Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN


1. APLIKASI TRANSCULTURAL NURSING SEPANJANG DAUR
KEHIDUPAN
2. BERBAGAI MASALAH KESEHATAN PASIEN
3. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KRITERIA

Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
KEPERAWATAN III A
AMELIA GUSTRI 1914201007
NADILA AINI 1914201023
PUTRI UTAMI W.R 1914201030
REZVIGEL AMANDA 19142010135
SILFIRA ROSELLA 1914201040
VELLA FEBRINA E. 1914201042
WIWIN PUTRI H. 1914201044

Dosen Pengampu :
Ns. Weni Mailita, M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH
PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga tugas makalah tentang “Aplikasi transcultural nursing sepanjang daur kehidupan
manusia, berbagai masalah kesehatam pasien, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
kriteria” dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Psikososial & Budaya
dalam Keperawatan yang diampu oleh Ibu Ns. Weni Mailita, M.Kep
Makalah ini dibuat berdasarkan dari beberapa sumber yang telah memberikan materi
tersebut. Makalah ini tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya maka dari itu kami
mengharapkan saran dan kritik serta masukan dari pembaca agar makalah ini lebih sempurna dan
memperbaiki tugas kami berikutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan
menambah pengetahuan baik bagi penyusun maupun pembaca.

Padang, 27 Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................

1.1. Latar Belakang......................................................................................


1.2. Tujuan Penulisan Makalah....................................................................

BAB II TINJAUAN TEOROTIS............................................................................

A. Aplikasi Trancultural Nursing Sepanjang Daur Kehidupan..................................

B. Berbagai Masalah Kesehatan Pasien.....................................................................

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi kriteria...........................................................

BAB III PENUTUP..................................................................................................

a. Kesimpulan........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring berkembangnya zaman di era globalisasi saat ini, terjadi peningkatan jumlah
penduduk baik populasi maupun variasinya. Keadaan ini memungkinkan adanyamultikultural
atau variasi kultur pada setiap wilayah. Tuntutan kebutuhan masyarakatakan pelayanan
kesehatan yang berkualitas pun semakin tinggi. Hal ini menuntut setiaptenaga kesehatan
profesional termasuk perawat untuk mengetahui dan bertindak setepatmungkin dengan prespektif
global dan medis bagaimana merawat pasien dengan berbagaimacam latar belakang kultur atau
budaya yang berbeda dari berbagai tempat di duniadengan memperhatikan namun tetap pada
tujuan utama yaitu memberikan asuhankeperawatan yang berkualitas. Penanganan pasien dengan
latar belakang budaya disebutdengan transkultural nursing.Tanskultural nursing adalah suatu
daerah/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokusnya
memandang perbedaan dan kesamaandiantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan
sakit didasarkan pada nilai budayamanusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan
untuk memberikan asuhankeperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia
(Leininger, 2002).Proses keperawatan transkultural di aplikasikan untuk mengurangi konflik
perbedaan budaya atau lintas budaya antara perawat sebagai profesional dan pasien. Dalam
berbagai masalah kesehatan pasien ada faktor-faktor yang mempengaruhi kriteria.

1.2 Tujuan Penulisan Makalah

Untuk mengetahui aplikasi transcultural nursing sepanjang daur kehidupan manusia,


berbagai masalah kesehatam pasien, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kriteria.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. APLIKASI TRANSKULTURAL NURSING SEPANJANG DAUR KEHIDUPAN


MANUSIA

Bila ditinjau dari makna kata, transcultural berasal dari kata trans dan culture,
trans berarti alur pemindahan, culture berarti budaya. Jadi, transkultural dapat diartikan
sebagai : lintas budaya yang mempunyai efek bahwa budaya yang satu memperngaruhi
budaya lain.

Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuannya budaya pada proses


belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan
diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya
manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuahan
keperawatan khususnya budaya atau kebutuhan budaya kepada manusia.

