Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang


Taqwa adalah kumpulan semua kebaikan yang hakikatnya merupakan tindakan seseorang
untuk melindungi dirinya dari hukuman Allah dengan ketundukan total kepada-Nya. Asal-
usul taqwa adalah menjaga dari kemusyrikan, dosa dari kejahatan dan hal-hal yang
meragukan (syubhat).
Seruan Allah pada surat Ali Imran ayat 102 yang berbunyi, “Bertaqwalah kamu sekalian
dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kamu sekali-kali mati kecuali dalam keadaan
muslim”, bermakna bahwa Allah harus dipatuhi dan tidak ditentang, diingat dan tidak
dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri.
Taqwa adalah bentuk peribadatan kepada Allah seakan-akan kita melihat-Nya dan jika kita
tidak melihat-Nya maka ketahuilah bahwa Dia melihat kita. Taqwa adalah tidak terus
menerus melakukan maksiat dan tidak terpedaya dengan ketaatan. Taqwa kepada Allah
adalah jika dalam pandangan Allah seseorang selalu berada dalam keadaan tidak melakukan
apa yang dilarang-Nya, dan Dia melihatnya selalu.

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan bahwa “ketakwaan bukanlah
menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah namun melalaikan yang wajib”. Beliau
rahimahullah berkata, “Ketakwaan kepada Allah bukan sekedar dengan berpuasa di siang
hari, sholat malam, dan menggabungkan antara keduanya. Akan tetapi hakikat ketakwaan
kepada Allah adalah meninggalkan segala yang diharamkan Allah dan melaksanakan segala
yang diwajibkan Allah. Barang siapa yang setelah menunaikan hal itu dikaruni amal kebaikan
maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan
Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dengan membenarkan berbagai berita yang datang dari
Allah dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syari’at, bukan dengan tata cara
yang diada-adakan (baca: bid’ah). Ketakwaan kepada Allah itu dituntut di setiap kondisi, di
mana saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang insan selalu bertakwa kepada Allah, baik
ketika dalam keadaan tersembunyi/sendirian atau ketika berada di tengah keramaian/di
hadapan orang (lihat Fath al-Qawiy al-Matin karya Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad
hafizhahullah

1
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu taqwa?
2.      Bagaimana ruang lingkup taqwa?
3.      Bagaimana ciri- ciri orang bertaqwa?

C.     Tujuan Penulisan


1.      Ingin mengetahui apa itu taqwa?
2.      Ingin mengetahui bagaimana ruang lingkup taqwa?
3.      Ingin mengetahui bagaimana ciri- ciri orang bertaqwa?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian, Kedudukan dan RuangLingkup Taqwa


1. Pengertian dan Kedudukan Taqwa
Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi dan wiqayah yang berarti takut, menjaga, memelihara dan
melindungi. Maka taqwa dapat diartikan sebagai sikap memelihara keimanan yang
diwujudkan dalam pengalaman ajaran agama islam. Taqwa secara bahasa berarti penjagaan/
perlindungan yang membentengi manusia dari hal-hal yang menakutkan dan
mengkhawatirkan. Oleh karena itu, orang yang bertaqwa adalah orang yang takut kepada
Allah berdasarkan kesadaran dengan mengerjakan perintah-Nya dan tidak melanggar
larangan-Nya kerena takut terjerumus ke dalam perbuatan dosa.
Taqwa adalah sikap mental seseorang yang selalu ingat dan waspada terhadap sesuatu dalam
rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu berusaha melakukan perbuatan-
perbuatan yang baik dan benar, pantang berbuat salah dan melakukan kejahatan pada orang
lain, diri sendiri dan lingkungannya.
Dari berbagai makna yang terkandung dalam taqwa, kedudukannya sangat penting dalam
agama islam dan kehidupan manusia karena taqwa adalah pokok dan ukuran dari segala
pekerjaan seorang muslim.
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan bahwa “ketakwaan bukanlah
menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah namun melalaikan yang wajib”. Beliau
rahimahullah berkata, “Ketakwaan kepada Allah bukan sekedar dengan berpuasa di siang
hari, sholat malam, dan menggabungkan antara keduanya. Akan tetapi hakikat ketakwaan
kepada Allah adalah meninggalkan segala yang diharamkan Allah dan melaksanakan segala
yang diwajibkan Allah. Barang siapa yang setelah menunaikan hal itu dikaruni amal kebaikan
maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan.
Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dengan membenarkan berbagai berita yang datang dari
Allah dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syari’at, bukan dengan tata cara
yang diada-adakan (baca: bid’ah). Ketakwaan kepada Allah itu dituntut di setiap kondisi, di
mana saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang insan selalu bertakwa kepada Allah, baik
ketika dalam keadaan tersembunyi/sendirian atau ketika berada di tengah keramaian/di
hadapan orang (lihat Fath al-Qawiy al-Matin karya Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad
hafizhahullah

