Anda di halaman 1dari 12

BANDING, KASASI, PK

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara Perdata

Dosen Pengampu:

Dr. Holilur Rohman, M.H.I

Disusun oleh:

1. Melinda Dwi A (C912191)


2. Novi Lailiyah (C91219138)
3. Prabasiwi M.S (C91219140)

HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Banding, Kasasi, PK ini tepat pada waktunya.Untuk itu, penulis
menyampaikan terimakasih kepada Ibu Dosen yang telah menunjukkan referensi
kepada penulis, sehingga dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Makalah pada  mata kuliah Hukum Acara Perdata. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang  Hukum Acara Perdata bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.

Selanjutnya, penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak


yang telah memberikan pengarahan-pengarahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan tepat waktu. Tidak lupa juga kepada bapak dosen
dan teman-teman yang lain untuk memberikan sarannya kepada kami agar
penyusunan makalah ini lebih baik lagi. Demikian, semoga makalah ini
bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya semua yang membaca
makalah ini.

Sidoarjo, 30 Mei 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam undang-undang diupayakan seadil-adil mungkin dalam
pembuatannya dan juga penerapan undang-undang tersebut. Dan juga tidak di
kesampingkan hak dari pada terpidana. Ini jelas terlihat dari kesempatan yang
diberikan undang-undang dalam berbagai tingkatan. Misalnya saja seseorang
yang tidak puas dengan keputusan pengadilan maka dia mempunyai hak untuk
mengajukan kembali ketidaksetujuannya itu kepada pengadilan tinggi.

Namun semua itu ada syarat yang telah ditetapkan dalam UU, misalnya saja
ada bukti yang terbaru atau novum yang dapat meringankan atau bahkan
membebaskan si terdakwa dari putusan pengadilan pertama atau pengadilan
negeri. Untuk pengajuan banding itu ada batasan waktu yang jika melewati
batasan tersebut maka putusan pengadilan negeri atau pengadilan tingkat
pertama telah disetujui oleh pihak yang telah di dakwa oleh pengadilan.

Jika sebuah keputusan pada tingkat banding juga tidak memuaskan salah satu
pihak, maka pihak yang merasa tidak puas dengan keputusan tersebut dapat
mengajukan peninjauan kembali (PK) pada tingkatan Mahkamah Agung (MA)
dalam bentuk kasasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Banding
2. Apa yang dimaksud dengan Kasasi
3. Apa yang dimaksud dengan Peninjauan Kembali (PK)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Banding
B. Kasasi
Kasasi adalah salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta
oleh salah satu atau kedua belah pihak (terdakwa atau penuntut) terhadap
suatu putusan pengadilan tinggi. Terdakwa atau penuntut umum dapat
mengajukan kasasi bila masih merasa belum puas dengan isi putusan
pengadilan tinggi kepada mahkamah agung. Kasasi berasal dari bahasa
Prancis yaitu cassation yang berarti memecah atau membatalkan. Kasasi
bertujuan memeriksa sejauh mana penerapan hukum yang dilaksanakan
pengadilan yang memutuskan sebelumnya (judex factie) apakah telah
terjadi kesalahan penerapan hukum atau hakim pengadilan sebelumnya
telah memutus perkara dengan melampaui kekuasaan kehakiman yang
dimilikinya, atau hakim yang memutuskan sebelumnya itu nyata keliru
atau khilaf dalam menerapkan aturan hukum mengenai perkara
bersangkutan, maka dalam pengertian seperti itulah yang dimaksudkan
mengapa kasasi bisa langsung diajukan atas putusan bebas (vrijspraak)
oleh hakim pengadilan negeri.1
Alasan-Alasan Mengajukan Kasasi Diatur dalam Pasal 30 UU No. 14
Tahun 1985 jo Pasal 30 UU No.5 Tahun 2005 Tentang MA jo Pasal 30
UU No.4 Tahun 2004 antara lain :
1) Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang. Tidak berwenang yang
dimaksud berkaitan dengan kompetensi relatif dan absolut pengadilan,
sedang melampaui batas wewenang bisa terjadi bila pengadilan
mengabulkan gugatan melebihi yang diminta dalam surat gugatan.
2) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. Yang dimaksud
disini adalah kesalahan menerapkan hukum baik hukum formil maupun
hukum materil, sedangkan melanggar hukum adalah penerapan hukum
yang dilakukan oleh Judex facti salah atau bertentangan dengan ketentuan
hukum yang berlaku atau dapat juga diinterprestasikan penerapan hukum
tersebut tidak tepat dilakukan oleh judex facti.
3) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan. Contohnya dalam suatu putusan tidak terdapat irah-irah.

