Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM BISNIS

SUBJEK DAN OBJEK PERJANJIAN

Disusun Oleh: Kelompk 1


Nizar Adi Laili 041711433095
Miftahul Jannah 041811433001
Dhida Shelma Aurelia 041811433010
Nadilla Intan Amalya 041811433021
Dhian Tri Setiawati 041811433029
Farras Zalfa Ardiyanto 041811433082

PROGRAM STUDI S1 EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perkembangan kehidupan bersama manusia kesepakatan antar manusia
dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dituangkan dalam bentuk perjanjian
merupakan sumber hukum yang semakin penting. Semakin banyak persoalan antar
individu yang memerlukan peraturan yang hanya mungkin dilakukan dengan
perjanjian.
Perjanjian adalah suatu hal yang harus diperhatikan karena dengan adanya
perjanjian seseorang akan selalu merasa memiliki tanggung jawab atas hal yang akan
dia lakukan. Subyek dan obyek perjanjian merupakan hal yang penting. Disini
pemakalah akan memaparkan pengertian subyek perjanjian dan obyek perjanjian.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian manusia dan dalilnya dalam subjek hukum?
2. Bagaimana pengertian badan hukum, unsur-unsur badan hukum?
3. Bagaimana perbedaan objek perjanjian (Benda Bergerak dan Tidak Bergerak)?
4. Bagaimana manfaat dari pembeda antara benda bergerak dan tidak bergerak?
5. Bagaimana contoh kasus yang melibatkan subjek dan objek perjanjian?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian manusia dan dalilnya dalam subjek hukum
2. Untuk mengetahui pengertian badan hukum, unsur-unsur badan hukum
3. Untuk mengetahui perbedaan objek perjanjian (Benda Bergerak dan Tidak
Bergerak.
4. Untuk mengetahui manfaat dari pembeda antara benda bergerak dan tidak
bergerak.
5. Untuk mengetahui kasus yang melibatkna objek dan subjek perjanjian.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Subjek Perjanjian (Orang dan Badan Hukum)


1. Manusia (Orang) sebagai subjek hukum
Manusia merupakan pendukung hak dan kewajiban, oleh karena itu masusia
disebut sebagai subjek hukum. Dari sudut pandang hukum, menurut paul scholten,
pengertian manusia adalah orang atau persoon dalam hukum yang mengandung 2
dalil, yaitu :
1) Manusia dalam hukum sewajarnya diakui sebagai yang berhak atas hak-
hak subjektif dan sewajarnya diakui sebagai pihak pelaku dalam hukum
objektif. Disini perkataan manusia mempunyai nilai etis. Persoalannya hal
ini juga menjadi dasar arti dalil yang ke 2, yaitu
2) Dalam hukum positif yang merupakan persoon adalah subjek hukum,
mempunyai kewenangan. Dalil ini mengandung petunjuk di mana tempat
manusia dalam sistem hukum dan denan demikian dinyatakan suatu
kaegori hukum.
Subjek hukum manusia sering juga disebut sebagai subjek kodrati atau pusura
kodrat karena pada kodratnya manusia adalah subjek hukum. Sehingga sangat
berbeda dengan subek hukum lainnya yang mendapatkan kewenangan hukum dari
hukum positif. Namun pendapat itu tidak lah teat karena kewenangan hukum
bukanlah sifat bawan manusia melakinkan kualitet yang diberikan oleh hukum
positif, selain itu kualitas itu hanya dapat diberikan kepada manusia. Jadi apa yang
disebut pusura hukum bukanlah pusura hukum yang sebenarnya.
Hukum indonesia mengakui setiap manusia sebagai subjek hukum. Hal ini
tampak dalam pasal 1 ayat (1) KUH perdata yang menyatakan bahwa menikmati
hak-hak kewargaan tidak tergantung pada hak-hak kenegaraan. Pengaturan ini
mengandung makna bahwa status sebagai warga (yang memiliki makna sebagai
subjek hukum) tidak digantungkan pada syarat tertentu yang ditetapkan oleh
negara. Pengakuan manusia sebagai subjek hukum tersebut dimulai sejak manusia
didalam kandungan (bila kepentingannya menghendaki demikian). Sampai dengan
manusia tersebut mati. Pengaturan pasal 1 KUH perdata selaras dnegan apa yang
diatur dalam pasal 2 dan 3 KUH perdata. Pasal 2 KUH perdata menyatakan bahwa
anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah lahir, setiap
kali kepentingan si anak mengehndakinya. Bila telah mati sewaktu dilahirkan, dia
dianggap tidak pernah ada. Adapaun pasal 3 KUH perdata menyatakan bahwa
tiada suatu hukuman pun yang mengakibatkan kematian perdata, atau hilangnya
segala hak-hak kewarganegaraan.