Peran dan fungsi transkultural :

1. Membantu individu/keluarga dengan budaya yang berbeda-beda untuk mampu


memahami kebutuhannya terhadap asuhan keperawatan dan kesehatan.
2. Membantu perawat dalam mengambil keputusan selama pemberian asuhan keperawatan
pada individu/keluarga melalui pengakajian gaya hidup, keyakinan tentang kesehatan dan
praktik kesehatan klien.

Aplikasi transcultural nursing sepanjang daur kehidupan manusia :


a. Perawatan Kehamilan dan Kelahiran
Kehamilan dan kelahiran bayi pun dipengaruhi oleh aspek sosial dan
budayadalam suatu masyarakat. Dalam ukuran-ukuran tertentu, fisiologi kelahiran
secarauniversal sama. Namun proses kelahiran sering ditanggapi dengan cara-cara yang
berbeda oleh aneka kelompok masyarakat (Jordan, 1993). Berbagai kelompok
yangmemiliki penilaian terhadap aspek kultural tentang kehamilan dan
kelahiranmenganggap peristiwa itu merupakan tahapan yang harus dijalani didunia. Salah
satukebudayaan masyarakat kerinci di Provinsi Jambi misalnya, wanita hamil
dilarangmakan rebung karena menurut masyarakat setempat jika wanita hamil makan
rebungmaka bayinya akan berbulu seperti rebung. Makan jantung pisang juga
diyakinimenurut keyakinan mereka akan membuat bayi lahir dengan ukuran yang kecil.
Dalam kebudayaan Batak, wanita hamil yang menginjak usia kehamilan tujuh
bulan diberikan kepada ibunya ulos tondi agar wanita hamil tersebut selamat dalam
proses melahirkan. Ketika sang bayi lahir pun nenek dari pihak ibu memberikan lagiulos
tondi kepada cucunya sebagai simbol perlindungan. Sang ibu akan menggendonganaknya
dengan ulos tersebut agar anaknya selalu sehat dan cepat besar. Ulos tersebutdinamakan
ulos parompa.
Pantangan dan simbol yang terbentuk dari kebudayaan hingga kini
masihdipertahankan dalam komunitas dan masyarakat. Dalam menghadapi situasi ini,
pelayanan kompeten secara budaya diperlukan bagi seorang perawat
untukmenghilangkan perbedaan dalam pelayanan, bekerja sama dengan budaya
berbeda,serta berupaya mencapai pelayanan yang optimal bagi klien dan
keluarga.Menurut Meutia Farida Swasono salah satu contoh dari masyarakat yang
seringmenitikberatkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari peristiwa kehamilan
dankelahiran adalah orang jawa yang di dalam adat adat istiadat mereka terdapat
berbagaiupacara adat yang rinci untuk menyambut kelahiran bayi seperti pada upacara
mitoni, procotan, dan brokohan.
Perbedaan yang paling mencolok antara penanganan kehamilan dan kelahiranoleh
dunia medis dengan adat adalah orang yang menanganinya, kesehatan modern
penanganan oleh dokter dibantu oleh perawat, bidan, dan lain sebagainya tapi penangana
dengan adat dibantu oleh dukun bayi. Menurut Meutia Farida Swasonodukun bayi
umumnya adalah perempuan, walaupun dari berbagai kebudayaantertentu, dukun bayi
adalah laki laki seperti pada masyarakat Bali Hindu yang disebut balian manak dengan
usia di atas 50tahun dan profesi ini tidak dapat digantikan oleh perempuan karena dalam
proses menolong persalinan, sang dukun harus membacakanmantra mantra yang hanya
boleh diucapkan oleh laki laki karena sifat sakralnya.
Proses pendidikan atau rekrutmen untuk menjadi dukun bayi bermacammacam.
Ada dukun bayi yang memperoleh keahliannya melalui proses belajar yangdiwariskan
dari nenek atau ibunya, namun ada pula yang mempelajari dari seorangguru karena
merasa terpanggil. Dari segi budaya, melahirkan tidak hanya merupakansuatu proses
semata mata berkenaan dengan lahirnya sang bayi saja, namun tempatmelahirkan pun
harus terhindar dari berbagai kotoran tapi “kotor” dalam arti keduniawian, sehingga
kebudayaan menetapkan bahwa proses mengeluarkan unsurunsur yang kotor atau
keduniawian harus dilangsungkan di tempat yang sesuaikeperluan itu. Jika dokter
memiliki obat obat medis maka dukun bayi punya banyakramuan untuk dapat menangani
ibu dan janin, umumnya ramuan itu diracik dari berbagai jenis tumbuhan, atau bahan
bahan lainnya yang diyakini berkhasiat sebagai penguat tubuh atau pelancar proses
persalinan.
Menurut pendekatan biososiokultural dalam kajian antropologi, kehamilan dan
kelahiran dilihat bukan hanya aspek biologis dan fisiologis saja, melainkan sebagai
proses yang mencakup pemahaman dan pengaturan hal-hal seperti; pandangan
budayamengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan kelahiran, para pelaku dalam
pertolongan persalinan, wilayah tempat kelahiran berlangsung, cara pencegahan bahaya,
penggunaan ramuan atau obat-obatan tradisional, cara menolong kelahiran, pusat
kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai pertolongan serta perawatan bayi dan
ibunya.
Berdasarkan uraian diatas, perawat harus mampu memahami kondisi
kliennyayang memiliki budaya berbeda. Perawat juga dituntut untuk memiliki
keterampilandalam pengkajian budaya yang akurat dan komprehensif sepanjang waktu
berdasarkan warisan etnik dan riwayat etnik, riwayat biokultural, organisasi sosial,agama
dan kepercayaan serta pola komunikasi. Semua budaya mempunyai dimensilampau,
sekarang dan mendatang. Untuk itu penting bagi perawat memahamiorientasi waktu
wanita yang mengalami transisi kehidupan dan sensitif terhadapwarisan budaya
keluarganya.