1
https://id.wikipedia.org/wiki/Kasasi dikutip pada tanggal 26 Mei 2021 Pukul 19.05.
Prosedur dan Tengang Waktu Mengajukan Permohonan Kasasi
1) Permohonan kasasi disampaikan baik secara tertulis atau lisan kepada
Panitera Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut dengan
melunasi biaya kasasi dalam tenggang waktu 14 hari setelah relas
pemberitahuan putusan banding diterima Pemohon Kasasi (Pasal. 46-47
UU No. 14/1985).
2) Pengadilan Negeri akan mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar,
dan hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada
berkas (Pasal 46 ayat (3) UU No. 14/1985.
3) Paling lambat 7 hari setelah permohonan kasasi didaftarkan panitera
Pengadilan Negeri memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan
(Pasal 46 ayat (4) UU No. 14/1985), dan selanjutnya dalam tenggang
waktu 14 hari setelah permohonan kasasi dicatat dalam buku daftar
pemohon kasasi wajib membuat Memori Kasasi yang berisi alasan-alasan
permohonan kasasi (Pasal 47 ayat (1) UU No. 14/1985)
4) Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan salinan Memori Kasasi pada
lawan paling lambat 30 hari (Pasal 47 ayat (2) UU No. 14/1985).
5) Pihak lawan berhak mengajukan Kontra Memori Kasasi dalam tenggang
waktu 14 hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasai (Pasal 47
ayat (3) UU No. 14/1985) 6) Setelah menerima Memori Kasasi dan Kontra
Memori Kasasi dalam jangka waktu 30 hari Panitera Pengadilan Agama
harus mengirimkan semua berkas kepada Mahkamah Agung (Pasal 48
ayat (1) UU No. 14/1985). 2

C. PK (Peninjauan Kembali)
Peninjauan kembali atau disingkat PK adalah suatu upaya hukum yang
dapat ditempuh oleh terpidana (orang yang dikenai hukuman) dalam suatu
kasus hukum terhadap suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap dalam system peradilan di Indonesia. Permohonan
Peninjauan Kembali (PK) dapat dilakukan dalam kasus perkara Perdata
maupun Perkara Pidana.
Putusan pengadilan yang disebut mempunyai kekuatan hukum tetap
(Inkracht Van Gewijsde) berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No.
22 Tahun 2007 Tentang Grasi  ialah Putusan Pengadilan Negeri yang tidak
diajukan upaya banding, Putusan Pengadilan Tinggi  yang tidak
diajukan kasasi (upaya hukum di tingkat Mahkamah Agung), atau putusan

2
Syahrul Sitorus, “UPAYA HUKUM DALAM PERKARA PERDATA (Verzet, Banding, Kasasi,
Peninjauan Kembali Dan Derden Verzet)”, Jurnal Hikmah, (Volume 15, No. 1, Januari – Juni 2018),
Hal.68.
kasasi Mahkamah Agung (MA). PK tidak dapat ditempuh terhadap
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap apabila putusan
tersebut menyatakan bahwa terdakwa bebas.
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Bab
XVIII UU Nomor 8 Tahun1981, peninjauan kembali merupakan salah satu
upaya hukum luar biasa dalam sistem peradilan di Indonesia. Upaya
hukum luar biasa merupakan pengecualian dari upaya hukum biasa yaitu
persidangan di Pengadilan Negeri, sidang banding pada Pengadilan
Tinggi, dan kasasi di Mahkamah Agung.3
Dalam upaya hukum biasa, kasasi Mahkamah Agung merupakan upaya
terakhir yang dapat ditempuh untuk mendapatkan keadilan bagi para pihak
yang terlibat dalam suatu perkara. Putusan kasasi Mahkamah Agung
bersifat akhir, mengikat, dan berkekuatan hukum tetap. PK dapat diajukan
terhadap putusan kasasi Mahkamah Agung apabila pada putusan
sebelumnya diketahui terdapat kesalahan atau kekhilafan hakim dalam
memutus perkara ataupun terdapat bukti baru yang belum pernah
diungkapkan dalam persidangan.
Bahwa berdasarkan Pasal 67 Undang – undang Nomor 5 tahun 1985 4
tentang Mahkamah Agung Republik Indonesia, Permohonan peninjauan
kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:5
a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat
pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan
pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
Putusan yang diminta PK didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu
muslihat pihak lawan dengan kata lain, putusan yang diminta PK
merupakan produk pengadilan yang mengandung kebohongan atau
tipu muslihat. Kebohongan atau tipu muslihat itu baru diketaui setelah
perkara diputus. Selama proses pemeriksaan berlangsung mulai dari
tingkat pertama, banding dan kasasi, kebohonan atau tipu muslihat itu
tidak diketahui, dan baru diketahui setelah putusan berkekuatan hukum
tetap.
Dalam praktik peradilan, alasan PK kebohongan atau tipu muslihat,
jarang ditemukan. Sulit mewujudkan secara konkret dan objektif
adanya kebohongan atau tipu muslihat dalam suatu putusan, kecuali
apabila telah ada putusan pengadilan yang telah Berkekuatan Hukum
Tetap menyatakan alat bukti yang digunakan pihak lawan adalah palsu
setelah putusan perdata Berkekuatan Hukum Tetap.

