Anda di halaman 1dari 1

PERTANIAN SEBAGAI BUDAYA TURUN-TEMURUN ORANG JAWA

Oleh: Dicky Agus Prasetyo

Ngangkruk, 21 Desember 2019

Orang jawa terutama di pedesaan mayoritas memiliki mata pencaharian sebagai petani. Ilmu pertanian
yang mereka miliki bukan berasal dari studi di sekolah pertanian atau fakultas pertanian perguruan
tinggi tetapi mereka dapatkan dari orang tua dan kakek mereka terus turun temurun. Belum diketahui
pencetus ilmu pertanian orang jawa ini siapa, kemungkinan para wali penyebar islam di jawa seperti
Maulana Malik Ibrahim yang juga mendirikan pesantren khusus pertanian. Atau ilmu yang berasal
dari para penjajah seperti Portugis, Belanda, Inggris dan Jepang yang menjadikan kaum pribumi
sebagai budak mereka untuk mengelola hasil pertanian dan perkebunan mereka. Keluar dari mana
asalnya, yang pasti ilmu itu menjadi manfaat karena terus dipertahankan secara turun temurun dari
generasi ke generasi hingga saat ini.

Ada dua macam cara dalam menanam padi, yaitu cara normal dan mina padi. Perbedaannya hanyalah
pada lama dan banyaknya penggunaan air. Jika pada cara biasa air biasa yang disebut lep untuk
menggenangi lahan supaya mudah di tanami. Juga pada waktu-waktu tertentu sehingga lahan tidak
kering ketika padi masih berusia dini. Kemudian ketika padi sudah menginjak usia pertengahan atau
mulai berbuah maka penggunaan air sudah tidak dipakai lagi. Yang kedua adalah mina padi, cara ini
berbeda dengan cara yang satu. Dengan cara menggenangi lahan dengan air hingga masa panen. Air
yang menggenang juga dijadikan multifungsi sebagai tempat budidaya ikan emas atau ikan mujair
yang biasa hidup di air tawar dan juga mudah dalam budidayanya. Perbedaan yang kedua tentunya
adalah jenis padinya. Padi yang ditanam dengan sistem mina padi tentunya tidak seperti yang ditanam
dengan sistem lokal. Tetapi padi yang memang doyan air sehingga tetap dalam kualitas yang baik dan
tepat.

Dalam mengelola lahan pertanian atau perkebunan orang jawa juga biasa menanam pepohonan yang
besar, yang biasa digunakan untuk bahan bangunan seperti pohon sengon, mahoni, mindi, jati dll.
Setiap jenis pohon mempunyai masa panen yang berbeda-beda dan yang paling diminati adalah
sengon karena masa panen yang cukup singkat yakni 5 tahun sudah besar. Meskipun mempunyai
kelemahan dari segi harga dan kualitas yang tergolong rendah. Dan yang menjadi kelas eksekutif tetap
kayu jati, ini mungkin juga mereka tanam tetapi secara kuantitas tidak lebih banyak dari kayu yang
lain mengingat masa panen yang cukup lama hingga memakan waktu sepuluh hingga belasan tahun.
Walaupun begitu kayu ini memang berkualitas, selain awet kayu ini juga kuat sehingga harga jual di
pasaran tergolong tinggi dan menjadi primadona bagi pengrajin mebeler. Kebiasaan sampingan
menanam pepohonan besar ini mengingat kegunaan pohon-pohon itu yang nantinya bisa menjadi
bahan bangunan rumah mereka yang dulunya sebagian besar materinya berasal dari kayu. Tetapi
seiring berjalannya waktu fungsi atau kegunaan itu berubah menjadi pemenuhan kebutuhan sekunder
atau tersier yakni biasa sekolah atau perguruan tinggi hingga biaya kebutuhan lainnya yang bersifat
sekunder atau tersier guna meningkatkan taraf hidup ekonomi maupun kebutuhan sosial
kemasyarakatan seperti pesta pernikahan dll,

Teknik menanam, ada banyak teknik atau cara yang mungkin lumrah diketahui umumnya orang.
Yaitu menggunakan alat yang bernama lenthuk atau enthuk yaitu alat sejenis sabit yang berukuran
lebih kecil dan tajam pada bagian depan. Hal ini untuk mempermudah dalam mencari suket atau
ilalang.

o0o

Anda mungkin juga menyukai