3
2. Ruang lingkup Taqwa

a. Hubungan manusia dengan Allah SWT


b. Hubungan manusia dengan hati nuranui dan dirinya sendiri
c. Hubungan manusia dengan sesama manusia
d. Hubungan manusia dengan lingkungan hidup

Hubungan dengan Allah SWT


Seorang yang bertaqwa (muttaqin) adalah seorang yang menghambakan dirinya kepada Allah
SWT dan selalu menjaga hubungan dengannya setiap saat sehingga kita dapat menghindari
dari kejahatan dan kemunkaran serta membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah.
Memelihara hubungan dengan Allah dimulai dengan melaksanakan ibadah secara sunguh-
sungguh dan ikhlas seperti mendirikan shalat dengan khusyuk sehingga dapat memberikan
warna dalam kehidupan kita, melaksanakan puasa dengan ikhlas dapat melahirkan kesabaran
dan pengendalian diri, menunaikan zakat dapat mendatangkan sikap peduli dan menjauhkan
kita dari ketamakan. Dan hati yang dapat mendatangkan sikap persamaan, menjauhkan dari
takabur dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Segala perintah-perintah Allah tersebut
ditetapkannya bukan untuk kepentingan Allah sendiri melainkan merupakan untuk
keselamatan manusia.
Ketaqwaan kepada Allah dapat dilakukan dengan cara beriman kepada Allah menurut cara-
cara yang diajarkan-Nya melalui wahyu yang sengaja diturunkan-Nya untuk menjadi
petunjuk dan pedoman hidup manusia, seperti yang terdapat dalam:

surat Ali-imran ayat 138


َ‫ َو َموْ ِعظَةٌ لِ ْل ُمتَّقِين‬L‫اس َوهُ ًدى‬ ٌ َ‫ٰهَ َذا بَي‬
ِ َّ‫ان لِلن‬
Artinya : “inilah (Al-quran) suatu ketenangan bagi manusia dan petunjuk serta pelajaran
bagi orang-orang yang bertaqwa “. (QS. Ali-imran 3:138)
manusia juga harus beribadah kepada Allah dengan menjalnkan shalat lima waktu,
menunaikan zakat, berpuasa selama sebulan penuh dalam setahun, melakukan ibadah haji
sekali dalam seumur hidup, semua itu kita lakukan menurut ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan-Nya. Sebagai hamba Allah sudah sepatutnya kita bersyukur atas segala nikmat
yang telah diberikan-Nya, bersabar dalam menerima segala cobaan yang diberikan oleh Allah
serta memohon ampun atas segala dosa yang telah dilakukan.