b. Perawatan Dan Pengasuhan Anak


Disepanjang daur kehidupannya, manusia akan melewati masa transisi dariawal
masa kelahiran hingga kematiannya. Kebudayaan turut serta mempengaruhi peralihan
tersebut. Dalam asuhan keperawatan budaya, perawat harus paham dan bisa
mengaplikasikan pengetahuannya pada tiap daur kehidupan manusia. Salah satu
contohnya yaitu aplikasi transkultural pada perawatan dan pengasuhan anak. Setiap anak
diharapkan dapat berkembang secara sempurna dan simultan, baik perkembangan fisik,
kejiwaan dan juga sosialnya sesuai dengan standar kesehatan,yaitu sehat jasmani, rohani
dan sosial. Untuk itu perlu dipetakan berbagai unsur yangterlibat dalam proses
perkembangan anak sehingga dapat dioptimalkan secarasinergis.
Menurut Urie Bronfenbrenner (1990) setidaknya ada 5 (lima) sistem yang
berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak,yaitu :
a. Sistem mikro yang terkait dengan setting individual di mana anak tumbuhdan
berkembang yang meliputi : keluarga, teman sebaya, sekolah dan lingkungansekitar
tetangga.
b. Sistem meso yang merupakan hubungan di antara mikro sistem, misalnyahubungan
pengalaman-pengalaman yang didapatkan di dalam keluarga dengan pengalaman di
sekolah atau pengalaman dengan teman sebaya.
c. Sistem exo yang menggambarkan pengalaman dan pengaruh dalam settingsosial yang
berada di luar kontrol aktif tetapi memiliki pengaruh langsung terhadap
perkembangan anak,seperti,pekerjaan orang tua dan media massa.
d. Sistem makro yang merupakan budaya di mana individu hidup, seperti :ideologi,
budaya, sub-budaya atau strata sosial masyarakat.
e. Sistem chrono yang merupakan gambaran kondisi kritis transisional (kondisisosio-
historik).
Keempat sistem pertama harus mampu dioptimalkan secara sinergisdalam
pengembangan berbagai potensi anak sehingga dibutuhkan pola pengasuhan, pola
pembelajaran, pola pergaulan termasuk penggunaan media massa, dan polakebiasaan
(budaya) yang koheren dan saling mendukung.
Proses sosialisasi pada anak secara umum melalui 4 fase, yaitu:
1. Fase Laten (Laten Pattern), pada fase ini proses sosialisasi belum terlihat jelas.Anak
belum merupakan kesatuan individu yang berdiri sendiri dan dapatmelakukan kontak
dengan lingkungannya. Pada fase ini anak masih dianggapsebagai bagian dari ibu,dan
anak pada fase ini masih merupakan satu kesatuanyang disebut “two persons system”.
2. Fase Adaptasi (Adaption), pada fase ini anak mulai mengenal lingkungan
danmemberikan reaksi atas rangsangan-rangsangan dari lingkungannya. Orangtua
berperan besar pada fase adaptasi, karena anak hanya dapat belajar dengan baik atas
bantuan dan bimbingan orangtuanya.
3. Fase Pencapaian Tujuan (Goal Attainment), pada fase ini dalam sosialisasinyaanak
tidak hanya sekadar memberikan umpan balik atas rangsangan yangdiberikan oleh
lingkungannya, tapi sudah memiliki maksud dan tujuan. Anakcenderung mengulangi
tingkah laku tertentu untuk mendapatkan pujian dan penghargaan dari lingkungannya.
4. Fase Integrasi (Integration), pada fase ini tingkah laku anak tidak lagi hanyasekadar
penyesuaian (adaptasi) ataupun untuk mendapatkan penghargaan, tapisudah menjadi
bagian dari karakter yang menyatu dengan dirinya sendiri.

