makalah kami ini
berilah kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah kami ini,
sangat kami terima dengan senang hati. Mungkin itu saja sekedar kata pengantar
dari kami, dan kami Penulis mengucapkan banyak berterima kasih
(Kelompok VI)
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................2
A. KESIMPULAN...............................................................................22
B. SARAN.............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali ibn Abi Thalib, maka lahirlah
kekuasan bani Umayyah. Pada periode Ali dan Khalifah sebelumnya pola
kepemimpinan masih mengikuti keteladanan Nabi. Para khalifah dipilih melalui
proses musyawarah. Hal ini berbeda dengan masa setelah khulafaur rasyidin atau
masa dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya, yang dimulai pada masa
dinasti bani Umayyah. Adapun bentuk pemerintahannya adalah berbentuk
kerajaan, kekuasaan bersifat feodal (penguasaan tanah/daerah/wilayah, atau turun
menurun). Untuk mempertahankan kekuasaan, khilafah berani bersikap otoriter,
adanya unsur kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya
musyawarah dalam pemilihan khilafah.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Sejarah Berdirinya Dinasti Umayah Timur ?
b. Bagaimana Kondisi Pendidikan Islam Dinasti Umayyah Timur ?
C. Tujuan
a. Untuk Mengetahui Sejarah Berdirinya Dinasti Umayah Timur
b. Untuk Mengetahui Kondisi Pendidikan Islam Dinasti Umayah Timur
1
BAB II
PEMBAHASAN
Di masa Dinasti Umayah Timur ini dapat dikatakan sebagai masa transisi
dari Hasan bin Ali kepada Mu'awiyah bin Abu Sufyan. Peristiwa tersebut
termasuk masa perubahan sistem pemerintahan masyarakat Islam. Banyak sistem
pemerintahan pada masa Khulafa al-Rasyidin yang disempurnakan dan juga
diubah secara total. Seperti dikatakan Badri Yatim, memasuki masa kekuasaan
Mu'awiyah yang menjadi awal kekuasaan Dinasti Umayah, pemerintahan yang
bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun-temurun).
la bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. la memang tetap
menggunakan istilah khalifah, namun ia memberikan interpretasi baru dari kata-
kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. la menyebutnya "khalifah Allah"
dalam pengertian "penguasa yang diangkat Allah”.1
1
Badri Yatim, Sejarah Peradaban islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm.42
2
Pakistan. Perhatian khalifah diarahkan ke Byzantine di wilayah utara dan barat.
Pasukan Umayah mencapai 1.700 kapal perang, membuat Mu'awiyah dapat
menundukkan banyak pulau-pulau, di antaranya ialah Rhodes dan pulau yang lain
di Yunani.
3
7. Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M)
8. Yazid ibn Abdul Malik
9. Umar ibn Abdul-Aziz (717-720 M)
10. Hasyim ibn Abd al-Malik (724-743 M)
11. Marwan II al-Himar
Sebagai sebuah dinasti, Bani Umayah tidak luput dari kekuatan dan
kelemahannya. Kekuatan Dinasti Bani Umayah dapat dilihat pada seorang
3
Dedi Supriadi. Sejarah Peradaban Islam. (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), hlm,103.
4
khalifah pada masa ini, yaitu Mu'awiyah bin Abu Sofyan sebagai pendiri Bani
Umayah di mana kepribadiannya juga menjadi salah satu kekuatan dalam
menjalankan pemerintahan pada masa Dinasti Bani Umayah. Ada sebuah
ungkapan yang dikenal luas dari pribadi Muawiyyah di kalangan Arab, bahkan
sampai sekarang, yang berbunyi:
5
Sehingga syair yang muncul senantiasa sering menonjol dari sastranya, di
samping isinya yang bermutu tinggi. Dalam hal seni suara yang berkembang
adalah seni baca Al-Qur'an, kasidah, musik, dan lagu-lagu yang bernapaskan
cinta. Sehingga pada saat itu bermunculan seniman dan qori' atau qori'ah ternama.