2. Badan Hukum
Selain manusa yang secara kodrat merupakan subjek hukum, hukum juga
mengakui eksistensi badan hukum atau rechtspersoon sebagai badan hukum, yang
berkedudukan sebagai pendukung hak dan kewajiban badan-badan dan
perkumpulan-perkumpulan itu dapat memiliki kekayaan sendiri, ikut serta dalam
lalu lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan menggugat
dimuka pengadilan. Badan-badan atau perkumpulan tersebut dinamakan badan
hukum (rechtpersoon) yang berarti orang (persoon) yang diciptakana oleh hukum.
Rechtspersoon biasa disebit sebagai badan hukum yang merupakan persona ficta
atau orang yang diciptakan oleh hukum sebagai persona.
Burge;ijk wetboek menggunakan istilah rechtpersoon yaitu pada saat
diadakannya pengaturan tentang kanak-kanak (kinderwetten). Menurut pasal 292
ayat (2) dan pasal 302 buku I BW serta sejak diadakannya buku Titel 10 buku III
BW (lama) pada tahun 1838 terdapat banyak ketentuan tentang apa yang
dimaksud dengan rechtpersonen tetapi istilah yang digunakan adalah zedelijk
lichaam (badan susila). Mengenai istilah ini, purnadi purbacaraka dan soerjono
soekanto berpendapat yaitu dalam menerjemahkan zadelijk lichaam menjadi
badan hukum, lichaam itu benar terjemahannya badan, tetapi hukum sebagai
terjemahan zadelijk itu salah, karena arti sebenarnya susila. Oleh karena itu istilah
zadelijk lichaam dewasa ini sinonim dengan rechtpersoon, maka lebih baik kita
gunakan pengertian itu dengan terjemahan pribadi hukum.
Dalam peraturan di indoensia, istilah yang resmi digunakan adalah badan
hukum, istilah ini dapat ditemukan dalam peraturan perundang-undangan beribut:
- Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan pokok agrarta
- Peraturan pemerintah pengganti undang-undan nomor 19 tahun 1960 tentang
bentuk-bentuk usaha negara
- Undang-undang nomor 19 taun 2003 tentang badan usaha milik negara
- Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatad, dan
sebagainya
Terjadi banyak perdebatan mengenai bagaimana badan hukum dapat menjadi
subjek hukum dan memiliki sifat-sifat subjek hukum seperti manusia. Banyak
sekali teori yang ada dan digunakan dunia akademis untuk menjelaskan hal
tersebut, namun demikian menurut salim, teori yang paling berpengaruh dalam
hukum positif adalah teori konsistensi yang pada intinya mengajarkan bahwa
badan hukum dalam negara tidak memiliki kepribadian hukum yaitu hak dan
kewajiban dan harta kekayaan kecuali di perkenankan oleh hukum dalam hal ini
berarti negara sendiri.
Berdasarkan pasal 1654 KUH perdata, badan hukum didefinisikan sebagai
semua perkumpulan yang sah adalah seperti halnya dengan orang-orang preman,
berkuasa melakukan tindakan-tindakan perdaa, dengan tidak mengurangi
peraturan-peraturan umum, dalam mana kekuasaan itu telah diubah, dibatasi atau
ditundukkan pada acara-acara tertentu. Sebelumnya dalam pasal 1653 KUH