4
Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
Selain kita harus bertaqwa kepada Allah dan berhubungan baik dengan sesama serta
lingkungannya, manusia juga harus bisa menjaga hati nuraninya dengan baik seperti yang
telah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dengan sifatnya yang sabar, pemaaf, adil,
ikhlas, berani, memegang amanah, mawas diri dll. Selain itu manusia juga harus bisa
mengendalikan hawa nafsunya karena tak banyak diantara umat manusia yang tidak dapat
mengendalikan hawa nafsunya sehingga semasa hidupnya hanya menjadi budak nafsu belaka
seperti yang tertulis dalam
Al-quran Surat Yusuf ayat 53

۞ ‫س أَل َ َّما َرةٌ بِالسُّو ِء إِاَّل َما َر ِح َم َربِّي ۚ إِ َّن َربِّي َغفُو ٌر َر ِحي ٌم‬ ُ ‫َو َما أُبَ ِّر‬
َ ‫ئ نَ ْف ِسي ۚ إِ َّن النَّ ْف‬

“Dan aku tidak membebaskan diriku (berbuat kesalahan), sesungguhnya nafsu itu menyuruh
kepada kejahatan, kecuali siapa yang diberi rahmat oleh tuhanku. Sesungguhnya tuhanku
maha pengampum lagi maha penyayang”. (QS. Yusuf 12:53)
Maka dari itu umat manusia harus bertaqwa kepada Allah dan diri sendiri agar mampu
mengendalikan hawa nafsu tersebut. Ketaqawaan terhadap diri sendiri dapat ditandai dengan
ciri-ciri, antara lain :
1) Sabar
2) Tawaqal
3) Syukur
4) Berani
Sebagai umat manusia kita harus bersikap sabar dalam menerima apa saja yang datang
kepada dirinya, baik perintah, larangan maupun musibah. Sabar dalam menjalani segala
perintah Allah karena dalam pelaksanaan perintah tersebut terdapat upaya untuk
mengendalikan diri agar perintah itu bisa dilaksanakan dengan baik. Selain bersabar, manusia
juga harus selalu berusaha dalam menjalankan segala sesuatu dan menyerahkan hasilnya
kepada Allah (tawaqal) karena umat manusia hanya bisa berencana tetapi Allah yang
menentukan, serta selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan Allah dan berani dalam
menghadapi resiko dari seemua perbuatan yang telah ditentukan.

5
Hubungan manusia dengan manusia
Agama islam mempunyai konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan, kemasyarakatan,
kebangasaan dll. Semua konsep tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran yang
berhubungan dengan manusia dengan manusia (hablum minannas) atau disebut pula sebagai
ajaran kemasyarakatan, manusia diciptakan oleh Allah terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Mereka hidup berkelompok-kelompok, berbangsa-bangsa dan bernegara. Mereka saling
membutuhkan satu sama lain sehingga manusia dirsebut sebagai makhluk social. Maka tak
ada tempatnya diantara mereka saling membanggakan dan menyombongkan diri., sebab
kelebihan suatu kaum tidak terletak pada kekuatannya, harkat dan martabatnya, ataupun dari
jenis kelaminnya karena bagaimanapun semua manusia sama derajatnya dimata allah, yang
membedakannya adalah ketaqwaannya. Artinya orang yang paling bertaqwa adalah orang
yang paling mulia disisi allah swt.
Hubungan dengan allah menjadi dasar bagi hubungan sesama manusia. Hubungan antara
manusia ini dapat dibina dan dipelihara antara lain dengan mengembangkan cara dan gaya
hidupnya yang selaras dengan nilai dan norma agama, selain itu sikap taqwa juga tercemin
dalam bentuk kesediaan untuk menolong orang lain, melindungi yang lemah dan
keberpihakan pada kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu orang yang bertaqwa akan
menjadi motor penggerak, gotong royong dan kerja sama dalam segala bentuk kebaikan dan
kebijakan.
Surah al-baqoroh :177]

ِ ‫ب َو ٰلَ ِكنَّ ا ْلبِ َّر َمنْ آ َمنَ بِاهَّلل ِ َوا ْليَ ْو ِم اآْل ِخ ِر َوا ْل َماَل ئِ َك ِة َوا ْل ِكتَا‬
‫ب‬ ِ ‫ق َوا ْل َم ْغ ِر‬ ْ ‫س ا ْلبِ َّر أَنْ ت َُولُّوا ُو ُجو َه ُك ْم قِبَ َل ا ْل َم‬
ِ ‫ش ِر‬ َ ‫لَ ْي‬