Perkembangan seni ukir yang paling menonjol adalah penggunaan khat Arab
sebagai motif ukiran atau pahatan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya dinding
masjid dan tembok-tembok istana yang diukur dengan khat Arab. Salah satunya
yang masih tertinggal adalah ukiran dinding Qushair Amrah (Istana Mungil
Amrah), istana musim panas di daerah pegunungan yang terletak lebih kurang 50
mil sebelah Timur Amman.
4
Lihat Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam. (Jakarta: Pustaka Setia, 1989) hlm,67.
6
perjalanannya sampai ke pos berikutnya. Demikian seterusnya, sehingga petugas
tersebut dapat sampai ke tempat tujuan akhirnya.5
Pada masa ini juga, telah dibangun armada Islam yang hampir sempurna
hingga mencapai 17.000 kapal yang dengan mudah dapat menaklukan Pulau
Rhodus dengan panglimanya Laksamana Aqabah bin Amir. Di samping itu,
Mu'awiyah juga telah membentuk armada musim panas dan armada musim
dingin, sehingga memungkinkannya untuk bertempur dalam segala musim.
Dalam bidang sosial budaya, khalifah pada masa Bani Umayah juga telah
banyak memberikan kontribusi yang cukup besar. Seperti membangun rumah
sakit (mustasyfayat) di setiap kota oleh khalifah Walid bin Abdul Malik. Saat itu
juga dibangun rumah singgah bagi anak-anak yatim piatu yang ditinggal oleh
orang tua mereka akibat perang. Bahkan orang tua yang sudah tidak mampu pun
dipelihara di rumah-rumah tersebut. Usaha-usaha tersebut menimbulkan simpati
yang cukup tinggi dari kalangan non-Islam, yang pada akhirnya mereka
berbondong-bondong memeluk Islam.
5
Ibid,,hlm. 68.
7
Syi'ah yang ada di Irak. Umat Islam di daerah ini tidak mengakui Yazid. Mereka
mengangkat Husein sebagai khalifah.
8
kemakmuran dan kekayaan yang melimpah. Pemerintahan Bani Umayah dimulai
dari Mu'awiyah bin Abi Sufyan dan ditutup oleh Marwan bin Muhammad.
9
Di antara ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini, yaitu:
Pertama, ilmu agama, seperti; Al-Qur'an, Hadis, dan fikih. Proses pembukuan
Hadis terjadi pada masa Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz, sejak saat itulah Hadis
mengalami perkembangan pesat. Kedua, ilmu sejarah dan geografi, yaitu; segala
ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid Ibn
Syariyah Al-Jurhumi yang berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah. Ketiga,
ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu; segala ilmu yang mempelajari bahasa,
saraf, dan lain-lain. Keempat, bidang filsafat, yaitu; segala ilmu yang pada
umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu
hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran.
10
terdapat dua aliran fikih, yaitu aliran Kufah (Madrasat al-Ra'y) dan aliran
Madinah (Madrasat al- Hadis).
a) Bidang Al-Qur'an
Al-Qur'an yang telah dikodifikasi pada zaman Abu Bakar dan Utsman Ibn
Affan ditulis tanpa titik, sehingga tidak dapat dibedakan antara huruf "fa" dan
huruf "qa", atau antara huruf "ba" dengan huruf "ta", dan huruf "tsa"; dan baris
sehingga tidak dapat dibedakan antara dhammat yang berbunyi "u", fathat "a"
dengan kasrat "i". Menurut salah satu riwayat, ulama yang pertama yang
memberikan baris dan titik pada huruf-huruf Al-Qur'an adalah Hassan al-Bashri
(642-728 M) atas perintah Abd al-Malik Ibn Marwan (yang menjadi khalifah
antara 685-705 M). Abd al-Malik Ibn Marwan menginstruksikan kepada al-Bashri
untuk menyempurnakan tulisan Al-Qur'an. Al-Hajjaj meminta Hassan al-Bashri
untuk menyempurnakannya; dan Hassan Al-Bashri dibantu oleh Yahya Ibn
Ya'mura (murid Abu al-Ashwad al- Duwali). Adapun pada riwayat lain dikatakan
bahwa yang pertama membuat baris dan titik pada huruf-huruf Al-Qur'an adalah
Abu al- Ashwad al-Duwali.