3
Dikutib dari web https://new.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4a0bd93d0f7ac/tentang-pk-
peninjauan-kembali-/, pada 17 Mei 2021
4
Undang-Undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
5
Herri Swantoro, 2017. “Harmonisasi Keadilan dan Kepastian Dalam Peninjauan Kembali”. Depok :
Prenadamedia Group, 79.
Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang
didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksud di atas adalah 180
(seratus delapan puluh) hari sejak diketahui kebohongan atau tipu
muslihat atau sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan
hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang
berperkara;
b. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang
bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat
ditemukan;
Surat sebagai alat bukti tertulis dibagi menjadi dua yaitu surat yang
merupakan akta dan surat-surat lainnya yang bukan akta, sedangkan
akta sendiri dibagi lebih lanjut menjadi akta otentik dan akta dibawah
tangan. Akta adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tanda tangan,
yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan.
Praktek peradilan menyebut alasan PK dengan nama “novum”.
Apabila pengertian novum sama dengan “bukti baru” atau fresh
Fact maupun alasan yang baru muncul, maka penggunaan kata novum
terhadap alasan PK dianggap kurang tepat. Sebab menurut ketentuan
itu, pada dasarnya yang dimaksud dengan surat bukti itu bukan bukti
baru, tetapi surat bukti yang telah ada sebelum perkara diperiksa, akan
tetapi tidak ditemukan selama proses pemeriksaan berlangsung. Surat
bukti itu baru ditemukan setelah putusan perkara yang bersangkutan
Berkekuatan Hukum Tetap.
Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang
didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksud di atas adalah 180
(seratus delapan puluh) hari sejak ditemukan surat-surat bukti, yang
hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah
dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari
pada yang dituntut;
Alasan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Putusan mengabulkan suatu hal, sedangkan hal itu
sama sekali tidak ada diminta penggugat dalam
gugatan.
2) Putusan melebihi dari apa yang dituntut. Hakim
dilarang memberikan atau mengabulkan melebihi
dari apa yang dituntut. Ketentuan ini melanggar
prinsip ultra petitum partium atau ultra petita.
Hakim tidak boleh mengabulkan melebihi dari apa
yang dituntut dalam petitum gugatan.
Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang
didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksud diatas adalah 180
(seratus delapan puluh) hari sejak putusan memperoleh kekuatan
hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang
berperkara;
d. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya;
Dalam suatu putusan hakim diperintahkan untuk mengadili atau
memutus tentang semua bagian gugatan. Misalnya tidak diputus
apakah ditolak atau dikabulkan gugatan provisi, permintaan sita atau
permintaan putusan serta merta tanpa dipertimbangkan sebab-
sebabnya. Kelalaian dan pengabulan yang demikian dapat dijadkan
alasan permohonan PK oleh pihak penggugat, karena hal itu
merugikan kepentingannya.
Dalam praktiknya, kasus yang seperti ini jarang terjadi. Jika terjadi
kelalaian yang seperti itu oleh pengadilan tingkat pertama, pada
umumnya akan dikoreksi dan diluruskan oleh pengadilan tingkat
banding. Kalau tingkat banding lalu memutus seluruh bagian perkara,
akan dikoreksi dan diluruskan Mahkamah Agung pada tingkat kasasi.
Pada umumnya, melalui fungsi dan kewenangan koreksi yang dimiliki
tingkat banding dan kasasi berdasarkan mekanisme intansional, jarang
dijumpai putusan Berkekuatan Hukum Tetap yang lalai memutus
semua bagian tuntutan.
Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang
didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksud diatas adalah 180
(seratus delapan puluh) hari sejak putusan memperoleh kekuatan
hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang
berperkara;
e. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama,
atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya
telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
Supaya alasan ini memiliki validitas, harus dipenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
1) Terdapat dua atau lebih putusan yang saling
bertentangan. Hal ini merupakan syarat mutlak
lahirnya putusan yang saling bertentangan antara
yang satu dengan yang lain. Paling tidak harus ada
dua putusan. Baru bisa terjadi saling bertentangan
antara putusan yang satu dengan yang lain.
2) Pihak yang telibat dalam Putusan perkara yang
saling bertentangan tersebut adalah sama.
3) Mengenai soal atau dasar yang sama. Kedua
putusan yang saling bertentangan itu terkandung
soal yang sama atau dasar yang sama. Kalau soal
atau dasar masalahnya berbeda, meskipun pihak-
pihaknya sama, tidak memenuhi alasan Peninjauan
Kembali.
4) Oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya.
5) Putusan yang terakhir dan bertentangan itu telah
Berkekuatan Hukum Tetap, dan telah diberitahukan
putusan itu kepada pihak yang berperkara. jadi, agar
terpenuhi syarat tersebut, maka harus saling
berhadapan dua atau lebih putusan yang sama-sama
Berkekuatan Hukum Tetap.
Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang
didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksud diatas adalah 180
(seratus delapan puluh) hari sejak putusan memperoleh kekuatan
hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang
berperkara;
f. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau
suatu kekeliruan yang nyata.
Alasan PK yang paling sering dan paling besar frekuensinya dalam
praktik adalah kekhilafan atau kekeliruan nyata. Alasan ini dianggap
sangat luas jangkauannya. Apa saja pertimbangan dan pendapat yang
tertuang dalam putusan, dapat dikonstruksi dan direkayasa sebagai
kekhilafan atau kekeliruan nyata tanpa batas.
Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang
didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksud diatas adalah 180
(seratus delapan puluh) hari sejak putusan yang terakhir dan
bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah
diberitahukan kepada pihak yang berperkara.
Permohonan peninjauan kembali harus diajukan sendiri oleh para
pihak yang berperkara, atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang
secara khusus dikuasakan untuk itu dan apabila selama proses
peninjauan kembali pemohon meninggal dunia, permohonan tersebut
dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya.
BAB III
PENUTUP