‫ب َوأَقَا َم‬
ِ ‫سائِلِينَ َوفِي ال ِّرقَا‬
َّ ‫سبِي ِل َوال‬ َ ‫َوالنَّبِيِّينَ َوآتَى ا ْل َما َل َعلَ ٰى ُحبِّ ِه َذ ِوي ا ْلقُ ْربَ ٰى َوا ْليَتَا َم ٰى َوا ْل َم‬
َّ ‫سا ِكينَ َوابْنَ ال‬

‫س ۗ أُو ٰلَئِ َك‬


ِ ْ‫ض َّرا ِء َو ِحينَ ا ْلبَأ‬ َ ْ‫صابِ ِرينَ فِي ا ْلبَأ‬
َّ ‫سا ِء َوال‬ َّ ‫صاَل ةَ َوآتَى ال َّزكَاةَ َوا ْل ُموفُونَ بِ َع ْه ِد ِه ْم إِ َذا عَا َهدُوا ۖ َوال‬
َّ ‫ال‬

َ‫ص َدقُوا ۖ َوأُو ٰلَئِكَ ُه ُم ا ْل ُمتَّقُون‬


َ َ‫الَّ ِذين‬

Artinya:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatukebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada allah, hari kemudian, malaikat, kitab,
nabi, danmemberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, oaring miskin,
musafir(yang memerlukan pertolongan), dan orang-orangyang meminta-minta, dan
(merdekakanlah)hamba sahaya, mendirikan shalat danmenunaikan zakat. Dan orang-orang
yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang yang bersabar dalam kesempatan,

6
penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang yang benar(imannya)mereka
itulah orang yang bertaqwa. (Al- baqarah 2:177).

Dijelaskan bahwa ciri-ciri orang bertaqwa ialah orang yang beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat dan kitab Allah. Aspek tersebut merupakan dasar keyakinan yang
dimiliki orang yang bertaqwa dan dasar hubungan dengan Allah. Selanjutnya Allan
menggambarkan hubungan kemanusiaan, yaitu mengeluarkan harta dan orang-orangmenepati
janji. Dalam ayat ini Allah menggambarkan dengan jelas dan indah, bukan saja karena aspek
tenggang rasa terhadap sesama manusia dijelaskan secara terurai, yaitu siapa saja yang mesti
diberi tenggang rasa, tetapi juga mengeluarkan harta diposisikan antar aspek keimanan dan
shalat

Hubungan Manusia dan Lingkungan Hidup


Taqwa dapat di tampilkan dalam bentuk hubungan seseorang dengan lingkungan hidupnya.
Manusia yang bertakwa adalah manusia yang memegang tugas kekhalifahannya di tengah
alam, sebagai subjek yang bertanggung jawab menggelola dan memelihara lingkungannya.
Sebagai penggelola, manusia akan memanfaatkan alam untuk kesejahteraan hidupnya didunia
tanpa harus merusak lingkungan disekitar mereka. Alam dan segala petensi yang ada
didalamnya telah diciptakan Allah untuk diolah dan dimanfaatkan menjadi barang jadi yang
berguna bagi manusia.
Alam yang penuh dengan sumber daya ini mengharuskan manusia untuk bekerja keras
menggunakan tenaga dan pikirannya sehingga dapat menghasilkan barang yang bermanfaat
bagi manusia. Disamping itu, manusia bertindak pula sebagai penjaga dan pemelihara
lingkungan alam. Menjaga lingkunan adalah memberikan perhatian dan kepedulian kepada
lingkungan hidup dengan saling memberikan manfaat. Manusia memanfaatkan lingkungan
untuk kesejahteraan hidupnya tanpa harus merusak dan merugikan lingkungan itu sendiri.
Orang yang bertaqwa adalah orang yang mampu menjaga lingkungan dengan sebaik-baiknya.
Ia dapat mengelola lingkungan sehingga dapat bermanfaat dan juga memeliharanya agar
tidak habis atau musnah. Fenomena kerusakan lingkungan sekarang ini menunjukan bahwa
manusia jauh dari ketaqwaan. Mereka mengeksploitasi alam tanpa mempedulikan apa yang
akan terjadi pada lingkungan itu sendiri dimasa depan sehingga mala petaka membayangi
kehidupan manusia. Contoh dari mala petaka itu adalah hutan yang dibabat habis oleh
manusia mengakibatkan bencana banjir dan erosi tanah sehingga terjadi longsor yang dapat
merugikan manusia.