b) Bidang Hadis
11
Atas perintah khalifah Umar Ibn Abd Al-Aziz, pengumpulan Hadis dilakukan
oleh ulama. Di antaranya adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Muslim Ibn
Ubaidillah Ibn Syihab al-Zuhri (guru Imam Malik). Akan tetapi, buku Hadis yang
dikumpulkan oleh Imam al-Zuhri tidak diketahui dan tidak sampai kepada umat
Islam saat ini. Dalam sejarah tercatat bahwa ulama yang pertama membukukan
Hadis adalah Imam al-Zuhri.
c) Bidang Fikih
Secara umum, pada zaman Dinasti Umayah terdapat dua aliran fikih,yaitu
aliran Kufah (Madrasat al-Ra'y) dan aliran Madinah (Madrasat al-Hadis). Aliran
Kufah dibesarkan oleh Abu Hanifah dan aliran Madinah dibesarkan oleh Imam
Malik. Di Madinah terdapat Fuqahaa Sab'at. Thaha Jabir Fayadl al-'Ulwani
menjelaskan bahwa mazhab fikih Islam yang muncul setelah shahabat dan Kibar
al-tabi'in berjumlah 13 aliran, dan di antara pendiri aliran itu hidup pada zaman
Dinasti Umayah. Di antara mereka adalah Abu Sa'id Al-Hasan Ibn Yasar al-
Bashri (w. 110 H); dan Abu Hanifah al-Nu'man Ibn Tsabit Ibn Zuthi (w. 150 H).
12
Di masa Umayah pendidikan Islam semakin berkembang dengan pesat
tidak lepas dari perluasan wilayah negara Islam yang diikuti oleh para ulama dan
guru-guru agama yang juga ikut bersama-sama tentara Islam. Pendidikan yang
berkembang bersifat desentralisasi. Lembaga pendidikan Islam yang tersebar dan
terpusat di kota-kota besar, di antaranya:
a) Madrasah Makkah
Muaz bin Jabal adalah guru pertama yang mengajar di Mekkah, sesudah
pendudukan Mekkah (Fathul Mekkah). la mengajar disiplim ilmu pengetahuan
Al-Qur'an dan mana yang halal dan haram. Pada masa khalifah Abdul Malik bin
Marwa, Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah dan mengajar di masjidil Haram, ia
mengajar ilmu tafsir, fikih dan sastra. la adalah pembangun madrasah Mekkah.
Kemudian ia digantikan murid-muridnya, yaitu Mujahid bin Jabar (meriwayatkan
tafsir Al-Qur'an dari Ibnu Abbas), 'Athak bin Abu Rabah (ilmu fikih terutama
manasik haji), dan Thawus (seorang Fukaha dan Mufti). Ketiga guru itu
meninggal dan digantikan oleh Sufyan bin 'Uyainah dan Muslim bin Khalid Az-
Zanji. Keduanya adalah guru Imam Syafi'i yang pertama. Kemudian ia hijrah ke
Madinah berguru pada Imam Malik.
b) Madrasah Madinah
c) Madrasah Basrah
Ulama sahabat yang terkenal di Basrah adalah Abu Musa Al-Asy'ari (ahli
fikih, ahli Hadis, dan ahli Al-Qur'an) dan Anas bin Malik (ilmu Hadis). Madrasah
13
Basrah melahirkan ulama-ulama terkenal, di an- taranya; al-Hasan Basry (ahli
fikih, ahli pidato dan kisah, ahli fikir, serta ahli tasawuf. Ada pula Ibnu Sirin yang
pernah belajar pada Zaid bi Sabit, Anas bin Malik, dan lain-lain. la ahli Hadis dan
hidup semasa dengan al-Hasan Basry.