perdata diatur berkaitan dengan perkumpulan adalah selainnya perseroan yang
sejati oleh undang-undang diakui pula perhimpunan orang sebagai perkumpulan,
baik yang diadakan atau diakui sebagai demikian oleh kekuasaan umum, maupun
diterima sebagai diperbolehkan, atau tela didirikan untuk suatu maksud tertentu
yang tidak bertantangan dengan undang-undang atau kesusilaan. Dengan
demikian berdasarkan pasal 1653 bab kesembilan dari buku ketiga KUH perdata,
ada 3 macam perkumpulan, yaitu :
- Perkumpulan yang diadakan oleh kekuasaan umum
- Perkumpulan yang diakui oleh kekuasaan umum
- Perkumpulan yang diperkenankan atau untuk suatu maksud tertentu tidak
berlawanan dengan undang-undang atau kesusilaan.
Pasal 1653 KUH perdata tersebut merupakan landasan yuridis keberadaan
badan hukum baik badan hukum publik maupun privat, meskipun tidak secara
tegas mengaturnya.
Menurut Apeldoorn, yang dimaksud dengan pusura hukum (badan hukum)
adalah
- Tiap-tiap persekutuan manusia, yang bertindak dalam pergaulan hukum
seolah-olah ia suatu pusura yang tunggal
- Tiap-tiap harta dengan tujuan yang tertentu, tetapi dengan tiada yang
empunya, dalam pergaulan hukum diperlakukan seolah-olah ia sesuatu pusura
(yayasan).
Sri soedewi maschun sofwan mengartikan badan hukum sebagai kumpulan
dari orang-orang yang bersama-sama mendirikan suatu badan (pehimpunan) dan
kumpulan harta kekayaan yang ditersendirikan untuk tujuan teretntu. Kedua-
duanya merupakan badan hukum.
Unsur-unsur badan hukum adalah
- Adanya pemisahan harta kekayaan anatra pendiri dengan badan hukum
- Mempunyai harta kekayaan teretntu
- Memiliki kepentingan tertentu
- Memiliki organ yang menjalankan badan hukum
- Adanya manajemen yang teratur
Unsur-unsur inilah yang dapat ditemukan dalam suatu badan hukum, serta
dapat digunakan untuk membedakan badan hukum dengan bukan badan hukum.
Menurut scholten badan hukum harsulah memenuhi unsur-unsur berikut:
- Mempunyai harta kekayaan sendiri, yang berasal dari suatu perbuatan hukum
pemisahan
- Mempunyai tujuan tertentu sendiri
- Mempunyai alat perlengkapan atau organisasi
Setiap badan hukum yang dapat dikatakan mampu bertanggung jawab (recht-
bevoeheid) secara hukum, harus memiliki empat unsur pokok, yaitu
- Harta kekayaan yang terpisah dari kekayaan subjek hukum yang lain
- Mempunyai tujuan ideal teretntu yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan
- Mempunyai kepentingan sendiri dalam lalu lintas hukum
- Ada organisasi kepengurusannya yang bersifat teratur menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan peraturan internalnya sendiri.
Sebagaimana layaknya subjek hukum, badan hukum mempunyai kewenngan
melakukan perbuatan hukum seperti halnya orang, akan tetapi perbuatan hukum
itu hanya terbatas pada bidang hukum harta kekayaan. Mengingat wujudnya
adalah badan atau lembaga, maka dalam mekanisme pelaksanaannya badan