7
Bagi orang yang bertaqwa, lingkungan alam adalah nikmat Allah yang harus disyukuri
dengan cara memenfaatkan dan memelihara lingkungan tersebut dengan sebaik-baiknya.
Disamping itu alam ini juga adalah amanat yang harus dipelihara dan dirawat dengan baik.
Mensyukuri nikmat Allah dengan cara ini akan menambah kualitas nikmat yang diberikan
oleh Allah kepada manusia. Sebaliknya orang yang tidak bersyukur terhadap nikmat Allah
akan diberi azab yang sangat menyedihkan. Azab Allah dalam kaitan ini adalah bencana alam
akibat eksploitasi alam yang tanpa batas karena kerusakan manusia.

Pakaian takwa adalah pakaian yang paling baik


Yang dimaksud dng pakaian takwa atau taqwa dalam ayat 26 adalah pakaian yg digunakan
seseorang, sehingga memudahkan dirinya untuk menjalankan semua perintahNya dan
menjauhi segala laranganNya ...
Jadi yg dimaksud dng pakaian takwa disini bukanlah "ghamis" yg sebagian orang
berpendapat demikian ...
Karena dalam bahasa arab, tidak dikenal pakaian takwa, yg dikenal adalah ghamis ...
Pakaian takwa adalah sebutan pakaian muslim di Indonesia, yg di negara Arab disebut
ghamis ...
Karena Al Qur'an diturunkan di Arab, maka pengertian yg sebenarnya selayaknya juga
mengikuti kaidah negeri Arab ...

Sesungguhnya Allah telah menurunkan kepada kita, pakaian untuk menutup aurat dan
pakaian indah untuk perhiasan ...
Sehingga fungsi pakaian ada 2, yakni sebagai penutup aurat dan sebagai perhiasan /
keindahan ...
Kalau digabungkan dng pengertian pakaian takwa diatas, maka ...
Pakaian yg dipakai manusia hendaknya:
1. Menutup aurat (laki2 dan perempuan berbeda dalam pengertian aurat)
2. Tidak memperlihatkan lekuk tubuh pemakai, karena ketatnya pakaian
3. Tidak memperlihatkan bentuk tubuh pemakainya, karena bahan yg transparan
4. Tidak terlalu panjang atau berlebih, sehingga menyulitkan pemakai bergerak dan sulit unt
beribadah
5. Tidak memakai bahan yg mudah sobek / mudah robek
6. Pakaian hendaknya mudah kering apabila basah terkena air, mengingat seorang muslim
dianjurkan selalu bersuci dng air (wudlu dll)

8
7. Tidak memakai bahan sutera bagi laki2 namun diperbolehkan bagi wanita
8. Tidak memakai perhiasan emas bagi laki2 namun diperbolehkan bagi wanita
9. Tidak memakai pakaian yg terlalu besar, sehingga menyulitkan unt bergerak dan tidak
enak dipandang
10. Tidak memakai pakaian yg terlalu sempit, karena dapat memperlihatkan bentuk tubuh
11. Tidak memakai pakaian yg memakai bahan seperti karet yg melekat tubuh, karena dapat
memperlihatkan bentuk tubuh