d) Madrasah Kufah
Madrasah Agama di Syam didirikan oleh Mu'az bin Jabal, 'Ubadah dan
Abud-Dardak. Ketiganya mengajar Al-Qur'an dan ilmu agama di negeri Syam
pada tiga tempat, yaitu Abud-Dardak di Damsyik, Mu'az bin Jabal di Palestina
dan "Ubadah di Hims. Selanjutnya mereka digantikan oleh murid-muridnya,
tabi'in, seperti Abu Idris al-Khailany, Makhul Ad-Dimasyki, Umar bin Abdul
Aziz dan Rajak bin Haiwah. Madrasah ini melahirkan imam penduduk Syam,
yaitu Abdurrahman al-Auza'iy yang ilmunya sederajat dengan imam Malik dan
Abu Ha- nifah. Namun, mazhabnya yang tersebar di Syam sampai ke Maghrib
dan Andalusia lenyap karena pengaruh mazhab Syafi'i dan Maliki.
Ketika Mesir telah menjadi negara Islam, Mesir menjadi pusat ilmu- ilmu
agama. Di Mesir mempunyai madrasah yang didirikan oleh Abdullah bin 'Amr bin
al-'As. Ulama-ulama yang ada di Mesir, yaitu Yazid bin Abu Habib An-Nuby. la
menyiarkan ilmu fikih dan men- jelaskan apa saja yang haram dan halal dalam
agama Islam. Selain itu, ada pula Abdullah bin Abu Ja'far bin Rabi'ah. Yazid
mempunyai murid bernama Abdullah bin Lahi'ah dan al-Lais bin Said. Abdullah
tidak hanya belajar kepada Yazid, tetapi juga kepada tabi'in. Adapun al-Lais
14
pernah menuntut ilmu di Mesir, Mekkah, Baitul Maqdis, dan Baghdad. la bahkan
berhubungan dengan Imam Malik dan berkiriman surat.
Selain lembaga pendidikan Islam yang tersebar dan terpusat di kota- kota
besar di masa Dinasti Umayah di Damaskus, terdapat pula beberapa tokoh
pendidikan Islam. Tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayah terdiri dari
ulama-ulama yang menguasai bidangnya masing-masing, seperti dalam bidang
tafsir, Hadis, dan fikih. Selain para ulama juga ada ahli bahasa/sastra. Ulama-
ulama tabi'in ahli tafsir, yaitu: Mujahid, 'At- hak Ibn Abu Rabah, "Ikrimah, Sa'id
Ibn Jubair, Masruq Ibn Al-Ajda', dan Qatadah.
15
bidang sastra Arab mengalami kemajuan. Di zaman ini muncul penyair-penyair,
seperti Umar Ibn Abu Rabiah (w. 719), Jamil Al-Uzri (w. 701), Qys Ibn
Mulawwah (w. 699) yang dikenal dengan nama Laila Majnun, Al-Farazdaq (w.
732), Jarir (w. 792), dan Al-Akhtal (w. 710).
Sebegitu jauh kemajuan yang dicapai Bani Umayah terpusat pada bidang
ekspansi wilayah, bahasa dan sastra arab, serta pembangunan fisik. Sesungguhnya
di masa ini gerakan-gerakan ilmiah telah berkembang pula, seperti dalam bidang
keagamaan, sejarah dan filsafat. Dalam bidang yang pertama umpamanya
dijumpai ulama-ulama seperti Hasan al-Basry, Ibnu Syihab Az-Zuhri, dan Wasil
Ibn Ata. Pusat kegiatan ilmiah ini adalah Kufah dan Basrah di Irak. Khalid Ibn
Yazid Ibn Mu'awiyah (w. 79/04/709) adalah seorang orator dan penyair yang
berpikir tajam. Ia adalah orang pertama yang menerjemahkan buku-buku tentang
astronomi, kedokteran, dan kimia.
16
besar, berbeda halnya dengan tingkat tinggi yang diberi pengajaran oleh ulama
yang memiliki ilmu yang mendalam dan termasyhur kealiman dan kesalehannya.