Interaksi anak dengan lingkungannya secara tidak langsung telah mengenalkandirinya


pada kultural atau kebudayaan yang ada di sekelilingnya. Lingkungan dankeluarga turut
berperan serta dalam tumbuh kembang anak. Hal ini pun tidak terlepasdari pengaruh-
pengaruh budaya yang ada di sekitarnya. Sebagai perawat, dalammemberikan
pengasuhan dan perawatan perlu mengarahkan anak pada perilaku perkembangan yang
normal, membantu dalam memaksimalkan kemampuannya danmenggunakan
kemampuannya untuk koping dengan membantu mencapaikeseimbangan perkembangan
yang penting. Perawat juga harus sangat melibatkan anak dalam merencakan proses
perkembangan. Karena preadolesens memiliki keterampilan kognitif dan sosial yang
meningkat sehingga dapat merencanakan aktifitas perkembangan.

Dalam lingkungannya, anak diharuskan bekerja dan bermain secara kooperatif dalam
kelompok besar anak-anak dalam berbagai latar belakang budaya. Dalam proses ini, anak
mungkin menghadapi masalah kesehatan psikososial dan fisik (misalnya meningkatnya
kerentanan terhadap infeksi pernapasan, penyesuaian yang salah di sekolah, hubungan
dengan kawan sebaya tidak adekuat, atau gangguan belajar). Perawat harus merancang
intervensi peningkatan kesehatan anak denganturut mengkaji kultur yang berkembang
pada anak. Agar tidak terjadi konflik budayaterhadap anak yang akan mengakibatkan
tidak optimalnya pegasuhan dan perawatan anak.

B. BERBAGAI MASALAH KESEHATAN PASIEN


a. Contoh asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan transkultural :
1. Keluarga Jawa Timur
Dalam melakukan asuhan keperawatan pada keluarga Jawa Timur, perawat
seharusnya melibatkan keluarga inti (terutama bapak) dan keluarga besar, termasuk
kyai sebagai pembimbing spritual mereka.
2. Keluarga Minangkabau
Dalam melakukan asuhan keperawatan pada keluarga minangkabau, perawat
seharusnya melibatkan keluarga inti (terutama dari pihak ibu) dan keluarga besar,
serta disesuaikan dengan ajaran agama islam.
b. Kepercayaan Kuno dan Praktik Pengobatan
- Budaya Jawa
Ada beberapa kategori dukun pada masyarakat Jawa yang mempunyai nama dan
fungsi masing-masing:
1. Dukun bayi : khusus menangani penyembuhan terhadap penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan bayi, dan orang hendak melahirkan.
2. Dukun pijat/tulang (sangkal putung) : khusus menangani orang yang sakit
terkilir, patah tulang, jatuh atau salah urat.
3. Dukun klenik : khusus menangani orang yang terkena guna-guna atau
“digawa gowong”.
4. Dukun mantra : khusu menangani orang yang terkena penyakit karena
kemasukan roh halus.
5. Dukun hewan : khusus mengobati hewan.