hukum bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.
Sebagai subjek hukum yang berkedudukan mendukung hak dan kewajiban,
badan hukum diakui eksistensinya. Berdasarkan pasal 1653 KUH perdata,
terdapat 4 jenis badan hukum, yaitu :
1. Badan hukum yang didirikan oleh pemerintah. Termasuk dalam kategori
badan hukum ini adalah badan hukum piblik seperti provinsi, kabupaten, kota
dan lain sebagainya.
2. Badan hukum yang diakui oleh pemerintah, misalnya gereja atau badan
keagamaan lainnya.
3. Badan hukum yang diijinkan oleh pemerintah.
4. Badan hukum yang didirikan oleh pihak swasta atau partikelir.
Adapun macam badan hukum publik ini dapat dilihat dari badan hkum publik
yang memiliki teritorial dan badan hukum publik yang tidak memiliki teritorial.
Badan hukum yang mmepunyai teritorial, suatu badan hukum itu pada umumnya
harus memperhatikan atau menyelanggarakan kepentingan mereka yang tinggal di
dalam daerah atau wilayahnya. Badan hukum yang tidak mempunyai teritorial,
suatu badan hukum yang dibentuk oleh yang berwajib hanya untuk tujuan tertentu.
Sedangkan, badan hukum perdata merupakan badan hukum yang didirikan
atas pernyataan kehenda dari orang-perorangan. Badan hukum publik
dimungkinkan mendirikan badan hukum perdata seperti yayasan, perseroan
terbatas dan lain sebagainya.
Selanjutnya untuk membedakan antara badan hukum publik dengan badan
hukum privat atau perdata dapat memperhatikan hal-hal berikut :
1. Pembedaan badan hukum publik dan privat tersebut dapat dilihat melalui
prosedur pendiriannya, artinya badan hukum publik itu diadakan dengan
konstruksi hukum publik yaitu didirikan oleh penguasa dengan undang-
undang atau peraturan-peraturan lainnya. Perbedaan tersebut terletak pada
bagaimana cara pendiriannya badan hukum tersebut, seperti yang diatur dalam
pasal 1653 UH perdata yaitu ada 3 macam, yaitu
 Badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum (pemerintah atau
negara)
 Badan hukum yang diakui oleh kekuasaan umum.
 Badan hukum yang diperkenankan dan yang didirikan dengan tujuan
yang tidak bertentangan dengan undang-undnag atau kesulilaan (badan
hukum dengan konstruksi keperdataan)
2. Perbedaan badan hukum privat dengan badan hukum publik dapat dilihat dari
siapa pendiri dari badan hukum tersebut. Badan hukum perdata adalah badan
hukum yang didirikan oleh perseorangan, sedangkan badan hukum publik
adalah badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum.
3. Perbedaan dengan melihat lingkunagn kerjanya, yaitu apakah dalam hukum itu
pada umumnya dengan publik atau melakukan perbuatan-perbuatan hukum
perdata.
4. Mengenai wewenangnya, yaitu apakah badan hukum yang didirikan oleh
penguasa itu diberi wewenang untuk membuat keputusan, ketetapan atau
peraturan yang mengikat umum. Jika ada wewenang publik, maka ia adalah
badan hukum publik.