Sebenarnya syarat pakaian yg kita pakai tidaklah banyak, intinya hanyalah supaya
memudahkan kita dalam menjalankan perintahNya dan menjauhi segala laranganNya (agar
bertakwa). Mudah dalam mengerjakan Sholat, berwudlu dan tidak menampakkan aurat ...
Dengan kata lain, bagi laki2 dan wanita, dimanapun berada, tetap bisa langsung mengerjakan
Sholat dng pakaian yg dikenakannya, tanpa hrs mengganti atau menambah pakaian lain ...
Janganlah sekali-kali kita ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu
bapak kita dari Surga, yakni Adam dan Hawa
Setan menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya
'auratnya ... Sesungguhnya setan dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat
yang kamu tidak bisa melihat mereka ...
Sesungguhnya Allah telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-
orang yang tidak beriman, tanpa mereka sadari ...

QS 7. Al A'raaf:26-27

ِ ‫ك خَ ْي ٌر ٰ َذلِكَ ِم ْن َءايَ ٰـ‬


َ‫ت ٱهَّلل ِ لَ َعلَّهُ ْم يَ َّذ َّكرُون‬ َ ِ‫يَ ٰـبَنِ ۤى آ َد َم قَ ْد أَن َز ْلنَا َعلَ ْي ُك ْم لِبَاسًا يُ ٰ َو ِرى َسوْ ٰ َءتِ ُك ْم َو ِري ًشا َولِبَاسُ ٱلتَّ ْق َو ٰى ٰ َذل‬
‫ع َع ْنهُ َما لِبَا َسهُ َما لِي ُِريَهُ َما َسوْ ٰ َءتِ ِه َمآ إِنَّهُ يَ َرا ُك ْم هُ َو َوقَبِيلُهُ ِم ْن‬
ُ ‫نز‬ِ َ‫يَ ٰـبَنِ ۤى َءا َد َم الَ يَ ْفتِنَنَّ ُك ُم ٱل َّش ْيطَ ٰـنُ َك َمآ أَ ْخ َر َج أَبَ َو ْي ُكم ِّمنَ ْٱل َجنَّ ِة ي‬
َ‫ْث الَ تَ َروْ نَهُ ْم إِنَّا َج َع ْلنَا ٱل َّشيَ ٰـ ِطينَ أَوْ لِيَآ َء لِلَّ ِذينَ الَ ي ُْؤ ِمنُون‬
ُ ‫َحي‬

"Hai anak Adam[umat manusia], sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian
untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa[selalu
bertakwa kepada Allah] itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari
tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. "

"Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah
mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya

9
untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-
pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.
Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-
orang yang tidak beriman.