Adapun beberapa contoh pengobatan tradisional masyarakat Jawa yang tidak


terlepas dari tumbuhan dan buah-buahan yang bersifat alamiah adalah :

1. Akar ilalang untuk menyembuhkan penyakit hepatitis B.


2. Mahkota dewa untuk menurunkan tekanan darah tinggi, yakni dengan
dikeringkan terlebih dahulu lalu diseduh seperti teh dan diminum seperlunya.
- Budaya Flores
Damianus wera orang flores satu ini punya karunia yang sangat langka. Dami
dikenal sebagai penyembuhan alternativ unik. Damianus wera bukan dokter, buta
huruf, tak makan sekolah, tapi buka praktik layaknya dokter prefesional.
1. Berdoa : dilakukan sebelum dan sesudah pengobatan, pasien berdoa menurut
agamanya.
2. Air putih : pasien diminta membawa air putih dalam botol 1,5 liter. Setelah
didoakan, pasien minum dirumah masing-masing. Kalau mau habis,
tambahkan dengan air yang baru.
3. Kapsul ajaib : pasien diminta minum kapsul ajaib seperti obat biasa.
4. Pijat refleksi : pasien menjerit kesakitan karena “diestrum” listrik teganga
tinggi.
- Budaya Sunda
Penyebab sakit umunya karena lingkungan, kecuali batuk juga karena kuman.
Pencegahan sakit umunya dengan menghindari penyebabnya. Pengobatan sakit
umumnya menggunakan obat yang terdapat di warung obat yang ada di desa
tersebut, sebagian kecil menggunakan obat tradisional. Pengobatan sendiri
sifatnya sementara, yaitu penanggulangan pertama sebelum berobat ke puskesmas
atau mantri.
- Budaya Batak
Dalam kehidupan sehari-hari orang batak, segala sesuatunya termasuk mengenai
pengobatan jaman dahulu, untuk mengetahui bagaimana cara mendekatkan diri
pada sang pencipta agar manusia tetap sehat dan jauh dari mara bahaya.bagi orang
batak, di samping penyakit alamiah, ada juga beberapa tipe spesifik penyakit
supernatural, yaitu :
1. Jika mata seseorang bengkak, orang tersebut diyakini telah melakukan
perbuatan yang tidak baik (mis : mengintip). Cara mengatasinya agar matanya
tersebut sembuh adalah dengan mengoleskan air sirih.
2. Nama tidak cocok dengan dirinya (keberatan nama) sehingga membuat orang
itu sakit. Cara mengobatinya dengan mangganti nama tersebut dengan nama
yang lain, yang lebih cocok dan didoakan serta diadakan jamuan adat bersama
keluarga.
C. FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KRITERIA
1. Perilaku
Perilaku dari pandangan biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas organism
yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas
daripada manusia itu sendiri. Perilaku manusia itu mempunyai bentengan yang sangat
luas, mencakup berjalan, berbicara, berpakaian, dan sebagainya.Bahkan kegiatan
internal sperti berpikir, persepsi, dan emosi juga merupakan perilaku manusia
(Effendy & Nasrul, 1998).
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit
Perilaku seseorang terhadap penyakit, yaitu bagaimana manusia berespon, baik
secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi) penyakit dan rasa sakit yang
ada pada dirinya dan di luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sebagai
sehubungan dengan penyakit dan tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini
dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yaitu (Effendy
& Nasrul, 1998)
2. Perilaku terhadap makanan
Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) yakni respon seseorang terhadap
makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan,
persepsi, sikap dan praktik kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung
di dalamnya (zat gizi), pengolahan makanan, dan sebagainya, sehubungan kebutuhan
tubuh kita (Effendy & Nasrul, 1998).
3. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan
Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah
respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.
Perilaku ini mencakup (Effendy & Nasrul, 1998):
a) Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk didalamnya komponen, manfaat,
dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.
b) Perilaku sehubungan dengan air kotor, yang menyangkut segi-segi hygiene
pemeliharaan teknik dan penggunaannya.
c) Perilaku sehubungan dengan ruangan yang sehat, meliputi ventilasi, pencahayaan,