B. Objek Perjanjian (Benda Bergerak dan Tidak Bergerak)


1. Perbedaan Benda Bergerak dan Tidak Bergerak
Berdasarkan Pasal 504 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”),
benda dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak.
Mengenai benda tidak bergerak, diatur dalam Pasal 506 – Pasal 508 KUHPer.
Sedangkan untuk benda bergerak, diatur dalam Pasal 509 – Pasal 518
KUHPer.
Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum
Perdata (hal. 61-62), suatu benda dapat tergolong dalam golongan benda yang
tidak bergerak (“onroerend”) pertama karena sifatnya, kedua karena tujuan
pemakaiannya, dan ketiga karena memang demikian ditentukan oleh undang-
undang.
Lebih lanjut, Subekti menjelaskan bahwa adapun benda yang tidak bergerak
karena sifatnya ialah tanah, termasuk segala sesuatu yang secara langsung atau
tidak langsung, karena perbuatan alam atau perbuatan manusia, digabungkan
secara erat menjadi satu dengan tanah itu. Jadi, misalnya sebidang pekarangan,
beserta dengan apa yang terdapat di dalam tanah itu dan segala apa yang dibangun
di situ secara tetap (rumah) dan yang ditanam di situ (pohon), terhitung buah-
buahan di pohon yang belum diambil. Tidak bergerak karena tujuan
pemakaiannya, ialah segala apa yang meskipun tidak secara sungguh-sungguh
digabungkan dengan tanah atau bangunan, dimaksudkan untuk mengikuti tanah
atau bangunan itu untuk waktu yang agak lama, yaitu misalnya mesin-mesin
dalam suatu pabrik. Selanjutnya, ialah tidak bergerak karena memang
demikian ditentukan oleh undang-undang, segala hak atau penagihan yang
mengenai suatu benda yang tidak bergerak.
Pada sisi lain masih menurut Subekti, suatu benda dihitung termasuk golongan
benda yang bergerak karena sifatnya atau karena ditentukan oleh undang-undang.
Suatu benda yang bergerak karena sifatnya ialah benda yang tidak tergabung
dengan tanah atau dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan, jadi
misalnya barang perabot rumah tangga. Tergolong benda yang bergerak karena
penetapan undang-undang ialah misalnya vruchtgebruik dari suatu benda yang
bergerak, lijfrenten, surat-surat sero dari suatu perseroan perdagangan, surat-surat
obligasi negara, dan sebagainya.
Menurut Ny. Frieda Husni Hasbullah, S.H., M.H., dalam bukunya yang
berjudul Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak Yang Memberi Kenikmatan (hal.
43-44), mengatakan bahwa untuk kebendaan tidak bergerak dapat dibagi dalam
tiga golongan:
1) Benda tidak bergerak karena sifatnya (Pasal 506 KUHPer) misalnya tanah
dan segala sesuatu yang melekat atau didirikan di atasnya, atau pohon-pohon
dan tanaman-tanaman yang akarnya menancap dalam tanah atau buah-buahan
di pohon yang belum dipetik, demikian juga barang-barang tambang.
2) Benda tidak bergerak karena peruntukannya atau tujuan pemakaiannya
(Pasal 507 KUHPer) misalnya pabrik dan barang-barang yang dihasilkannya,
penggilingan-penggilingan, dan sebagainya. Juga perumahan beserta benda-
benda yang dilekatkan pada papan atau dinding seperti cermin, lukisan,
perhiasan, dan lain-lain; kemudian yang berkaitan dengan kepemilikan tanah
seperti rabuk, madu di pohon dan ikan dalam kolam, dan sebagainya; serta
bahan bangunan yang berasal dari reruntuhan gedung yang akan dipakai lagi
untuk membangun gedung tersebut, dan lain-lain.
3) Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang misalnya, hak
pakai hasil, dan hak pakai atas kebendaan tidak bergerak, hak pengabdian
tanah, hak numpang karang, hak usaha, dan lain-lain (Pasal 508 KUHPer). Di
samping itu, menurut ketentuan Pasal 314 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang, kapal-kapal berukuran berat kotor 20 m3 ke atas dapat dibukukan
dalam suatu register kapal sehingga termasuk kategori benda-benda tidak
bergerak.
Lebih lanjut, Frieda Husni Hasbullah (Ibid, hal. 44-45) menerangkan bahwa
untuk kebendaan bergerak dapat dibagi dalam dua golongan:
1) Benda bergerak karena sifatnya yaitu benda-benda yang dapat berpindah
atau dapat dipindahkan misalnya ayam, kambing, buku, pensil, meja, kursi,
dan lain-lain (Pasal 509 KUHPer). Termasuk juga sebagai benda bergerak
ialah kapal-kapal, perahu-perahu, gilingan-gilingan dan tempat-tempat
pemandian yang dipasang di perahu dan sebagainya (Pasal 510 KUHPer).
2) Benda bergerak karena ketentuan undang-undang (Pasal 511 KUHPer)
misalnya:
a. Hak pakai hasil dan hak pakai atas benda-benda bergerak;
b. Hak atas bunga-bunga yang diperjanjikan;
c. Penagihan-penagihan atau piutang-piutang;
d. Saham-saham atau andil-andil dalam persekutuan dagang, dan lain-
lain.