Fungsi Pakaian
Allah Swt berfirman: Yâ Banî Âdam qad anzalnâa ‘alaykum libâs[an] (hai anak Adam,
sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian). Ayat ini terdapat dalam
rangkaian ayat yang menceritakan kisah Adam mulai diciptakan hingga diturunkan di bumi.
Dikisahkan pula bahwa diturunkannya Adam beserta istrinya itu tidak lepas dari peran Iblis
yang berhasil menggodanya. Kemudian ditegaskan, bumi menjadi tempat kediaman dan
kesenangan bagi manusia hingga waktu yang ditetapkan. Di bumi itu pula, manusia hidup,
mati, dan dibangkitkan (lihat ayat 24-25).
Setelah itu, dalam ayat ini diberitakan bahwa Allah SWT telah memberikan pakaian bagi
manusia. Sebuah perangkat amat penting bagi manusia hidup di dunia, baik untuk keperluan
agama maupun keperluan dunia.
Disebutkan: Yâ Banî Adam (hai anak Adam). Yang dimaksudkan adalah seluruh manusia.
Kepada mereka ditegaskan: anzalnâa ‘alaykum libâs[an] (sesungguhnya Kami telah
menurunkan kepadamu pakaian). Pengertian anzalnâ (Kami turunkan) di sini adalah khalaqnâ
lakum (Kami ciptakan untuk kamu). Demikian dikatakan al-Syaukani. Bisa pula yang
dimaksudkan adalah hujan. Dengan diturunkannya hujan, maka berbagai tumbuhan bisa
tumbuh. Termasuk tumbuhan yang menjadi bahan untuk pakaian bagi manusia.
Ibnu Jarir mengutip dari Mujahid yang mengatakan bahwa ayat ini berkaitan dengan orang-
orang Arab melakukan thawaf di Baitullah dalam keadaan telanjang, dan tidak ada seorang
pun yang mengenakan baju ketika thawaf. Maka ayat ini mengingatkan kepada mereka akan
besarnya nikmat Allah dan kekuasaan-Nya atas mereka agar mereka ingat, lalu beriman,
berislam, serta meninggalkan syirik dan kemaksiatan. Di antara nikmat-Nya adalah
diturunkannya pakaian bagi mereka.
Kemudian dijelaskan tentang kegunaan pakaian: yuwârî sawtikum wa rîsy[an] (untuk
menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan). Menurut ayat ini, ada dua kegunaan
pakaian bagi manusia. Pertama, yuwârî saw`âtikum, untuk menutupi auratmu. Kata saw`âta
merupakan bentuk jamak dari kata saw`ah. Pengertian al-saw`ah adalah al-‘awarah (aurat).
Menurut al-Syaukani, ini merupakan perkataan para ulama salaf. Disebutnya al-‘awrah
dengan al-saw`ah karena membuat pelakunya menjadi buruk ketika terbuka. Sehingga,

10
sebagaimana dijelaskan para mufassir, seperti Ibnu Jarir al-Thabari, al-Baghawi dan lain-lain,
pengertian ayat ini adalah: yastaru ‘awrâtikum (menutupi auratmu).
Dikatakan pula oleh Imam al-Qurthubi, sebagian besar ulama berpendapat bahwa ayat ini
menjadi dalil atas wajibnya menutup aurat. Memang ada yang mengatakan, ayat ini hanya
menunjukkan pemberian nikmat. Namun, menurut al-Qurthubi, pendapat yang pertama lebih
shahih. Alasannya, termasuk dalam cakupan pemberian nikmat adalah menutup aurat. Maka
Allah SWT menerangkan telah menjadikan bagi anak cucu Adam menutupi aurat mereka dan
menunjukkan perintah untuk menutup aurat. Di samping itu juga tidak ada perbedaan di
kalangan ulama mengenai wajibnya menutup aurat dari pandangan manusia.
Kedua, sebagai rîsy[an]. Artinya, zînah (perhiasan). Diambil dari kata rîsy al-thayr (bulu
burung). Sebab, bulu itu merupakan perhiasan bagi burung. Demikian penjelasan Sihabuddin
al-Alusi. Ibnu Zaid juga menafsirkannya sebagai al-jamâl (keindahan). Ibnu Katsir memaknai
al-rîsy sebagai sesuatu yang membuat sesuatu terlihat bagus.
Dijelaskan oleh al-Zamakhsyari, perhiasan merupakan tujuan yang dibenarkan, sebagaimana
firman Allah SWT dalam QS al-Nahl [16]: 8 dan QS al-Nahl [16]: 6. Namun ini merupakan
fungsi pelengkap sebagaimana dikatakan Ibnu Katsir. Menurut mufassir tersebut, menutup
aurat merupakan perkara al-dharûriyyât (keharusan). Sedangkan kegunanaan sebagai
perhiasan ini merupakan al-takmilât wa al-ziyâdât (pelengkap dan tambahan).
Bertolak dari penjelasan tersebut, pakaian yang dikenakan manusia dikategorikan belum
memenuhi kriteria sebagai pakaian yang benar manakala belum menutup aurat. Maka orang
yang mengenakan pakaian seperti itu masih terkategori telanjang. Rasulullah SAW menyebut
mereka sebagai kâsiyât[un] ‘âriyat[un] (wanita berpakaian tapi telanjang). Wanita yang
demikian, ditambah lagi dengan sikapnya yang cenderung maksiat dan mengajak maksiat
diancam tidak mencium bau surga.