Adapun pada tingkat tinggi pelajaran diberikan dalam satu halakah yang
dihadiri oleh para pelajar secara bersama-sama. Di pondok pesantren juga hampir
sama yang dikenal dengan metode bandongan (weton). Para santri mendengarkan
seorang kiai yang membaca, menterjemahkan dan menerangkan buku-buku yang
berbahasa Arab. Dengan kata lain, sekelompok santri yang belajar di bawah
bimbingan kiai.
Selain itu, ada pula Majelis Sastra yang merupakan tempat berdiskusi
membahas masalah kesusasteraan dan juga sebagai tempat berdiskusi mengenai
urusan politik. Perhatian penguasa Umayah sangat besar pada pencatatan kaidah-
kaidah nahwu, pemakaian bahasa Arab dan mengumpulkan syair-syair Arab
dalam bidang Syariah, kitabah dan berkembang nya semi prosa.7 Bahkan
dilakukan pula penerjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam bahasa Arab.
7
Ahmad Syalabi, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta:Bulan Bintang, 1992),hlm, 72.
17
Dalam khasanah keilmuan Islam terdapat tradisi yang sering disebut
"rihlah ilmiah", "perjalanan keilmuan" atau tepat "perjalanan untuk menuntut
ilmu". Rihlah ilmiah merupakan perjalanan yang di tempuh ke luar negara
ataupun daerah tempat tinggalnya dalam rangka kegiatan keilmuan. Rihlah ilmiah
pada dasarnya merujuk pada setiap perjalanan untuk menuntut ilmu, mencari
tempat belajar yang baik, mencari guru yang lebih otoritatif, atau juga perjalanan
seorang ilmuwan ke berbagai tempat, apakah ia secara formal melakukan aktivitas
akademik atau ti dak. Dengan demikian, rihlah ilmiah bisa mencakup sebuah
perjalanan yang memang direncanakan untuk tujuan ilmiah (belajar, mengajar,
berdiskusi, mencari kitab, dan seterusnya), atau sekadar perjalanan biasa yang
dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam kegiatan keilmuan.Berdasarkan
term ini dapat dilihat tujuan dari rihlah ilmiah dari dua aspek, yaitu untuk
menuntut ilmu (thalabaan lil-lm) atau meningkatkan nilai ilmu pengetahuan
(rasikh fi'ilm) dan juga dengan tujuan untuk mengajarkan ilmu di berbagai negeri
atau negara lain.
Dalam tradisi keilmuan Islam, rihlah ilmiah bukanlah hal yang baru. Pasca
wafatnya Rasulullah saw. para sahabat melakukan rihlah ilmiah untuk
mengumpulkan dan merekam Hadis yang ditinggalkan Rasulullah saw. Dalam
perkembangan selanjutnya perjalanan keilmuan tersebut bukan hanya
menghasilkan kumpulan Hadis, tetapi juga mendorong terbentuknya "jaringan"
sahabat Nabi saw. yang terlibat dalam usaha merekam, menghafal, dan mencatat
Hadis Rasulullah saw.
18
yang telah melakukan periwayatan Hadis. Jadi, dalam transmisi Hadis setidaknya
tercakup tiga unsur kegiatan; (1) menerima Hadis dari periwayat sebelumnya; (2)
menyampaikan Hadis kepada orang lain; dan (3) ketika menyampaikan Hadis itu,
matarantai periwayatnya juga disebutkan. Dalam proses transmisi Hadis tersebut
terjalin hubungan yang kompleks dan saling silang antara guru dan murid, sesama
guru, atau- pun sesama murid, dan membentuk semacam "jaringan" yang dalam
disiplin ilmu Hadis dikenal dengan sanad (isnåd). Hubungan-hubungan seperti itu
pada gilirannya juga terbentuk dalam berbagai cabang disiplin ilmu keislaman
lainnya.
Peran generasi sahabat diakui sangat sentral dalam proses penyebaran dan
transmisi Hadis. Misalnya, Jábir ibn Abdillah (w. 78 H), ketika sampai kepadanya
sebuah Hadis yang konon berasal dari salah seorang sahabat Nabi saw., ia pun
membeli unta, lalu mengadakan perjalanan dengan mengendarai unta itu selama
satu bulan hingga sampai di negeri Syria. Ternyata sahabat dimaksud adalah
Abdullah ibn Unais. Jábir pun menanyakan langsung Hadis itu kepadanya.