2. Manfaat pembedaan benda bergerak dan tidak bergerak


Manfaat pembedaan benda bergerak dan benda bergerak akan terlihat
dalam hal cara penyerahan benda tersebut, cara meletakkan jaminan di
atas benda tersebut, dan beberapa hal lainnya.
Menurut Frieda Husni Hasbullah (Ibid, hal. 45-48), sebagaimana kami
sarikan, pentingnya pembedaan tersebut berkaitan dengan empat hal yaitu
penguasaan, penyerahan, daluwarsa, dan pembebanan. Keempat hal yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Kedudukan berkuasa (bezit)
Bezit atas benda bergerak berlaku sebagai titel yang sempurna (Pasal
1977 KUHPer). Tidak demikian halnya bagi mereka yang menguasai
benda tidak bergerak, karena seseorang yang menguasai benda tidak
bergerak belum tentu adalah pemilik benda tersebut.
2) Penyerahan (levering)
Menurut Pasal 612 KUHPer, penyerahan benda bergerak dapat
dilakukan dengan penyerahan nyata (feitelijke levering). Dengan
sendirinya penyerahan nyata tersebut adalah sekaligus penyerahan yuridis
(juridische levering). Sedangkan menurut Pasal 616 KUHPer, penyerahan
benda tidak bergerak dilakukan melalui pengumuman akta yang
bersangkutan dengan cara seperti ditentukan dalam Pasal 620 KUHPer
antara lain membukukannya dalam register.
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”), maka pendaftaran
hak atas tanah dan peralihan haknya menurut ketentuan Pasal 19 UUPA
dan peraturan pelaksananya.
3) Pembebanan (bezwaring)
Pembebanan terhadap benda bergerak berdasarkan Pasal 1150
KUHPer harus dilakukan dengan gadai, sedangkan pembebanan terhadap
benda tidak bergerak menurut Pasal 1162 KUHPer harus dilakukan
dengan hipotik.
Sejak berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah, maka atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan
dengan tanah hanya dapat dibebankan dengan Hak Tanggungan.
Sedangkan untuk benda-benda bergerak juga dapat dijaminkan dengan
lembaga fidusia menurut Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia.
4) Daluwarsa (verjaring)
Terhadap benda bergerak, tidak dikenal daluwarsa sebab menurut
Pasal 1977 ayat (1) KUHPer, bezit atas benda bergerak adalah sama
dengan eigendom; karena itu sejak seseorang menguasai suatu benda
bergerak, pada saat itu atau detik itu juga ia dianggap sebagai pemiliknya.
Terhadap benda tidak bergerak dikenal daluwarsa karena menurut
Pasal 610 KUHPer, hak milik atas sesuatu kebendaan diperoleh karena
daluwarsa
BAB III

KESIMPULAN

Manusia merupakan pendukung hak dan kewajiban, oleh karena itu masusia disebut
sebagai subjek hukum. Hukum indonesia mengakui setiap manusia sebagai subjek
hukum. Hal ini tampak dalam pasal 1 ayat (1) KUH perdata yang menyatakan bahwa
menikmati hak-hak kewargaan tidak tergantung pada hak-hak kenegaraan. Pengaturan ini
mengandung makna bahwa status sebagai warga (yang memiliki makna sebagai subjek
hukum) tidak digantungkan pada syarat tertentu yang ditetapkan oleh negara. Pengakuan
manusia sebagai subjek hukum tersebut dimulai sejak manusia didalam kandungan (bila
kepentingannya menghendaki demikian).

Selain manusia yang secara kodrat merupakan subjek hukum, hukum juga mengakui
eksistensi badan hukum atau rechtspersoon sebagai badan hukum, yang berkedudukan
sebagai pendukung hak dan kewajiban badan-badan dan perkumpulan-perkumpulan itu
dapat memiliki kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantaraan
pengurusnya, dapat digugat dan menggugat dimuka pengadilan.

Berdasarkan Pasal 504 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), benda


dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak. Mengenai
benda tidak bergerak, diatur dalam Pasal 506 – Pasal 508 KUHPer. Sedangkan untuk
benda bergerak, diatur dalam Pasal 509 – Pasal 518 KUHPer.

Menurut Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum
Perdata (hal. 61-62), suatu benda dapat tergolong dalam golongan benda yang tidak
bergerak (“onroerend”) pertama karena sifatnya, kedua karena tujuan pemakaiannya,
dan ketiga karena memang demikian ditentukan oleh undang-undang. . Suatu benda
yang bergerak karena sifatnya ialah benda yang tidak tergabung dengan tanah atau
dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan, jadi misalnya barang perabot rumah
tangga. Tergolong benda yang bergerak karena penetapan undang-undang ialah
misalnya vruchtgebruik dari suatu benda yang bergerak, lijfrenten, surat-surat sero dari
suatu perseroan perdagangan, surat-surat obligasi negara, dan sebagainya.