B. Ciri- ciri Orang Bertaqwa


Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-
yat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS.7:96)

11
Ciri- ciri Orang Taqwa Menurut Al-qur'an
A.     Surat al baqarah 2 - 5 :Al Kitab ini (Al Quran) adalah petunjuk buat orang yang
bertaqwa, dengan ciri sebagai berikut:
1.      Beriman pada yang ghaib
2.      Mendirikan salat
3.      M akin kepada hari akhirat
Setiap enafkahkan sebagaian rezeki yang ALlah kurniakan kepadanya
4.      Beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad saw) dan sebelum mu.
5.      manusia tak kira agama apapun memungkinkan untuk menjadi insan yang taqwa,
Mendirikan salat misalnya, Dalam bahasa melayu "salat" disebutnya juga
sembahyang.Setiap agama mengajarkan sembahyang, Hanya cara, metoda, waktu dan
tempat yang berbeda-beda.

B.     Surat Al baqarah 177, Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah
orang-orang yang bertaqwa dengan ciri-ciri sbb :

1.     Beriman kepada Allah(Tuhan YME),hari akhirat,malaikat-malaikat,kitab-kitab,nabi-nabi


2.     Memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat,anak-anak yatim,orang-orang
miskin,musafir (orang dalam perjalanan),orang yang meminta-minta.
3.      Membebaskan perbudakan
4.      Mendirikan salat
5.      Menunaikan zakat
6.      Memenuhi janji bila berjanji
7.      Bersabar dalam dalam kesengsaraan,penderitaan dan dalam waktu peperangan.
C.     Surat Aali 'Imraan 133 - 135, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhan mu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi
orang-orang yang bertaqwa, yaitu :

1.      Orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada waktu lapang maupun sempit
2.      Orang-orang yang menahan amarahnya
3.      Orang-orang yang memaafkan kesalahan orang lain
4.      Dan (juga) orang-orang yang apabila berbuat keji atau zalim terhadap dirinya, mereka
ingat kepada ALlah dan memohon ampun atas dosa-dosanya.
5.      Dan Mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu.

12
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Amal ibadah itu sama, ada yang lahir maupun yang batin adalah syariat. Kita beramal dan
bersyariat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Untuk mendapat ridho, kasih sayang
dan kekuasaan Allah. Untuk mendapat pemeliharaan, perlindungan dan keselamatan dari
Allah. Atau dengan kata lain, untuk mendapat taqwa. Segala amalan itu untuk menambah
taqwa. Kerana Allah hanya menerima ibadah dari orang-orang yang bertaqwa. Allah hanya
membela, membantu dan melindungi orang-orang yang bertaqwa. Hanya orang-orang yang
bertaqwa saja yang akan selamat di sisi Allah Ta’ala.
Dari berbagai makna yang terkandung dalam taqwa, kedudukannya sangat penting dalam
agama islam dan kehidupan manusia karena taqwa adalah pokok dan ukuran dari segala
pekerjaan seorang muslim.
Taqwa tidak hanya berhubungan dengan Allah swt, tetapi juga berhubungan dengan manusia
dengan dirinya sendiri, antar sesama manusia, dan dengan Lingkungan Hidup.

13
DAFTAR PUSTAKA

file:///F:/agama/Makalah-Agama-Taqwa.html
Azra. Azumardi, Dr. Prof. Dkk, Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi
Umum: Jakarta. 2002
Cholid, M, Drs. M, M.Ag, dkk. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan
Tinggi, Bandung:STPDN Press, 2003
Ayat al-qur’an surah yusuf :53 tafsirg.com/12-yusuf/ayat :53
https://tafsiralquran2.wordpress.com/2012/11/25/2-177/
http://tafsirq.com/3-ali-imran/ayat-138

14

Anda mungkin juga menyukai