lantai dan sebagainya.
2. Lingkungan
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan
lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif pada terwujudnya status
kesehatan yang optimal pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara
lain mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia, penyediaan air bersih,
pembuangan sampah, pembuangan air kotor (limbah). Adapun yang dimaksud
dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau
mengoptimumkan lingkungan hidup manusia yang merupakan media yang baik agar
terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup didalamnya.
Lingkungan adalah agregat dari seluruh kondisi dan pengaruh luar yang
mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu organism (Asmadi. 2008).
Secara umum, lingkungan dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Lingkungan fisik, yaitu lingkungan alamiah yang terdapat di sekitar manusia.
Lingkungan fisik ini meliputi banyak hal, seperti cuaca, musim, keadaan geografis,
struktur geologis, dan lain-lain.
2) Lingkungan non fisik, yaitu lingkungan yang muncul akibat adanya interaksi
antarmanusia. Lingkungan non fisik ini meliputi sosial-budaya, norma, nilai, adat
istiadat, dan lain-lain.
Untuk memahami hubungan lingkungan dengan kesehatan, dapat digunakan
model segitiga yang menjelaskan hubungan antara agens, hopes, dan lingkungan.
Agens merupakan faktor yang dapat menyebabkan penyakit, seperti faktor biologis,
kimiawi, mekanis, dan psikologis. Penjamu (hopes) adalah semua faktor yang
terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit serta
perjalanan suatu penyakit.
Faktor tersebut antara lain keturunan, mekanisme pertahanan tubuh, umur, jenis
kelamin, status perkawinan, pekerjaan, kebiasaan hidup, dan sebagainya (Asmadi,
2008).
Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terutama pada pembentukan perilaku
makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah serta
adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak. Kebiasaan makan dalam
keluarga sangat berpengaruh besar terhadap pola makan seseorang, kesukaan
seseorang terhadap makanan terbentuk dari kebiasaan makan yang terdapat dalam
keluarga. Lingkungan sekolah termasuk di dalamnya para guru, teman sebaya, dan
keberadaan tempat jajan sangat mempengaruhi terbentuknya pola makan, khususnya
bagi siswa sekolah.
3. Keturunan
Secara sederhana, penyakit manusia dapat dibagi ke dalam beberapa kategori,
salah
satunya adalah penyakit yang disebabkan oleh faktor gen. Penyakit ini disebut juga
sebagai penyakit herediter atau keturunan (Asmadi. 2008).
4. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan (health care service) merupakan hak setiap orang yang
dijamin dalam Undang Undang Dasar 1945 untuk melakukan upaya peningkatkan
derajat kesehatan baik perseorangan, maupun kelompok atau masyarakat secara
keseluruhan. Defenisi Pelayanan kesehatan menurut Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Tahun 2009 (Depkes RI) yang tertuang dalam Undang-Undang Kesehatan
tentang kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan,
perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat. Berdasarkan Pasal 52 ayat (1)
UU Kesehatan, pelayanan kesehatan secara umum terdiri dari dua bentuk pelayanan
kesehatan yaitu:
a. Pelayanan kesehatan perseorangan (medical service). Pelayanan kesehatan ini
banyak diselenggarakan oleh perorangan secara mandiri (self care), dan
keluarga (family care) atau kelompok anggota masyarakat yang bertujuan
untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan
keluarga.
b. Pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Pelayanan kesehatan
masyarakat diselenggarakan oleh kelompok dan masyarakat yang bertujuan
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang mengacu pada tindakan
promotif dan preventif.
Pihak-Pihak yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan pihak-pihak yang
berhubungan dengan setiap kegiatan pelayanan kesehatan baik itu di rumah sakit,
puskesmas, klinik, maupun praktek pribadi, antara lain:

1. Dokter, adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana mestinya
untuk melakukan pelayanan kesehatan, khususnya memeriksa dan mengobati
penyakit berdasarkan hukum dan pelayanan di bidang kesehatan.
2. Perawat, adalah profesi yang sifat pekerjaannya selalu berada dalam situasi yang
menyangkut hubungan antar manusia, terjadi proses interaksi serta saling
memengaruhi dan dapat memberikan dampak terhadap tiap-tiap individu yang
bersangkutan.
3. Bidan, adalah profesi yang diakui secara nasional maupun internasional oleh
sejumlah praktisi diseluruh dunia. Defenisi bidan menurut International
Confederation of Midwife (ICM) Tahun 1972 adalah seseorang yang telah
menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh
kualifikasi dan diberi izin.
4. Apoteker Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, apoteker ialah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai
apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.

Disamping determinan-determinan derajat kesehatan yang telah dirumuskan oleh


Blum tersebut masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi atau menentukan terujudnya
kesehatan seseorang, kelompok atau masyarakat.

a) Faktor makanan

Makanan merupakan faktor penting dalam kesehatan kita. Bayi lahir dari seorang
ibu yang telah siap dengan persoalan soal yang merupakan makanan lengkap untuk
seorang bayi. Mereka yang memelihara tubuhnya dengan makanan yang cocok,
menikmati tubuh yang benar-benar sehat.
b) Pendidikan atau Tingkat pengetahuan
Tingkat pengeahuan akan membentuk cara berpikir dan kemampuan seseorang
untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan
pengetahuan tersebut untuk menjaga kesehatannya. Pendidikan juga secara tidak
langsung akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam menjaga kesehatannya.
Biasanya, orang yang berpendidikan (dalam hal ini pendidikan formal) mempunyai
resiko lebih kecil terkena penyakit atau masalah kesehatan lainnya.
c) Faktor sosio-ekonomi
Faktor-faktor sosial dan ekonomi seperti lingkungan sosial, tingkat pendapatan,
pekerjaan, dan ketahanan pangan dalam keluarga merupakan faktor yang berpengaruh
besar pada penentuan derajat kesehatan seseorang.
d) Latar belakang budaya
Latar belakang bidaya mempengaruhi keyakinan, nilai, dan kebiasaaan individu
termasuk, termasuk system pelayanan kesehatan dan cara pelaksanaan kesehatan
pribadi.
e) Usia
Setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon yang berbeda-beda
terhadap perubahan kesehatan yang terjadi.
f) Faktor emosional
Setiap pemikiran positif akan sangat berpengaruh, pikiran yang sehat dan bahagia
semakin meningkatkan kesehatan tubuh kita. Tidak sulit memhami pengaruh dari
pikiran tentang kesehatan kita. Yang diperlukan hanya usaha mengembangkan sikap
yang benar agar tercapai kesejahteraan.
g) Faktor agama dan keyakinan
Agama dan kepercayaan yang dianut oleh seorang individu secara tidak langsung
mempengaruhi perilaku kita dalam berperilaku sehat. Misalnya dalam Islam
mengajarkan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Sebagai umat muslim,
tentu kita akan melaksanakan perintah Allah swt. untuk berperilaku bersih dan sehat.
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan

Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuannya budaya pada proses belajar
dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya
dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan
dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuahan keperawatan khususnya
budaya atau kebutuhan budaya kepada manusia. Faktor-faktor yang mempengaruhi ada perilaku,
lingkungan, keturunan, dan pelayanan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/391960492/Transkultural-Nursing-Sepanjang-Daur-
Kehidupan-Manusia

https://id.scribd.com/presentation/378498428/Aplikasi-Transcultural-Nursing-Sepanjang-
Daur-Kehidupan-Manusia-Dan

Anda mungkin juga menyukai