Manfaat pembedaan benda bergerak dan benda bergerak akan terlihat dalam hal cara
penyerahan benda tersebut, cara meletakkan jaminan di atas benda tersebut, dan
beberapa hal lainnya. Menurut Frieda Husni Hasbullah (Ibid, hal. 45-48), sebagaimana
kami sarikan, pentingnya pembedaan tersebut berkaitan dengan empat hal yaitu
penguasaan, penyerahan, daluwarsa, dan pembebanan.
KASUS

CASE 1
PT IBU Langgar Kontrak Dengan Retail Mutu Beras

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri


Brigjen Pol Agung Setya mengatakan, Polri mendapat pengaduan dari retail Indomaret
mengenai ketidaksesuaian isi kontrak kerja dengan PT Indo Beras Unggu (IBU). Dalam
kontrak, disepakati bahwa beras yang dipasok PT IBU untuk dijual di retail memiliki mutu,
varietas, dan kemasan tertentu. Namun, faktanya, kualitas beras berada jauh di bawah
kesepakatan dan varietasnya tidak sesuai. "Mutu dua umpanya pecahan berasnya 15 persen.
Kalau sudah 50 persen (pecahannya) itu standar terendah," kata Agung. Dalam kasus
kecurangan produksi beras ini, penyidik menetapkan Direktur Utama PT IBU Trisnawan
Widodo sebagai tersangka.
Dia dianggap bertanggungjawab atas sejumlah kecurangan PT IBU yang dianggap
menyesatkan kosumen. Atas perbuatannya, Trisnawan dijerat Pasal 382 BIS tentang
Perbuatan Curang dan Pasal 144 jo pasal 100 ayat 2 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan. Kemudian Pasal 62 jo Pasal 8 ayat 1 huruf (e), (f), (g) atau pasal 9 ayat (h)
UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
CASE 2
Kasus Pelanggaran Hukum Membuat Dua PNS Dipecat

KLATEN – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten memberhentikan dua pegawai


negeri sipil (PNS) lantaran tersangkut kasus hukum. Informasi yang dihimpun, dua PNS yang
diberhentikan itu salah satunya berinisial EW (57), guru sebuah SD negeri di Kecamatan
Pedan, Klaten, Jawa Tengah.
Ia diberhentikan dengan tidak hormat setelah dinyatakan bersalahberdasarkan hasil
persidangan di Pengadilan Negeri (PN). Dia dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara setelah
terbukti melakukan perbuatan asusila kepada gadis di bawah umur. Perbuatan itu dilakukan
sejak gadis tersebut masih menjadi muridnya di SD.
Selain itu, PNS berinisial AK (35), dijatuhi sanksi pemberhentian dengan tidak
hormat. PNS yang berasal dari lingkungan Dinas Pendidikan itu tersangkut kasus penipuan
dan penggelapan mobil dengan korban lebih dari satu orang.
Ia dinyatakan bersalah berdasarkan hasil persidangan di PN Klaten dan dijatuhi
hukuman dua tahun tiga bulan. SK pemberhentian kepada dua PNS itu sudah keluar pada
Desember 2015.
Kasubid Disiplin Pegawai Bidang Umum BKD Klaten, Puguh Hargo Wibowo,
mengatakan sanksi dijatuhkan setelah ada keputusan dari pengadilan. Pemberian sanksi
berdasarkan keputusan tim penegak disiplin PNS terdiri dari BKD, Bagian Hukum,
Inspektorat, serta Bagian Pemerintahan.
Terkait pemberhentian PNS dengan tidak hormat, Puguh mengatakan PNS tersebut
kehilangan hak pensiun. “Sementara bila diberhentikan dengan hormat, masih bisa
mendapatkan hak pensiun bila masa kerja sudah di atas 20 tahun dan usia di atas 50 tahun.
Untuk masa kerja AK kurang dari 20 tahun, artinya dia tidak mendapatkan pensiun,” kata
Puguh saat ditemui wartawan di Setda Klaten, Senin 4 Januari.
CASE 3
Pensiunan PT DI Gugat UU Dana Pensiun

JAKARTA, KOMPAS.com - Satu lagi produk undang-undang digugat ke Mahkamah


Konstitusi (MK). Kali ini, seorang pensiunan PT Dirgantara Indonesia, Haris Simanjuntak
melayangkan gugatan uji materi (judicial review) UU nomor 11 tahun 1992 tentang Dana
Pensiun.