Simpulan

Kasasi adalah salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta


oleh salah satu atau kedua belah pihak (terdakwa atau penuntut) terhadap
suatu putusan pengadilan tinggi. Terdakwa atau penuntut umum dapat
mengajukan kasasi bila masih merasa belum puas dengan isi putusan
pengadilan tinggi kepada mahkamah agung. Kasasi berasal dari bahasa
Prancis yaitu cassation yang berarti memecah atau membatalkan.
Peninjauan kembali atau disingkat PK adalah suatu upaya hukum
yang dapat ditempuh oleh terpidana (orang yang dikenai hukuman) dalam
suatu kasus hukum terhadap suatu putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap dalam system peradilan di Indonesia.
Permohonan Peninjauan Kembali (PK) dapat dilakukan dalam kasus
perkara Perdata maupun Perkara Pidana.
DAFTAR PUSTAKA

Https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Kasasi Dikutip Pada Tanggal 26 Mei 2021 Pukul


19.05.

Syahrul Sitorus, “Upaya Hukum Dalam Perkara Perdata (Verzet, Banding, Kasasi,
Peninjauan Kembali Dan Derden Verzet)”, Jurnal Hikmah, (Volume 15, No. 1,
Januari – Juni 2018).

Dikutib Dari Web


Https://New.Hukumonline.Com/Klinik/Detail/Ulasan/Lt4a0bd93d0f7ac/Tentang-
Pk-Peninjauan-Kembali-/, Pada 17 Mei 2021

Undang-Undang No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

Herri Swantoro, 2017. “Harmonisasi Keadilan Dan Kepastian Dalam Peninjauan


Kembali”. Depok : Prenadamedia Group.

Anda mungkin juga menyukai