Sahabat lainnya, Abû Ayyûb al-Anshâriy (w. 52 H) juga mengadakan perjalanan
dari Madinah ke Mesir untuk mencari sebuah Hadis dari Uqbah ibn Âmir. Selama
periode tabi'in, perjalanan keilmuan untuk mencari Hadis semakin gencar dila
kukan oleh para ulama Hadis. Sa'id ibn Musayyab (w. 94 H), misalnya, telah
mengadakan perjalanan siang dan malam selama beberapa hari untuk
mendapatkan sebuah Hadis. Abû Qilâbah (w. 104 H) mengaku pernah tinggal
selama tiga hari di Madinah untuk bertemu dengan seseorang yang memiliki
Hadis agar ia dapat meriwayatkan hadis darinya. Hasan al-Bashriy (w. 110 H)
juga mengadakan perjalanan dari Bashrah ke Kufah menemui Ka'ab ibn Ujrah
untuk menanyakan suatu masalah. Aktivitas serupa pernah dilakukan oleh Âmir
al-Sya'biy, Makhûl, Abû al- Âliyah, dan Ibn al-Dailamiy.
19
dapat ditransmisikan. Di sinilah, tanpa peran aktif mereka dalam proses
perekaman dan transmisi Hadis, maka sangat mungkin seluruh jejak hadis akan
hilang, tanpa dapat dikenali oleh generasi sesudahnya.
Transmisi Hadis pada awal sejarah Islam merupakan salah satu contoh
konkret yang menunjukkan begitu pentingnya jaringan ulama yang terbentuk dan
berkembang sepanjang sejarah meskipun tidak terorganisasi secara formal.
Jaringan antara mursyid dan wakilnya memang sering kali terjalin melalui
kerangka organisasi tarekat, tetapi jaringan antar mereka itu tidak berarti
terorganisasi secara formal. Oleh karena itu, jaringan ulama lebih merupakan
ikatan yang bersifat longgar dan informal. Namun, karena berbagai faktor, ikatan
tersebut menjadi cukup solid dan efektif dalam mencapai tujuan keilmuan Islam
khususnya, dan penyebaran Islam pada umumnya.
Proses tradisi intelektual ini tidak terlepas dari proses tranmisi dan difusi
ajaran dan gagasan Islam selalu melibatkan semacam "jaringan intelektual"
(intellectual networks), baik yang terbentuk di kalangan ulama maupun salah satu
segmen dari kaum intelektual secara keseluruhan. Yang disebut sebagai "jaringan
ulama" adalah jalinan hubungan yang kompleks dan luas, yang terdapat baik yang
terbentuk antar-ulama sendiri maupun antara ulama dan murid-muridnya.
20
Perkembangan jaringan ulama di Haramain mengalami akselerasi pada
abad ke-17 dan 18 M. Seperti diungkapkan Azyumardi Azra, jaringan ulama,
terutama berpusat di Mekkah dan Madinah menduduki posisi penting dalam
kaitannya dengan ibadah haji, sehingga mendorong sejumlah guru besar (ulama)
dan penuntut ilmu dari berbagai wilayah di dunia Muslim datang dan bermukim di
sana, yang pada gilirannya menciptakan semacam jaringan keilmuan yang
menghasilkan wacana ilmiah yang unik. Sesungguhnya pada abad ke-17 dan 18 M
merupakan salah satu masa yang paling dinamis dalam sejarah sosio-intelektual
kaum muslim.
BAB III
PENUTUP
21
A. Kesimpulan
B. Saran
Ada sebuah pepatah yang mengatakan “tidak ada gading yang tak retak”.
Karena itulah penulis senantiasa menyadari bahwa begitu banyak kekurangan
kekurangan dan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam makalah ini. Maka dari
pada itu, penulis mengharapkan kritik dan saran membangun dari para pembaca
sekalian agar kedepannya penulis bisa berusaha menjadi lebih baik lagi.
22