Menurut Haris, UU Dana Pensiun (Dapen) memberikan perlakuan tidak adil kepada para
pensiunan PT Dirgantara Indonesia, termasuk dirinya. Pasalnya, menurut Haris dalam beleid
ini tak ada sanksi berupa denda maupun hukum pidana bagi perusahaan yang tidak
melaksanakan empat pasal dalam UU ini.

Keempat pasal yang dimaksud adalah pertama pasal 9 yang mengatur bahwa perubahan atas
aturan dana pensiun tidak boleh mengurangi manfaat dana pensiun yang menjadi hak peserta
yang diperoleh selama kepesertaannya sampai pada saat pengesahan menteri.

Kedua, pasal 21 ayat 1 yang menyatakan peserta yang memenuhi syarat berhak atas manfaat
pensiun normal atau manfaat pensiun cacat atau manfaat pensiun dipercepat atau pensiun
ditunda yang besarannya dihitung dari rumus yang ditetapkan dalam peraturan dana pensiun.

Ketiga, pasal 31 ayat 1 yang mengatur dana pensiun tidak diperkenankan melakukan
pembayaran apapun kecuali pembayaran yang ditetapkan dalam peraturan dana pensiun.

Keempat, pasal 51 ayat 1 dan 2 yang mengatur ketentuan bahwa dana pensiun wajib
diselenggarakan sesuai dengan peraturan dana pensiun dan wajib memenuhi ketentuan yang
sesuai dengan UU Dana Pensiun. Lantaran tak ada sanksi, kata Haris, PT Dirgantara
Indonesia hanya membayarkan pensiun kepada pekerjanya berdasarkan surat keputusan
direksi yang perhitungannya tidak sesuai dengan peraturan dana pensiun yang ditetapkan
berdasarkan UU. Lewat gugatan ini Haris meminta MK untuk menyatakan segala perbuatan
yang bertentangan dengan Pasal 9, 21 ayat 1, 31 ayat 1, dan 51 ayat 1 dan 2 UU Dana
Pensiun merupakan perbuatan melawan hukum dan menyatakan pelanggarnya bisa diancam
dengan hukuman penjara paling lama lima tahun dan denda sebesar Rp 5 miliar.

Atas permohonan ini, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar meminta Haris untuk merumuskan
kembali uji materi yang diajukannya. Salah satunya terkait dengan petitum Haris yang
meminta agar MK menyatakan perusahaan yang tidak melaksanakan ketentuan dalam pasal
diatas diancam dengan hukuman penjara paling lama lima tahun dan denda Rp 5 miliar. "MK
tidak boleh merumuskan ini, ini rumusan harus dilakukan oleh pembentuk UU, MK tidak
boleh bentuk UU, paling tinggi kami hanya bisa memaknai UU," kata Patrialis. (Agus
Triyono)
DAFTAR PUSTAKA

Dasar Hukum:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;


2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
3. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
4. Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-
Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah;
5. Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Referensi

Hasbullah, Frieda Husni. 2005. Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak Yang Memberi
Kenikmatan. Ind-Hil-Co. Subekti. 2003. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Intermasa.

Prananingrum, D. H. (2014). Telaah Terhadap Esensi Subjek Hukum: Manusia Dan


Badan Hukum. Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum, 8(1), 73–92.

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl4712/mengenai-benda-bergerak-
dan-benda-tidak-bergerak

Case 1
https://nasional.kompas.com/read/2017/08/25/12425681/pt-ibu-diduga-langgar-kontrak-
kerja-dengan-retail-terkait-mutu-beras?page=all

Case 2
https://news.okezone.com/read/2016/01/05/512/1281142/kasus-pelanggaran-hukum-
membuat-dua-pns-dipecat

Case 3
https://money.kompas.com/read/2015/06/24/151600426/Pensiunan.PT.DI.Gugat.UU.Dan
a.Pensiun

Anda mungkin juga menyukai